Meski sudah berkecimpung cukup lama di industri esport, Logitech rupanya masih ingin membentangkan sayapnya lebih lebar lagi. Baru-baru ini, mereka meluncurkan Playmaster, sebuah program pelatihan esport yang dirancang untuk membantu pemain menilai sekaligus meningkatkan kemampuannya di beberapa game kompetitif.
Di awal peluncuran dan fase beta Playmaster, game yang didukung sejauh ini baru CS:GO. Logitech cukup yakin mereka yang mengikuti program ini bisa meningkatkan teknik tracking, perceiving, spraying, peeking, maupun flicking mereka dalam game.
Keyakinan mereka didasari oleh riset selama empat tahun yang mereka lakukan bersama sejumlah pemain kelas dunia dan beberapa universitas ternama, termasuk halnya Lero Esports Science Research Lab di University of Limerick. Kurikulum yang mereka siapkan ditujukan untuk mengidentifikasi komponen-komponen penting yang pengaruhnya paling signifikan terhadap gameplay.
Bagaimana cara kerja Playmaster? Pertama-tama, pemain akan mengikuti kuis berdurasi sekitar 30 menit untuk memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam bermain, serta membandingkan performanya dengan rata-rata yang dicatatkan para pengguna lain, atau malah dengan pemain-pemain terbaik di kancah internasional.
Sesudahnya, Playmaster akan menyuguhkan kurikulum yang spesifik dan benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pemain. Kalau memang kekurangan terbesar pemain adalah terkait mendeteksi musuh atau memanajemen recoil, maka materi pelatihannya akan lebih banyak difokuskan pada area tersebut.
Selama mengikuti program, kita tentu bisa memonitor progres masing-masing secara cukup merinci. Logitech percaya Playmaster bisa memberikan dampak positif terhadap pemain dari segala tingkatan, baik yang masih masuk kategori amatir maupun yang sudah berkarier secara profesional.
Playmaster saat ini sudah bisa diakses secara gratis dengan mendaftarkan akun di situsnya. Logitech belum bilang kapan program untuk game lainnya bakal tersedia, tapi kalau boleh menebak, kemungkinan program berikutnya ditujukan buat para pemain Dota 2 atau League of Legends.
Sejauh ini juga belum ada indikasi apakah ke depannya Logitech bakal memonetisasikan Playmaster. Bisa jadi nantinya Playmaster bakal dijadikan layanan berlangganan seperti GamerzClass, tapi mungkin sekarang masih terlalu dini untuk itu.
Kalaupun Anda tidak berminat mengikuti program pelatihannya sampai habis, tidak ada salahnya mencoba Playmaster hanya untuk melihat sejauh apa skill bermain CS:GO Anda jika dibandingkan dengan pemain-pemain lain di luar sana.
Sebuah laman donasi digagas oleh Jan Dominicus, menjadi sebuah aksi untuk mengenang kepergian salah satu talenta yang berbakat di disiplin esports Counter-Strike, Antonio “cyx” Daniloski. Saat cyx masih menjadi bagian dari tim Mousesports, banyak hal positif yang dibawanya akhirnya menjadi bagian organisasi dan tentu saja ke rekan setimnya.
Tidak sampai di situ saja, seperti apa yang dipercayai oleh cyx, tekad dan dedikasi bisa membawa tim Mousesports meraih gelar pertama Major mereka di gelaran turnamen Intel Extreme Masters IV. Skill bermain cyx dalam waktu yang cukup cepat mampu membawa namanya terus menanjak dan akhirnya menangkap perhatian tim Mousesports dan gamers CS lainnya.
Sepuluh tahun yang lalu, insiden kecelakaan menjadi akhir dari perjalanan Antonio “cyx” Daniloski. Padahal beberapa waktu sebelumnya, rekan setimnya sudah berangkat terlebih dulu dari Frankfurt, menuju Shanghai untuk berlaga di Intel Extreme Masters Season V Global Challenge. Cyx mengalami keterlambatan untuk berangkat dalam penerbangan yang sama dengan bersama rekan tim yang lain dan akhirnya dijemput oleh takdir di perjalanan kembali dari bandara ke rumah.
Perjalanan karier cyx selama paling tidak tiga tahun di Mousesports, cukup menjadi perhatian bagi skena kompetitif Counter-Strike 1.6 di region Eropa. Mousesports seolah menjadi tim yang hampir selalu bermain di babak final berbagai gelaran turnamen. Cyx sendiri juga pernah bergabung sebagai roster tim nasional Counter-Strike 1.6 dan hanya dapat dihentikan oleh dominasi roster tim nasional Counter-Strike dari Swedia di babak final gelaran turnamen European Nations Champions.
Selepas kepergian cyx, Mouseports mengalami pasang surut dan pergantian roster. Sekalipun sudah berpisah jalan, cyx meninggalkan kesan yang mendalam bagi rekan setimnya. Fatih “gob b” Dayik dalam sebuah video menceritakan kenangan yang sangat membekas bersama cyx. Kombinasi strategi yang diracik oleh gob b dan didukung aim tajam yang dimiliki cyx, membentuk momentum bagi Mousesports merajai gelaran turnamen EPS Germany hingga 5 kali berturut-turut.
Adapun ESL sebagai salah satu esports organizer yang sudah lama menyelenggarakan berbagai turnamen esports turut mengambil bagian dalam pengumpulan donasi untuk cyx. Rencananya dana yang terkumpul akan disumbangkan kepada ibu dari Antonio “cyx” Daniloski dan dialokasikan untuk perawatan makamnya.
Meskipun interaksi sesama gamers di ekosistem esports sering dinilai toxic, tetapi di waktu yang sama esports bisa menunjukkan juga sisi yang sangat humanis dengan memberikan dukungan kepada beberapa pro player yang telah wafat.
Tak bisa dipungkiri bahwa CS:GO adalah salah satu fenomena budaya yang besar di kalangan gamers. Seakan hidup abadi, game ini sudah hadir selama 21 tahun lamanya, sejak 1999 lalu hingga tahun 2020 ini. Sepanjang perjalanannya, game ini juga sudah banyak memberi dampak kepada ekosistem gaming, seperti menjadi salah satu game yang mendefinisikan genre FPS, juga menjadi salah satu game yang mendefinisikan ekosistem esports sejak zaman dahulu kala dan bahkan masih jadi salah satu gelaran esports tersukses di tahun 2019 lalu.
