Tag Archives: consumer behavior

Apa Itu Consumer Behavior? Dari Pengertian Hingga Faktornya Diulas Secara Lengkap!

Apakah kamu ingin mengembangkan produk yang berkualitas baru? Jika demikian, kamu perlu mempelajari perilaku konsumen atau consumer behavior. Riset ini dapat membantu kamu memahami konsumen baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Namun, manfaatnya tidak berhenti sampai di situ, lho.

Dalam artikel ini, kami akan menjelaskan segala hal tentang consumer behavior. Baca terus, oke? 

Pengertian Consumer Behavior

Consumer Behavior adalah studi tentang konsumen dan cara mereka membeli produk / layanan. Perilaku konsumen berkembang secara dinamis, apalagi di zaman modern ini, perilaku konsumen telah berubah secara tajam. Sehingga ini menjadi pr bagi para penjual untuk bertahan dalam usahanya.

Jika kamu sebagai pengusaha memahami perilaku konsumen, kamu dapat memahami semua kebutuhan. Sehingga produk dan jasa yang kamu jual bisa diterima, sehingga pendapatan bisnis bisa meningkat. Bagaimana? Apakah kamu tertarik untuk mempelajari consumer behavior? 

Manfaat Studi Consumer Behavior

Menurut Cooltrack, consumer behavior tidak hanya berguna saat mengembangkan produk baru. Analis produk juga dapat menggunakan penelitian ini untuk meningkatkan produk yang sudah ada.

Tidak hanya itu, lho. Masih banyak manfaat dari perilaku konsumen dalam hal penjualan dan pengembangan produk. Beberapa dari hal tersebut adalah:

  1. Memahami perbedaan antara kelompok konsumen yang berbeda

Suatu produk dapat memiliki banyak jenis konsumen. Nah, setiap konsumen pasti berbeda-beda. Juga, kebutuhan dan keinginan mereka tidak sama. Bagaimana seharusnya perbedaan ini dipahami? Studi consumer behavior adalah jawabannya. 

  1. Merencanakan program pemasaran yang tepat

Ingin membuat program pemasaran yang sesuai untuk pelanggan kamu? Tentu saja, kamu harus memahaminya terlebih dahulu. Seperti yang kami jelaskan, wawasan ini dapat diperoleh dengan mempelajari consumer behavior.

Setiap program pemasaran kemudian dapat disesuaikan dengan kelompok konsumen tertentu berdasarkan karakteristik perilaku mereka. Riset juga dapat memfasilitasi keputusan terkait konsumen, seperti:

  • perubahan logo
  • perubahan kemasan
  • Membuat campaign berhadiah 
  • dan lainnya
  1. Memprediksi tren pasar

Tren pasar terus berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, perubahan ini dapat dipantau melalui studi perilaku konsumen. Kamu dapat secara otomatis membuat produk saat ini. Tidak perlu membuang banyak sumber daya untuk mengembangkan produk yang kurang tepat. 

  1. Peningkatan daya saing dibandingkan kompetitor

Meneliti perilaku konsumen tidak hanya memungkinkan kamu untuk memahami audiens mu. Kamu juga dapat menerima informasi tentang kompetitor seperti:

  • Apakah pelanggan membeli produk pesaing?
  • Mengapa konsumen membeli produk dari pesaing?
  • Menurut konsumen, apa yang membedakan produk mu dengan produk kompetitor? 

Jika kamu sudah mengetahui pesaing kamu, buatlah produk yang lebih baik. Dengan cara ini, daya saing kamu dapat meningkat.

  1. Tingkatkan layanan pelanggan

Setiap konsumen membutuhkan layanan yang berbeda. Nah, perbedaan ini bisa dipelajari melalui perilaku konsumen. Ini memungkinkan kamu untuk memberikan layanan pelanggan yang berkualitas. Karena semua tergantung kebutuhan masing-masing pelanggan. 

Tipe-tipe Consumer Behavior

Tentu ada banyak jenis konsumen yang akan menjadi pelanggan kamu, bahkan untuk satu produk sekalipun. Untuk melakukan ini, kamu perlu mengetahui jenis-jenis perilaku konsumen dalam bisnis:

Complex Buying Behavior

Tipe konsumen yang pertama adalah perilaku pembelian kompleks atau complex buying behavior. Perilaku pertama ini terjadi ketika konsumen membeli produk dengan harga tinggi dan jarang membelinya. Konsumen banyak berpikir sebelum memutuskan untuk membeli.

