Tag Archives: Coursera

Platform edtech asal Amerika Serikat Coursera menyeriusi bisnis di Indonesia, terjemahkan 2.000 kursus berbahasa Indonesia dan fitur AI

Strategi Coursera Gali Peluang Edtech di Indonesia

Platform edtech asal Amerika Serikat, Coursera, menyeriusi peluang pembelajaran online di Indonesia, ditandai dengan peluncuran konten yang sudah diterjemahkan dan fitur berbasis kecerdasan buatan (AI) berbahasa Indonesia untuk membuat pembelajaran jadi lebih personal dan interaktif. Pertumbuhan pengguna yang tinggi dan prospek pekerja digital yang menjanjikan menjadikan pertimbangan mereka untuk berinvestasi lebih di negara ini.

Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta pada hari ini (16/8), CEO Coursera Jeff Maggioncalda menyampaikan, misi perusahaan adalah menyediakan akses pembelajaran kelas dunia yang setara untuk semua level pendidikan. Ambisi tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan kekuatan AI untuk menjembatani kesenjangan bahasa.

“Dengan lebih dari 2.000 kursus yang diterjemahkan oleh AI yang kini tersedia dalam Bahasa Indonesia, para pembelajar di Indonesia memiliki kesempatan yang belum pernah ada sebelumnya untuk mengakses para pengajar terbaik di dunia untuk mengembangkan keterampilan dalam menyongsong masa depan digital,” terangnya.

Menurutnya dari berbagai hasil laporan yang dia kutip, keterampilan digital punya korelasi yang penting dengan hasil ekonomi suatu negara. Diestimasi pekerja digital akan menyumbangkan $303,4 miliar terhadap PDB Indonesia pada 2030 mendatang. Disebutkan pula, pekerja Indonesia dengan keterampilan digital tingkat apapun mampu mendapatkan gaji hampir dua kali lipat (193%) dari pekerja yang tidak menggunakan keterampilan di tempat kerja.

“Karena kehadiran AI generatif mengubah semua jenis pekerjaan dapat tergeser. Padahal sebelumnya, pekerjaan dengan tingkat pendidikan formal rendah saja yang terpapar risiko dari digitalisasi.”

Berikut adalah sejumlah inisiatif dan fitur-fitur baru yang diluncurkan di Indonesia:

  1. Lebih dari 2.000 kursus tersedia dalam Bahasa Indonesia, termasuk beberapa kursus paling populer di Indonesia. Pengguna dapat mengakses bacaan kursus, subtitle video perkuliahan, kuis, penilaian, instruksi peer review, dan petunjuk diskusi, yang semuanya berbahasa Indonesia. Pada tahap awal, seluruh konten di atas baru bisa diakses oleh pelanggan bisnis dan pemerintah. Untuk pengguna individu baru akan dibuka sebelum tutup akhir tahun ini.
  2. Cousera Coach (beta) untuk pelanggan Coursera Plus. Ini adalah asisten pembelajaran virtual berbasis AI generatif yang memberikan umpan balik yang dipersonalisasi, menjawab pertanyaan, dan merangkum video kuliah dan sumber daya. Coursera Coach akan mendukung pembelajaran dengan interaksi dalam bahasa lokal.
  3. Coursera ChatGPT Plugin, menyediakan penemuan yang dipersonalisasi secara lebih baik di seluruh katalog Coursera. Tools ini memungkinkan pembelajar yang menggunakan GPT-4 secara lebih cepat merekomendasikan konten dan kredensial untuk membantu mereka mengembangkan keterampilan dalam mata pelajaran atau bidang karier tertentu.
  4. AI-Assisted Course Building. Mengacu pada arahan dari penulis manusia, perangkat pembuat kursus yang didukung AI ini akan menghasilkan konten secara otomatis, termasuk struktur kursus, deskripsi, bacaan, tugas, dan glosarium. Perusahaan dan kampus dapat menggunakannya untuk penulisan pribadi, menggunakan pakar internal mereka untuk membuat kursus khusus dan memadukannya dengan konten yang direkomendasikan dari mitra yang berpartisipasi di Coursera. Untuk sementara fitur tersebut masih dalam tahap uji coba dengan beberapa pelanggan terpilih.
  5. Aplikasi Coursera dapat dioptimalkan untuk konsumsi data yang rendah. Pasalnya, sebanyak 49% pembalajar menggunakan perangkat seluler untuk mengakses Coursera. Pelajar dapat mengunduh kursus, sinkronisasi kemajuan dan kuis, membuat catatan dengan meng-highlight pada bagian yang penting, dan sinkronisasi kalender.

