Tag Archives: credit scoring

(Ki-ka) Pendiri dan CEO SkorLife Ongki Kurniawan, Pendiri dan COO SkorLife Karan Khetan

Skorlife Raih Pendanaan Awal Senilai Rp59,5 Miliar Dipimpin Hummingbird Ventures

Startup pengecekan skor kredit Skorlife hari ini (24/05) mengumumkan pendanaan tahap awal senilai $4 juta atau lebih dari Rp59,5 miliar dipimpin oleh Hummingbird Ventures. Turut berpartisipasi dalam putaran ini investor baru QED Investors, serta investor terdahulu AC Ventures dan Saison Capital.

Rencananya, Skorlife akan menggunakan dana segar yang baru didapat ini untuk mengembangkan produk, memperluas tim, meningkatkan penetrasi pasar, dan mendorong pertumbuhan perusahaan secara umum. Sebelumnya, perusahaan sempat mengumumkan perolehan dana tahap pra-awal lebih dari Rp32,8 miliar pada September 2022 lalu.

Didirikan oleh para veteran terkemuka di ekosistem teknologi lokal, Ongki Kurniawan dan Karan Khetan, SkorLife menawarkan pembangunan kredit bagi individu untuk mengakses dan memantau skor dan laporan kredit mereka serta data terkait lainnya dari biro kredit secara instan dan gratis.

Sebagai salah satu pionir layanan credit builder di Indonesia, Skorlife mencoba mengatasi masalah akses terbatas terhadap kredit yang adil di Indonesia dengan menyediakan pendidikan kredit, alat untuk meningkatkan kredit, dan mempromosikan pinjaman yang bertanggung jawab.

Co-founder dan President SkorLife Karan Khetan menjelaskan, “Dengan dana yang kami peroleh, SkorLife siap untuk mempercepat misinya dalam mempromosikan pinjaman yang bertanggung jawab dan praktik kredit yang adil di Indonesia. Kami berkomitmen untuk mendorong literasi keuangan di kalangan individu dan komunitas.”

Skorlife mengungkap bahwa Indonesia memiliki peluang pasar mencapai $185 miliar yang akan terus berkembang. Namun, warga negara ini masih memiliki keterbatasan akses terhadap kredit yang adil disebabkan oleh pengetahuan terbatas pasar mengenai bagaimana kredit berfungsi, dan bagaimana menjadi peminjam yang bertanggung jawab.

Perusahaan mengklaim, ketika masyarakat memiliki pemahaman yang lebih jelas tentang profil kredit mereka, maka mereka akan berusaha untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan kelayakan kredit dan reputasi keuangan mereka. Hal ini akan memberikan mereka akses ke peluang kredit yang lebih adil, serta bermanfaat bagi masyarakat secara umum dalam jangka panjang.

Founder dan Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, “SkorLife merevolusi pasar Indonesia dengan mengatasi masalah nyata mengenai ketimpangan keuangan, dan AC Ventures dengan bangga menjadi investor awal dan mitra generasional perusahaan ini. Melalui misi untuk membawa keadilan dan kebebasan keuangan ke pasar, SkorLife membuka jalan bagi masa depan yang lebih inklusif dan sejahtera bagi semua masyarakat Indonesia.”

Layanan skoring kredit di Indonesia

Di Indonesia, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk pengecekan skor kredit. Pertama, Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) sebagai Biro Kredit Konvensional. Selain itu, bisa melalui BI Checking, yang sekarang sudah berubah menjadi Informasi Debitur (iDEB) atau Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).

Data yang digunakan di sini utamanya bersumber dari basis data bank atau lembaga finansial lainnya. Namun, seiring perkembangan layanan fintech di Indonesia, industri perbankan juga mulai terbuka memanfaatkan sumber data alternatif demi memperluas jangkauannya ke segmen masyarakat unbankable dan UMKM.

Dengan begitu, penyelenggara fintech melalui model bisnis Innovative Credit Scoring (ICS) juga mencoba menyediakan solusi serupa dengan memanfaatkan sumber data alternatif yang tidak terbatas pada rekening bank. Contohnya, data belanja daring, data telekomunikasi, juga rekam jejak di media sosial dapat menjadi sumber alternatif.

Terkait regulasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membuat klaster khusus bernama Innovative Credit Scoring (ICS) sebagai penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD). Per Mei 2023, sudah ada 20 perusahaan yang tercatat dalam klaster credit scoring. Untuk Skorlife saat ini masih tercatat di klaster financial planner.

Beberapa layanan pengecekan skor yang juga beroperasi di Indonesia termasuk IdFintechScore yang diluncurkan AFPI dan PEFINDO, layanan CredoLab yang memanfaatkan metadata perangkat mobile, Tokoscore yang terafiliasi dengan Tokopedia, anak perusahaan Investree, AIForesee, dan Ascore.ai yang disediakan oleh layanan P2P Lending Amartha.

Application Information Will Show Up Here
Stratup Credit Scoring

Mendorong Inklusi Keuangan Lewat Inovasi Credit Scoring

Proses credit scoring atau penilaian kelayakan kredit merupakan tahapan yang esensial dalam pengajuan kredit baik itu oleh individu atau UMKM. Proses ini dilakukan dengan memeriksa dan menganalisis berbagai berkas pendukung, seperti slip gaji, laporan pajak, bukti pembayaran, rekening koran, hingga verifikasi lapangan.

Pada umumnya, pengecekan skor kredit dapat dilakukan melalui BI Checking, yang sekarang sudah berubah menjadi Informasi Debitur (iDEB) atau Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Data tersebut biasanya menyangkut rekam jejak debitur dari ragam transaksi sebelumnya yang bersumber dari basis data bank atau lembaga finansial lainnya.

Berbekal informasi yang didapat, institusi finansial dapat menentukan apakah calon nasabah bisa mendapatkan layanan kredit yang dimiliki atau tidak. Bahkan secara lebih mendetail, penyedia layanan kredit juga bisa menentukan berapa besar nilai kredit maksimal yang akan diberikan didasarkan kemampuan dari calon nasabah tersebut.

Seiring berkembangnya inovasi digital, penyelenggara fintech melalui model bisnis Innovative Credit Scoring (ICS) mencoba menyediakan solusi serupa dengan memanfaatkan sumber data alternatif yang tidak terbatas pada rekening bank. Contohnya, data belanja daring, data telekomunikasi, juga rekam jejak di media sosial dapat menjadi sumber alternatif.

Berbagai data alternatif ini digunakan untuk meningkatkan akurasi penilaian kredit. Pasalnya, saat ini masih cukup banyak penduduk Indonesia yang membutuhkan layanan kredit namun belum memiliki data kredit yang layak. Industri perbankan juga mulai terbuka memanfaatkan sumber data alternatif demi memperluas jangkauannya ke segmen masyarakat unbankable dan UMKM.

Menjangkau segmen unbankable

Data Bank Dunia menunjukkan, ada 97,74 juta orang atau setara dengan 48% dari populasi dewasa di dalam negeri masuk kategori unbanked. Jumlah ini merupakan yang terbesar keempat di dunia, di bawah India, China, dan Pakistan. Angka ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki potensi yang sangat besar untuk bisa berkembang.

Salah satu agenda besar yang ingin dicapai oleh Pemerintah adalah meningkatkan indeks inklusi keuangan masyarakat sebesar 90% di tahun 2024. Kehadiran fintech Innovative Credit Scoring saat ini diharapkan dapat menjadi enabler yang memfasilitasi masyarakat, terutama yang belum tersentuh oleh layanan perbankan, untuk mendapatkan pendanaan bagi kegiatan usahanya.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Yohanes Arts Abimanyu selaku President Director dan CEO Pefindo Biro Kredit mengungkapkan, “Khususnya bagi masyarakat yang unbankable, alternative score menjadi solusi dalam hal tidak tidak tersedianya data kredit atau bisa juga digunakan untuk melengkapi scoring berbasis data kredit yang sudah ada,” lanjutnya.