Dissonance Reducing Buying Behavior

Dissonance reducing burning behavior atau perilaku pembelian yang mengurangi disonansi. Disonansi muncul ketika konsumen khawatir apakah pembelian yang mereka lakukan salah atau tidak. Kasus seperti ini terjadi ketika konsumen bingung dan harus memilih di antara beberapa produk yang sejenis.

Habitual Buying Behavior

Habitual buying behavior atau kebiasaan. Konsumen tipe ini tidak perlu berpikir panjang saat memilih. Konsumen biasanya terbiasa karena barang yang mereka beli memenuhi kebutuhan dasar atau barang yang sering mereka beli. Perilaku pencarian yang berbeda

Perilaku saat mencari variasi atau perilaku saat mencari variasi produk. Konsumen seperti itu cenderung membeli produk serupa dari merek lain dan mencari variasi yang biasa digunakan sehari-hari. Kasus seperti itu bisa menjadi tanda bahwa konsumen sudah bosan dengan produk yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Secara umum, perilaku konsumen dipengaruhi oleh tiga faktor berikut.

  1. Faktor Pribadi

Faktor pribadi adalah minat dan pendapat konsumen. Faktor ini juga dipengaruhi khususnya oleh data demografis, seperti:

  • tua
  • seksual
  • budaya
  • profesi
  • latar belakang
  • dan lainnya
  1. Faktor psikologis

Faktor psikologis adalah reaksi dan sikap individu:

  • kampanye pemasaran 
  • kebutuhan pribadi sebagai konsumen
  1. Faktor sosial

Faktor-faktor ini meliputi:

  • dampak terhadap lingkungan
  • pengaruh media sosial
  • kelas sosial
  • penghasilan
  • tingkat pendidikan
  • dan lainnya
  1. Faktor budaya

Faktor ini menunjukkan bahwa minat pelanggan terdiri dari beberapa hal, seperti:

  • nilai-nilai dan ideologi komunitas mereka
  • kepercayaan masyarakat
  • kebutuhan keluarga dan masyarakat
  • kelas sosial 

Berikut penjelasan kami tentang consumer behavior, mulai dari definisi, tiprs hingga faktor-faktor yang mempengaruhinya. Semoga tulisan ini dapat membantumu dalam menentukan strategi matang untuk bisnismu.

Riset E-commerce Kredivo

Riset Kredivo: Tren Positif E-commerce Masih Berlanjut Sampai Masa Pandemi

E-commerce menjadi salah satu sektor digital yang menguat selama era pandemi ini. Platform kredit online Kredivo yang fokus di transaksi e-commerce turut mendapat pengaruh baik itu. Namun disampaikan oleh perwakilan perusahaan, pengaruh baik itu juga tak lepas dari capaian mereka di sepanjang 2019.

Untuk mendalami tren yang ada, Kredivo bekerja sama dengan Katadata Insight Center melakukan analisis data primer dari 10 juta lebih transaksi dari 1 juta pengguna Kredivo di enam e-commerce meliputi Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada, Blibli, dan JD.ID sepanjang 2019.

Ada beberapa poin penting yang dikemukakan riset ini. Namun yang menjadi fokus utama dari riset ini adalah transaksi selama 2019 yang cukup kuat. Salah satu indikatornya adalah peningkatan transaksi hingga 22% dibanding rata-rata jumlah transaksi bulanan.

Direktur Riset Katadata Insight Center Mulya Amri menjelaskan bahwa dalam kurun setahun pengguna Kredivo menimbulkan pola belanja tertentu di e-commerce tiap bulan. Januari dan Februari menunjukkan transaksi mereka jauh di bawah rata-rata. Baru pada Mei kenaikan transaksi yang signifikan mulai terlihat.

Mulya menyebut hal itu tak lepas dari faktor hari raya Idulfitri, nilai transaksi pengguna di e-commerce naik signifikan. Turun di Juni, jumlah transaksi stabil naik dari Juli dan memuncak di Desember dengan yang mencapai 22% di atas rata-rata. Program Harbolnas 12.12 tahun lalu misalnya berhasil mendongkrak jumlah transaksi harian hingga lima kali lipat.