Perkembangan Coursera di Indonesia

Maggioncalda menyampaikan, dalam proses menerjemahkan konten ke berbagai bahasa, perusahaan memanfaatkan kemitraan dengan perusahaan-perusahaan global ahli dibidang AI, seperti Google, AWS, DeepAI. Langkah ini sekaligus dalam rangka mengurangi ongkos perusahaan dalam melokalisasi konten-kontennya.

Dia pun membandingkan, per satu kursus bila diterjemahkan ke dalam satu bahasa saja bisa memakan biaya hingga $13 ribu. Kini ongkos yang dikeluarkan berkisar $20-$25 saja. Selain Bahasa Indonesia, perusahaan telah menerjemahkan ke enam bahasa lainnya, yakni Spanyol, Arab, Portugis, Perancis, Jerman, dan Thailand.

“Tidak ada jalan menuju kesempatan yang lebih baik daripada pendidikan. Tetapi jutaan orang di seluruh dunia menghadapi kendala bahasa, yang mencegah mereka mengakses pengetahuan. Bagi mereka yang tidak berbicara bahasa Inggris, masih banyak informasi dunia belum terakses. Teknologi dan AI akan memainkan peran penting dalam dunia pengetahuan karena membuat [pendidikan] bisa diakses secara merata.”

Walau perusahaan menyeriusi bisnisnya di Indonesia, namun tim yang didedikasikan untuk mengembangkannya berlokasi di seluruh dunia. Kendati demikian, perusahaan juga punya beberapa orang lokal yang direkrut di sini. “Kami menerapkan WFA, jadi 250 tim kami di seluruh dunia bekerja sama untuk mengembangkan seluruh bisnis Coursera.”

Disebutkan, pengguna Coursera di Indonesia mencapai lebih dari 1,4 juta pengguna (tumbuh 34% YoY) dan 2,2 juta pengguna terdaftar (tumbuh 21% YoY) per Juni 2023. Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai pasar terbesar kelima untuk Coursera di Asia Pasifik dan terbesar kedua di Asia Tenggara.

Secara total di pasar global, Coursera digunakan oleh lebih dari 129 juta pengguna dan 255 juta pengguna terdaftar per Juni 2023. Pasar terbesar perusahaan secara berturut-turut adalah Amerika Serikat, India, Meksiko, Brazil, dan Tiongkok.

Terkait demografi pengguna Coursera di Indonesia, hampir berimbang namun sedikit didominasi oleh kaum laki-laki (51%) dibandingkan perempuan (49%). Rata-rata usia penggunanya adalah 29 tahun, sementara di pasar global rata-rata pengguna berusia 32 tahun.

Adapun untuk tren konten yang paling banyak dipelajari sebenarnya selaras dengan preferensi belajar global. Namun, selain mempelajari keterampilan terkini, para pengguna juga menaruh fokus yang tinggi pada keterampilan bahasa dan pengembangan diri.

Konten kursus tersebut di antaranya:

  • First Step Korean dari Universitas Yonsei
  • English for Career Development dari University of Pennsylvania
  • Virtual Agent Development in Dialogflow CX for Software Devs dari Google Cloud
  • Foundations: Data, Data, Everywhere dari Google Cloud
  • Fondasi: Data, Data, Di Mana Saja dari Google
  • Dasar-Dasar Dukungan Teknis dari Google
  • Ask Questions to Make Data-Driven Decisions dari Google
  • Prepare Data for Exploration dari Google
  • Seluk Beluk Jaringan Komputer dari Google
  • Learning How To Learn dari Deep Teaching Solution

Tidak hanya pengguna individual, solusi Coursera juga diarahkan untuk pengguna dari kalangan bisnis, universitas, dan pemerintahan. Dipaparkan, pengguna Coursera for Business kini mencapai 29 perusahaan, beberapa nama besarnya adalah Bank Mandiri, BRI, Telkom Indonesia, Pelindo, Bank BTPN, dan lainnya.

Selanjutnya, Coursera untuk Kampus kini digunakan oleh 35 universitas, yakni Universitas Katolik Atma Jaya, Universitas Indonesia, President University, dan Universitas Telkom.

Application Information Will Show Up Here
Program kartu prakerja punya landasan yang baik. Namun urgensi serta kualitas pelatihan membuat program ini dipertanyakan efektivitasnya.

Mempertanyakan Efektivitas Kelas-kelas Daring Program Kartu Prakerja

Program kartu prakerja adalah salah satu kebijakan pemerintah yang paling mencuat selama pandemi Covid-19 berlangsung. Program ini awalnya dibuat murni untuk penduduk usia muda yang butuh kemampuan tambahan agar sesuai kebutuhan kerja. Komposisi pelatihan ini awalnya dirancang dilakukan secara tatap muka dan daring.