Metodologinya pun terus berkembang, misalnya yang dilakukan Pefindo bersama XL Axiata dalam produk IdTelcoScore, mereka merilis produk penilaian alternatif memanfaatkan nomor seluler pengguna XL Axiata untuk menganalisis kelayakan kredit debitur.

Di Indonesia sendiri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membuat klaster khusus bernama Innovative Credit Scoring (ICS) sebagai penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD). Per September 2022, sudah ada 19 perusahaan yang tercatat dalam klaster credit scoring.

PT Finantier Teknologi Indonesia menjadi yang terakhir mendapat lisensi ini pada 2021 silam. Platform ini menyediakan solusi open finance dengan infrastruktur teknologi berbasis API yang dapat dimanfaatkan fintech untuk menghadirkan layanan keuangan inklusif. Produknya adalah credit scoring teregulasi yang dapat dimanfaatkan institusi keuangan digital dalam menunjang layanan pinjaman dengan memastikan kelayakan calon nasabah.

Pemain lainnya yang lebih dulu terdaftar CredoLab beroperasi dengan membaca data di smartphone untuk menghasilkan skor perilaku pengguna. Selanjutnya data tersebut diolah untuk memperkirakan kemungkinan gagal bayar. Metadata di perangkat diakses secara anonim, dengan tetap menjamin privasi.

Salah satu pemain baru yang bergerak di sektor ini adalah SkorLife. Menggunakan pendekatan yang sedikit berbeda, perusahaan memiliki posisi yang unik karena membangun apa yang disebut dengan pemangku kepentingan sebagai “pembangun kredit” di bidang kredit konsumer.

Mereka melihat di Indonesia, sebagian besar bank dan lembaga keuangan lainnya masih bertumpu pada “kelayakan pendapatan” daripada kelayakan kredit untuk memutuskan apakah mereka dapat menawarkan kredit kepada peminjam atau tidak.

Untuk mengatasi hal ini, SkorLife bertujuan memberikan kontrol kembali kepada konsumen dengan membuat mereka mengambil peran lebih aktif dalam membangun dan mempertahankan nilai kredit mereka.

CEO SkorLife, Ongki Kurniawan juga mengungkapkan, “Melalui layanan kami, calon kreditur akan dapat membangun dan meningkatkan profil kredit mereka dengan fitur-fitur seperti tip dan saran yang dipersonalisasi. Kami juga akan membantu membawa lebih banyak pengguna NTC (New to Credit),”

Mendukung bisnis fintech

Terkait pemanfaatan layanan credit scoring, fintech lending atau P2P lending adalah salah satu jenis fintech yang akan secara intensif memanfaatkan layanan ini. Dalam proses kerjanya, mereka membutuhkan proses penilaian kelayakan yang cepat untuk memberikan umpan balik sesegera mungkin setelah pengguna melakukan pengajuan.

Belum lama ini, layanan marketplace microfinance Amartha meluncurkan inisiatif terbarunya Ascore.ai, alternatif skoring kredit yang dibangun di atas lebih dari 1 juta database mitra pengusaha ultra mikro Amartha selama tujuh tahun terakhir. Solusi ini menargetkan pangsa pasar institusi dan individu.

Selain itu juga ada AIForesee yang belum lama ini diperkenalkan sebagai anak perusahaan baru dari Investree. Perusahaan menyediakan platform penilaian kredit alternatif untuk mendukung penyaluran pinjaman produktif ke UMKM. Platform ini beroperasi menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan data alternatif yang dimiliki oleh ekosistem.

Selain dapat dimanfaatkan UMKM untuk bisa mendapat akses kredit, dan P2P lending untuk mendukung bisnis pembiayaan, innovative credit scoring juga bisa dimanfaatkan untuk e-commerce dalam rangka mendorong digitalisasi UMKM dan jasa keuangan memberi proteksi asuransi, serta akses bagi perusahaan pembiayaan.

Salah satu contohnya adalah Tokoscore yang sudah terafiliasi dengan platform Tokopedia. Saat ini, pihaknya berupaya membantu menjawab masalah yang dihadapi pemberi pinjaman. Terutama, ketika mereka menerima pengajuan kredit dari tiga kelompok masyarakat unbankable, namun kesulitan menilai credit risk karena tidak menemukan data historis mereka di biro kredit.

Perusahaan baru saja meluncurkan produk terbaru, yaitu”Income Prediction” memungkinkan prediksi nilai pendapatan dari calon peminjam untuk membantu para mitra strategis di industri keuangan, seperti bank atau fintech, dengan menilai kapasitas dari para calon peminjam. Selain itu ada “Fraud Flags” yang memberikan informasi jika calon peminjam memiliki aktivitas atau perilaku mencurigakan di platform e-commerce.

Terkait isu keamanan data, penyelenggara fintech innovative credit scoring (Fintech ICS) pada tahun 2021 lalu telah meluncurkan kode etik (Code of conduct) yang disusun oleh Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dan Kelompok Kerja (Pokja). Kode etik ini diharapkan bisa mendorong penyelenggara lebih bertanggung jawab, meningkatkan kepercayaan konsumen, serta turut berkontribusi dalam inklusi keuangan di Indonesia.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bersama PT PEFINDO Biro Kredit meluncurkan produk skoring IdFintechScore

AFPI dan PEFINDO Luncurkan “IdFintechScore” untuk Perkuat Skoring Lending

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dan PT PEFINDO Biro Kredit meluncurkan produk skoring IdFintechScore untuk memperkuat mitigasi risiko kredit konsumtif di industri fintech lending. IdFintechScore melengkapi opsi skoring kredit yang dipakai di industri, bukan menjadi standar baru bagi para pelaku fintech lending.

Ketua Umum AFPI sekaligus CEO dan Co-Founder Investree Adrian Gunadi mengatakan asosiasi memaksimalkan kolaborasi dengan sejumlah ekosistem pendukung industri fintech lending. Kali ini, pihaknya berkolaborasi dengan PEFINDO untuk memperkuat industri, khususnya mitigasi risiko terkait skoring kredit.

“Keberadaan IdFintechScore diharapkan memperkuat industri fintech lending dari kredit macet, di mana saat ini AFPI juga sudah memiliki Fintech Data Center (FDC). Kami harap ini dapat meningkatkan kualitas pinjaman, khususnya borrower yang memiliki credit scoring yang baik,” ujar Adrian saat peluncuran IdFintechScore di Yogyakarta, Selasa (13/12).

Direktur Utama PEFINDO Biro Kredit IdScore Yohanes Arts Abimanyu menuturkan, fintech lending di sektor konsumtif saat ini bisa membidik peluang penyaluran pinjaman yang lebih tinggi lagi dengan memanfaatkan skoring kredit yang didesain khusus sesuai karakteristik bisnisnya. Hasil analisis akan lebih spesifik, akurat, dan tajam guna menjaga kualitas portofolio pinjaman sekaligus membuka potensi bisnis ke depan.

Yohanes melanjutkan, keunggulan IdFintechScore terletak pada scoring model yang menggunakan parameter dan variabel spesifik untuk mendalami karakter peminjam, seperti payment behaviour, recent over-indebtedness, dan tingkat utilisasi fasilitas yang dimiliki.

“Terlebih bisnis fintech lending terutama sektor konsumtif memiliki karakteristik yang berbeda dengan pinjaman konvensional di perbankan. Perbedaan itu mencakup sisi fitur dan jenis produk, segmen dan target pasar, pengukuran risiko termasuk tingkat kolektibilitas borrower,” terangnya.

Oleh karena itu, untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan credit scoring di lingkungan fintech lending, perlu penyesuaian scoring model guna mempertajam akurasi. Dengan begitu, hasil analisis dapat sesuai dengan risk appetite, proses bisnis, dan segmen pasar.

Dihubungi terpisah oleh DailySocial.id, Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan IdFintechScore ditujukan untuk mendukung manajemen risiko dalam bentuk sistem scoring khusus industri P2P lending. Namun, produk ini akan menjadi opsi dari banyak pilihan penyedia jasa skoring kredit yang ada di Indonesia untuk digunakan oleh pelaku fintech lending.

“Penyedia jasa scoring kan memang ada beberapa. Ini bagus untuk industri, sehingga tersedia beberapa pilihan,” kata Sunu.

