Tag Archives: Culinary

Pendanaan Seri A+ Esensi Solusi Buana

Esensi Solusi Buana Peroleh Tambahan Dana Seri A+ 110 Miliar Rupiah, Perluas Solusi SaaS untuk F&B

Esensi Solusi Buana (ESB) hari ini (12/10) mengumumkan perolehan pendanaan seri A+ senilai $7,6 juta (senilai 110 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari Beenext, Vulcan Capital, AC Ventures, dan Skystar Capital. Beberapa investor tersebut merupakan investor sebelumnya di putaran seri A pada Maret 2021.

Dana yang didapat akan difokuskan untuk memperluas produknya, termasuk dengan fitur upselling, peningkatan intelegensi bisnis (BI), solusi pengiriman, pembiayaan, finansial, dan sistem informasi sumber daya manusia (HRIS). Perluasan ini dalam rangka mewujudkan misi ESB menjadi penyedia operasional bisnis end-to-end di industri F&B yang terdepan.

Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi mengatakan, F&B adalah industri yang terus berkembang dengan hadirnya pendatang baru secara terus menerus setiap bulannya. Namun selama pandemi, sebagian besar mengalami titik kesulitan yang sama dalam beradaptasi dengan perilaku konsumen masa kini dan perubahan struktur operasional restoran.

Menurutnya, pemain industri F&B saat ini perlu menawarkan pengalaman pemesanan touchless, mengelola inventaris mereka dengan lebih baik, dan mengurangi biaya operasional secara signifikan, demi menjaga bisnis mereka tetap utuh. ESB ingin menyelesaikan semua masalah tersebut dengan solusi secara keseluruhan, terlepas dari seberapa rumitnya operasional.

“Banyaknya merek F&B terkemuka yang menggunakan produk ESB membuktikan manfaat nyata ESB bagi para pebisnis F&B. Sebagai mitra, kami yakin bahwa ESB dapat memainkan peran penting dalam transformasi digital,” ucap Eko dalam keterangan resmi.

Co-founder & CEO ESB Gunawan Woen menambahkan, “Kami bangga menyambut Alpha JWC Ventures dan Vulcan Capital sebagai pendukung kami dan berterima kasih atas kepercayaan investor yang terus berlanjut.”

ESB adalah penyedia software sistem operasional bisnis kuliner all-in-one yang menghubungkan front-end, back-end, konsumen, dan mitra rantai pasokan untuk restoran. Startup ini didirikan pada 2014 dengan misi membantu bisnis F&B untuk meningkatkan keuntungan dengan menggunakan teknologi, guna memperbaiki hasil penjualan dan efisiensi operasional.

Awalnya, ESB memulai usaha dengan menciptakan solusi cloud perencanaan sumber daya perusahaan (ERP) yang dapat disesuaikan untuk mengganti sistem hardware-based yang tradisional dan kurang terjangkau. ESB kemudian memperluas produknya dengan sistem operasional restoran all-in-one yang mencakup sistem Point-of-Sale (POS) dan teknologi Mobile Ordering (ESB Order).

Dengan pendekatan all-in-one, para pendiri ESB bercita-cita untuk memudahkan dan memperpendek proses operasional, terutama bagi pengusaha bisnis F&B yang memiliki banyak cabang dan yang berhubungan langsung dengan konsumen. ESB bercita-cita untuk mengikuti kesuksesan Toast di Amerika Serikat yang baru-baru ini sukses dalam Initial Public Offering (IPO).

ESB telah melayani lebih dari 500 merek F&B, termasuk group besar seperti MAP Boga Adiperkasa, Boga Group, Ismaya Group, Sour Sally Group, dan Marugame Udon, dalam memroses lebih dari 40 juta pesanan tiap tahun.

Dampak pandemi

Gunawan melanjutkan, selama pandemi “berhasil” memaksa bisnis F&B untuk semakin mengoptimalkan operasional, baik dengan membuatnya jadi lebih ramping atau menemukan cara baru untuk meningkatkan penjualan. Hal tersebut terlihat dari upaya digitalisasi besar-besaran di semua stakeholder di industri F&B, mulai dari restoran hingga pemasok, dalam menggunakan teknologi restoran.

Diklaim ESB tumbuh tiga kali lipat dari tahun sebelumnya selama pandemi karena permintaan pemesanan dengan sistem touchless yang disediakan oleh ESB melalui layanan ESB Order. Saat ini, ESB telah memroses Nilai Transaksi Bruto dengan total lebih dari $500 juta dan diperkirakan akan tumbuh 10 kali dalam dua tahun ke depan. Ia pun meyakini bahwa bisnis kuliner akan kembali bangkit setelah terkena dampak pandemi.

Selain memungkinkan pemesanan melalui ponsel, produk ERP dan POS ESB terbukti menjadi penyelamat bagi banyak bisnis F&B dengan meminimalisir terjadinya kebocoran maupun human error. Lebih dari 95% pengguna ESB menggunakan seluruh sistem software front-end dan back-end, membuktikan adanya kebutuhan untuk optimalisasi secara holistik.