Namun demikian semua itu tidak ada artinya jika Counter-Strike tidak pernah dibuat. Kali ini kita akan menyusuri masa lalu, melihat sejarah Counter-Strike, salah satu game yang telah mendefinisikan genre FPS dan juga esports sejak 21 tahun lalu.
Berawal dari Custom Game Half-Life
Nyatanya, tidak sedikit game yang sukses memulai perjalanannya dari custom game. Sudah banyak game jadi bukti akan hal tersebut, seperti Dota 2 dari custom game Warcraft III, PUBG dari custom game ARMA III, bahkan Dota 2 menelurkan game populer lain lewat custom game, yaitu Auto Chess.
Begitu juga dengan Counter Strike (CS), yang lahir dari custom game Half Life. Ketika itu Counter-Strike digagas oleh dua orang gamers yang memiliki ide dan mencoba menerapkan hal tersebut ke dalam Half Life. Dua orang tersebut adalah Minh Le (Gooseman) dan Jess Cliffe (Cliffe).
Pada masa itu, Minh Le dan Jess Cliffe bukanlah developer profesional, melainkan hanya mahasiswa yang menyukai video game dan ingin mencoba membuat sebuah karya dari hal yang ia sukai. Permainan yang bertema “polisi-polisian” ini juga tercetus karena kesukaan Gooseman terhadap hal tersebut.
Le sempat menceritakan ini dalam dokumenter singkat dari Valve. “Ketika itu saya sangat tertarik sekali dengan pasukan anti-teror. Saya merasa pekerjaan mereka memiliki kerumitannya tersendiri dari segi persenjataan ataupun taktik yang mereka gunakan. Saya pun berpikir bahwa hal tersebut akan menjadi tema yang keren untuk sebuah game.” ucap Gooseman dalam video tersebut.
Half-Life yang digunakan Gooseman dan Cliffe sebagai basis pengembangan CS juga berdasarkan dari tema yang ingin mereka bawa ke dalamnya. Padahal, Half-Life bukan satu-satunya game FPS yang bisa dibongkar ulang dan dijadikan game baru. Pada masa tersebut, ada juga Unreal Tournament serta Quake, dua game yang punya pengaruh terhadap perkembangan genre FPS, yang bahkan salah satunya adalah game pencipta tren kontrol WASD pada game FPS.
Half-Life pun dipilih meski Minh Le mengakui kesulitan dalam merombak engine Half-Life. “Saya mengerjakan proyek ini sekitar 30 sampai 40 jam per-minggu, sembari saya menyelesaikan studi di universitas.” Ucapnya kepada GameSpot.
Sembari pengembangan dilakukan, hal lain yang tak kalah penting untuk dipikirkan adalah nama game tersebut. Salah satu pengguna Reddit menemukan tangkapan gambar diskusi antara Gooseman dengan Cliffe saat mereka ingin menentukan nama game-nya. Gooseman sempat memberi ide nama Counter-Terrorist Forces. Namun Cliffe datang dengan ide nama yang juga disukai oleh Gooseman, yaitu Counter-Strike. Gooseman bahkan bercerita, sebelumnya mereka berdua sempat memikirkan nama lain seperti International World Soldiers dan Frag Forces.
Counter-Strike, Komunitas dan Dust2
Cerita sejarah CS adalah bentuk nyata dari kesuksesan pengembangan terbuka, atau yang biasa disebut Open-Source. Mengembangkan CS sambil menyelesaikan kuliah, Gooseman dan Cliffe mengaku tidak punya banyak waktu dalam memikirkan dan membuat semua elemen dari permainan Counter-Strike. Maka dari itu, pengembangan game multiplayer ini dilakukan sepenuhnya secara terbuka, dengan Gooseman dan Cliffe memberikan komunitas kebebasan untuk membuat apapun yang mereka inginkan.
“Kami sebenarnya tidak membuat satu pun map di dalam Counter-Strike. Semua map dibuat oleh komunitas. Mereka akan membuat sebuah map, lalu mengirimkannya kepada kami dan kami akan meninjau map tersebut. Selanjutnya kami akan memilih mana yang kami suka dan memasukkannya ke dalam versi CS yang akan dirilis berikutnya. Jadi pada dasarnya, begitulah game ini dikembangkan. Ketika itu ya saya, rekan saya Cliffe, dan komunitas. Bisa dibilang CS seperti game yang dikembangkan bersama.” Cerita Minh Le kepada Gamespot.
Cara pengembangan ini membuat komunitas jadi sangat bersemangat. Kebanyakan dari mereka bahkan menjadi bagian dari perkembangan Counter-Strike itu sendiri. “Padahal pada awalnya, kami berjuang setengah mati, memohon-mohon kepada orang orang-orang mau mencoba versi play-test dari Counter-Strike. Dahulu saya mencoba meminta pada kolega kuliah saya, dan mereka merespon dengan ‘tidak, terima kasih.” Ucap Cliffe dalam dokumenter dari Valve.
“Pada awal pengembangan, komentar dari komunitas menjadi warna bagi versi beta Counter-Strike berikutnya yang akan kami rilis. Kami merasakan energi positif yang sangat besar dari komunitas waktu itu,” cerita Clfife. “Orang-orang mengirimkan banyak sekali konten kepada kami. Mungkin kami pernah menerima ratusan map buatan komunitas dalam satu hari ketika itu.” Ucap Minh Le.
Metode ini juga yang membuat CS punya satu map yang paling legendaris, yaitu de_dust2. Seperti map lainnya, de_dust2 juga diciptakan oleh komunitas. Penciptanya adalah Dave Johnston, yang pertama kali membuat map ini pada Counter-Strike 1.0 pada tahun 2000 lalu. De_Dust2 menjadi map yang mendefinisikan Counter-Strike sejak lama.
Sebenarnya CS:GO punya ragam map yang mungkin tak kalah ikonik. Sebut saja tempat seperti cs_office, de_aztec, atau bahkan map pertama buatan Minh Le dan Cliffe yaitu cs_mansion yang selanjutnya diubah menjadi cs_estate. Namun de_dust2 seperti tak tergantikan dan bertahan sampai saat ini.
