Tag Archives: consumptive lending

Fintech Lending AdaKami

AdaKami Andalkan “Channeling” dengan Mitra Digital, Mulai Fokus Pinjaman Produktif

AdaKami merupakan salah satu pemain fintech lending yang telah beroperasi di Indonesia sejak 2018 dan kini masuk sebagai salah satu jajaran teratas untuk penyaluran pinjaman berdasarkan volume. Perusahaan akan kembali meneruskan pencapaian tersebut dengan bekerja sama dengan lebih banyak mitra digital dalam rangka meningkatkan utilitas plafon pinjaman dan masuk ke sektor produktif.

AdaKami percaya kalau setiap orang Indonesia pasti punya mimpi atau tujuan yang ingin diraih di setiap kehidupan mereka, di antaranya untuk bisa mencapai mimpi tersebut memang membutuhkan dukungan secara finansial,” ucap VP AdaKami William Guo kepada DailySocial.id.

AdaKami memiliki dua produk pinjaman, yakni, Pinjaman Harian dan Pinjaman Cicilan. Perbedaan antara keduanya ada di pilihan metode pembayaran. Untuk Pinjaman Harian, dengan metode pembayaran 21 hari atau 28 hari, sementara Pinjaman Cicilan metode pembayaran dicicil per bulan hingga tiga kali.

Perusahaan bekerja sama dengan berbagai mitra digital dalam rangka meningkatkan utilitas limit plafon. Salah satu yang sudah diumumkan adalah JD.id. Pengguna JD.id dapat menggunakan limit yang diterima dari AdaKami —setelah proses verifikasi, sebagai alternatif metode pembayaran saat belanja berbagai kebutuhan di platform JD.id.

Ke depannya, akan ada lebih banyak kerja sama yang akan diumumkan. Pasalnya, ia menyebut perusahaan ingin hadir di berbagai aspek kebutuhan pengguna yang perlu didukung oleh alternatif pembiayaan/pembayaran. “AdaKami ingin menjawab kebutuhan dan tren yang ada saat ini di mana kolaborasi dengan lebih banyak platform digital lainnya, seperti e-commerce, e-wallet, dan platform digital lainnya sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.”

Secara akumulatif hingga Oktober 2021, AdaKami sudah menyalurkan hampir ke 3 juta orang peminjam dengan peminjam aktif di angka hampir 1 juta orang melalui aplikasi. Untuk nilai penyalurannya mencapai Rp5,5 triliun.

Adapun untuk lender, sejauh ini baru memanfaatkan lender institusi atau sering disebut super lender. William menyebut salah satu di antaranya adalah Bank Jago yang menaruh komitmen untuk menyalurkan dana sebesar Rp100 miliar sejak pertengahan 2021. “Hingga hari ini AdaKami juga tengah berdiskusi dengan beberapa pihak super lender yang harapannya bisa kami umumkan kolaborasi antara akhir 2021 atau awal 2022.”

Secara terpisah mengutip dari Bisnis.com, berawal dari pinjaman konsumtif, kini AdaKami mulai mendukung sektor produktif. Menurut survei internal yang dilakukan perusahaan, kendati dominasi penyaluran terbesar masih di sektor konsumtif, sekitar 23% pengguna memanfaatkan pinjaman untuk usaha mandiri. Sebanyak 47% pengguna di dalamnya menggunakan dana tersebut untuk pinjaman modal, dan kebanyakan pengguna berada di rentang usia 20-39 tahun.

CEO AdaKami Bernardino M. Vega mengatakan, perusahaan mematok target yang agresif pada tahun ini karena ditopang oleh strategi masuk ke sektor tersebut, terutama usaha mikro rumahan. “Jadi kalau kami perhatikan pada masa pandemi kemarin, tak jarang tipe borrower yang statusnya punya pekerjaan, dia mengajukan pinjaman multiguna dan menggunakan nama pribadi, bukan usaha. Nah, dia bukan menggunakan dana buat kebutuhan harian, justru menggunakannya untuk membuka usaha sampingan.”

Strategi yang akan dilakukan untuk mendukung rencana tersebut adalah memperbesar ticket size, membuat tingkat bunga yang semakin rendah dengan meningkatkan profil user, mengakomodasi tenor lebih panjang, dan memberikan kemudahan persetujuan.

VP AdaKami William Guo / AdaKami

Perketat mitigasi risiko

William melanjutkan, belakangan citra industri fintech lending terus tercoreng karena aksi pemain ilegal. Menurutnya, dari sisi transparansi dan akuntabilitas, yang perlu diketahui adalah bahwa salah satu faktor yang membedakan antara fintech legal dan ilegal adalah keterbukaan informasi terkait biaya pinjaman.

