Tag Archives: consumer electronics show

LG Berencana Pamerkan Speaker Terbang di CES 2017

Speaker berkonsep terbang memang bukan hal baru. Selain menarik dilihat, penyajian ‘tanpa penyangga’ memungkinkan speaker lebih optimal dalam menyuguhkan suara. Produk ini belakangan jadi tren, bisa Anda temukan di platform-platform crowdfunding hingga Amazon. Dan ternyata, satu perusahaan consumer electronics ternama juga berniat menggarap produk sejenis.

Setelah menyediakan beragam soundbar, sistem audio pintar, dan speaker portable, kali ini LG Electronics mengumumkan agenda buat memamerkan varian perdana dari lini Levitating Portable Speaker di CES 2017 bulan Januari besok – sebuah ajang demonstrasi bermacam-macam terobosan teknologi dari berbagai segmen di industri elektronik. Anggota pertama keluarga speaker terbang LG itu mereka namai PJ9.

Levitating Portable Speaker PJ9 memiliki dua buah komponen utama: unit terbang berbentuk kapsul berwarna putih, dan bagian Levitation Station sebagai ‘base-nya’. Dari foto yang LG publikasikan, tombol-tombol untuk mengakses fungsi power, Bluetooth, volume, serta fitur lain dibubuhkan pada speaker – desainnya terinspirasi dari wujud baling-baling turbin. Bentuk Levitation Station sendiri menyerupai mangkok.

LG Levitating Portable Speaker PJ9 1

Seperti yang bisa Anda terka, PJ9 memanfaatkan elektromagnet buat menerbangkan modul speaker, tersimpan dalam base. Tanpa tersentuh permukaan atau tertahan oleh objek, LG percaya kualitas output suara jadi lebih baik. Ketika daya di baterai build-in habis (dengan durasi 10 jam), speaker tersebut pelan-pelan akan turun ke Levitation Station, selanjutnya proses isi ulang otomatis segera berlangsung tanpa campur tangan user.

Portable speaker PJ9 menjanjikan kesederhanaan penggunaan dan kualitas suara jempolan. Device dibekali teknologi dual passive radiator, mampu mereproduksi nada mid hingga tinggi yang jernih, serta sudah memperoleh sertifikasi IPX7 – artinya bisa tercemplung ke air sampai kedalaman maksimal 1-meter selama 30 menit. Levitation Station juga punya andil dalam menyempurkan audio karena di sana ada unit subwoofer terintegrasi.

Dengan Levitating Portable Speaker PJ9, LG menawarkan fleksibilitas penggunaan dan keleluasaan mendengarkan musik di manapun Anda berada. Sang produsen tak lupa membubuhkan teknologi multipoint, memungkinkan speaker ‘terbang’ itu tersambung ke dua perangkat Bluetooth secara bersamaan.

“Tambahan terbaru kami di lineup perangkat audio premium ini tak hanya menarik dipandang, tapi juga merepresentasikan keseriusan LG untuk menawarkan sesuatu yang berbeda,” tutur CEO Brian Kwon via press release. “Kami betul-betul berdedikasi buat mengeksplorasi konsep-konsep baru dan menggagas desain-desain inovatif dalam produk audio untuk konsumen di seluruh dunia. PJ9 ialah contoh dari komitmen ini.”

Belli Dapat Mendeteksi Kontraksi Selama Kehamilan Secara Otomatis

Bagi para ibu, salah satu momen terpenting dalam hidup mereka adalah menjelang kelahiran anaknya. Memasuki usia kehamilan yang sudah tua, tentunya persiapan harus semakin lengkap, karena sang bayi bisa lahir kapan saja, tidak peduli jam kerja dokter kandungan.

Selama ini, para ibu yang hamil tua pastinya disarankan untuk terus memonitor sejumlah pertanda bahwa sang buah hati sudah siap untuk menyapa dunia kali pertama. Salah satu pertanda yang paling umum adalah kontraksi. Kontraksi rahim sendiri ada beberapa jenis, dan untuk memperhatikannya butuh banyak waktu.

Pada dasarnya, semakin lama durasi dan semakin sering kontraksi terjadi, bisa dikatakan waktu bersalin sudah semakin dekat. Dengan demikian, menghitungi kontraksi ini merupakan langkah kunci dalam mengestimasikan waktu lahir sang bayi.