Industri skoring kredit

Potensi bisnis ini di Indonesia begitu menjanjikan, mengingat masih besarnya populasi unbankable ketimbang bankable. Berkaitan dengan itu, sejumlah pemain teknologi memanfaatkan sumber data alternatif yang mereka kumpulkan sebagai cara baru dalam menganalisis kelayakan kredit seseorang. Mereka ada yang datang dari pemain fintech, ada juga dari segmen e-commerce.

Dari ranah e-commerce, ada Tokopedia dengan anak usahanya Tokoscore. Perusahaan ini meluncurkan dua produk bernama “Income Prediction” dan “Fraud Flags”. Tokopedia merupakan salah satu pemimpin di industri e-commerce di Indonesia. Menurut data iPrice, rata-rata pengunjung bulanan laman Tokopedia mencapai 157,2 juta pada kuartal I 2022. Angka tersebut naik 5,1% dari kuartal IV 2021 yang tercatat 149,6 juta kunjungan.

Data yang besar ini dapat diolah untuk fungsi yang baik, salah satunya mempermudah perusahaan keuangan dalam menilai kelayakan seseorang sebelum menerima kredit. Data-data alternatif yang digunakan Tokoscore untuk membentuk penilaian, di antaranya nilai jual-beli barang di Tokopedia, relevansi wishlist & kategori produk yang dibeli dengan kebutuhan pinjaman, perbincangan dengan toko, jumlah perangkat, dan banyak lagi.

Data tersebut dianalisis dengan teknologi AI dan algoritma machine learning untuk memperoleh analisis profil risiko calon peminjam.

Selanjutnya, ada Amartha yang meluncurkan Ascore.ai, layanan serupa yang ditargetkan untuk pengguna individu dan institusi. Platform skoring Amartha dibangun di atas lebih dari satu juta database mitra pengusaha ultra mikro yang ada di ekosistemnya selama tujuh tahun terakhir.

Lalu, SkorLife menawarkan aplikasi untuk mengakses dan memantau nilai kredit, laporan kredit, dan data relevan lainnya dari biro kredit nasional. Selain itu, sejumlah perusahaan juga tawarkan solusi serupa, misalnya Finantier, Pefindo Biro Kredit, CredoLab, Fineoz, Advance.ai, dan lain-lain.

Investree Memperkenalkan “AIForesee” dan “Sahabat Bisnis”

Menandai tujuh tahun berdiri, Investree Group memperkenalkan Sahabat Bisnis dan AIForesee untuk memperkuat penilaian kredit (credit scoring) dalam mendukung penyaluran pinjaman bagi pelaku UMKM.

AIForesee dan Sahabat Bisnis berada di bawah naungan Investree Singapore Pte Ltd yang memiliki fokus berbeda dengan induk usaha. AIForesee menyediakan platform penilaian kredit alternatif untuk mendukung penyaluran pinjaman produktif ke UMKM.

Platform ini ingin mendorong pelaku UMKM untuk memahami skor kredit mereka sebelum mengajukan pinjaman ke lembaga jasa keuangan, termasuk platform pembiayaan. Layanan ini sudah tercatat di OJK sebagai penyelenggara Inovasi Keuangan Figital (IKD).

AIForesee menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan data alternatif yang dimiliki oleh ekosistem. Beberapa variabel yang dinilai, antara lain kesehatan finansial yang dapat diproyeksikan dari rerata pendapatan dan keseluruhan omset, perilaku pembayaran yang diindikasikan dan perilaku ketepatan pembayaran tagihan, serta hubungan bisnis dengan pelanggan, jumlah supplier, dan tren media sosial.

Sementara, Sahabat Bisnis (SABI) merupakan platform lending-as-a-service (LaaS) yang menyediakan akses pinjaman terintegrasi ke Usaha Mikro dan Kecil (UMK). SABI ingin menjembatani ekosistem UMK yang membutuhkan dukungan modal dengan lembaga pembiayaan.

SABI juga memfasilitasi business health check untuk memeriksa ‘kesehatan’ bisnis pelaku UMK dan penilaian kredit. Kolaborasinya dengan AIForesee dalam ekosistem Investree Grup menjadi bentuk penguatan inisiatif dalam memberikan solusi bisnis terpadu bagi UMKM.

Co-founder sekaligus CEO Investree Indonesia dan Investree Group Adrian Gunadi meyakini pertumbuhan tidak akan terjadi tanpa adanya kolaborasi. Ini salah satu yang menjadi fokus utama perusahaan sejak awal berdiri melalui penguatan kolaborasi dengan berbagai ekosistem agar lebih berdampak terhadap pelaku UMKM.

Selain lending, perusahaan juga membangun, berinvestasi langsung, atau membuat perusahaan patungan bersama mitra yang ahli di bidangnya. Beberapa hasil kolaborasi Investree, termasuk e-procurement (Mbiz, Garuda Financial, dan Pengadaan.com), e-invoicing (billtree), payment (OY!), serta paylater B2B (Andalin).

Perjalanan Investree

Dalam kesempatan ini, perusahaan turut memaparkan pertumbuhan bisnis yang positif terkait penyaluran pinjaman kepada pelaku UMKM kreatif di Indonesia. Chief Sales Officer Investree Salman Baharuddin menyebut mayoritas peminjam datang dari sektor kreatif, di mana pinjaman yang telah disalurkan di 2022 sebesar Rp1,290 triliun.

“Sejak 2015 sampai sekarang, total angka pinjaman tersalurkan di sektor ini sebanyak Rp1,636 triliun kepada 327 peminjam. Bidang usahanya bermacam-macam, mulai dari agensi periklanan dan digital, rumah produksi, konsultan kreatif, mode, hingga makanan-minuman”, tambahnya.

Hingga Oktober 2022, Investree berhasil membukukan catatan total fasilitas pinjaman Rp15,6 triliun dan nilai pinjaman tersalurkan Rp12,14 triliun dengan rata-rata tingkat imbal hasil +16.3 p.a. dan rata-rata TKB90: 97,3%.

Presiden Joko Widodo menargetkan ekonomi digital daat berkontribusi sebesar 18% dari total PDB pada 2030. Untuk mencapai target ini, sektor layanan keuangan digital atau fintech memainkan peranan integral dalam menjembatani berbagai kebutuhan pembayaran dan pendanaan masyarakat dan usaha.

Melalui Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK), OJK menargetkan tingkat inklusi keuangan Indonesia pada 2024 sebesar 90% dari 76,19% di 2022. Artinya, masih banyak ruang bagi para pemerintah, pelaku di sektor fintech, dan pemangku kepentingan lain untuk mendorong edukasi bagi masyarakat di Indonesia.

Untuk mendukung pencapaian target-target tersebut, edukasi untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan pun harus segera digenjot. Dalam rangka konteks bulan fintech nasional, Investree juga akan menyelenggarakan kembali konferensi tahunan “Investree Conference 2022 (i-Con 2022): Empowering the Grow7h of Creative Industry through Fintech & Digital Ecosystem” pada 14 Desember 2022.

Investree akan membahas lebih dalam upaya fintech lending terhadap kebangkitan industri kreatif yang telah menjadi penyumbang angka signifikan pada portofolio penyaluran pinjaman Investree sejak awal berdiri. Selain itu, turut dibahas strategi pivot pasca pandemi oleh industri hiburan dan solusi perbankan digital bagi kemajuan sektor ini.

UMKM Butuh Akses Permodalan yang Luas? Jaga Skor Kredit Kuncinya!

Direktur PT Pefindo Biro Kredit atau Idscore Wahyu Trenggono mengungkapkan tips bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia yang ingin punya akses luas terhadap permodalan usahanya. Salah satu kuncinya adalah dengan menjaga skor kredit usaha.

“UMKM harus menjaga credit scoring (skor kredit), agar tetap baik di mata lembaga jasa keuangan (LJK), sehingga pada saat butuh dana, bisa mendapatkan dana yang dibutuhkan, ini yang harus dijaga,” kata Wahyu dalam acara Kini Paham Kredit #4 oleh IdScore, pada Selasa (23/11) lalu.