Joab Gilroy menulis di Red Bull Esports soal pengalamannya tumbuh besar bersama Counter-Strike. Pada masanya, ketika CS masuk versi beta 6.5, map Dust dan Dust 2 adalah dua map yang paling banyak dimainkan oleh para pemain. Walau ada map lain seperti, cs_office, cs_italy, atau de_aztec, namun para pemain seakan tutup mata dan hanya ingin memainkan de_dust saja.
“Mungkin karena Dust2 adalah map yang sederhana namun mendalam. Tetapi memang, popularitasnya juga terbantu karena map Dust yang sudah lebih dulu populer. Map ini jadi populer hingga kini juga mungkin karena Dust 2 adalah satu hal konstan yang membuat pemain CS dari berbagai generasi berkumpul dan menganggap map tersebut sebagai zona nyaman, walaupun map tersebut mungkin bukan yang paling seru dan mengasyikkan.” Ujar Dave Johnston dalam wawancara singkat bersama RockPaperShotgun.
Seiring pengembangan, Counter-Strike dan Dust2 mendapatkan perhatian yang sangat besar dari para gamers. Doug Lombardi dari Valve bercerita bahwa pada sekitar awal 2000an, CS sudah dimainkan 8000 orang. “Tak lama, sepekan kemudian jumlahnya meningkat jadi 12 ribu, lalu satu bulan kemudian jadi 16 ribu. Melihat keadaan ini, artinya pasti ada sesuatu di dalam komunitas. Makanya ketika itu kami dari Valve penasaran dan ingin sekali mengajak kerja sama pengembang Counter-Strike.
Berkat hal tersebut, Gooseman dan Cliffe direkrut oleh Valve untuk mengerjakan Counter-Strike. “Sungguh mengagumkan bisa bicara bersama Valve ketika itu. Kami mengidolakan mereka. Kami suka Half-Life dan kami juga menyukai Valve.” Sejak saat itu, popularitas Counter-Strike meledak, digunakan untuk berkompetisi, bahkan menggusur popularitas Quake sebagai game FPS kompetitif terpopuler di awal tahun 2000an. Popularitas ini membawa Counter-Strike ke tahap berikutnya.
Rilisnya Steam dan Eksperimen Valve terhadap Counter-Strike
Tahun 2003 Valve merilis Steam (Anda bisa membaca sejarah Valve di artikel yang kami tuliskan sebelumnya). Hal ini tentu berdampak langsung kepada Counter-Strike itu sendiri. Salah satunya adalah dari sisi distribusi update versi gameplay yang jadi lebih mudah. Duncan Shield (Thorin) sempat bercerita dalam dokumenter resmi Valve soal ini.
“Dahulu sebelum ada Steam, kehadiran patch terasa sangat menyedihkan karena artinya kami bakal tidak akan main CS selama 2 hari. Karena internet ketika itu masih sangat lambat. Dan tanpa Steam, semua orang di seluruh dunia terpaksa mengunduh update tersebut hanya dari satu server saja yang membuatnya terbebani dengan sangat berat.” Namun kehadiran Steam di tahun 2003 seakan menjadi penyelamat bagi komunitas. Dengan fitur auto-update dan server dari Valve, membuat update versi CS jadi lebih mudah dan cepat.
Tetapi, pasca Steam rilis pada tahun 2003, tahun berikutnya malah seperti menjadi masa kegelapan CS. Setelah sukses dengan Counter-Strike, Valve mulai bereksperimen dengan berbagai macam hal, dan mencoba menciptakan produk baru dari brand game populer ini. Satu percobaan yang pertama adalah merilis Counter-Strike untuk Xbox.
Game yang diberi nama Counter-Strike Xbox Edition pertama kali diumumkan pada Mei 2002 di gelaran E3. Berbasis kepada Counter-Strike: Condition Zero, game ini dikembangkan bersama dengan pengembang yang kini terkenal lewat seri Borderlands, yaitu Gearbox Software. Namun proses pengembangan tidak berjalan lancar, Gearbox Software meninggalkan Valve pada Juli 2002 seraya mengakhiri pengembangan terhadap Counter-Strike: Condition Zero.
Walau mengalami perjalanan pengembangan yang cukup berat akhirnya game ini rilis 18 November 2003, yang juga menjadi percobaan pertama Counter-Strike bersaing di ranah konsol. Walau berbasis pada Condition Zero, namun Counter-Strike Xbox Edition tidak menghadirkan Single-Player Campaign. Alhasil banyak komentar miring menanggapi hal tersebut. IGN, misalnya, yang mengatakan bahwa membeli Counter-Strike Xbox Edition tanpa berlangganan Xbox Live untuk kebutuhan bermain online akan jadi sia-sia.
Memang Counter-Strike Xbox Edition hanya menyertakan permainan Single-Player berupa gameplay yang serupa seperti Multiplayer, namun melawan bot atau AI. Walau mungkin Counter-Strike versi ini tidak terlalu banyak diketahui orang-orang, namun Counter-Strike Xbox Edition ternyata cukup sukses. Pada tahun 2008, game ini sudah terjual sebanyak 1,5 juta kopi di pasaran.
Lalu setelahnya ada juga Counter-Strike: Condition Zero. Versi Counter-Strike ini menjadi percobaan Valve menyajikan Single-Player Campaign ke dalam custom game buatan Gooseman dan Cliffe. Namun pengembangan CS:CZ mengalami jalan berliku berbarengan dengan perilisan CS: Xbox Edition.
Awal pengembangan game ini dimulai dari tahun 2001 dikembangkan bersama dengan Rogue Entertainment. Lalu melihat ketidakstabilan finansial dari pengembang tersebut, pengembangan lalu dipindah ke Gearbox Software. Namun setelah satu tahun pengembangan, Gearbox juga meninggalkan Valve sesaat Counter-Strike: Xbox Edition diumumkan. Pertengahan 2002, Ritual Entertainment mengambil alih pengembangan, sampai akhirnya Turtle Rock Studios mengambil pengembangan di pertengahan 2003 sampai akhirnya game ini selesai.