Penghitungannya bisa dilakukan secara manual, bisa juga memanfaatkan sejumlah aplikasi smartphone yang akan meminta para ibu untuk mencantumkan data setiap kali kontraksi terjadi. Namun di mata sebuah startup bernama Bloom, cara ini dinilai kurang efisien dan terlalu memakan waktu.

Belli

Untuk itu, mereka hadir dengan sebuah solusi unik bernama Belli. Diperkenalkan di event CES 2016, Belli sejatinya merupakan sebuah sensor yang ditempelkan ke perut ibu hamil. Tugasnya adalah mendeteksi gelombang listrik kecil yang muncul ketika rahim berkontraksi selama usia kandungan tiga bulan terakhir. Cara kerjanya kurang lebih tidak jauh berbeda dari perangkat heart-rate monitor yang diikatkan pada dada.

Belli datang bersama sebuah aplikasi smartphone. Setiap kali ada kontraksi yang terjadi, data akan diteruskan menuju aplikasi pendampingnya secara otomatis via Bluetooth. Dari situ, para ibu bisa melihat langsung durasi maupun frekuensi kontraksi yang terjadi secara real-time atau dari waktu ke waktu.

Belli

Selain mempermudah tugas para ibu, Belli juga bisa membantu mereka mengetahui apakah yang terjadi merupakan kontraksi sebenarnya atau sekedar kontraksi palsu, yang biasa dikenal dengan istilah Braxton Hicks. Menurut tim pengembangnya, akurasi Belli tidak kalah dibanding peralatan yang dimiliki klinik bersalin maupun rumah sakit.

Sejauh ini Bloom belum berani menyebut Belli sebagai produk final. Mereka membuka kesempatan bagi para ibu yang tertarik mencoba dengan biaya $29 per bulan. Nantinya ketika sudah siap dipasarkan, Belli bisa memonitor lebih dari sekedar kontraksi, mulai dari kadar stress, kualitas tidur, jumlah tendangan sampai seberapa aktif pergerakan janin di dalam rahim.

Sumber: What To Expect dan Bloom Blog. Gambar header: Pregnant woman via Shutterstock.

Perangkat Ini Bisa Mendeteksi Kebocoran Lalu Mengirim Notifikasi ke Smartphone

Berhadapan dengan mesin cuci yang bocor itu sangatlah menyebalkan. Kalau kita ada di sana saat air mulai menetes, tidak akan jadi masalah. Tapi bagaimana jadinya kalau kebocoran terjadi ketika kita sedang pergi berbelanja dan tidak ada orang sama sekali di rumah? Kemungkinan air bisa meluber ke mana-mana dan merusak berbagai barang yang ada.

Itu masih seputar mesin cuci, padahal masih banyak penyebab kebocoran lainnya. Sederhananya, kita perlu selalu siaga terhadap kebocoran kalau tidak mau menanggung biaya kerusakan yang bisa sangat mahal. Untuk itu, kita perlu perangkat semacam yang diluncurkan Honeywell ini.

Bernama lengkap Honeywell Lyric Water Leak and Freeze Detector, fungsi perangkat ini sudah terpampang jelas pada namanya. Ia merupakan gabungan sejumlah sensor yang dapat mendeteksi ketika ada air meluber tanpa sengaja di suatu ruangan sekaligus memberi peringatan ketika suhu di suatu ruangan mulai turun drastis – kasus yang kedua ini sepertinya mustahil terjadi di Indonesia.

Honeywell Lyric Water Leak and Freeze Detector

Perangkat ini terdiri dari dua komponen. Satu merupakan unit utama yang Anda pasangkan di tembok, sedangkan satu lagi merupakan semacam kabel extension. Unit utamanya mengemas sensor air, kelembaban dan suhu, serta sebuah speaker untuk membunyikan alarm guna memperingatkan pemilik rumah.

Tapi bagaimana jika Anda tidak ada di rumah saat alarmnya berbunyi? Di sinilah konektivitas Wi-Fi mengambil peran. Lyric Water Leak Detector akan mengirimkan notifikasi ke smartphone Anda, menyarankan Anda untuk segera kembali ke rumah guna mengecek dan mencegah kebocoran jadi bertambah parah. Semakin cepat diatasi, tentunya semakin kecil skala kerusakan yang harus ditanggung.