Namun wabah menempatkan pemerintah ke posisi dilematis sehingga mengubah komposisi tersebut menjadi sepenuhnya pelatihan daring dengan tambahan insentif tunai kepada peserta. Sejak program berlangsung, kritik meluncur deras terhadapnya. Selain dianggap tak tepat secara momentum, efektivitas program ini pun dipertanyakan.

Program kartu prakerja ini menggandeng sejumlah perusahaan digital mulai dari Ruangguru, MauBelajarApa, Sisnaker, Tokopedia, Bukalapak, HarukaEdu, PijarMahir, dan Sekolah.mu. Dari delapan mitra itu, hanya Sisnaker dan PijarMahir yang tercatat sebagai penyelenggara pelatihan dari pemerintah. Keberadaan nama-nama perusahaan teknologi sebagai penyelenggara lantas tak otomatis membuat seluruh konten di dalam program tersebut berkualitas.

Konten-konten ganjil

Ada beberapa konten pelatihan yang dinilai cukup absurd oleh banyak orang. Kesampingkan dulu soal urgensi program ini, sejumlah kelas pelatihan malah cenderung memperlihatkan program ini hanya hanya untuk mencari cuan semata.

Kita bisa menengok paket pelatihan ojek online yang dihargai Rp1 juta oleh SkillAcademy milik Ruangguru. Paket ini mencakup kelas perencanaan keuangan, teknik pelayanan, percakapan bahasa Inggris, teknik mengelola stres, hingga manajemen waktu agar lebih produktif dalam bekerja. Kelas-kelas tersebut dinilai mengada-ada ketika mayoritas gig worker seperti pengemudi transportasi online tak bisa lagi mengaspal karena minimnya permintaan.

Pelatihan lain yang tak kalah absurd seperti kelas membuat kroket ayam keju dari MauBelajarApa. Kelas seperti ini dihargai Rp400 ribu. Yang satu ini begitu absurd sehingga konten-konten memasak gratis ala Sobat Dapur dan William Gozali di YouTube seakan tak pernah ada.

Handini (25) merupakan salah satu peserta yang berhasil diterima dalam kebijakan kartu prakerja ini. Ia memilih paket sukses kerja sampingan dari SkillAcademy senilai Rp1 juta. Handini mengaku kecewa akan materi pelatihannya karena levelnya sangat basic. Hal itu jauh dari harapannya dari video pelatihan dengan banderol sebesar itu.

“Pelatihannya basic banget. Sepertinya saya bisa banyak menemukannya juga di beberapa situs lain secara gratis,” aku Handini.

Kedangkalan materi juga dirasakan oleh Anjas (21). Pemuda asal Depok ini mengambil paket pelatihan bahasa Inggris untuk menambah modal keahliannya ketika nanti kembali bekerja di industri perhotelan. Meskipun kualitas konten cukup baik, Anjas merasa jumlahnya jauh dari cukup. Ia pun berharap jumlah bantuan tunai dari program ini dapat lebih besar dari Rp600.000.

“Karena kalau lagi seperti ini yang lebih dibutuhkan tunainya dan skema jadwal pencairan dana insentifnya jangan terlalu lama,” tukas Anjas.

Aplikator terlalu diuntungkan

Kritik atas kebijakan kartu prakerja ini memang banyak. Namun sedikit yang dapat menerjemahkannya sebagai solusi alternatif. Muhammad Faiz Ghifari mungkin salah satunya. Pendiri startup Bubays ini punya tiga alasan mengkritik keberadaan kebijakan kartu prakerja. Pertama karena dana Rp5,6 triliun dari APBN untuk program ini kurang tepat ketika banyak kebutuhan lebih mendesak selama pandemi berlangsung.

Kritik kedua Faiz adalah label harga pelatihan di program ini. Faiz membandingkan program ini dengan kelas-kelas daring dari Coursera, edX, hingga Udacity yang sama sekali tak memungut biaya alias gratis. Ia ragu kualitas konten berbayar seperti di program kartu prakerja lebih baik dari kelas-kelas daring yang ia sebut tadi. “Saya pernah ambil course di beberapa startup platform yang bekerja sama dengan prakerja dan jujur cukup kecewa, materinya benar-benar seperti satu arah dan ceramah, padahal di edX/Coursera/Udacity forumnya sangat hidup,” ujar Faiz.