Setelah terseok-seok dan berkali-kali pindah tangan pengembangan, Counter-Strike: Condition Zero akhirnya rilis 23 Maret 2004 untuk Windows. Saat rilis, CS:CZ mendapatkan penilaian yang bercampur aduk dari media dan mendapat skor 65/100 dari Metacritic. Beberapa fitur yang dihadirkan seperti mode melawan bot dengan misi yang diberi nama Tour of Duty, mendapat ulasan yang cukup baik. PCZone bahkan mengatakan bahwa bot yang dihadirkan begitu pintar, sampai-sampai membuat “rata-rata pemain online terlihat seperti babon yang baru dilahirkan”.
Tetapi satu kritik yang senada dari game ini adalah engine game yang ketinggalan zaman. Banyak ulasan media mengatakan bahwa CS:CZ hadir terlambat, membuat game ini kalah saing secara visual jika dibandingkan dengan game shooter lain yang rilis pada masa tersebut. Namun lagi-lagi, game ini memiliki performa penjualan yang cukup lumayan, dengan total penjualan sebanyak 2,9 juta kopi terjual via retail menurut data tahun 2008.
Terakhir, pada masa yang tidak begitu jauh dari CS: Xbox Ediiton dan CS: Condition Zero, Valve juga merilis Counter-Strike: Source. Beda dengan dua versi sebelumnya yang bisa dibilang eksperimen, CS: Source mungkin dibuat untuk menjadi suksesor custom game orisinil buatan Gooseman dan Cliffe; atau mungkin bisa disebut sebagai CS 2.0?
Rilis pada November 2004, CS: Source punya gameplay yang serupa seperti versi orisinil, fokus pada multiplayer dengan membawa map-map ikonik khas Counter-Strike. Satu perbedaan yang cukup terasa adalah penggunaan engine berbeda, membuat grafis Counter-Strike jadi lebih baik. Pengembangan game ini terbilang cukup lancar-lancar saja namun yang jadi masalah bagi CS: Source adalah respon para pemain Counter-Strike generasi lama.
Menggunakan engine yang berbeda membuat beberapa mekanisme permainan jadi terasa berbeda di dalam CS:Source. Beberapa hal di antaranya seperti asap dari Smoke Grenade menyebar lebih lambat jika dibandingkan dengan CS 1.6. Efek Flashbang juga jadi lebih jelas, ditambah pantulan dalam CS:Source juga lebih terasa jika dibandingkan dengan CS 1.6.
Recoil senjata juga jadi hal lain yang berubah di CS:Source. Recoil senjata kini jadi lebih menyebar, membuat pemain jadi kesulitan untuk menembak dengan akurat. Hal terakhir, detil yang mungkin terasa kurang penting dalam permainan kompetitif adalah kehadiran benda-benda yang akan terlempar jika terkena tembakan seperti tong besi ataupun benda-benda kecil lainnya.
Banyaknya perubahan ini banyak membuat pemain lama Counter-Strike jadi tidak nyaman dengan Counter-Strike Source. Akhirnya, game ini mengalami respon yang kurang baik, terutama dari sisi skena kompetitif. Hal ini berdampak kepada kehadiran dua kubu di dunia kompetitif. Seseorang dari forum Team Liquid dengan username SaveYourSavior menganalogikan CS:Source layaknya StarCraft 2 vs StarCraft: BroodWar atau seperti Super Smash Bros: Brawl vs Super Smash Bros: Melee. CS:Source ketika itu dianggap hanya memperbaiki Counter-Strike dari sisi grafis, namun malah memiliki banyak sekali kekurangan dari segi gameplay.
Beberapa orang dalam forum tersebut malah mengatakan bahwa CS:Source terasa lebih mudah dibanding dengan CS 1.6 karena recoil yang random, serta hitbox kepala yang terasa lebih besar sehingga headshot jadi lebih mudah. Alhasil, seakan terjadi perang sipil di antara komunitas pemain CS 1.6 melawan pemain CS: Source, layaknya perang antara pemain Dota 2 dengan pemain Custom Game Warcraft Defense of the Ancient dulu kala.
Dampak perang sipil Counter-Strike ini bahkan mencapai tingkat dunia kompetitif. Ketika istilah esports belum banyak digaungkan, penyelenggara turnamen kadang terpaksa mengadakan kompetisi untuk kedua game (Source dan 1.6). Mengutip dari Kotaku, salah satu brand kompetisi terbesar pada masa itu yaitu World Cyber Games (WCG), bahkan menerima reaksi yang sangat buruk dari komunitas ketika mereka hanya menghadirkan kompetisi Counter-Strike: Source saja. Akhirnya setelah itu WCG kembali menggunakan CS 1.6 sebagai game yang dipertandingkan dan terus dipertahankan.
Hal ini juga berdampak kepada penjualan Counter-Strike: Source. Tercatat, Counter-Strike: Source hanya terjual 2,1 juta kopi saja sampai akhir tahun 2008 lalu. Walau itu bukan angka yang kecil, namun penjualannya kalah dibanding dengan Counter-Strike: Condition Zero yang terbilang eksperimental dan tentunya Counter-Strike yang orisinil.
Counter-Strike:Global Offensive Penyelamat Counter-Strike di Masa Modern
Setelah kurang lebih delapan tahun perang sipil antara pemain Counter-Strike 1.6 dengan Counter-Strike: Source terjadi, 12 Agustus 2012 Counter-Strike:Global Offensive (CS:GO) resmi dirilis; seri terbaru Counter-Strike yang nantinya akan menjadi pemersatu komunitas. CS:GO merupakan penerus langsung dari CS 1.6 dan juga CS:Source dengan ciri khas berupa permainan yang fokus pada online multiplayer.
Namun demikian CS:GO tidak serta-merta langsung bagus dan diterima secara baik oleh komunitas saat pertama rilis. Pemain Astralis, Andreas Hojsleth (Xyp9x) sempat mengatakan dalam dokumenter TheScoreEsports bahwa dahulu ada banyak hal yang membuat CS:GO kurang menyenangkan saat pertama kali rilis. Salah satu contoh yang ia sebut adalah utility Molotov yang overpowered, membuat pergerakan jadi lambat jika terjebak di dalamnya, dan tidak bisa dipadamkan dengan smoke.
Belum lagi bug dan glitch di sana dan sini, yang membuat permainan jadi terasa kurang intuitif. Belajar dari masa gelap yang dialami Valve selama kurang lebih 8 tahun saat mereka membuat Counter-Strike: Condition Zero, Xbox Edition, dan Source, kini Counter-Strike: Global Offensive jadi lebih disukai karena respon Valve yang begitu cepat dalam menanggapi berbagai kekurangan dalam game tersebut.