Kualitas skor kredit yang tinggi dan terjaga akan membuka akses UMKM untuk memiliki banyak alternatif modal atau pendanaan. UMKM bisa mengakses pembiayaan dengan bunga yang lebih murah atau kompetitif dari berbagai LJK, baik bank maupun non bank.

“UMKM akan punya banyak pilihan, bisa pergi mengajukan ke bank mana pun dan mendapat kebutuhan dana yang kita butuhkan. Sekarang makin banyak LJK yang menerapkan risk-based pricing atau harga berdasarkan risiko. Kalau risikonya tinggi, ya dikasih bunga yang lebih tinggi juga,” ujar Wahyu.

Apa Itu Skor Kredit dan Seberapa Penting bagi UMKM?

Skor kredit adalah suatu sistem yang diterapkan oleh LJK untuk menilai kelayakan peminjam yang mengajukan pinjaman. Wahyu menilai bahwa skor kredit yang bagus sangat penting bagi UMKM dalam pengajuan kredit.

Dalam proses ini, calon peminjam akan dianalisis, mulai dari data diri, usia, status pekerjaan, jabatan, masa kerja, gaji, status pernikahan, beban tanggungan keluarga, pekerjaan pasangan (suami/istri), hingga riwayat pinjaman.

Skor kredit ini  tak hanya penting bagi UMKM selaku calon debitur yang membutuhkan pinjaman, tetapi juga bagi kreditur atau pemilik dana sebagai dasar pertimbangan dalam memberikan pinjaman.

Meski begitu, Wahyu juga memberikan saran bagi UMKM yang terlanjur memiliki skor kredit yang buruk. Cara memperbaiki skor kredit dapat dilakukan dengan memperhatikan enam indikator skor kredit.

Enam Indikator Skor Kredit yang Wajib Diketahui

Wahyu menyampaikan enam indikator yang menjadi aspek penting dalam skor kredit. Di antaranya yakni demografi, perilaku pembayaran, status hutang terbaru, utilitas kredit, kapabilitas finansial dan manajemen operasional perusahaan.

Berikut penjelasannya:

1. Prilaku Pembayaran

Wahyu mengatakan bahwa indikator yang paling berpengaruh dalam penilaian kredit adalah perilaku pembayaran. Indikator ini disebut menjadi penyumbang kontribusi paling besar yakni 57% dari skor.

Perilaku pembayaran sendiri dilihat dari kedisiplinan debitur dalam melakukan pembayaran baik pokok maupun bunga atas pinjaman yang pernah dia terima dari perusahaan keuangan. “Jika kita rajin membayar tepat waktu dan melunasi pinjaman 100%, maka nilainya akan bagus” jelas Wahyu.

2. Status Hutang Terbaru

Status hutang terbaru menjadi indikator dengan berpengaruh paling besar kedua dalam penilaian kredit. Kontribusinya yakni sebesar 33% dari skor. “Kita lihat, apakah dia punya posisi hutang? Di mana saja? Ini akan berpengaruh juga,” ujar Wahyu.

3. Kapabilitas Finansial

Indikator ketiga yang memiliki pengaruh tak kalah besar adalah kapabilitas finansial. Indikator ini berkontribusi sebesar 17% dari skor. Kapabilitas finansial ini berkaitan dengan sumber penghasilan calon debitur, misalnya dari gaji atau pengasilan lainnya.

4. Manajemen Operasional Perusahaan

Selanjutnya, yakni manajemen operasional perusahaan dengan kontribusi pengaruh sebesar 12% dari skor. Manajemen operasional ini berkaitan dengan pengelolaan perusahaan. Misalnya, dilihat dari cash flow atau dari sisi rasio keuangan.

5. Demografi

Indikator demografi berkontribusi sebesar 6% terhadap penilaian kredit. Aspek demografi ini antara lain terkait dengan jenis kelamin dan usia. Wahyu mengatakan ada perbedaan prilaku antara pria dan wanita, demikian juga antara yang berusia tua dan muda.

6. Utilitas Kredit

Terkahir, indikator utilitas kredit berkontribusi sebesar 4% terhadap penilaian skor kredit. Utilitas di sini terkait dengan sejarah pemanfaatan plafon kredit yang pernah diberikan. Calon debitur yang menggunakan 100% plafon kredit, memiliki score yang lebih baik ketimbang debitur yang menggunakan lebih sedikit.

Situasi Skor Kredit UMKM Saat Ini

Wahyu mengatakan saat ini masih banyak UMKM di Indonesia yang memiliki skor kredit merah. Penyebabnya adalah karena adanya kredit macet atau tagihan kredit yang belum atau tidak dilunasi.

Ia mengungkap, dari 65 juta UMKM di Indonesia, baru 3,73 juta UMKM yang mendapatkan pendanaan dari lembaga jasa keuangan, termasuk perbankan, fintech, multifinance dan sebagainya.

Dari jumlah tersebut, baru 43% yang bisa mendapatkan pinjaman tanpa jaminan. Padahal pemerintah sangat mendukung pembiayaan atau kredit untuk UMKM. Sementara, LJK memberikan syarat kepada UMKM untuk memiliki skor kredit hijau agar mendapatkan akses pembiayaan usaha.

Menurut Wahyu, UMKM belum secara maksimal memanfaatkan peluang permodalan yang ada. Dengan begitu, dia mengatakan UMKM perlu memperhatikan skor kreditnya, agar dapat memaksimalkan banyaknya fasilitas pembiayaan yang telah tersedia.

Jumlah LJK di Indonesia sendiri terdiri lebih dari 100 bank umum, 30 bank pembangunan daerah (BPD), 1600 bank perkreditan rakyat (BPR), 250 perusahaan multifinance, dan lebih dari 100 financial technology (fintech).

Tokoscore, perusahaan penyedia innovative credit scoring (ICS) yang terafiliasi dengan Tokopedia, meluncurkan produk terbaru, yakni Income Prediction dan Fraud Flags

Tokoscore Perluas Produk Alternatif Skoring Demi Permudah Industri Keuangan Analisis Kredit

Tokoscore, perusahaan penyedia innovative credit scoring (ICS) yang terafiliasi dengan Tokopedia, meluncurkan produk terbaru bernama “Income Prediction” dan “Fraud Flags”. Kehadiran dua produk ini diharapkan dapat mempermudah lembaga jasa keuangan dalam menganalisis risiko kredit untuk calon nasabah yang selama ini unbanked dengan memanfaatkan data alternatif.

CEO Tokoscore Herman Widjaja mengatakan, berbagai produk atau layanan ICS diharapkan bisa mempermudah para mitra strategis di industri keuangan menilai kapasitas dan karakter calon peminjam guna menyediakan layanan keuangan ke lebih banyak masyarakat Indonesia, khususnya yang belum mendapatkan akses ke layanan keuangan.

Dia menjelaskan, dengan Income Prediction, Tokoscore dapat memberikan prediksi nilai pendapatan dari calon peminjam untuk membantu para mitra strategis di industri keuangan, seperti bank atau fintech, dengan menilai kapasitas dari para calon peminjam. Sedangkan Fraud Flags bisa memberikan informasi jika calon peminjam memiliki aktivitas atau perilaku mencurigakan di platform e-commerce.

“Produk atau layanan Tokoscore dinilai berdasarkan aktivitas transaksi dan pola perilaku calon peminjam di platform Tokopedia, mengedepankan prinsip keamanan dan perlindungan data pribadi peraturan yang berlaku,” ucapnya, kemarin (15/9).

Kedua produk di atas, sambungnya, melengkapi tiga produk yang sudah dirilis sejak awal kehadirannya di tahun lalu, yakni Alternative Credit Scoring, untuk memberikan penilaian berdasarkan data alternatif dari calon peminjam kepada mitra strategis dengan menganalisis profil risiko calon peminjam. Berikutnya, Address Validation dan Phone Validation, untuk memberikan validasi data alamat dan nomor telepon dari calon peminjam untuk membantu proses verifikasi mitra strategis.