Namun yang tidak kalah menarik adalah bagian kabel extension-nya. Kabel ini pada dasarnya bisa disambung-sambungkan hingga sepanjang 120 meter. Jadi hanya dengan satu unit utama Lyric Water Leak Detector, Anda bisa mendapat peringatan ketika kebocoran terjadi di ruangan yang jauh dari unit utamanya, di garasi misalnya.

Perangkat ini mengambil daya dari tiga baterai AA standar, yang diperkirakan baru akan habis setelah sekitar tiga tahun. Jadi setelah memsangnya, pengguna bisa melupakannya begitu saja. Saat ada air meluber, pengguna akan segera diperingatkan.

Harga yang dipatok Honeywell adalah $80. Kemungkinan besar barangnya tidak dipasarkan di sini. Tapi kalau Anda memang tertarik dan seringkali dibuat frustasi oleh kebocoran, mungkin bisa menitip ke saudara yang tinggal di Amerika Serikat.

Sumber: Reviewed.

Zagg Perkenalkan Now Cam, Action Camera Sekaligus Speaker Bluetooth

Tren action camera benar-benar sedang di atas angin. Kini pabrikan pembuat aksesori perangkat pun ikut mencoba peruntungannya dalam bidang yang sejauh ini masih didominasi oleh GoPro ini. Salah satunya adalah Zagg, brand yang lebih sering kita kenal dari produk-produknya berupa casing iPad dan lain sebagainya.

Memanfaatkan kemeriahan event CES 2016 kemarin, Zagg memperkenalkan Now Cam, sebuah action cam dengan desain cukup unik. Kasusnya sama seperti casing buatan Zagg yang umumnya ingin lebih dari sekedar memberikan proteksi, Now Cam ternyata juga berfungsi lebih dari sekedar mengabadikan momen saja, tetapi juga sebagai penceria suasana.

Ternyata, Now Cam ini juga merupakan sebuah speaker Bluetooth dengan daya tahan sekitar 3 jam nonstop. Meski kelihatannya kecil, ia mengusung driver berukuran 30 mm supaya volume suaranya bisa terdengar cukup keras. Uniknya, saat sedang memutar musik lalu dipakai untuk merekam video, musik akan di-pause dengan sendirinya.

Zagg Now Cam

Spesifikasi Now Cam sebenarnya cukup lumayan. Di balik lensa bersudut pandang 120 derajat miliknya, tertanam sensor gambar yang dapat menjepret foto 5 megapixel atau video 720p. Ia dilengkapi media penyimpanannya sendiri sebesar 4 GB. Tapi jangan khawatir, Anda bisa memindahkan video atau foto yang diambilnya dengan mudah ke smartphone lewat sambungan Wi-Fi, baik Android maupun iOS.

Selain menyisipkan speaker ke dalam action cam perdananya, Zagg juga memperhatikan faktor kemudahan pengoperasian. Now Cam hanya memiliki satu tombol shutter di sisi belakangnya. Untuk mengganti mode antara video, foto, atau sharing, pengguna tinggal memutar sebuah kenop yang berada di permukaan atasnya.

Zagg Now Cam

Tentunya sebuah action cam tak akan lengkap tanpa kehadiran aksesori penunjang. Mekanisme pemasangan aksesori Now Cam terbilang mudah karena mengandalkan sebuah magnet yang terletak di bagian atas tombol shutter-nya. Sejauh ini sudah ada dua macam aksesori yang bakal dijual secara terpisah, yakni casing anti-air dengan ketahanan sampai 2 meter dan sebuah bar mount untuk dijepitkan ke setang sepeda, tas ransel dan bermacam objek lainnya.

Zagg Now Cam rencananya akan segera dipasarkan mulai bulan Februari mendatang. Harganya $130, cukup terjangkau mengingat ia juga bisa digunakan sebagai speaker Bluetooth.

Sumber: Gadgetsin.

Avegant Glyph Bermisi Jadi Bioskop Pribadi Tanpa Mengandalkan Layar Sama Sekali

Tren virtual reality akan semakin menjamur dengan dimulainya masa pre-order Oculus Rift serta HTC Vive yang akan menyusul bulan depan. Namun pada event CES 2016 kemarin, hadir sebuah produk yang cukup menarik perhatian. Namanya Avegant Glyph, dan ia sebenarnya bukan sebuah VR headset.

Lalu mengapa membandingkannya dengan Oculus Rift dan HTC Vive? Karena fungsinya sebenarnya mirip, tapi dengan pendekatan yang sedikit berbeda. Kalau VR headset bertujuan menyelimuti pengguna dengan dunia virtual, Glyph hanya dimaksudkan untuk menjadi bioskop pribadi bagi pengguna.

