Tag Archives: Collyer Law LLC

Menangkap Minat Investasi Asing untuk Industri E-commerce Lokal

Berdasarkan hasil riset yang diumumkan Google beberapa waktu lalu, disebutkan bahwa dominasi investasi untuk pemain e-commerce masih menguasai dibandingkan kategori lainnya sepanjang 2012 hingga sekarang. Apakah tren ini akan terus berlanjut hingga beberapa mendatang? Apakah layanan e-commerce lokal masih memiliki daya tarik bagi investor asing, meski sudah hadir Tokopedia dan Traveloka sebagai pemimpin pasar?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dalam salah satu sesi diskusi yang diadakan Seamless Indonesia 2017 menghadirkan narasumber yang ahli di bidangnya, yaitu Managing Director Nikaia Ventures Jean Claude Donato, Consultant SE Asia Collyer Law LLC Leon Santos, Seabridge Partners Ion Krisnanto, dan dimoderatori CEO Seabridge Partners Marcus Young.

Donato menerangkan kondisi industri e-commerce di Indonesia pada dasarnya terdiri atas dua fase. Fase pertama diisi oleh generasi pertama, dengan nama-nama perusahaan seperti Tokopedia, Lazada, Traveloka, Bukalapak, dan lainnya.

Secara rerata, generasi pertama sudah pernah mendapat sokongan dari korporasi besar. Ambil contoh, Tokopedia dan Lazada sudah di-back up oleh Alibaba, Traveloka oleh Expedia, dan Bukalapak oleh Emtek.

“Tentu saja bagi investor asing yang ingin masuk ke e-commerce generasi pertama cukup terlambat karena paling tidak mereka harus menyediakan dana yang cukup besar. Maka dari itu, akan lebih baik ketika mereka menunggu untuk masuk e-commerce yang ada di generasi kedua,” katanya, Selasa (10/10).

Dia menuturkan lebih jauh, perusahaan e-commerce yang masuk ke dalam generasi kedua adalah mereka yang bergerak di segmen yang lebih vertikal atau niche dalam menjangkau konsumennya. Menurutnya, masuk ke segmen niche tentunya akan lebih menarik bagi investor karena ada peluang besar yang bisa dimasuki mereka.

“[Layanan] E-commerce generasi kedua yang bermunculan di Indonesia akan menciptakan demand bagi investor asing.”

Tips menarik minat investor lokal

Donato melanjutkan, pada dasarnya investor asing selalu melihat peluang investasi ke perusahaan baru tanpa memperhatikan tahapan pendanaan, sebagai fokus utamanya. Makanya, perusahaan harus sadar dengan kriteria umum yang selalu mereka cari, berdasarkan tahapan pendanaan yang dibutuhkan.

Contohnya, untuk mengincar pendanaan tahap awal, umumnya investor selalu memperhatikan tim yang harus solid. Paham dengan kondisi pasar dan sudah memiliki product market fit. Sementara untuk tahapan seri C ke atas, biasanya patokan yang dipakai adalah pertumbuhan bisnis, dengan indikator GMV, pengguna aktif, traffic, SKU, dan lainnya.

“Intinya untuk investasi di startup Indonesia tidak terlalu teknis, bila dibandingkan saat berinvestasi di Tiongkok atau Amerika Serikat.”

Menurut Donato, kendati beberapa contoh perusahaan teknologi skala besar di Indonesia kemungkinannya belum mencetak keuntungan, yang terpenting adalah mereka sudah memiliki strategi keuangan yang kuat dan matang.

Dengan demikian, investor akan mendapat gambaran besar yang akan dilakukan perusahaan tersebut di kemudian harinya.

“Jika startup tidak bisa menunjukkan struktur manajamen keuangan yang kuat, investor tidak akan tertarik berinvestasi.”

Perlu cari mitra lokal

Sementara itu, menurut Leon Santos, investor asing perlu menggandeng pihak lokal untuk menangani seluruh urusan. Pasalnya, menurut pemantauan Santos, regulasi di Indonesia cenderung rumit dan berjenjang. Sehingga ditakutkan terjadi masalah yang tiba-tiba muncul.

Dia mencontohkan, salah satu isu yang belum jelas adalah perlindungan kekayaan intelektual. Apalagi untuk perusahaan teknologi, kekayaan intelektual menjadi aset yang paling berharga.

“Sebelum investor asing berinvestasi di Indonesia, mereka harus mencari mitra lokal dan berkolaborasi, harus mereka yang benar-benar paham dengan kondisi lokal,” pungkas Santos.


DailySocial adalah media partner Seamless Indonesia 2017