Perbandingan nilai transaksi e-commerce dalam momen-momen tertentu / Kredivo
Perbandingan nilai transaksi e-commerce dalam momen-momen tertentu / Kredivo

Temuan-temuan menarik perilaku konsumen e-commerce

Riset ini juga berhasil merekam temuan-temuan menarik terkait perilaku konsumen e-commerce yang menggunakan layanan Kredivo. Mulai dari temuan kelompok umur Generasi Z (18-25 tahun) dan Milenial (26-35 tahun) menghabiskan uang paling banyak dari pendapatannya untuk berbelanja di e-commerce masing-masing dengan rasio 4,7% dan 5,1%. Temuan ini berbanding lurus dengan literasi layanan digital yang lebih mapan di dua kelompok usia tersebut.

Dari aspek perilaku, riset ini mendapati pola-pola tertentu konsumen Kredivo berbelanja. Contohnya adalah jam tersibuk mereka untuk belanja adalah di sepanjang hari kerja dengan pengecualian Senin. Lalu jika dilihat lebih rinci lagi, jam makan siang dan jam makan malam hingga jelang tidur sebagai waktu paling ramai terjadinya transaksi di e-commerce. Sementara secara nilai transaksi, orang-orang lebih banyak mengeluarkan uang dalam satu transaksi pada akhir pekan.

Riset ini juga menemukan bahwa perempuan punya kecenderungan lebih sering belanja di e-commerce dalam setahun yang rata-rata bisa mencapai 26 kali. Namun laki-laki ternyata lebih murah hati merogoh koceknya saat berbelanja karena rata-rata nilai transaksi mereka lebih besar dari konsumen perempuan dengan Rp227.526 per transaksi.

Perbandingan jumlah transaksi e-commerce pengguna pria dan wanita / Kredivo
Perbandingan jumlah transaksi e-commerce pengguna laki-laki dan perempuan / Kredivo

Sementara dari sisi produk, kategori fesyen, kosmetik, dan gadget masih jadi primadona di kalangan pengguna Kredivo yang berbelanja di e-commerce. Produk fesyen dan kecantikan mendominasi secara jumlah transaksi yang mencapai 30% dan 16%, sementara produk gadget dan aksesorisnya mendominasi dengan angka 33% secara nilai transaksi.

General Manager Kredivo Lily Suriani mengatakan, pihaknya berniat memperluas tren positif di sejumlah kategori tersebut dengan memperluas jangkauannya yang saat ini sudah menggandeng lebih dari 300 merchant online khususnya di kategori fesyen. “Ada beberapa yang kita sedang tahap integrasi dengan pemain-pemain fashion besar. Tidak menutup kemungkinan juga dengan kategori lain yang punya nilai transaksi tinggi seperti gadget dan elektronik,” jelas Lily.

Ada sedikit pergeseran

Lily menyebut Kredivo memiliki hampir 2 juta pengguna saat ini. Ia mengklaim jumlah pengguna baru dan yang mengajukan kredit terus meningkat tak hanya di tahun lalu tapi juga hingga sekarang. Menurut Lily hal itu tak lepas dari penetrasi internet yang terus membaik di Indonesia serta kepercayaan konsumen dalam bertransaksi online yang terus meningkat baik dari frekuensinya maupun nilainya.

Head of Marketing & Alliances Kredivo Indina Andamari mengklaim capaian positif di tahun lalu itu masih terlihat setidaknya di satu semester 2020. Dari aspek perilaku konsumen menurut Indina hal itu masih terjaga. Namun ia juga mengakui bahwa ada pergeseran terutama dari besaran nominal yang dibelanjakan konsumen mengingat pandemi mengharuskan banyak orang memperketat bujetnya.

“Tapi memang ada pergeseran juga di pengeluaran mereka dengan kondisi ekonomi seperti sekarang yang banyak mengalami kesulitan ekonomi jadi secara nilai rata-rata agak menurun sedikit,” imbuh Indina.

Application Information Will Show Up Here
Data untuk Bisnis

Data Menjadi Kunci untuk Meneropong Perilaku Konsumen di Masa Depan

Asia Tenggara sedang dan akan menjadi pasar yang menjanjikan bagi para pelaku ekonomi digital. Pengelolaan data dan kecerdasan buatan dinilai menjadi cara ampuh dalam menelusuri perilaku konsumen di masa depan.