Ditegaskan oleh Herman, bahwa seluruh produk dari Tokoscore ini hanya memberikan hasil scoring kepada mitra strategis, tidak pernah dalam bentuk data spesifik demi menjaga kerahasiaan calon peminjam. Mitra strategis dapat memilih produk mana sesuai yang dibutuhkan, diakses secara real time, sehingga bisa membantu membuat keputusan kredit yang cepat dan akurat.

Buka akses permodalan ke UMKM

Direktur Tokoscore Evita Soetjoadi berharap kehadiran layanan tersebut dapat membantu UMKM lokal agar bisa mendapatkan akses modal pengembangan usaha lebih mudah. Pun bagi masyarakat umum bisa lebih mudah mengakses layanan keuangan dari mitra strategis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Data Bank Dunia mengonfirmasi bahwa Indonesia merupakan satu dari lima negara yang penduduknya paling banyak dikategorikan sebagai unbanked population. Ini menjadi peluang bagi Tokoscore untuk menjalankan misinya, yaitu pemerataan akses finansial kepada semua orang melalui teknologi,” kata Evita.

Tidak disebutkan ada berapa banyak perusahaan yang telah menggunakan jasa alternatif skoring kredit yang disediakan oleh Tokoscore. Evita hanya menyampaikan, dari awal hingga sekarang, semakin banyak perusahaan, terutama di jasa keuangan, seperti BPR dan BPD, yang menyadari diperlukannya alternatif data untuk menilai kelayakan calon nasabah.

“Dari data internal kami, terjadi peningkatan data yang di-assess oleh perusahaan keuangan hingga 40 kali lipat sepanjang 2021. Adapun jumlah klien, meningkat hingga tiga kali lipat pada kuartal tiga tahun ini.”

Perusahaan akan terus mensosialisasikan alternatif skoring kredit ini ke berbagai perusahaan keuangan, termasuk mikro, agar mereka punya daya saing di tengah pesatnya digitalisasi ini.

Tokopedia sendiri merupakan salah satu pemimpin di industri e-commerce di Indonesia. Menurut data iPrice, rata-rata pengunjung bulanan laman Tokopedia mencapai 157,2 juta pada kuartal I 2022. Angka tersebut naik 5,1% dari kuartal IV 2021 yang tercatat 149,6 juta kunjungan.

Data yang besar ini dapat diolah untuk fungsi yang baik, salah satunya untuk permudah perusahaan keuangan dalam menilai kelayakan seseorang sebelum menerima kredit. Data-data alternatif yang digunakan Tokoscore untuk membentuk penilaian, di antaranya nilai jual-beli barang di Tokopedia, relevansi wishlist & kategori produk yang dibeli dengan kebutuhan pinjaman, perbincangan dengan toko, jumlah device, dan banyak lagi.

Data tersebut dianalisis dengan teknologi AI dan algoritma machine learning untuk memperoleh analisa profil risiko calon peminjam.

Skemanya, apabila ada sebuah lembaga jasa keuangan sulit menemukan riwayat peminjam di biro kredit, Toko Score bisa langsung diakses oleh tim credit risk di perusahaan tersebut. Berbagai data points yang dihimpun Toko Score, diharapkan dapat membantu para mitra strategis mendapatkan hasil analisis kredit yang lebih komprehensif. Kelebihan inilah yang menjadi kekuatan Tokoscore dibandingkan pemain sejenisnya.

Layanan skoring kredit terus berkembang

Tidak hanya Tokopedia, sejumlah perusahaan juga terus kembangkan layanan skoring kredit alternatif. Baru-baru ini Amartha meluncurkan Ascore.ai, layanan serupa yang ditargetkan untuk pengguna Individu dan Institusi. Platform skoring Amartha dibangun di atas lebih dari 1 juta database mitra pengusaha ultra mikro yang ada di ekosistemnya selama tujuh tahun terakhir.

Sebelumnya startup SkorLife juga baru debut, setelah mendapatkan pendanaan pra-awal sekitar 32 miliar Rupiah. Startup yang didirikan veteran industri Ongki Kurniawan dan Karan Khetan ini menawarkan aplikasi untuk mengakses dan memantau nilai kredit, laporan kredit, dan data relevan lainnya dari biro kredit nasional. Selain itu sejumlah perusahaan juga tawarkan solusi serupa, misalnya Finantier, Pefindo Biro Kredit, CredoLab, Fineoz, Advance.ai, dan lain-lain.

Layanan skoring kredit alternatif ini dibutuhkan, agar lembaga pembiayaan bisa memperluas cakupan calon nasabahnya, khususnya bagi kalangan undeserved -dan unbankable. Di sisi regulasi, model ini juga sudah memiliki payung hukum dalam Inovasi Keuangan Digital di Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Amartha Ascore.ai Credit Scoring

Amartha Luncurkan “Ascore.ai”, Layanan Skoring Kredit Alternatif untuk Individu dan Institusi

Layanan marketplace microfinance Amartha meluncurkan inisiatif terbarunya Ascore.ai. Memanfaatkan teknologi machine learning, platform tersebut didesain untuk menyediakan solusi pengukuran profil risiko (credit scoring) secara akurat dan holistik. Melalui layanan ini, perusahaan berharap bisa membuka peluang bagi berbagai sektor usaha untuk menjangkau pangsa pasar yang lebih masif.

Ascore.ai dikembangkan sebagai alternatif skoring kredit yang dibangun di atas lebih dari 1 juta database mitra pengusaha ultra mikro Amartha selama tujuh tahun terakhir. Perusahaan telah menggunakan teknologi ini untuk pengukuran risiko dalam menyalurkan pinjaman bagi segmen yang belum terlayani atau underserved.

Model alternatif skoring kredit telah diregulasi OJK melalui beleid Inovasi Keuangan Digital (regulatory sandbox).

Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra menyampaikan bahwa pihaknya melihat peluang yang sangat besar untuk mengkatalisis sektor ekonomi informal melalui teknologi. Terdapat sekitar 20 juta UMKM di Indonesia yang masih belum terlayani oleh layanan keuangan formal, karena profiling risikonya sulit diukur.

“Melalui teknologi Ascore.ai, berbagai sektor usaha maupun institusi diharapkan dapat menggunakan layanan ini, dan berpeluang untuk memperluas jangkauan pasarnya ke pangsa pasar yang lebih masif, salah satunya sektor ekonomi informal,” ungkapnya.

Solusi ini diharapkan dapat menghasilkan output berupa nilai risiko, perhitungan bunga pinjaman, pengolahan data, serta keputusan-keputusan yang berpengaruh pada bisnis. Dengan begitu, bisa mendorong lebih banyak bisnis untuk memahami pangsa pasarnya, serta memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih bijak.

Targetkan pangsa pasar institusi dan individu

Solusi Ascore.ai dapat digunakan baik oleh institusi maupun individu. Bagi segmen institusi, tersedia layanan berupa verifikasi risiko, credit underwriting, advance credit analysis, dan pengecekan kredit nasabah. Layanan dapat menjangkau sektor fintech, microfinance/lembaga pembiayaan, perbankan seperti BPR dan BPD, koperasi, agrikultur, hingga marketplace dengan opsi produk paylater dan pinjaman.

Taufan turut mengungkapkan bahwa Amartha telah bekerja sama dengan berbagai stakeholder mulai dari perbankan maupun sektor fintech untuk mendigitalisasi UMKM di Indonesia. Amartha membantu institusi keuangan agar dapat merambah segmen akar rumput, tanpa perlu mengembangkan teknologi credit decisioning solution sendiri.

“Diharapkan, dengan solusi ini, akan semakin banyak institusi yang dapat memperluas jangkauannya ke pangsa pasar masif seperti UMKM. Ini sekaligus dapat membantu peningkatan inklusi keuangan”, lanjut Taufan.

Pada segmen individu, Ascore.ai menyediakan layanan berupa penghitungan profil risiko serta simulator skor kredit. Nantinya, pengguna dapat mengakses situs Ascore.ai untuk mempertimbangkan hasil perhitungan profil risiko untuk mengenali profilnya sebelum memutuskan untuk mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan formal.