Konsep perangkat semacam ini sebenarnya juga bukan sebuah hal baru. Sebagian dari kita mungkin mengenalnya dengan istilah head-mounted display atau HMD. Akan tetapi yang unik dari Glyph adalah bagaimana ia bisa menyajikan konten visual tanpa melibatkan layar sama sekali.

Avegant Glyph

Avegant merancang teknologi yang mereka sebut dengan istilah Retinal Imaging. Pada dasarnya, Glyph dilengkapi dua juta cermin berukuran mikroskopis yang akan memproyeksikan gambar langsung menuju retina. Karena langsung menuju retina, Glyph pun bisa dinikmati pengguna berkacamata tanpa harus mengenakan kacamatanya.

Glyph dapat menampilkan berbagai konten visual dari smartphone, tablet, laptop sampai game console sekaligus. Melengkapi teknologi visual yang canggih tersebut adalah penyajian audio. Kalau melihat bentuknya, Glyph memang terlihat seperti sebuah headphone standar, dan ia pun juga bisa digunakan untuk mendengarkan musik saja kalau memang mau.

Tapi ketika bagian headband-nya Anda turunkan menuju ke depan mata, Anda akan langsung disambut oleh konten visual yang begitu dramatis, dengan resolusi 720p per mata. Glyph juga dilengkapi fungsi head tracking, yang berarti ke mana pun Anda menoleh, tampilan akan tetap lurus dengan arah pandangan Anda.

Glyph mengemas baterai berdaya 2.060 mAh. Ia bisa digunakan untuk menonton video hingga empat jam nonstop. Kalau dipakai sebagai headphone biasa melalui jack 3,5 mm, tentunya ia tidak memerlukan daya sama sekali.

Avegant Glyph

Avegant sebenarnya sudah mengembangkan Glyph cukup lama. Di awal tahun 2014, mereka memperkenalkannya untuk pertama kali lewat situs crowdfunding Kickstarter. Di tahun berikutnya, mereka sempat mendemonstrasikan Glyph di hadapan pengunjung CES 2015. Barulah di event CES 2016 minggu kemarin mereka mengumumkan bahwa pemasaran Glyph akan segera dimulai.

Selama masa pre-order – tanggal 15 Januari ini terakhir – Avegant Glyph dibanderol $599. Selanjutnya, harga retail-nya dipatok $699. Saya pribadi menilai harga ini terlampau tinggi, terlebih mengingat Oculus Rift saja cuma dihargai $600. Kendati demikian, toh masih ada skenario dimana menggunakan Glyph lebih ideal daripada VR headset, seperti misalnya ketika berada di dalam kabin pesawat.

Via: TechCrunch.

Cuma $200, Action Cam Terbaru Sony Mudah Digunakan

Persaingan GoPro dan Sony di ranah action cam terus berlanjut sampai ke kelas budget. Kalau GoPro punya Hero+, Sony belum lama ini memperkenalkan rival sepadan buatnya, yakni HDR-AS50. Menurut Sony sendiri, ini merupakan action cam-nya yang paling mudah untuk dioperasikan.

Kemudahan pengoperasian itu disampaikan dalam wujud tampilan menu kamera yang lebih rapi, dengan iconicon berukuran besar yang amat jelas maksudnya. Tombol pengoperasian di bagian sisinya pun ikut membesar. Hal ini rupanya didasari oleh banyaknya masukan yang diterima Sony dari para konsumen.

Sony HDR-AS50

Dari segi desain, HDR-AS50 tampak begitu minimalis. Sony telah menyematkan sensor Exmor R 11,1 megapixel, dengan kemampuan merekam video dalam resolusi maksimum 1080p 60 fps, sama persis seperti GoPro Hero+. Kendati demikian, Sony turut membubuhkan opsi perekaman dalam format XAVC S demi menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik dalam ukuran file yang lebih kecil.

Peningkatan kualitas ini turut didukung oleh teknologi image stabilization yang diklaim tiga kali lipat lebih efektif dari sebelumnya. Sony pun tak lupa membekali HDR-AS50 dengan lensa f/2.8 besutan Carl Zeiss. Uniknya, lensa ini bisa diatur sudut pandangnya antara lebar dan sempit, serta bisa melakukan zooming.