Traveloka, Iflix, dan ViSenze berbagi pandangan dalam meneropong kondisi pasar di Asia Tenggara dari perspektif perilaku konsumen di acara Tech in Asia Conference 2019. Ketiganya kompak menjadikan data yang mereka miliki untuk mengikuti tren konsumen.

Head of Data Analytics Group Traveloka Doan Lingga bercerita bagaimana perusahaannya berkembang dari sekadar menjajakan layanan pemesanan hotel dan tiket pesawat hingga seperti sekarang ini — menawarkan banyak opsi bertajuk pengalaman perjalanan. Hal itu tak lepas dari pengumpulan data yang kemudian mereka olah untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Guna mengetahui perubahan perilaku konsumen di pasar, menurut Doan, keberadaan data menjadi kunci untuk memahaminya.

“Kumpulkan dulu semua data. Kalian tidak tahu apa manfaat data itu sampai waktunya tiba. Itu sebabnya kumpulkan dulu, track everything. Lagipula storage itu murah jadi jangan ragu mengumpulkan dulu,” ujar Doan.

Kendati begitu, Doan menambahkan penyedia layanan harus terbuka kepada konsumen tentang data yang mereka kumpulkan dan menjaga kerahasiaan data tersebut. Menurutnya keterbukaan itu patut dilakukan demi mengembangkan produk sesuai kebutuhan pasar.

Fitur PayLater menjadi salah satu contoh yang dirujuk oleh Doan. Seperti diketahui, saat ini makin banyak perusahaan teknologi yang menyediakan fitur bayar belakangan seperti Gojek hingga Ovo.

Untuk ke depannya, Doan memperkirakan bakal lebih banyak pelibatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam produk-produk yang dilempar ke masyarakat di masa depan. Hal ini diamini oleh Co-founder dan CEO ViSenze, Oliver Tan. ViSenze sendiri adalah solusi AI yang bergerak di industri ritel asal Singapura.

Oliver mengaku masih sulit menebak secara pasti tren perilaku konsumen dalam 2-3 tahun terakhir. Namun seperti halnya Doan, ia meyakini akan makin banyak jasa yang memakai teknologi AI.

“Jawaban saya untuk itu adalah AI kognitif. AI yang mungkin bahkan bisa lebih tahu kebutuhan seseorang daripada orang itu sendiri,” ucapnya.

Seperti dalam laporan Google & Temasek 2019, Asia Tenggara masih menjadi kawasan seksi bagi para pelaku ekonomi digital. Dalam laporan terbaru itu, ekonomi yang dimotori internet di kawasan Asia Tenggara mencapai US$100 miliar dan angka itu diprediksi terus meroket hingga US$300 miliar pada 2025.

Vietnam dan Indonesia menjadi poros utama pertumbuhan tersebut dengan tingkat pertumbuhan mencapai 40 persen per tahun.

Survei DailySocial: Konversi Transaksi E-Commerce Melalui Perangkat Mobile Masih Rendah

Agustus 2016 silam DailySocial menerbitkan Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 yang menyoroti perubahan perilaku konsumen di berbagai segmen. Salah satu hal menarik yang ditemukan di antara responden adalah 65% aktivitas belanja online melalui perangkat mobile di Indonesia saat ini adalah browsing. Hanya 22% responden yang menyebutkan bahwa mereka melakukan aktivitas belanja hingga membayar melalui perangkat mobile-nya.

Indonesia adalah negara berkembang yang kerap mendapat julukan mobile first. Salah satu alasannya didasari pada active mobile subscription yang jumlahnya 13 persen lebih banyak dari populasi. Bila disandingkan dengan pengguna internet yang kini mencapai 100 juta, adalah hal yang masuk akal jika seseorang berasumsi bahwa pengguna mobile internet di Indonesia tidak sedikit.

Faktanya, data yang diungkap oleh Nielsen pada tahun 2011 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah pengakses internet via handphone yang tinggi di Asia Tenggara. Angkanya mencapai 48%. Hal tersebut pun menjadi salah satu faktor dalam perubahan perilaku masyarakat terhadap dunia digital yang kini bergeser dari desktop ke mobile.