“Dengan layanan yang holistik, Ascore.ai diharapkan dapat menjangkau segmen pasar yang lebih masif, tidak terbatas pada institusi saja tetapi juga setiap individu yang membutuhkan layanan keuangan. Amartha optimis, Ascore.ai dapat mendorong inklusi keuangan serta menjadi katalisator bagi UMKM untuk bertransformasi menjadi usaha digital dan bersaing di pasar global”, tutup Taufan.

Masih besarnya ketimpangan kredit masyarakat unbanked dan underbanked, membutuhkan metode penilaian kredit atau credit scoring yang menyesuaikan profil calon nasabah. Selain Ascore.ai, mulai banyak bermunculan aplikasi khusus yang dikembangkan untuk penilaian kredit di Indonesia seperti SkorLife, MyIdScore, dan Fineoz.

Sejak awal berdiri di 2010, Amartha memantapkan komitmennya untuk memberikan akses permodalan, khusus untuk pengusaha perempuan yang selama ini masuk ke dalam golongan unbanked dan underbanked.

Pada bulan Maret lalu, Amartha merayakan kesuksesannya menjangkau satu juta pengusaha mikro perempuan. Selama 12 tahun berdiri, perusahaan telah menyalurkan modal kerja sebesar lebih dari 7,5 triliun rupiah kepada lebih dari satu juta perempuan pengusaha mikro di 35.000 desa di Indonesia. Di samping itu, perusahaan berhasil menjaga kualitas NPL yang stabil di bawah 0,5 persen.

Application Information Will Show Up Here
Startup fintech penyedia skoring kredit SkorLife mengumumkan telah mengumpulkan dana tahap pra-awal senilai $2,2 juta (lebih dari 32,8 miliar Rupiah) dari sekelompok investor papan atas

Startup Skoring Kredit “SkorLife” Raih Dana Pra-Awal 32 Miliar Rupiah

Startup fintech penyedia skoring kredit SkorLife mengumumkan telah mengumpulkan dana tahap pra-awal senilai $2,2 juta (lebih dari 32,8 miliar Rupiah) dari sekelompok investor. AC Ventures bersama Saison Capital berpartisipasi dalam putaran ini, bersama jajaran angel investor di Asia.

Nama-nama angel investor yang berpartisipasi di antaranya, pendiri OneCard (FPL Technologies), Jefferson Chen (Advance.ai), Willy Arifin (KoinWorks), Krishnan Menon (Lummo), Arip Tirta (Evermos), Harshet Lunani (Qoala), Achmad Zaky (Init-6), dan beberapa eksekutif dari Northstar Group, Stripe, Google, Boston Consulting Group, Gojek, dan CreditKarma.

Modal segar akan dialokasikan untuk pengembangan produk, perekrutan karyawan baru, dan peningkatan awareness.

Startup ini didirikan oleh Ongki Kurniawan (CEO) dan Karan Khetan (COO). Keduanya merupakan veteran di dunia teknologi. Sejumlah posisi penting pernah diduduki Ongki, di antaranya Country Head Stripe Indonesia, Executive Director di Grab, Managing Director di LINE, dan menjabat berbagai posisi senior di XL Axiata, BCG, dan lainnya. Sementara itu, Khetan adalah salah satu pendiri di 5x, BookMyShow Southeast Asia, Lamudi, mantan MD di Rocket Internet, dan banyak lagi.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (5/9), Ongki menjelaskan SkorLife adalah pembuat kredit pertama di Indonesia yang masih berada dalam tahap awal. Dengan dukungan dari berbagai investor, dari hasil validasi yang telah dilakukan, ia meyakini bahwa SkorLife berada di posisi yang tepat untuk memimpin beban kredit konsumen di tanah air.

“Melalui layanan kami, individu akan dapat membangun dan meningkatkan profil kredit mereka dengan fitur-fitur seperti tip dan saran yang dipersonalisasi. Kami juga akan membantu membawa lebih banyak pengguna NTC (New to Credit),” kata Ongki.

Solusi SkorLife

SkorLife berada dalam posisi yang unik karena membangun apa yang disebut dengan pemangku kepentingan sebagai “pembangun kredit” di bidang kredit konsumer. Kelayakan kredit kurang dimanfaatkan di Indonesia, sampai sat ini bank dan lembaga keuangan lainnya bergantung pada “kelayakan pendapatan” ketika memutuskan apakah mereka dapat menawarkan kredit kepada peminjam atau tidak.

Untuk mengatasi hal ini, SkorLife bertujuan untuk memberikan kontrol kembali kepada konsumen dengan membuat mereka mengambil peran lebih aktif dalam membangun dan mempertahankan nilai kredit mereka.

SkorLife membuat aplikasi pembangun kredit bagi orang-orang untuk mengakses dan memantau skor kredit, laporan kredit, dan data relevan lainnya dari biro kredit – secara instan dan gratis. SkorLife juga menawarkan mekanisme untuk membantu konsumen membantah informasi yang tidak akurat pada laporan kredit mereka.

Untuk konsumen yang sudah memiliki riwayat kredit, SkorLife akan membantu mereka mengakses dan meningkatkan skor mereka. Bagi mereka yang belum memiliki riwayat kredit (lulusan baru, pekerja lepas, pembuat konten, dll), aplikasi akan membantu mereka mulai membangun skor mereka. Dalam kedua skenario ini, SkorLife menawarkan tip yang digerakkan oleh AI dan dipersonalisasi untuk membantu pengguna membuka akses kredit yang lebih luas.

Tanpa pesaing langsung di pasar, SkorLife beroperasi di ruang ‘ladang hijau’. Indonesia saat ini memiliki 92 juta catatan kredit di biro-bironya. Sementara itu, sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini tidak memiliki akses terhadap informasi tersebut. SkorLife mengharapkan sekitar 2,5 juta pengguna New to Credit (NTC) per tahun ke depan.

Khetan menambahkan, pihaknya memecahkan masalah yang sebenarnya dari ratusan feedback yang telah diterima, disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan yang jelas dalam siklus hidup kredit di Indonesia. SkorLife adalah satu-satunya layanan yang berfokus pada konsumen, gratis, dan instan.

“Saat ini, orang Indonesia tidak mengetahui pinjaman yang mereka miliki atau rencanakan terkait dengan kelayakan kredit mereka. Akses ke kredit ‘benar’ akan menjadi bagian besar dari percakapan selanjutnya. Kami percaya SkorLife akan berperan penting dalam mendorong literasi dan inklusi keuangan di negara ini,” ucapnya.

Saat ini, SkorLife memiliki 19 orang dalam timnya, direncanakan akan ditambah menjadi 40 orang. Produk SkorLife versi alpha telah diunduh lebih dari 3 ribu kali dan berkembang oleh 50 hingga 60 pengguna baru per hari, secara organik. Statistik adopsi pribadi ini melampaui target internal SkorLife lebih dari 7 kali lipat. Perusahaan akan segera membuat aplikasinya tersedia untuk diunduh ke publik.

Founder dan Managing Partner AC Ventures, mengungkapkan keyakinannya terhadap SkorLife. Dia bilang, peluang di Indonesia ini sangat besar, meskipun ruang tersebut relatif belum dimanfaatkan. Ukuran pasar kredit konsumen sudah berada di angka $185 miliar. Karena itu, selalu menjadi tantangan di sini karena pemberi pinjaman tidak pernah dapat menarik kesimpulan yang benar-benar holistik tentang peminjam berdasarkan informasi yang terbatas dan terfragmentasi.

“Tetapi dengan kumpulan data ini hanya menunggu untuk dibuka dan digunakan secara bermakna dalam aplikasi konsumer. Kami sangat senang dengan visi dan misi SkorLife untuk mengembalikan orang-orang yang bertanggung jawab atas masa depan keuangan mereka,” kata Adrian.

Dia menambahkan, “Kami juga percaya dalam mendukung pendiri yang kuat sejak dini. Keuntungan tidak adil yang dibawa Ongki dan Karan ke meja adalah apa yang membuat AC Ventures begitu ingin berada di sudut SkorLife sejak awal.”

