Tag Archives: Collaborative Fund

Startup mental wellness Ami didirikan Januari 2022 oleh Justin Kim dan Beknazar Abdikamalov telah terima pendanaan $4 juta dipimpin Meta

Mengenal Ami dan Caranya Membumikan Kesehatan Mental untuk Karyawan Startup

Hingga kini, kesehatan jiwa menjadi masalah yang belum sepenuhnya dapat diselesaikan, baik di tingkat global maupun nasional. Kondisi semakin diperparah sejak pandemi Covid-19 yang menyebabkan ekonomi masyarakat memburuk, yang secara langsung berakibat pada kehidupan, juga mental dalam menghadapi situasi di masa pandemi.

Terlebih, isu kesehatan mental masih menjadi hal yang tabu untuk masyarakat Indonesia. Stigma terhadap pengidap gangguan kesehatan mental di Indonesia masih sangat kuat. Riset Kesehatan Dasar (Riskerdas) 2018 menunjukkan, sebanyak lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

Data ini menunjukkan bahwa negara ini belum dapat menyelesaikan masalah kesehatan mental secara tepat. Namun sayangnya, isu ini menjadi stigma yang dapat berdampak buruk pada penderita, misalnya, diskriminasi dan dikucilkan dari masyarakat yang dikhawatirkan menghambat kesembuhan dan pemulihan penderita kesehatan mental.

Fakta di atas turut didukung oleh temuan Google Trends. Di pasar global, tren pencarian “how to maintain mental health” disebutkan meningkat lebih tinggi pada tahun ini dari tahun sebelumnya.

Tantangan ini jadi menarik untuk diselesaikan oleh pihak swasta. Justin Kim dan Beknazar Abdikamalov menjadi orang dibalik berdirinya “Ami”, startup penyedia platform mental wellness dengan misi membuat perawatan kesehatan mental lebih mudah diakses oleh pekerja yang terlalu banyak bekerja dan stres di Asia.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Kim mengaku bahwa, baik dirinya maupun Abdikamalov, sudah terlalu akrab dengan budaya perusahaan yang sangat serba cepat. Kim sebelumnya adalah pemilik di Viva Republica, milik miliarder Korea Lee Seung-gun, yang mengoperasikan super-app keuangan Toss, sementara rekannya bekerja sebagai software engineer di Amazon.

“Setiap orang di Ami telah menghabiskan waktu bertahun-tahun di tempat kerja yang serba cepat dan mengalami langsung bagaimana rasanya mengabaikan kesehatan emosional kita. Ami dirancang untuk menjadi sumber kesejahteraan karyawan yang selalu kami inginkan. Kami sekarang bekerja dengan perusahaan untuk membuat pelatihan kesehatan mental 1:1 dapat diakses oleh karyawan di mana saja,” terang Kim.

Solusi Ami

Sumber: Ami

Ami bekerja sebagai platform online yang mencocokkan karyawan dengan pelatih kesehatan mental. Pengguna benar-benar dapat menelepon mereka, tanpa perlu membuat janji berminggu-minggu sebelumnya, untuk berbicara tentang tekanan mereka sehari-hari melalui platform WhatsApp. Langkah ini dimaksudkan, supaya bicara perawatan kesehatan mental itu semudah memeriksa cuaca dan senyaman berbicara dengan teman.

Kim melanjutkan, ada tiga karakteristik utama dari pengalaman Ami. Pertama, Ami beresonansi dengan rata-rata pengguna karena mereka memberikan pelatihan ringan yang dirancang untuk orang dan karyawan biasa. “Kami bukan layanan konseling klinis yang hanya melayani individu yang didiagnosis dan karena itu mencari pengobatan.”

Kedua, pengguna menikmati pengalaman interaktif 1:1 dengan pelatih yang dipilih sendiri dari tim Ami yang beragam agar cocok untuk mereka, sehingga pengalaman tersebut jauh lebih menarik dan dipesan lebih dulu dibandingkan solusi yang ada di industri. Akhirnya, pembinaan ditawarkan dengan cara yang dapat diakses sesuai permintaan.

“Pengguna di perusahaan mitra kami dapat menikmati pengalaman yang seamless di platform aplikasi kami, terhubung dengan pelatih dalam waktu kurang dari satu menit. Setelah itu, mereka dapat terus menikmati akses tak terbatas dan fleksibel ke sesi pelatihan Ami.”

Bagi perusahaan, dampak dari penerapan konsep ini diklaim mampu meningkatkan adopsi 10 kali lebih tinggi daripada solusi konvensional, dengan biaya yang lebih murah.

Dalam kurun waktu lima bulan, diterangkan lebih jauh oleh Kim, pihaknya telah membangun komunitas klien dan mitra yang kuat di seluruh Asia Pasifik. Permulaan awal yang positif ini membuat ia dan tim meyakini prospek yang cerah untuk membumikan literasi mengenai kesehatan mental.

Semua pelatih Ami dipilih sendiri dan bekerja bersama Ami secara internal. Perusahaan berkomitmen untuk mengembangkan tim pelatih yang paling beragam dan kuat di Asia -terlepas dari latar belakang- semua pengguna Ami akan dicocokkan dengan profil pelatih yang sesuai untuk kebutuhan mereka.

“Fokus utama kami terus memastikan bahwa pengguna kami memiliki pengalaman pelatihan yang luar biasa dan memungkinkan mereka untuk menjadi advokat alami dan menyebarkan berita ke rekan-rekan. Kami mendapat banyak dukungan pengguna dari komunitas startup di Asia, terutama dari perusahaan dengan demografi milenial yang lebih berorientasi nilai.”