Daniel Kapadia (DDK) salah satu shoutcaster di skena kompetitif CS:GO mengatakan bahwa game tersebut seakan menjadi harapan terakhir bagi Valve terhadap seri Counter-Strike. “Dan satu hal yang mengejutkan adalah game tersebut ternyata menjadi lebih baik hanya dalam 6 sampai 12 bulan saja. Perbaikan tersebut terjadi dengan sangat cepat, bahkan lebih cepat dari pada yang diharapkan oleh kebanyakan para gamers.” ucapnya.
Selain dari itu, penambahan fitur juga jadi alasan CS:GO memiliki penerimaan yang sangat baik di kalangan gamers. CS:GO menjadi seri Counter-Strike pertama yang memperkenalkan fitur matchmaking.
Minh Le menyebutkan, bahwa sebelum kehadiran matchmaking, Anda harus masuk ke dalam sebuah room yang tidak Anda ketahui seberapa jago musuh yang akan Anda hadapi. Ini mungkin mirip seperti custom game Defense of the Ancient pada Warcraft III, saat Anda harus memasuki room bernama “55 APNP Kuburan Para Dewa”. Tanpa tahu siapa yang akan Anda lawan, dengan kemungkinan bertemu pemain profesional seperti Farand Kowara (Koala).
Tetapi fitur matchmaking membuat CS:GO jadi lebih user-friendly. Anda yang baru mulai main akan dipertemukan pemain lain, yang secara algoritma dianggap memiliki kemampuan main yang setara. Tak hanya itu, CS:GO juga menghadirkan Competitive Matchmaking, yang punya aturan main lebih kompetitif (menyalakan Friendly Fire contohnya), dan dilengkapi dengan rank untuk menentukan level kemampuan sang pemain.
Hal lain yang juga membuat CS:GO mendapat respons yang positif dari komunitas adalah kehadiran skin di dalam game. Skin atau yang disebut sebagai “finishes” merupakan in-game items yang tergolong sebagai kosmetik di dalam CS:GO. Disebut sebagai kosmetik karena skin tidak menambah elemen apapun di dalam permainan kecuali menjadi pemanis mata bagi para pemainnya. Fitur ini sendiri bukan fitur bawaan dari CS:GO, melainkan fitur yang baru ditambahkan pada 13 Agustus 2013 lalu yang hadir lewat Arms Deal Update.
Elemen skin seakan menjadi perekat bagi komunitas, membawa pemain CS:GO bernostalgia ke zaman Counter-Strike dahulu karena memberi kesempatan bagi para pemain untuk berkontribusi terhadap game yang mereka cintai. Salah satu alasan terbesarnya adalah karena skin dalam CS:GO mendukung fitur Steam Workshop, yang memungkinkan para pemain, siapapun Anda, bisa berkontribusi memberikan skin buatan Anda sendiri ke dalam game.
Nantinya ragam skin yang sudah diberikan para kontributor akan dimasukkan ke dalam peti yang bisa didapatkan para pemain. Peti bisa didapatkan secara gratis hanya dengan bermain namun kunci peti tadi hanya bisa dibeli dengan menggunakan sistem microtransaction. Tak hanya itu, skin yang Anda dapatkan nantinya juga bisa diperjual-belikan dengan pemain lainnya lewat Steam Community Market. Sistem ini membuat banyak pemain bertahan di CS:GO, karena game tersebut membuat ekonomi virtual tersendiri di dalam permainanya.
Berkat hal tersebut, CS:GO menjadi game yang membuat para pemainnya tetap kembali lagi, meski sudah mencoba yang lainnya. Terakhir kali, walau sudah 8 tahun beredar di pasaran, namun CS:GO masih bisa mencetak rekor dengan 1 juta pemain online secara bersamaan pada 14 Maret 2020 lalu. Apalagi sejak berubah menjadi Free to Play pada 2018 lalu, game ini menjadi semakin mudah diakses oleh pemain, termasuk para pemain CS 1.6 atau pemain yang baru mengenal game ini.
Kesuksesan ini akhirnya menurun kepada skena esports CS:GO. Membuat CS:GO berkali-kali mencetak rekor sebagai salah satu turnamen terpopuler. Kompetisi IEM Katowice yang mempertemukan Natus Vincere dengan G2 Esports masih ditonton oleh satu juta penonton secara bersamaan. Bahkan selama bulan Maret kemarin, liga CS:GO ESL Pro League Season 11 menjadi tontonan stream paling ramai di Twitch yang sudah ditonton selama 12,9 juta jam dan sempat ditonton oleh 331 ribu orang secara bersamaan.
—
Walau ada cerita dari organisasi esports seperti SK Gaming, yang memutuskan meninggalkan skena CS:GO untuk beberapa saat, namun CS:GO mungkin masih akan tetap bertahan setidaknya sampai beberapa tahun ke depan. Melihat game ini masih aktif menjadi esports dan dimainkan, mungkin hanya Tuhan yang tahu apakah game ini akan mati dan hilang bak ditelan bumi di masa depan, atau malah abadi sepanjang masa.
Counter-Strike: Global Offensive baru saja memecahkan rekor jumlah pemain terbanyak. Kali ini, jumlah concurrent players (pemain yang bermain pada waktu bersamaan) dari game FPS tersebut mencapai 1.023.229 orang. Padahal, pada bulan lalu, CS:GO baru saja menorehkan rekor jumlah pemain terbanyak dengan jumlah concurrent players mencapai 916.996 orang.
CS:GO diluncurkan pada 2012. Meski sempat mengalami masalah pada awal peluncurannya, CS:GO berhasil menyatukan komunitas Counter-Strike 1.6 dan Counter-Strike: Source, dua game yang menjadi pendahulunya. Salah satu alasannya, karena Valve telah mendukung game ini sejak peluncurannya. Sekarang, tujuh tahun sejak diluncurkan, CS:GO menjadi game paling populer di Steam, mengalahkan Dota 2.