Application Information Will Show Up Here
Pefindo Biro Kredit MyIdScore

Pefindo Biro Kredit Luncurkan MyIdScore, Bantu Individu Bangun Reputasi Keuangan

Reputasi keuangan menjadi aspek penting yang menjadi indikator setiap lembaga keuangan untuk menyalurkan kredit bagi individu. Maka dari itu, penting bagi setiap individu untuk menjaga reputasi kredit agar tetap positif untuk bisa digunakan sewaktu-waktu ketika membutuhkan. Salah satu upaya menjaga reputasi kredit adalah dengan menjaga kepatuhan membayar angsuran atau cicilan tepat waktu.

Namun, ada kalanya ketika kita sudah patuh, masih ada kemungkinan terjadinya ketidaksesuaian data. Maka dari itu, masyarakat dinilai perlu melakukan pengecekan secara berkala terkait informasi yang dilaporkan oleh lembaga jasa keuangan. Hal ini yang coba dimanfaatkan Pefindo Biro Kredit (PBK) dengan inovasi terbarunya MyIdScore. Platform yang menyajikan laporan kredit skoring untuk nasabah individu yang dapat diajukan dan diakses secara digital lengkap dengan laporan kredit historis.

Bertepatan dengan hari jadi PBK yang ke-7, Direktur Utama PEFINDO Biro Kredit Yohanes Abimanyu mengungkapkan, “Kehadiran produk ini bertujuan untuk membantu masyarakat mengetahui tingkat kelayakan kredit mereka baik sebelum melakukan pinjaman atau sebagai bahan evaluasi. Produk ini juga dapat digunakan untuk memeriksa keakuratan dan keterkinian data debitur.”

Solusi B2C

Sebelumnya, kredit skoring identik dengan BI Checking — sekarang menjadi SLIK di OJK. Individu harus mengaksesnya secara manual melalui regulator dengan proses yang cukup rumit dan memperoleh informasi laporan kredit historis standar, tanpa kredit skor. Melalui solusi terbaru ini, MyIdScore menawarkan laporan yang lebih lengkap dengan akses yang lebih mudah.

Laporan ini menyajikan profil debitur, daftar fasilitas kredit yang pernah dan masih dimiliki hingga saat ini, detail fasilitas yang dimiliki, riwayat fasilitas kredit, saldo terutang selama 24 bulan terakhir, dan status kredit (macet/lancar) hingga kemungkinan gagal bayar dan informasi lainnya.

Ada tiga paket yang disediakan untuk mengakses layanan MyIdScore, yaitu free report (gratis 1x / tahun pertama), Silver Report (Rp75.000 untuk 1x pengecekan), Gold Report (Rp125.000 untuk 3x pengecekan dalam tiga bulan), atau Platinum Report (Rp175.000 untuk 3x pengecekan dalam satu tahun).

Skoring yang digunakan berkisar antara 250 hingga 900, yang berbanding lurus dengan reputasi keuangan/tingkat kelayakan kredit dan berbanding terbalik dengan profil risiko kredit. Makin tinggi skor, maka makin rendah risiko kredit dan makin besar kemungkinan kredit disetujui. Saat ini, MyIdScore juga sudah terintegrasi dengan SLIK OJK, sehingga informasi yang disajikan akan lebih akurat dan relevan.

Informasi yang dikeluarkan oleh MyIdScore ini bisa digunakan terhadap berbagai lembaga keuangan. Namun, dengan skor kredit yang positif sekalipun, pada dasarnya setiap lembaga keuangan mempunyai risk apetite masing-masing. Terkait hal ini, pihaknya menyampaikan bahwa informasi yang disediakan hanya bertujuan untuk mempermudah lembaga keuangan dalam analisis credit scoring.

Salah satu segmen yang disinyalir akan sangat terbantu dengan solusi ini adalah pekerja kreatif/informal. Salah satu aktris ternama yang hadir dalam peluncuran MyIdScore, Dian Sastrowardoyo membagikan pengalaman di masa awal karirnya sebagai pekerja seni yang permohonan kreditnya ditolak karena tidak bisa melengkapi syarat dokumen seperti slip gaji serta penghasilan yang tidak tetap. “Dengan adanya kredit skor yang praktis, kita jadi tahu apa yang harus kita perbaiki supaya nggak berkali-kali ditolak pinjamannya oleh bank”, ujarnya.

“Dengan memeriksa credit score, calon peminjam bisa mengukur tingkat kelayakan kreditnya dan seberapa besar peluang pengajuan pinjaman disetujui. Angka score dan track record seseorang merupakan rujukan dalam proses analisa kredit. Kalau credit score bagus, persetujuan kredit akan semakin mudah diperoleh,” ujar Abimanyu.

Direktur PBK Wahyu Trenggono turut menambahkan bahwa informasi ini merupakan tahap pertama. Ke depannya, perusahaan melihat potensi pengembangan lebih lanjut untuk angle lain. Tidak hanya berdasarkan riwayat perbankan namun juga melalui informasi seluler. Sebelumnya, Pefindo sudah lebih dulu merilis IdTelcoScore untuk analisis skoring kredit dari nomor seluler.

Proyeksi pertumbuhan kredit di Indonesia

Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2021 sebesar 4%-6% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 6%-8%. Prakiraan kinerja penyaluran kredit tahun 2021 ini didukung oleh optimisme terhadap kondisi moneter dan ekonomi, serta relatif terjaganya risiko penyaluran kredit.

Berkaca pada tahun 2021, Yohanes menanggapi dengan adanya relaksasi atau pembukaan ekonomi, otomatis mendorong pertumbuhan aktivitas ekonomi dan kredit di Indonesia. Berdasarkan data dari OJK dan Bank Indonesia, proyeksi pertumbuhan kredit akan meningkat di angka 4%-7% di tahun 2022. “Melihat proyeksi pertumbuhan kredit yang semakin baik, kami berharap bisa membantu masyarakat menjaga reputasi keuangannya,” tambahnya.

Bisnis Advance Intelligence Group di Indonesia

Valuasi Advance Intelligence Group Capai $2 Miliar, Bagaimana Performa Unit Bisnisnya di Indonesia

Advance Intelligence Group pada Rabu (22/9) lalu mengumumkan perolehan pendanaan seri D senilai $400 juta. Putaran ini dipimpin oleh SoftBank Vision Fund 2 dan Warburg Pincus; dengan partisipasi Northstar, Vision Plus Capital, Gaorong Capital, dan EDBI. Investasi ini membawa valuasi perusahaan di kisaran $2 miliar.

Didirikan sejak tahun 2016, grup perusahaan ini membawahi beberapa brand layanan digital yang juga beroperasi di Indonesia. Pertama ada Advance.ai, produk yang disajikan membantu pemain digital lainnya (khususnya fintech) degan berbagai solusi seperti credit scoring, e-KYC, layanan rekognisi dll. Kedua, mereka mengoperasikan layanan paylater Atome, terintegrasi di aplikasi konsumer seperti JD.id, Zalore, Pomelo, dan sebagainya.

Ketiga, Advance Intelligence Group juga mengoperasikan platform fintech lending Kredit Pintar di Indonesia — menyasar pada kalangan konsumer. Terakhir, mereka memiliki layanan e-commerce enabler Ginee (sebelumnya bernama Genie), membantu pebisnis melakukan manajemen bisnis di berbagai platform online marketplace dalam satu dasbor. Kapabilitasnya termasuk di ranah fulfillment.

Ekosistem layanan Advance Intelligence Group

Performa bisnis fintech

Disampaikan oleh perusahaan, dana segar yang didapat akan difokuskan untuk mendorong pertumbuhan layanan paylater dan pinjaman digital ke seluruh Asia. Selain itu mereka juga akan memperdalam kemampuan AI dan analisis big data. Jelas berbagai langkah strategis harus segera disiapkan untuk memenangkan pasar. Pasalnya semua lini bisnis yang digeluti Advance, khususnya di Indonesia, dihadapkan pada kompetisi yang cukup sengit.