Perilaku belanja online via mobile masih banyak didominasi kegiatan browsing dan pembandingan harga / DailySocial
Perilaku belanja online via mobile masih banyak didominasi kegiatan browsing dan pembandingan harga / DailySocial

Dari Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 yang kami terbitkan, ditemukan hal yang menarik. Perilaku belanja online via mobile saat ini masih didominasi kegiatan browsing dan pembandingan harga. 65% responden menyebutkan bahwa mereka hanya melakukan kegiatan browsing saja ketika mengunjungi layanan e-commerce dan 51% memilih untuk membandingkan harga. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa konversi hingga membeli melalui perangkat mobile di Indonesia saat ini masih rendah. Hanya 22% responden yang melakukan pembelian melalui perangkat mobile-nya.

Data menarik lain adalah tentang alasan online shopper berbelanja dan kampanye yang membuat mereka tertarik melakukan aktivitas belanja online. Kami menemukan bahwa bagi 42% responden harga yang terjangkau adalah alasan utama mereka berbelanja. Di sisi lain, kampanye potongan harga (40%) dan pengiriman gratis (32%) merupakan dua program yang paling menarik bagi responden jika ingin berbelanja online.

Faktor harga adalah alasan utama pebelanja online untuk belanja / DailySocial
Faktor harga adalah alasan utama pebelanja online untuk belanja / DailySocial

Di satu sisi, konversi konsumen hingga melakukan aktivitas pembayaran melalui perangkat mobile saat ini memang masih rendah. Namun di sisi lain, ruang tumbuh untuk aktivitas transaksi belanja melalui perangkat mobile masih besar.

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Telekomuniasi, pembelian barang secara daring yang dilakukan melalui perangkat mobile mengalami pertumbuhan hingga 164% dari 2014 hingga 2015. Sedangkan pembelian melalui website atau desktop hanya mengalami peningkatan sebesar 32%.

Di samping itu,  survei Criteo di tahun 2015 juga menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara penyumbang tren m-commerce tertinggi di Asia Tenggara. Angkanya mencapai 34% yang diikuti oleh Taiwan di posisi kedua dengan 31% dan Singapura di posisi ketiga dengan 29%.

E-Commerce sendiri saat ini memang tengah menjadi salah satu sektor bisnis digital paling menarik di Indonesia, baik bagi para pelaku bisnis lokal maupun luar negeri. Meski memiliki tantangan yang tidak sedikit, namun dengan ruang untuk tumbuh yang masih besar, sudah sewajarnya industri e-commerce di Indonesia tak perlu dicemaskan.

Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 di Indonesia merupakan kolaborasi DailySocial dan JakPat untuk mengumpulkan informasi perilaku konsumen digital di Indonesia dan memberikan perspektif makro mengenai kebiasaan masyarakat dalam menggunakan layanan digital.

Anda bisa mengunduh laporan lengkapnya setelah menjadi member DailySocial melalui tautan ini.

Laporan Experian: Pola Perilaku Konsumen Digital di Indonesia 2016

Di Asia Tenggara, Indonesia menjadi salah satu pasar yang sangat diperhitungkan. Sehingga wajar banyak penelitian mengenai pasar dan kebiasaan pengguna di Indonesia. Tujuannya sama, mencari pola dan data mengenai seberapa besar potensi dan strategi apa yang sekiranya cocok dilakukan untuk bisa memenangi pasar Indonesia.

Yang paling baru adalah laporan bertajuk The Digital Consumer View 2016 (Asia) yang dikeluarkan oleh Experian dengan analisis dan penelitian oleh International Data Corporation (IDC). Meski tidak spesifik melaporkan kondisi di Indonesia, laporan ini banyak menyinggung tentang bagaimana pola perilaku konsumen digital di Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya.

Menurut laporan yang diambil dari survei dengan 1.200 responden ini, Indonesia menunjukkan angka tertinggi untuk konsumen yang melakukan pencarian produk dan mencari harga terbaik menggunakan media sosial dengan angka 67-68%, sedikit lebih banyak dibandingkan dengan Thailand (58%) dan Malaysia (49%).

Sementara itu, untuk memicu ketertarikan terhadap suatu produk, SMS disebutkan masih menjadi media paling ampuh di Indonesia dengan persentase 62%. Sementara Malaysia dan Thailand media sosial masih menjadi media yang cukup digandrungi untuk memicu ketertarikan produk.