Perusahaan selalu menampilkan seluruh rincian biaya pinjaman, sebelum pengguna mengajukan pinjaman, sehingga pengguna dapat mempertimbangkan total biaya yang harus mereka bayarkan. Sedangkan dari sisi keamanan data privasi dan teknologi informasi, AdaKami telah tersertifikasi ISO 27001:2013 terkait keamanan informasi digital.

“Maraknya terkait pinjol ilegal juga menjadi perhatian AdaKami, di mana kami secara aktif melalui platform resmi melakukan komunikasi edukasi dan menyediakan saran-saran praktis kepada pengguna dan publik secara luas mengenai penggunaan fintech lending yang aman dan bijak.”

AdaKami juga melakukan serangkaian langkah untuk mitigasi risiko demi mencegah risiko gagal bayar. William menjelaskan, dalam proses pendaftaran awal, AdaKami memanfaatkan teknologi AI untuk mempelajari dan mendeteksi kemungkinan penipuan berdasarkan data dan informasi yang disertakan pengguna.

“Hal ini juga didukung oleh big data, salah satunya PEFINDO dan juga kelengkapan sistem keamanan yang AdaKami gunakan dalam menentukan credit scoring.”

Penilaian kredit merupakan parameter kredit yang dapat merepresentasikan atau mencerminkan karakter, serta kemampuan calon peminjam untuk bertanggung jawab atas pengajuan pinjamannya. Tinggi atau rendahnya penilaian kredit juga dapat memberikan gambaran prediksi probabilitas keberhasilan bayar dari calon peminjam di masa depan.

“Posisi TKB kami saat ini tergolong baik dan sehat, seperti yang dapat diakses melalui halaman website kami, per September 2021 TKB90 ada di 99,7%.”

Per 5 November 2021 mendatang, biaya layanan AdaKami akan mengikuti aturan baru yang dikeluarkan oleh AFPI menjadi maksimal 0,4% per hari dari sebelumnya 0,8% untuk produk sekali bayar, dan 0,3% hingga 0,4% per hari untuk produk cicilan. Sementara untuk limit pinjaman yang diberikan maksimal Rp10 juta untuk setiap pengguna.

William enggan menyebut rencana penggalangan dana perusahaan untuk mendukung langkah ekspansi berikutnya. Sebagai catatan, AdaKami adalah perusahaan patungan dari FinVolution, perusahaan pembiayaan terbesar dari Tiongkok, dengan kepemilikan 80% saham dan PT Paraduta Satya Wahana, yang merupakan bagian dari Northstar.

Tren pembiayaan konsumtif menurun

Menurut data statistik OJK per Mei 2021, ada 118 penyelenggara fintech lending konvensional dan 9 penyelenggara syariah. Secara total, total aset yang dimiliki mencapai Rp4,1 triliun. Para platform juga berhasil mengakomodasi sekitar 8,7 juta rekening pemberi pinjam (p2p) menyalurkan dana Rp13,8 triliun.

Dominasi porsi pinjaman konsumtif masih mendominasi dari total portofolio penyaluran di industri. Bila melihat selama 2020 kemarin, penyaluran konsumtif memakan porsi sebanyak 62,04% dari total new loan Rp74,41 triliun. Akan tetapi trennya, perlahan turun karena dorongan OJK untuk pemain lending turun menggarap pembiayaan produktif di dalam portofolionya.

Menurut laporan DSResearch dan AFPI, rata-rata pinjaman konsumtif yang dicairkan oleh para platform adalah di bawah Rp2,5 juta (70,1%), lalu disusul Rp2,5 juta-Rp25 juta (20,8%), dan Rp25 juta-Rp100 juta (1,3%). Adapun dari total penyaluran pinjaman, tercatat ada 46,8% perusahaan yang menyalurkan pinjamannya hingga Rp50 miliar, lebih dari Rp1 triliun (23%). Selain itu, ada 5 pemain yang sudah menyalurkan lebih dari Rp3 Triliun kepada peminjamnya: Pendanaan.com, Asetku, UangMe, Kredivo dan Kredit Pintar.