Memang, jumlah pemain CS:GO menunjukkan tren naik sejak game tersebut bisa dimainkan dengan gratis pada Desember 2018. Menurut SteamCharts, dalam 30 hari terakhir, jumlah rata-rata pemain CS:GO mencapai 573.906 orang. Sementara itu, Dota 2 harus puas dengan posisinya sebagai game terpopuler kedua. Hari ini, pada puncaknya, jumlah concurrent players Dota 2 mencapai 701.632 orang. Meskipun begitu, popularitas CS:GO sekarang masih belum bisa mengalahkan popularitas Dota 2 ketika game MOBA itu ada pada puncak kejayaannya. Pada Februari 2016, jumlah concurrent players Dota 2 mencapai 1.291.328 orang.
Alasan lain mengapa jumlah pemain CS:GO bertambah pesat belakangan adalah karena virus Corona yang mewabah. Faktanya, secara keseluruhan jumlah pemain di platform Steam memang mengalami kenaikan. Pada puncaknya, jumlah concurrent players di Steam mencapai 20.313.476 orang. Kemungkinan, angka ini masih akan terus naik, mengingat beberapa negara baru memberlakukan karantina, meliburkan sekolah dan memberlakukan bekerja dari rumah untuk membatasi penyebaran virus Corona. Karena tak boleh keluar dari rumah, semakin banyak orang yang akan menghabiskan waktunya dengan bermain game.
Misalnya di Italia, yang memiliki lebih dari 17 ribu pasien virus Corona, perusahaan penyedia internet di sana mengaku bahwa trafik internet di jaringan mereka mengalami kenaikan yang signifikan. “Kami melaporkan, trafik internet untuk jaringan kabel kami mengalami kenaikan lebih dari 70 persen, game online seperti Fortnite memberikan kontribusi yang cukup besar atas kenaikan trafik ini,” kata CEO Telecom Italia, Luigi Gubitosi, menurut laporan Bloomberg.
Dust 2 – atau yang lebih dikenal dengan nama de_dust2 oleh pemain Counter-Strike klasik – mungkin adalah salah satu multiplayer map yang paling sering dimainkan di sepanjang sejarah gaming. Lokasi virtual ini pertama menyapa dunia pada tahun 2001 melalui game Counter-Strike versi 1.1, dan sampai sekarang masih sering dimainkan di Counter-Strike: Global Offensive.
Tidak lama lagi, Dust 2 malah bakal menyambangi Fortnite. Gambar di atas adalah penampakan map legendaris tersebut di Fortnite, sedangkan gambar di bawah adalah penampakannya di CS:GO. Seperti yang bisa kita lihat, tampilannya begitu mirip, dan nuansa kartun khas Fortnite-nya hanya kentara dari warna hijau mencolok pada pohon-pohonnya.
Adalah Team Evolve yang bertanggung jawab atas eksistensi Dust II di Fortnite. Mereka adalah sekelompok desainer yang rajin merancang custom map dan custom mode menggunakan platform sandboxingFortnite Creative untuk berbagai brand dan organisasi.
Ini tentu bukan pertama kalinya Dust 2 dibuat untuk game lain. Replikanya bisa kita temukan di Far Cry 5 Arcade, dan tentu saja komunitas Minecraft punya segudang versi Dust 2. Dalam waktu dekat, Dust 2 juga dapat dimainkan di salah satu game terpopuler saat ini.
Dust 2 di Fortnite nantinya bisa diakses melalui fitur Battle Lab, yang sejak Desember lalu memungkinkan mode battle royale untuk diterapkan pada custom map yang dibuat di Fortnite Creative. Buat yang tidak sabar, nantikan saja kode untuk map-nya yang akan segera dirilis Team Evolve melalui Twitter.
Counter-Strike Professional Players’ Association (CSPPA) mengumumkan bahwa mereka akan bekerja sama dengan ESL dan DreamHack untuk membuat framework bagi pemain Counter-Strike profesional yang akan bertanding dalam ESL Pro League. Diharapkan, dengan adanya framework ini, maka ekosistem esports CS:GO dapat berkembang dan pada saat yang sama, tetap profesional. Melalui kerja sama ini, ESL, DreamHack, dan CSPPA juga ingin memastikan bahwa kebutuhan semua pemegang kepentingan di ekosistem esports Counter-Strike, mulai dari penyelenggara turnamen sampai pemain profesional, terpenuhi.
Framework untuk pemain profesional Counter-Strike tersebut akan didasarkan pada model yang digunakan di olahraga tradisional. Sayangnya, masih belum ada penjelasan mendetail tentang seperti apa framework yang hendak dibuat. Beberapa topik yang akan dibahas dalam framework ini adalah tentang turnamen, pembagian keuntungan bisnis untuk pemain, serta hak dan kewajiban para pemain dalam turnamen. Ke depan, mereka juga berencana untuk membuat standarisasi kontrak pemain, hak atas properti intelektual, dan proyek bersama lainnya.
“Para pemain CS:GO profesional harus berpartisipasi dalam berbagai turnamen di seluruh dunia. Karena itu, bagi CSPPA, lingkungan kerja para pemain profesional menjadi salah satu prioritas utama kami,” kata CEO CSPPA, Mads Øland, dalam pernyataan resmi “Dalam industri esports sekarang, ESL membuat standar industri untuk para pemain profesional. Dengan kerja sama ini, ESL berkomitmen untuk mempertahankan dan memperbaiki standar tersebut dengan bekerja sama dengan CSPPA.”
In cooperation with @DreamHack and the @CSPPAgg, we’ve reached a framework agreement that will shape the participation structure for professional CS:GO players in the #ESLProTour.
Menurut laporan Daily Esports, asosiasi pemain CS profesional ini juga akan mewakilkan para pemain jika mereka hendak memberikan masukan tentang lingkungan kerja, seperti terkait akomodasi dan perjalanan, area turnamen di group stage, dan tempat latihan selama turnamen. Selain itu, mereka juga akan membantu untuk menjadwalkan liburan musim panas dan musim dingin.
“Selama 24 bulan belakangan, prioritas ESL adalah untuk memastikan pemain CS:GO profesional melihat turnamen kami sebagai yang terbaik,” kata Ulrich Schulze, Senior Vice President Product, ESL. “Masuk akal bagi kami untuk menjadikan CSPPA sebagai rekan kami untuk memperbaiki keadaan ESL Pro Tour.” Kerja sama antara ESL, DreamHack, dan CSPPA ini akan mencakup semua kompetisi dalam ESL Pro League, termasuk lebih dari 20 turnamen global yang akan berakhir dengan Intel Extreme Masters Katowice dan ESL One Cologne.