Sony Live-View Remote for action cam

Melengkapi semua itu adalah aksesori opsional Live-View Remote. Aksesori ini bisa dipasangkan ke strap lalu dikenakan di pergelangan tangan, memberikan pengguna akses ke seluruh fungsi action cam itu sendiri, mulai dari memulai dan menghentikan perekaman sampai menyala-matikan kamera. Keberatan mengeluarkan dana lebih? HDR-AS50 masih bisa dikontrol dari kejauhan menggunakan smartphone atau tablet.

Sony HDR-AS50 rencananya akan dipasarkan mulai bulan depan seharga $200 saja, sudah termasuk casing anti-air yang akan melindunginya sampai kedalaman 60 meter. Bersamaan dengan itu, Sony juga akan memasarkan bundle HDR-AS50R seharga $350 yang mencakup aksesori Live-View Remote.

Sumber: Sony.

Audi Fit Driver Padukan Wearable Device dan Sensor Mobil untuk Jaga Kebugaran Pengemudi

Audi ingin mobil-mobilnya di masa yang akan datang dapat memahami kebugaran tubuh pengemudinya. Ide ini mungkin terdengar aneh sekaligus ambisius, tapi itulah yang mereka perkenalkan kepada para pengunjung CES 2016 lewat sistem bernama Audi Fit Driver.

Sistem ini memang baru berupa konsep dan jauh dari kata realisasi. Pun demikian, ide-ide yang ditawarkan sangatlah menarik. Sederhananya, sistem ini akan memadukan data yang dikumpulkan oleh wearable device macam smartwatch maupun fitness tracker dengan yang direkam oleh sensor-sensor mobil, guna menciptakan gambaran menyeluruh terkait kebugaran tubuh pengemudinya.

Jadi di saat smartwatch merekam data laju jantung monitor dan suhu kulit, sensor mobil akan melengkapinya dengan data-data seputar gaya mengemudi, pola pernafasan maupun yang merupakan faktor eksternal seperti cuaca dan kondisi lalu lintas. Dari gabungan data-data ini, Audi Fit Driver akan mengestimasikan kondisi kebugaran tubuh pengemudi.

Audi Fit Driver

Saat pengemudi dinilai terlalu stres atau lelah, sistem akan berupaya membuatnya lebih rileks atau bahkan mengambil alih kemudi demi keselamatannya sendiri. Tentu saja hal ini membutuhkan teknologi kemudi otomatis yang benar-benar sudah matang. Itulah kenapa Audi masih butuh banyak waktu dalam mengembangkan Fit Driver.

Kalau itu tadi merupakan contoh skenario yang cukup ekstrem, bagaimana dengan kondisi yang lebih simpel, seperti ketika pengemudi sakit leher misalnya? Dalam kasus tersebut, nantinya sistem akan mengaktifkan sejumlah fitur, menyesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Bisa berupa alat pemijat yang tertanam dalam jok, pengaturan suhu sampai cahaya dalam kabin yang bisa membuat pengemudi lebih tenang dan santai.

Karena masih konsep, Audi pun belum bisa mengungkapkan kapan sistem ini bakal tersedia di mobil produksinya. Terlepas dari itu, paling tidak kita bisa mendapat gambaran bahwa pabrikan mobil ternyata tidak hanya sibuk mengembangkan mobil elektrik dan sistem kemudi otomatis saja, tetapi juga hal-hal kecil yang bermanfaat yang sebelumnya tidak pernah terpikiran seperti Fit Driver ini.

Sumber: Autoblog dan Audi. Gambar header: Audi.

Dengan Pot Ini, Anda Tak Perlu Repot Menyirami Tanaman Setiap Hari

Nama Parrot mungkin lebih sering diasosiasikan dengan drone atau headphone, tapi siapa yang menyangka kalau perusahaan asal Perancis tersebut juga punya gadget canggih untuk keperluan berkebun? Selain memperkenalkan drone baru di event CES 2016 minggu kemarin, mereka juga mengungkap perangkat unik bernama Parrot Pot.

Sesuai namanya, perangkat ini merupakan sebuah pot tanaman. Namun tentunya bukan sembarang pot yang Anda isi dengan tanah dan bibit begitu saja, ia dilengkapi dengan sistem irigasi otomatis yang dapat bekerja tanpa membutuhkan instruksi dari Anda.