Industri kesehatan mental dan rencana Ami

Ami sendiri berbasis di Singapura dan mulai ekspansi ke Jakarta. Dua lokasi ini dipilih lantaran memiliki basis startup dengan pertumbuhan yang cepat. Terlebih itu, mayoritas karyawannya berusia muda dan cenderung lebih terbuka terhadap kesehatan dan kesehatan emosional.

Menurut Kim, bekerja di startup cenderung lebih cepat stres karena selalu dituntut pada pertumbuhan yang sangat tinggi. Sementara, mempertahankan talenta terbaik adalah prioritas yang berkembang untuk startup. Kendati stigma seputar kesehatan mental di Asia masih sangat nyata, namun respons startup terhadap solusi yang ditawarkan Ami begitu positif.

Mereka menambahkan Ami sebagai bagian inti dari paket tunjangan karyawan, karyawannya pun secara terbuka merangkul dan secara proaktif berinvestasi dalam pembinaan kesehatan mental. “Covid-19 telah membantu mempercepat ini. Sekarang adalah waktu yang tepat bahwa kesehatan mental adalah percakapan yang sangat terkini untuk masyarakat dan tempat kerja Asia sekarang, dan ini juga menjadi agenda sebagian besar tim SDM.”

Kim menambahkan, “kesehatan mental” telah menjadi kata kunci. Kondisi tersebut sangat penting memberikan nilai yang otentik dan jelas seperti apa nilai tambah yang diberikan Ami. “Kami mendidik dengan menunjukkan bahwa kesehatan mental relevan untuk semua orang di seluruh siklus berproses, tidak hanya untuk individu yang mencari bantuan klinis, atau untuk situasi tertekan setelah kejadian.”

“Kesejahteraan mental dan ketahanan dapat dipupuk melalui gaya hidup sehari-hari Anda, mengetahui cara menjeda dan mengatur ulang, sehingga Anda dapat melangkah lebih jauh. Di Ami, kami percaya coaching dapat menjadi pengalaman transformatif yang memfasilitasi hal ini secara efektif. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang menginginkan hubungan manusia,” sambung dia.

Kim menuturkan, selama setahun ini perusahaan akan memperluas cakupannya ke Asia. Bagi dia, Asia adalah rumah bagi beberapa negara yang paling banyak bekerja di dunia. Rata-rata orang di Korea Selatan, misalnya, bekerja 1.908 jam pada tahun 2020, keempat terbanyak di antara negara-negara maju, menurut data yang dikumpulkan oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Sebagai perbandingan, rata-rata orang di AS bekerja 1.767 jam pada tahun yang sama.

Sementara di Jepang, jam kerja yang panjang begitu merajalela, hingga menjadi penyebab kematian —disebut “karoshi” dalam bahasa Jepang. Kenyataan ini telah diakui secara hukum sebagai penyebab kematian sejak tahun 1980-an. Kondisi yang tak jauh berbeda juga terjadi di Tiongkok.

“Pekerja di Asia adalah yang paling stres di dunia dengan akses yang buruk ke sumber daya manajemen stres. Meskipun demikian, terlepas dari geografi, apa yang kami lakukan akan relevan dan penting bagi organisasi mana pun yang mempekerjakan karyawan manusia, bukan robot. Kami menyambut baik untuk terhubung dengan perusahaan mana pun secara global yang mungkin ingin tahu lebih banyak tentang apa yang kami lakukan.”

Ia pun optimistis dengan kesempatan Ami di Indonesia. Alasannya, budaya kerja di negara ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh cepat. Bila diterjemahkan lebih lanjut, hal ini memicu intensitas dan stres yang meningkat di sebagian besar tempat kerja. Bersamaan dengan ini, muncul generasi baru karyawan yang telah berubah menjadi lebih berorientasi pada nilai daripada pendahulu mereka, dan mencari lingkungan kehidupan kerja yang benar-benar holistik, otentik, dan seimbang.

“Kami yakin bahwa Ami berada di posisi yang tepat untuk membantu pemberi kerja dan karyawan dalam hal ini menavigasi keseimbangan ini. Last but not least, banyak dari pengguna Indonesia kami berbicara Bahasa dan telah memberikan pujian yang tinggi kepada pengalaman Ami karena mampu memenuhi tuntutan multi-bahasa, multi-budaya. Kami bekerja keras bahu membahu dengan pelatih untuk memberikan pengalaman yang relevan secara sosial budaya untuk semua klien kami.”

Beberapa startup lokal yang telah bermitra dengan Ami, di antaranya adalah HappyFresh, Modalku, dan Sampingan.

Saat ini, Ami telah didukung dengan pendanaan sebesar $4 juta (lebih dari 57 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh New Product Experimentation Team, investing arm dari Meta. Investasi dari Meta ini tandai debut awalnya di Asia Pasifik. Kemudian, diikuti Collaborative Fund, Goodwater Capital, Strong Ventures, January Capital, dan Wisdom Ventures.

Selanjutnya, jajaran investor lainnya yang turut berpartisipasi juga datang dari kalangan angel investor. Nama-namanya adalah tiga co-founder Modalku (Reynold Wijaya, Kelvin Teo, Koh Meng Wong), Maudy Ayunda, Chinmay Chauhan (BukuWarung), MX Kuok (K3 Ventures), Steven Lee (SV Angel), Rajesh Venkatesh (Nium), dan lainnya.