Bagi yang mengikuti perkembangan esport, nama Team Liquid pasti sudah terdengar familier di telinga Anda, terutama sejak tim Dota 2-nya menjuarai turnamen paling bergengsi The International tahun lalu. Selain mendatangkan hadiah sebesar $10,8 juta, prestasi luar biasa tersebut tentu saja menjadi motivasi Team Liquid untuk terus mengasah talenta masing-masing atletnya.
Salah satu caranya adalah dengan membangun pusat latihan baru yang demikian mewah, jauh melebihi ekspektasi kita terhadap tempat berlatihnya suatu tim esport. Fasilitas baru tersebut bisa dianggap sebagai kado istimewa dari salah satu sponsor utama Team Liquid, yakni Alienware, yang sudah menemani tim asal Belanda tersebut selama enam tahun.
Maka dari itu, jangan kaget melihat nama Alienware Training Facility terpampang di gedung seluas ± 740 meter persegi itu. Lokasinya berada di kota Santa Monica, tidak jauh dari kantor pusat Riot Games, pengembang game League of Legends (LoL). Rencananya, fasilitas baru ini memang bakal dijadikan markas untuk kedua tim LoL (profesional dan amatir) serta satu tim Counter-Strike milik Team Liquid.
Namun jangan bayangkan fasilitas ini sebagai warnet luar biasa besar dengan komputer berspesifikasi kelas dewa, sebab Team Liquid juga memperhatikan aktivitas-aktivitas di luar sesi latihan. Para atlet akan didorong untuk berolahraga di gym setiap pagi, dan seorang ahli nutrisi dipercaya meracikkan menu dan pola makan yang sehat bagi masing-masing atlet.
Bicara soal spesifikasi komputer, Alienware benar-benar totalitas dalam memanjakan salah satu tim kebanggaannya tersebut. Sederet monitor 4K 25 inci telah disiapkan, demikian pula sejumlah gaming laptop dan PC, termasuk halnya komputer kelas sultan Area 51. Saya yakin sebagian dari Anda pasti bertanya dalam hati, “buat apa spesifikasi setinggi itu kalau hanya untuk bermain League of Legends dan CS:GO?”
Tidak, semua itu tidak akan disia-siakan begitu saja, sebab fasilitas ini juga bakal dihuni oleh tim manajemen, dan yang paling penting, oleh 1UP Studios, yang tidak lain merupakan tim produksi video mandiri milik Team Liquid sendiri. Semuanya diharapkan bisa bekerja dan berkolaborasi secara efisien dengan adanya fasilitas terpusat seperti ini.
Sampai sekarang fasilitas ini masih dalam tahap pembangunan, akan tetapi Team Liquid sudah punya rencana untuk membangun fasilitas serupa lain di kampung halamannya apabila semuanya berjalan dengan baik. Juga tidak menutup kemungkinan adalah inisiatif dari tim esport lainnya untuk membangun fasilitas serupa, apalagi jika melihat pertumbuhan industri esport yang begitu pesat, serta melibatkan perputaran uang dalam skala luar biasa besar.
Tim CS:GO NXL mempunyai harapan tinggi buat mengukirkan nama mereka sebagai pemenang kompetisi eSport bergengsi di Asia Tenggara, AGES 2016. Selama kiprah mereka di ranah gaming profesional, NXL berhasil menjaga rekor kemenangan mutlak dalam laga LAN. Namun nasib berkata lain, mereka yang telah berlatih begitu keras harus pulang tanpa membawa piala.
Fans mungkin merasa kecewa, tapi tentu saja, tidak ada yang lebih sedih menghadapi pahitnya kekalahan dibanding personel NXL sendiri. Belum lama, saya berkesempatan menghubungi sang team leader Richard Permana untuk mencari tahu perjalanan dan pengalaman mereka selama bertanding di ASEAN Games for eSport 2016.
Seperti yang sudah Anda tahu, turnamen kelas internasional bukan merupakan hal baru bagi tim pemenang ACG Beijing 2013, BenQ League 2014 Malaysia sampai BenQ CS:GO Asia Cup 2015 tersebut. Mereka sudah terbiasa menghadapi ketatnya jadwal, kelelahan, dan kurang tidur. Namun baru di AGES 2016 ini formasi baru NXL diuji keampuhannya. Di sana, kompetisi CS:GO hanya berlangsung dua hari saja.
Tim tiba di Malaysia hari Jumat tanggal 27 Mei pukul lima sore, namun baru sampai di hotel jam 11 malam karena harus menunggu kontingen negara lain. Bus sudah menunggu keesokan paginya, membawa mereka buat melakukan registrasi ulang. Di pertandingan pertama, NXL memperoleh kesempatan untuk berhadapan melawan Signatur Gaming dari Thailand. Richard menjelaskan, mereka ini adalah salah satu tim kuat di kawasan Asia Tenggara.
Sayang sekali, Richard mengaku performa mereka kurang optimal. Rasa grogi di awal pertandingan memang wajar, tetapi menyebabkan kesalahan yang berujung pada kekalahan. Richard bilang, “Kami kalah di partai pertama, turun ke lower bracket yang artinya adalah nyawa terakhir.”
Di pertandingan kedua, NXL sukses menyapu bersih tim Malaysia. Skornya mencengangkan: 16 lawan 1 – tak masalah karena jarak level yang terlampau jauh. Tetapi ada kejutan menanti di match selanjutnya: Fortius.
“Dulu saya pernah berkeinginan untuk mengirimkan dua wakil dari Indonesia ke AGES agar tim CS:GO nusantara bisa memperoleh award atau masuk ke delapan besar, supaya mereka bisa membawa pulang hadiah sebagai modal,” kata Richard. “Namun saya sedih harus melihat dua tim Indonesia saling membantai di panggung utama. Kalah di sana mengakibatkan mereka harus pulang, dan itu pun belum masuk delapan besar.”
Fortius juga harus turun ke lower bracket akibat kalah dari MiTH Thailand. Menghadapi Fortius, NXL unggul yaitu 16 melawan 7. Bagi Richard, ini bukanlah kemenangan yang ia harapkan.