Laporan Consumer Behaviour / Experian

Untuk kategori ketertarikan untuk membeli, dengan pendekatan online to offline lagi-lagi SMS masih menjadi media yang ampuh di Indonesia. Sementara Singapura dengan media email, dan Malaysia dan Thailand melalui media sosial. Kategori lainnya yang dipaparkan dalam laporan ini adalah brand engagement, untuk kategori ini banner ads masih menjadi yang tertinggi di Indonesia dengan 56%.

Yang paling mencengangkan adalah ternyata hampir semua pelanggan di Indonesia memasukan identitas palsu jika merujuk pada keperluan-keperluan marketing. Tercatat hampir 93% untuk nama, 94% untuk nomor telepon, dan 95% persen untuk email diisikan dengan salah atau palsu oleh konsumen Indonesia kepada pemasar.

Managing Director of Southeast Asia Experian Jeff Price berkesimpulan bahwa pasar Asia Tenggara ini merupakan pasar dengan pertumbuhan yang cepat dan dengan perilaku konsumen yang unik. Ada peta perbedaan yang signifikan bagaimana konsumen mencari produk, membandingkan harga, dan memutuskan untuk membeli.

DailySocial.id Luncurkan Laporan Perilaku Konsumen Digital Indonesia 2016

Setelah di tahun 2014 lalu kami menginisiasi DS10 dan di awal tahun ini meluncurkan Laporan Startup 2015, kini kami memperluas kembali cakupan laporan melalui “Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 di Indonesia”.  Di sini, kami coba mengungkap seperti apa perilaku masyarakat ketika menggunakan layanan Social Media, Streaming Services, Online Transportation, Online Shopping, hingga Smartphone Buying Decision.

Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 di Indonesia merupakan kolaborasi DailySocial dan JakPat untuk mengumpulkan informasi perilaku konsumen digital di Indonesia dan memberikan perspektif makro mengenai kebiasaan masyarakat dalam menggunakan layanan digital.

Beberapa hal menarik yang bisa ditemukan dalam laporan 48 halaman ini di antaranya adalah:

  • Jam selepas bekerja (18.00 ke atas) menjadi waktu favorit responden untuk mengakses media sosial dan sebagian besar mengunakannya untuk browsing topik yang menghibur.
  • Skema pembayaran menjadi tantangan bagi penyedia layanan streaming di Indonesia, meski lebih dari setengah responden sudah menikmati layanan streaming
  • Go-Jek adalah raja di layanan on-demand app untuk transportasi, khususnya di layanan transportasi, pengiriman barang, dan pesan antar makanan.
  • Harga dan ukuran layar menjadi pertimbangan masyarakat dalam membeli smartphone
  • Perilaku belanja online via mobile masih banyak didominasi kegiatan browsing dan pembandingan harga

Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 di Indonesia secara lengkap dapat diakses cuma-cuma (menjadi member DailySocial terlebih dahulu) melalui tautan ini.

Begini Google Memantau Aktivitas Internet di Indonesia Selama Ramadhan

Google melanjutkan studinya tentang perilaku pengguna Internet di Indonesia selama Ramadhan untuk memahami pergeseran perilaku konsumen. Bekerja sama dengan GfK, Google menemukan kenaikan kegiatan belanja online di antara pukul 03.00 hingga 06.00 pagi dan menjelang Idul Fitri.

Fakta tersebut secara logika tentu masuk akal. Populasi masyarakat, yang disebut kini 61%-nya menggunakan smartphone, adalah pengadopsi skema mobile-first yang melakukan segala hal melalui ponselnya, termasuk berbelanja dan bermain.

Studi yang dilakukan Google dan GfK menemukan bahwa:

  • Trafik e-commerce selama Ramadhan di antara periode jam 3-6 pagi naik 152%, terutama di jam-jam sahur.
  • Di siang hari, terjadi peningkatan signifikan konsumsi sejumlah permainan mobile, seperti Subway Surfers, Pou, and Clash of Clans
  • Untuk hiburan, terjadi pergeseran konsumsi untuk mereka yang dahulu selalu terpaku di depan TV. Kini YouTube menjadi primadona. Konsumsi YouTube untuk hiburan selama Ramadhan, khususnya di malam hari, naik 15% terutama melalui perangkat mobile. Kebanyakan dari mereka mengkonsumsi klip video musik religi dan serial TV populer.
  • Mendekati Idul Fitri (Lebaran), traffic ke layanan e-commerce tidak kunjung turun. Bukalapak dan OLX malah melaporkan terjadi akses tertinggi mendekati masa liburan Lebaran.
  • Di masa dua minggu (H-14) hingga seminggu (H-7) menuju Lebaran, pencarian di mesin pencari akan didominasi pencarian layanan penyedia tiket, terutama tiket kereta api, melalui perangkat mobile. Kenaikannya disebutkan mencapai hingga 72%.