Pada bagian sisinya, terdapat tangki untuk menampung hingga 2,2 liter air. Prinsip kerjanya sederhana: isi tangki tersebut hingga penuh, maka Pot akan memastikan tanaman kesayangan Anda tetap segar-bugar selama sebulan ke depan.

Parrot Pot

Parrot Pot hanya akan menyiramkan air ke tanaman di saat yang dibutuhkan, sesuai jumlah yang diperlukan pula. Selagi tanaman berkembang, Pot akan beradaptasi dengan siklus alaminya guna menetapkan jadwal menyiram yang paling tepat. Jadi selain menjaga kesehatan tanaman itu sendiri, Pot juga bermisi untuk menghemat suplai air.

Rahasianya terletak pada empat macam sensor pada sisi-sisi Pot, yang akan memonitor intensitas cahaya, pupuk, suhu dan kelembaban tanah maupun sisa air yang terdapat pada tangkinya. Saat tanaman Anda tidak terekspos sinar matahari yang cukup misalnya, Pot akan mengirim notifikasi ke smartphone lewat Bluetooth, meminta Anda untuk memindahkannya ke tempat yang lebih terkena cahaya.

Pot sebenarnya bisa bekerja tanpa harus didampingi aplikasi smartphone-nya. Kendati demikian, aplikasi ini menyimpan informasi tentang lebih dari 8.000 jenis tanaman sehingga Anda bisa menyesuaikan cara merawatnya seoptimal mungkin.

Parrot Pot

Ini sebenarnya bukan pertama kali Parrot memperkenalkan gadget untuk berkebun. Tahun lalu mereka sempat meluncurkan Parrot Flower Power. Perangkat tersebut pada dasarnya juga dirancang untuk memonitor kesehatan tanaman. Hanya saja bedanya ia tak punya sistem irigasi otomatis karena langsung ditancapkan ke tanah.

Dari segi fisik, Parrot sengaja merancang Pot agar ideal untuk ditempatkan di dalam maupun di luar ruangan. Ia mengambil daya dari empat buah baterai AA, dan secara keseluruhan tubuhnya yang setinggi 29,8 cm dan berdiameter 20,6 cm tahan terhadap guyuran hujan saat ditempatkan di teras misalnya.

Parrot akan mulai memasarkan pot tanaman pintarnya ini pada bulan April mendatang. Harganya belum dirincikan, tapi bisa dipastikan lebih mahal ketimbang Flower Power yang dibanderol $60. Penggemar tabulampot (tanaman buah dalam pot), siapkan tabungan Anda…

Sumber: Parrot Blog.

Tanpa Koneksi Internet, Ili Siap Terjemahkan Percakapan Lisan dengan Sangat Akurat

Aplikasi Google Translate maupun sejenisnya memang sudah bisa menerjemahkan percakapan secara lisan. Akan tetapi fitur ini seringkali memerlukan koneksi internet, atau paling tidak pengguna perlu mengunduh semacam language pack terlebih dulu sebelum akhirnya melancong ke negeri orang. Terlepas dari itu, hasil terjemahannya pun terkadang masih terasa kurang sempurna.

Menguasai banyak bahasa sekaligus itu memang susah. Beda ceritanya dengan dua atau tiga bahasa saja. Dalam kasus tersebut, mungkin Anda bisa benar-benar fasih secara lisan maupun tulisan. Tapi tidak lucu kan kalau alat bantu penerjemah hanya menguasai tiga bahasa saja?

Hmm, tidak juga. Karena kalau memang hasil terjemahannya sempurna dan bisa diandalkan kapan saja, alat tersebut akan sangat bermanfaat buat para turis di suatu negara tertentu. Itulah Ili. Tim pengembangnya yang berbasis di Jepang menganggapnya sebagai sebuah wearable translator, berkat wujudnya yang menyerupai remote kecil dan bisa dikalungkan.

Ili Wearable Translator

Kelebihan Ili terletak pada pemahamannya terhadap tiga bahasa, yakni Inggris, Mandarin dan Jepang. Memang cuma tiga, tapi hasil terjemahannya dijamin sangat akurat dan terdengar alami dalam percakapan sehari-hari. Dan lagi, Ili sama sekali tidak membutuhkan koneksi internet, kecuali ketika ada update kosa kata atau frasa baru yang siap diunduh.