Application Information Will Show Up Here
JULO meresmikan Kredit Digital dengan fitur pembayaran e-commerce, bayar tagihan, top-up e-wallet, pinjaman tunai, transfer dana ke rekening sendiri/orang lain, dan transaksi scan QRIS

JULO Perluas Fungsi Plafon Pinjaman, Resmikan Kredit Digital

Startup fintech lending JULO meresmikan “JULO Kredit Digital” untuk memperluas fungsional plafon pinjaman agar dapat digunakan untuk berbagai jenis transaksi. Sebelumnya plafon hanya bisa digunakan untuk pinjaman tunai yang ditransfer JULO ke rekening peminjam.

Co-founder & CEO JULO Adrianus Hitijahubessy mengatakan, transformasi produk ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan masyarakat yang kini serba digital saat bertransaksi sehari-hari. Meski JULO masih fokus pada pinjaman produktif, namun dalam data perusahaan ternyata 3/4 peminjam menggunakan limit kreditnya untuk bukan untuk tujuan konsumtif.

“Melainkan aktivitas yang meningkatkan taraf hidupnya, seperti modal usaha kecil-kecilan, bayar uang sekolah, renovasi rumah. Ada juga yang konsumtif, tapi kami tidak mempermasalahkannya. Bagi kami setelah melalui underwriting yang ketat, mereka lolos kelayakan kredit, ya diberi kebebasan [menggunakan limit] apapun kebutuhan mereka,” terangnya, Kamis (22/9).

JULO Kedit Digital menawarkan limit kredit digital sampai Rp15 juta dengan tenor sampai dengan sembilan bulan dan bunga 0,1% per hari. Adapun untuk pembayarannya dapat dilakukan dengan metode cicilan bulanan, sehingga meringankan beban pengeluaran pengguna.

Limit dapat digunakan untuk transaksi e-commerce rekanan JULO, bayar tagihan, top-up saldo e-wallet, pinjaman tunai, transfer dana ke rekening sendiri atau orang lain, dan transaksi scan QRIS. Dalam menghadirkan fitur transfer ke e-wallet dan QRIS, JULO bekerja sama dengan mitra.

Secara terpisah saat dihubungi DailySocial.id, Adrianus mengungkapkan untuk mitra QRIS, perusahaan bekerja sama dengan DOKU sebagai penyedia teknologinya. DOKU memiliki lisensi dari Bank Indonesia untuk memfasilitas transaksi QRIS. “Sementara kalau transfer saldo e-money kita ada licensed partner yang lain karena lisensi yang diperlukan berbeda,” terangnya.

Meluasnya fungsional limit kredit JULO ini, sebenarnya juga sudah dilakukan oleh pemain lending lainnya, di antaranya Akulaku dan Kredivo yang menawarkan berbagai transaksi digital di dalam aplikasinya.

Produk baru ini sekaligus menghapus produk lama yang dimiliki JULO, yakni JULO Cicil dan JULO Mini. Adrianus menuturkan kedua produk tersebut sudah menjadi bagian dari kredit digital JULO karena memiliki fungsi yang sama. “Kita justru perluas fitur-fiturnya karena pada dasarnya semangatnya sama, dulu bisa mencicil tagihan hingga enam bulan, sekarang diperluas sampai sembilan bulan.”

Dia melanjutkan, kredit digital ini juga memperluas target pengguna JULO dari sebelumnya kelas ekonomi menengah ke bawah, menjadi seluruh kalangan termasuk generasi muda yang tinggal di pedesaan dan perkotaan. Untuk langkah preventif dari kredit macet, kredit digital sangat membantu dalam hal penilaian skor kredit yang berkesinambungan.

Lantaran, seluruh kebiasaan konsumen saat bertransaksi dan saat membayar tagihan kredit akan direkam jejaknya. “Kredit digital ini tipe transaksinya bervariatif yang akan memperkaya credit score masing-masing konsumen. Sebelumnya credit score hanya pada saat pengajuan awal.”

Tidak disebutkan rasio kredit macet di JULO. Namun Adrianus mengatakan sama seperti perusahaan fintech lending kebanyakan, JULO juga mengalami kenaikan rasio selama pandemi ini. “Secara objektif harus ditekan serendah mungkin. Tidak menampik kami juga ikut terpengaruh selama pandemi. Untuk itu kami melakukan win win solution.”

Ditargetkan pada tahun ini total penyaluran kredit dapat tembus di angka Rp4 triliun sampai Rp5 triliun secara kumulatif sejak pertama kali beroperasi di 2016. Per Mei 2021 kemarin, angkanya telah mencapai Rp2 triliun. JULO telah melayani 500 ribu nasabah, naik dari tahun 2020 sebesar 350 ribu nasabah.