Mari diulas satu per satu, dimulai dari layanan paylater Atome. Secara potensi, model bisnis ini memiliki peluang besar di Indonesia, dibuktikan oleh beberapa survei terkait metode pembayaran. Salah satunya dilakukan Katadata Insight Center bersama Kredivo, saat ini paylater menjadi pembayaran populer nomor empat (27%), setelah e-wallet (65%), transfer bank (51%), dan Alfamart/Indomaret (29%). Pemahaman masyarakat juga sudah baik, sebanyak 86% orang menyatakan sudah mengetahui paylater dengan tingkat pengetahuan sedang.

Di Indonesia, konsep paylater populer terbagi dalam dua pendekatan. Pertama, layanan dari anak usaha platform konsumer – seperti TravelokaPaylater dari Traveloka, GopayPayater dari Gojek, dan SPaylater dari Shopee. Kedua, adalah layanan yang berdiri secara standalone dan terintegrasi di berbagai aplikasi konsumer. Atome masuk ke pendekatan kedua, bersaing dengan beberapa penyedia lain, sebagai berikut:

Aplikasi Unduhan (Playstore) Peringkat (Playstore)
Akulaku 10 juta+ 3 (Shopping)
Atome 1 juta+ 19 (Shopping)
Home Kredit 10 juta+ 33 (Finance)
Indodana 5 juta+ 30 (Finance)
Julo 5 juta+ 28 (Finance)
Kredivo 10 juta+ 10 (Finance)

Dari studi yang kami lakukan di akhir 2020 tentang pemain paylater, di banyak aspek Atome tidak lebih unggul dari pemain lainnya. Misalnya terkait integrasi di top 20 e-commerce di Indonesia, layanan lain seperti Kredivo, Akulaku, atau Home Credit memiliki opsi yang lebih banyak. Demikian juga terkait batas maksimal nilai kredit dan opsi tenor yang diberikan. Selengkapnya baca perbandingan layanan paylater melalui: Studi Layanan Paylater di Platform E-commerce Indonesia.

Jika paylater fokusnya pada pembiayaan pembelian barang, layanan fintech lending cashloan memberikan pinjaman kredit berupa uang tunai untuk konsumer. Dari grup Advance, mereka memiliki Kiredit Pintar. Melihat dari total nilai pinjaman dan peminjam yang ada sejak berdiri, platform mereka masuk ke dalam top 5 cashloan di Indonesia, bersaing dengan beberapa layanan lain seperti Asetku, Rupiah Cepat, UangMe, dan TunaiKita.

Fintech Cashloan Populer di Indonesia

Layanan skoring kredit masih punya peluang besar

Baik Atome dan Kredit Pintar turut memanfaatkan Advance.ai sebagai landasan skoring kredit, dalam menentukan kelayakan calon nasabahnya. Bisnis grup Advance sendiri sebenarnya juga dimulai dari layanan kecerdasan buatan yang mereka kembangkan untuk mendukung bisnis fintech. Beberapa perusahaan seperti Bank Mega, Dana Mart, bahkan Home Credit turut memanfaatkan layanannya.

Aturan tentang platform skoring kredit diakomodasi dalam POJK tentang Inovasi Keuangan Digital. Per Mei 2020, terdapat 12 perusahaan yang sudah terdaftar masuk ke dalamnya. Sementara, sejak saat itu hingga sekarang, pemain baru pun terus bermunculan. Mulai dari platform open finance Finantier yang juga mengembangkan layanan skoring, hingga raksasa online marketplace lokal Tokopedia yang membangun anak usaha Toko Score.

Nama Platform Nama Perusahaan Tanggal
Avatec PT AVATEC SERVICES INDONESIA Tercatat: 26 Maret 2019
Acura Labs PT ACURA LABS INDONESIA Tercatat: 26 Maret 2019
TSI PT TRUSTING SOCIAL INDONESIA Tercatat: 26 Maret 2019
Tongdun PT TONGDUN TECHNOLOGY INDONESIA Tercatat: 15 Juli 2019
BPS PT BANGUN PERCAYA SOSIAL Tercatat: 25 Oktober 2019
PYXIS PT DIGITAL SYNERGY TECHNOLOGY Tercatat: 25 Oktober 2019
CekSkor PT PUNCAK AKSES FINANSIAL Tercatat: 25 Oktober 2019
Fineoz PT FINEOZ INOVASI TEKNOLOGI Tercatat: 25 Oktober 2019
CredoLab PT CREDOLAB INDONESIA SCORING Tercatat: 23 Desember 2019
Izidata PT IZI DATA INDONESIA Tercatat: 10 Februari 2019
OLDI PT ORANYE LAYANAN DIGITAL INDONESIA Tercatat: 10 Februari 2019
SDB Score PT SEMANGAT DIGITAL BANGSA Tercatat: 10 Februari 2019

Potensi platform skoring kredit akan mengikuti pertumbuhan industri yang menggunakannya, tak lain digital lending. Menurut studi yang dilakukan Grand View Research, ukuran pasar platform digital lending akan mencapai $5,80 miliar di tahun ini. Diproyeksikan akan mencapai $26,08 miliar di tahun 2028 dengan CAGR 24% di periode tersebut.

E-commerce enabler di Indonesia

Ginee masuk ke Indonesia baru sekitar Maret 2021. Ekspansi mereka dilandasi nilai ekonomi signifikan yang dihasilkan dari bisnis e-commerce. Platform yang disajikan dimaksudkan untuk membantu pebisnis tradisional untuk melakukan on-boarding dan pengelolaan toko online multikanal. Lewat fitur Omnichannel, pengguna dapat melakukan manajemen stok dan penjualan di berbagai jenis online marketplace dalam satu dasbor saja.

Sementara di fitur Fulfillment membantu pebisnis mengatur pemenuhan pesanan, termasuk distribusi produk ke konsumen dan logistik Ada juga Ginee Chat, membantu pebisnis memiliki dasbor layanan pelanggan. Memudahkan mereka mengelola chat masuk yang datang dari berbagai sumber di satu aplikasi.

Di Indonesia, saat ini sudah ada beberapa layanan yang menyajikan proses bisnis serupa. Berikut daftarnya:

  • 8Commerce
  • aCommerce
  • Anchanto
  • Egogohub
  • GudangAda
  • IDMarco
  • Intrepid Group
  • iSeller
  • Jarvis Store
  • Jet Commerce
  • KlikDaily
  • PowerCommerce
  • SCI E-Commerce
  • Sirclo
  • Tokotalk

Sirclo menjadi salah satu pemain lokal yang memiliki posisi unik; tidak hanya menghadirkan layanan SaaS, mereka juga membantu di sisi logistik hingga pergudangan. Saat ini startup yang dinakhodai Brian Marshall tersebut sudah merangkul lebih dari 100 ribu brand, melayani 4 juta lebih konsumen akhir. Sementara Ginee saat ini membantu 75 ribu merchant dengan 131 juta pesanan yang berhasil ditangani.

Ukuran pasar yang dapat diraup oleh pemain industri ini juga berpotensi terus meningkat seiring dengan GMV fantastis yang dihasilkan e-commerce. Dari sisi bisnis, efisiensi yang diberikan juga mendorong mereka untuk secara lebih aktif terlibat langsung dalam perdagangan online. Sebelumnya, brand memanfaatkan rantai-pasok panjang untuk mendistribusikan produknya ke konsumen akhir; teknologi memungkinkan mereduksi alur panjang tersebut.

Adopsi layanan e-commerce enabler terus mengalami peningkatan seiring efisiensi yang diberikan / redseer

Secara umum, layanan e-commerce enabler menjangkau dua segmen sekaligus, yakni pemilik brand besar dan juga UMKM. Pada akhirnya, dengan kompetisi pasar yang sengit, added value seperti ekosistem layanan dan integrasi menjadi satu hal yang layak dijadikan proposisi nilai. Untuk itu, para pemain di atas pun berlomba-lomba menghadirkan fitur yang paling lengkap untuk mengakomodasi kebutuhan penjual online secara end-to-end; mulai dari pendataan produk, pengemasan, pengiriman, pelaporan, sampai sistem loyalitas pelanggan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here