Untuk memakai Ili, pengguna hanya perlu menekan dan menahan tombol selagi berbicara, kemudian tanpa berlama-lama Ili akan langsung mengucapkan hasil terjemahannya dengan suara yang cukup lantang. Cara yang sama juga berlaku ketika lawan bicara memberikan balasan, dimana Ili kemudian akan mengucapkan balasan tersebut dalam bahasa yang pengguna tetapkan sebagai default.

Sayang sekali sampai detik ini masih belum ada keterangan pasti terkait jadwal rilis maupun banderol harga Ili. Sepertinya pihak pengembang Ili ingin semuanya berjalan sempurna, terutama untuk urusan terjemahan yang akurat. Perlahan-lahan nantinya Ili juga bakal mendukung bahasa lain seperti Perancis, Thailand, Korea, Spanyol, Itali dan Arab.

Untuk sementara, Anda bisa menonton video demonstrasinya yang sangat menghibur di bawah ini, dimana sang pengguna mengandalkan Ili untuk merayu sekaligus melontarkan gombalan-gombalan maut ke para gadis Jepang.

Sumber: Reviewed.

Panasonic Lumix TZ100 Adalah Rival Sepadan untuk Sony RX100 IV

Tahun kemarin, Sony RX100 IV semakin membuktikan dirinya sebagai salah satu kamera pocket terbaik yang pernah ada; performanya di kondisi minim cahaya luar biasa, diimbuhi dengan kemampuannya merekam video 4K yang amat tajam. Namun Sony harus awas, karena Panasonic baru-baru ini menghadirkan kamera baru yang siap menandingi RX100 IV.

Kamera tersebut adalah Panasonic Lumix TZ100. Seperti milik Sony, dirinya juga mengemas sensor berukuran 1 inci yang jauh lebih besar ketimbang standar kamera saku, dengan rentang ISO berkisar antara 80 sampai 25.600. Ukuran penampang sensor yang lebih luas ini sudah terbukti sanggup menghasilkan gambar yang lebih jernih dan mendetail di kondisi remang-remang.

Tak cuma itu, sensor 20,1 megapixel ini juga siap merekam video dalam resolusi 3840 x 2160, baik di kecepatan 24 maupun 30 fps. Satu-satunya kelemahan ZS100 dibanding Sony RX100 IV adalah, ia tak punya mode perekaman slow-motion dalam kecepatan yang sangat tinggi; opsi perekaman full-HD miliknya cuma terbatas di kecepatan 60 fps saja.

Panasonic Lumix TZ100

Namun kelemahan itu rupanya masih bisa ditutupi oleh dua fitur lain yang unik buatnya sendiri: hybrid optical image stabilization 5-axis serta lensa zoom f/2.8-5.9 dengan jangkauan yang amat jauh, yakni 25-200 mm (10x zoom) – bandingkan dengan milik RX100 IV yang cuma 24-70 mm. Soal optiknya, kalau Sony mengandalkan rancangan Carl Zeiss, Panasonic masih setia dengan buatan Leica.

Di sisi lain, performa TZ100 juga tak bisa dibilang lamban. Dalam mode burst, ia dapat menjepret foto secara kontinyu dalam kecepatan 10 fps, atau 5 fps dengan autofocus. Panasonic turut membekalinya dengan fitur Post Focus yang inovatif sekaligus sangat bermanfaat.

Dari segi fisik, ukurannya memang sedikit lebih besar daripada RX100 IV, tepatnya di angka 110,5 x 64,5 x 44,3 mm – masih cukup kecil untuk disimpan di dalam saku. Selain layar sentuh 3 inci beresolusi 1,04 juta dot, panel belakangnya juga dilengkapi oleh electronic viewfinder (EVF) beresolusi 1,17 juta dot.

Panasonic Lumix TZ80

Bersamaan dengan itu, Panasonic juga memperkenalkan kamera Lumix TZ80, yang merupakan versi lebih terjangkau dari TZ100. Model ini juga bisa merekam video 4K, tapi ukuran sensornya jauh lebih kecil, yakni standar 1/2,3 inci dengan resolusi 18 megapixel. Kendati demikian, jangkauan lensa f/3.3-6.4 miliknya justru lebih jauh, tepatnya 24-720 mm, atau sekitar 30x zoom.

Kedua kamera ini rencananya bakal segera meluncur ke pasaran mulai Maret mendatang. Panasonic Lumix TZ100 dihargai $700, sedangkan TZ80 $450.

Sumber: Panasonic dan Gizmag.