Perubahan perilaku konsumsi online selama Ramadhan, terutama di jam 3-6 pagi
Perubahan perilaku konsumsi online selama Ramadhan, terutama di jam 3-6 pagi

Fakta-fakta ini merupakan bekal yang menarik kepada pelaku dan penggiat startup untuk menjemput momentum ini. Selain Hari Belanja Online Ramadhan (Harboldan) 2016, para pelaku industri juga menggelar Jakarta Great Online Sale 2016 yang berdekatan dengan perayaan ulang tahun kota Jakarta.

[Dailyssimo] Apakah Anda Kecanduan Internet?

Semakin masuknya internet dalam kehidupan kita menyebabkan kadang kita tidak sadar apakah intensitas penggunaan internet masih wajar atau sudah melebihi takaran. Ya memang tidak ada takaran baku tentang penggunaan internet yang normal sih namun saya yakin secara common sense tubuh kita pun bisa memberikan tanda-tanda jika kelihatannya kita sudah terlalu banyak menggunakan internet namun apakah kita mesti menunggu sampai kecanduan dahulu baru bisa mengetahuinya? Saya pikir tidak ya karena sekarang mulai banyak kajian-kajian dan pusat bantuan untuk mengatasi problem kecanduan internet ini. Ya, ternyata banyak yang sudah memasuki fase “masalah” dalam kecenderungan kecanduan dalam menggunakan internet ini.

Continue reading [Dailyssimo] Apakah Anda Kecanduan Internet?

Indonesia Masih Dalam Tahap Awal di Industri Internet

Whitepaper dari Nielsen tentang Konsumen Digital di Asia tenggara yang kami bahas kemarin menyatakan bahwa tingkat penetrasi internet di Indonesia adalah 21%, tumbuh 20% per tahun. Rama membandingkan hal ini dengan Singapura dengan penetrasi internet sebesar 67% yang membuat tingkat adopsi di Indonesia terlihat sangat rendah, namun coba pertimbangkan pula faktor lain seperti jumlah penduduk antara kedua negara serta perbedaan geografis.

Penduduk di Indonesia telah mencapai 237.6 juta orang pada 2010 dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 1%. Pada tahun 2015 populasi penduduk akan berada di sekitar angka 249 juta. Perlu diingat bahwa sejak 1970, tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia perlahan menurun dari 2,5% menjadi 1%. Sejak tahun 2005, laju pertumbuhan melambat sebanyak 0,2%. Bahwa tingkat adopsi 21% pada 2011 berarti ada lebih dari 50 juta individu yang terhubung dengan internet di Indonesia. Tentu saja, jumlah ini tergantung dari jumlah populasi yang digunakan sebagai referensi, saya menggunakan data publik Google untuk analisis ini.

Continue reading Indonesia Masih Dalam Tahap Awal di Industri Internet

Indonesia is Just Getting Started on the Internet

Nielsen’s Southeast Asian Digital Consumer whitepaper we reported on yesterday claims that Indonesia’s Internet penetration rate is at 21%, growing at 20% annually. Rama compared this to Singapore’s 67% which makes Indonesia’s adoption rate look very low, but consider the number of population between the two countries, not to mention geographical differences.

Indonesia had 237.6 million people in 2010 with an annual growth rate of 1%. By 2015 this would put the population at more or less 249 million individuals. Keep in mind that since 1970, Indonesia’s population growth rate had been on a steady decline from 2.5% to 1%. Since 2005, the rate of growth slowed by 0.2%. That 21% adoption rate in 2011 means there are more than 50 million Internet connected individuals in Indonesia. Of course, this number depends on whose population data you derive your numbers from. I’m using Google’s public data for this analysis.

Continue reading Indonesia is Just Getting Started on the Internet