Performa bisnis fintech lending

Menurut data statistik OJK per Mei 2021, ada 118 penyelenggara fintech lending konvensional dan 9 syariah. Secara total, total aset yang dimiliki mencapai 4,1 triliun Rupiah. Para platform juga berhasil mengakomodasi sekitar 8,7 juta rekening pemberi pinjam (p2p) menyalurkan dana 13,8 triliun Rupiah.

Dominasi porsi pinjaman konsumtif masih mendominasi dari total portofolio penyaluran di industri. Bila melihat selama 2020 kemarin, penyaluran konsumtif memakan porsi sebanyak 62,04% dari total new loan Rp74,41 triliun. Akan tetapi trennya, perlahan turun karena dorongan OJK untuk pemain lending turun menggarap pembiayaan produktif di dalam portofolionya.

Menurut laporanDSInnovate dan AFPI, rata-rata pinjaman konsumtif yang dicairkan oleh para platform adalah di bawah Rp2,5 juta (70,1%), lalu disusul Rp2,5 juta-Rp25 juta (20,8%), dan Rp25 juta-Rp100 juta (1,3%). Adapun dari total penyaluran pinjaman, tercatat ada 46,8% perusahaan yang menyalurkan pinjamannya hingga Rp50 miliar, lebih dari Rp1 triliun (23%). Selain itu, ada 5 pemain yang sudah menyalurkan lebih dari Rp3 Triliun kepada peminjamnya: Pendanaan.com, Asetku, UangMe, Kredivo dan Kredit Pintar.

Application Information Will Show Up Here

Layanan P2P Lending Crowdo Luncurkan Fasilitas Pembelian Mobil untuk Perorangan dan Perusahaan

Startup asal Singapura penyedia layanan pinjaman peer-to-peer (P2P), Crowdo sejak akhir November 2016 lalu telah meluncurkan layanan terbaru untuk masyarakat Indonesia, yaitu pembelian mobil dengan pinjaman P2P. Layanan terbaru yang secara khusus menargetkan kalangan millennial ini, merupakan pilihan baru yang ditawarkan oleh Crowdo sebagai layanan finansial ‘one stop service‘ di tanah air.

“Targetnya adalah masyarakat Indonesia usia produktif itulah yang kemudian kami incar untuk menjadi debitur Crowdo yang ingin memiliki aset dalam hal ini adalah mobil,” kata Senior Business Development Lead Crowdo Cally Alexandra kepada DailySocial.

“Kami membuka kesempatan untuk kalangan perorangan atau perusahaan yang ingin memiliki aset dalam hal ini mobil operasional perusahaan,” lanjutnya.

Lancarkan akuisisi kreditur dan debitur

Jelang akhir tahun 2016 Crowdo mengklaim telah memiliki 1200 debitur di seluruh indonesia dan 20 ribu kreditur secara global. Untuk kreditur lokal, Crowdo mencatat telah memiliki sekitar 5 ribuan kreditur di Crowdo.

“Hingga kini kami masih aktif melakukan pertemuan dengan calon debitur dan calon kreditur agar bisa mengakuisisi lebih banyak lagi investor dan peminjam yang potensial di Crowdo,” kata Cally.

Di Indonesia, Crowdo terdaftar dengan nama PT Mediator Komunitas Indonesia. Terkait rencana pemerintah yang segera merilis Rancangan POJK tentang Fintech Lending, Crowdo dalam hal ini menyambut baik regulasi tersebut. Alasan utama adalah untuk meyakinkan kepada kreditur bahwa Crowdo adalah perusahaan finansial yang valid dan terpercaya menuruti peraturan yang ditetapkan oleh regulator, dalam hal ini OJK.

“Diharapkan tahun depan OJK sudah bisa mengeluarkan peraturan tersebut. Dalam hal ini Crowdo butuh peraturan dari OJK untuk mendukung bisnis kami sekaligus meyakinkan calon kreditur dan debitur,” kata Cally.

Saat ini Crowdo hanya bisa diakses melalui web, namun rencananya awal tahun 2017 aplikasi mobile di platform Android dan iOS akan segera dirilis untuk memudahkan kreditur memilih portofolio calon debitur yang tepat dan memudahkan debitur mengajukan pinjaman.

“Tentunya di tahun 2017 Crowdo berharap bisa menambah jumlah kreditur sekaligus debitur yang berkualitas agar bisa membantu kalangan pengusaha yang baru merintis usaha dan juga pelaku usaha yang berencana untuk mengembangkan usahanya melalui pinjaman peer-to-peer Crowdo,” tutup Cally.