Kedua poin kritik di atas kemudian berujung pada timpangnya insentif yang diperoleh yang diterima oleh mitra penyelenggara dengan para peserta. Berbekal produksi video rekaman yang ia yakini sekitar Rp20 jutaan saja, Faiz meyakini mitra platform digital terlalu diuntungkan dalam kasus ini. Maka dari itu, Faiz dan seorang kawannya menciptakan inisiatif Gratisin Belajar. Padahal menurutnya tujuan kartu prakerja adalah mempersiapkan pekerja hingga benar-benar diterima industri, yang mana tak dilakukan oleh para mitra penyelenggara.

“Jadi di Gratisin Belajar kami coba cover tiga poin tersebut. Kita buat gratis, berkualitas, dan align antara kami sebagai platform dan industri,” ujar Faiz.

Tiba di momen yang salah

Meski menuai banyak kritik, kebijakan kartu prakerja bukannya sama sekali salah. Baik Anjas, Handini, maupun Faiz sama-sama menangkap niat baik dari program ini. Hanya saja eksekusi yang diburu-buru dan sensitivitas akan urgensi yang keliru membuat citra program ini lebih seakan blunder semata.

Jumlah pendaftar yang sudah lebih dari 9 juta orang mencerminkan sambutan masyarakat terhadap kebijakan ini. Anggaran pemerintah yang disedot pun membengkak pun membengkak menjadi Rp20 triliun untuk mengakomodasi jutaan peserta.

Kebijakan kartu prakerja ini memang salah satu agenda besar Presiden Joko Widodo di periode kedua menjabat. Kondisi darurat membuat pemerintah mengutak-atik program ini agar penyaluran insentif tunai bisa lebih besar dari rencana awal yang hanya Rp550.000.

Hal ini tak bisa menjadi alasan bagi pemerintah dan penyelenggara atas buruknya kualitas konten pelatihan serta nihilnya tolok ukur keberhasilan program ini.

“Bagaimana bisa mengukur program ini efektif atau enggak? Misalnya dari 160 ribu orang yang lolos tahap pertama, berapa persen yang bisa mendapatkan kesempatan kerja karena skill-nya ter-update?” ucap Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda (Hipmi) Ajib Hamdani seperti dikutip dari Tempo.

Google Luncurkan Kursus Online Gratis Bagi yang Tertarik Mengembangkan Konten AR

Awalnya lebih terkesan gimmicky ketimbang fungsional, augmented reality (AR) sekarang telah menjadi bagian penting dalam ekosistem digital. Ikea menggunakannya untuk menyimulasikan pengalaman berbelanja furniture dari kediaman masing-masing, Lego memanfaatkannya guna melengkapi lini mainannya, sedangkan Facebook memakainya untuk keperluan pemasaran.

Maka dari itu, tidak heran apabila ada banyak orang yang tertarik mendalami soal AR, mungkin mereka sebatas tertarik dengan cara kerjanya, atau malah ingin bergabung dalam komunitas kreator. Agar semua bisa berpartisipasi, Google merasa perlu mengambil tindakan.

Bekerja sama dengan Coursera, Google menghadirkan kursus online bernama “Introduction to Augmented Reality and ARCore”. ARCore, bagi yang tidak tahu, adalah platform AR yang digunakan di ekosistem Android. Dengan mengikuti dan menyelesaikan kursus ini, Anda pada dasarnya siap untuk menciptakan konten AR buat jutaan pengguna Android.

Secara total kursusnya dapat diselesaikan dalam waktu 15 jam saja, dan semuanya bisa diikuti tanpa harus mengeluarkan biaya satu sen pun. Target pelajar yang dituju adalah mereka yang belum pernah punya pengalaman mengembangkan konten AR. Sebatas tahu mengenai perkembangan AR – seperti saya contohnya – tentu saja bakal menjadi nilai plus.

Selain dasar-dasar teknologi AR, kursus ini juga bakal membahas teknik-teknik pembuatan konten AR, termasuk halnya tips memanfaatkan development kit ARCore dan alat bantu seperti Poly. Kalau tertarik, Anda bisa langsung mengujungi situs Coursera. Pastikan Anda sudah lebih dulu mendaftarkan akun sebelum mengikuti kursusnya.

Sumber: Google.

Aplikasi Android Pilihan 28 September – 4 Oktober 2015

Seperti biasa di akhir pekan TRL kembali hadirkan kolom aplikasi Adroid pilihan yang berisikan daftar-daftar aplikasi berfungsi menarik dan serba guna. Minggu ini ada 5 aplikasi yang menarik perhatian redaksi, di antaranya adalah:

Continue reading Aplikasi Android Pilihan 28 September – 4 Oktober 2015