Selanjutnya, NXL tanding dengan Hanoi Vortex. Sejumlah kesalahan masih terjadi, tapi para jawara CS:GO Indonesia ini berhasil menyingkirkan tim asal Vietnam tersebut, memberikan mereka kesempatan untuk berduel kembali melawan Signature Gaming.
Di match kelima di hari Sabtu itu, NXL bertanding lebih baik dan efektif, membuat mereka unggul di awal. Sayang sekali, di saat 14 lawan 14, seorang personel NXL lepas kendali karena terpancing gerakan lawan. Richard menuturkan, “Akibatnya, pengalaman kali ini harus dibayar mahal. Di hari itu, perjalanan kami terhenti.”
Tapi seperti kata Nelson Mandela, ‘Seorang pemenang adalah pemimpi yang tidak pernah menyerah’, dan Richard serta kawan-kawan tidak mau berlarut-larut memikirkan kekalahan. Kerja keras tanpa henti NXL-lah yang bisa membuat mereka melangkah sejauh ini. NXL tentu sudah melakukan analisis dan evaluasi, mencari tahu apa penyebab mereka kalah. Sebagai awalnya, Richard sudah mulai menerapkan kebijakan serta strategi baru.
Dan apapun yang terjadi, saya yakin para pecinta serta pemerhati eSport di Indonesia akan terus mendukung para maestro CS:GO itu dan merasa terhormat bisa diwakilkan NXL di turnamen-turnamen bergengsi dunia.
Edit: Ada kekeliruan penulisan skor saat NXL melawan Fortius, telah diperbaiki.
Tepat pada hari ini, Jumat 27 Mei, tim Counter-Strike: Global Offensive NXL berangkat ke Kuala Lumpur untuk mengikuti kejuaraan eSport paling bergengsi di Asia Tenggara, AGES 2016. Namun di tengah kesibukan mereka, Richard Permana dan kawan-kawan masih sempat meluangkan waktu merespons permintaan saya buat berbagi tips bermain CS:GO khusus bagi para pemula.
Lima jawara CS:GO dari Indonesia itu dengan senang hati memberi jawabannya, dan di sini kita bisa melihat kira-kira apa aspek paling penting dan mendasar bagi tiap-tiap personel NXL:
Vega ‘Soifong’ Tanaka
Menurut Soifong, sangat krusial bagi kita untuk memilih periferal dan menentukan setting software. Harus ‘pasti dan dikuasai’. Vega menekankan agar pemain tidak menggonta-ganti mouse, tentukan satu tipe yang cocok dan nyaman digunakan.
Selanjutnya, Anda disarankan mempelajari setup kartu grafis, aplikasi/software gaming gear, bagaimana cara menonaktifkan fitur mouse acceleration, serta memahami opsi visual di dalam permainan. Jika semuanya sudah dilakukan, cari level sensitivitas mouse yang enak, atau silakan tiru settinggamer profesional lain.
Albert ‘FrostMisty’ Giovanni
“Jangan lewatkan tutorial,” kata Albert singkat. Jika sudah mengerti, Anda bisa masuk ke tahap ‘mapping‘ ketika bemain secara casual supaya mengetahui dari mana biasanya lawan keluar; kemudian mempelajari tempat planting bom serta cara melindunginya, dan di mana lokasi sempurna untuk menjaganya.
Albert menyampaikan pentingnya belajar menembak: teknik spray buat jarak dekat, serta metode burst dan tapping untuk baku tembak jarak jauh.
Baskoro ‘Roseau’ Dwi Putra
Baskoro menjelaskan bahwa pertama-tama gamer harus mengatur tingkat sensitivity mouse supaya cocok dengan cara kita bermain, dan sebaiknya jangan mengikuti orang lain karena masing-masing individu berbeda (bertolak belakang dari saran Vega, artinya kedua cara dibenarkan). Setelah itu para pemula sebaiknya berlatih recoil dari masing-masing pistol, senapan serbu, SMG, dan senapan penembak runduk.
Pemahaman akan recoil dapat diasah dengan cara melawan bot di aim-botz atau map latihan yang tersedia di Workshop.
“Sesudah itu, baru jajal deathmatch dan casual, lalu kalau sudah jago banget baru deh mulai kompetitif. Goodluck,” tutur Roseau.
Bagas ‘Banteng’ Gunadi
Anggota terbaru tim NXL ini menganjurkan agar kita bermain di mode Weapon Course di depan halaman CS:GO terlebih dulu – di bawah pilihan Offline With Bots. Dengannya gamer bisa belajar banyak hal, dari mulai melatih kemampuan tapping, burst, melempar granat, cara memberondong musuh, serta menanam dan menjinakkan C4. Cara berlari, jongkok dan berjalan pelan, semuanya ada disana.
Jika sudah mengerti, tinggal mencoba langsung di mode casual atau deathmatch.
Richard ‘frgd[ibtJ]’ Permana
Dengan jam terbang yang tinggi, saran dari kapten tim NXL ini sedikit berbeda dari rekan-rekannya. Richard menyampaikan, “Jadikan YouTube sebagai perpustakaan Anda, subscribe di channel-channel yang berhubungan dengan permainan. Praktekkan ilmu mereka, tampilkan dalam latihan. Lalu apabila efektif, maka lanjutkan ke dalam tim dan pertandingan.”
Kemudian masukkan lainnya juga tidak kalah penting: jangan malas belajar. Kita harus selalu mau cari tahu dan mengeksplorasi hal-hal yang tidak disukai dalam permainan. Jangan lupa untuk mendengarkan kata-kata komentator dan analisis dari para ahli CS:GO. Cara ini sangat membantu Anda mendapatkan pemahaman-pemahaman baru.
Terimakasih pada Richard, Bagas, Baskoro, Albert dan Vega. Semoga sukses di ASEAN Games for eSport 2016.
Pada akhir minggu lalu, Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Herman Prayitno menyambut kedatangan tim eSport kebanggaan kita di Kuala Lumpur. Seperti biasa, kehadiran mereka di sana bukanlah sekedar berwisata. NXL berniat untuk melakukan keahlian terbaik mereka: ada turnamen eSport yang harus dimenangkan dan bendera Merah Putih yang ingin dikibarkan. Continue reading Wakili Indonesia di Asia Pasifik, NXL Menangkan Turnamen BenQ CS:GO League 2014→