“Bisnis restoran merupakan perpaduan antara manufaktur, perdagangan, dan ritel. Kami berusaha meringankan beban dan mengatasi masalah pelaku bisnis restoran yang menggunakan platform terpisah untuk memenuhi aspek yang berbeda. Pada saat yang sama, ESB juga membantu bisnis F&B dalam mengoptimalkan consumer engagement, sistem operasional, dan pada akhirnya untuk meningkatkan keuntungan mereka.”

Co-founder dan COO ESB Eka Prasetya menambahkan, selain keunggulan produk, misi perusahaan lainnya adalah menyediakan akses. Perusahaan percaya bahwa semua skala bisnis layak mendapatkan dukungan yang baik.

“Itulah sebabnya kami memperluas layanan agar tidak hanya diperuntukkan bagi industri F&B yang sudah memiliki nama besar, tetapi juga bisnis kecil dan menengah dengan biaya yang dapat disesuaikan dengan anggaran mereka. Kami ingin tumbuh bersama dengan seluruh industri bisnis dan meraih kesuksesan bersama-sama,” tutup Eka.

Selain ESB, ada beberapa platform digital lain yang juga melayani pangsa pasar serupa. Misalnya DigiResto yang dikembangkan MCAS, yang juga telah menerima investasi dari perusahaan logistik SiCepat. Dengan konsep yang lebih terintegrasi dengan cloud kitchen, decacorn Gojek dan Grab juga memiliki layanan khusus untuk mendemokratisasi proses bisnis merchant kuliner, yakni lewat aplikasi GoBiz dan GrabMerchant.

Application Information Will Show Up Here
DishServe Ghost Kitchen

Mantan COO RedDoorz Dirikan DishServe, Fasilitasi Dapur Rumahan Kembangkan Bisnis

Pandemi telah menciptakan perubahan dalam cara pelanggan berperilaku dalam pemesanan online — termasuk dari sisi peningkatan intensitasnya, yang diharapkan akan tetap ada bahkan setelah pandemi berakhir. Dengan demikian, menciptakan peluang besar bagi para pemain yang bersinggungan dengan pengiriman makanan atau ruang F&B untuk berkembang dan tumbuh lebih cepat. Peluang ini yang coba digarap oleh DishServe.

Kepada DailySocial, Founder & CEO DishServe Rishabh Singhi mengungkapkan DishServe merupakan jaringan aset ghost kitchen yang hadir saat pandemi. Dengan harga terjangkau dan pilihan menu yang beragam, mereka menawarkan pilihan makanan kepada pelanggan secara online.

“Awalnya ide tersebut muncul setelah melihat banyak teman yang mem-posting di media sosial tentang kegiatan memasak di rumah dan menjual makanannya. Namun dalam banyak kasus, mereka tidak dapat menjual di luar dari teman dan keluarga karena masalah operasional, biaya pemasaran dan lainnya. Dengan menjadi enabler untuk menjembatani dapur rumahan agar menjadi bisnis yang bertahan, kami membantu mereka dalam hal standardisasi operasi, peralatan, dan lainnya untuk menjadi bagian dari jaringan ghost kitchen DishServe” kata Rishabh.

Setelah sebelumnya menjabat sebagai COO di RedDoorz selama hampir 5 tahun, Rishhabh kemudian memutuskan untuk membangun bisnis baru yang menyasar industri kuliner. Disinggung soal alasannya, dirinya menegaskan saat itu merupakan waktu yang tepat untuk meninggalkan RedDoorz. Rishabh juga menyebutkan dirinya menyukai untuk membangun sesuatu yang baru.

Bantu brand buat titik distribusi

DishServe menggunakan fasilitas dapur rumah atau aset dapur yang kurang dimanfaatkan sebagai bagian dari jaringan untuk bertindak sebagai titik distribusi jarak jauh untuk brand F&B. Sebagai marketplace, DishServe memudahkan pemilik brand untuk berkembang tanpa biaya tetap melalui infrastruktur yang dimiliki DishServe.

Selain itu dapur rumahan juga bisa memperoleh penghasilan tambahan dengan bertindak sebagai titik distribusi jarak jauh. Dengan demikian membantu para pelanggan yang menyukai brand yang tergabung dalam DishServe, dengan mudah bisa mendapatkan makanan mereka dikirim kurang dari 10 menit dari 100 lebih lokasi tingkat dapur DishServe. Secara khusus dapur-dapur tersebut juga bisa diakses melalui aplikasi pesan makanan yang ada di aplikasi Gojek, Grab, Shopee, dan Traveloka.

Saat ini DishServe memiliki brand white label (juga disebut DishServe), yang memungkinkan mereka untuk menjaga infrastruktur tetap berjalan dan memonetisasinya lebih awal dari penjualan makanan. Namun, value proposition inti DishServe adalah membantu brand F&B berkembang dengan mengakses lebih dari 100 lokasi ghost kitchen di seluruh Jakarta tanpa set-up cost atau fixed cost.

“Dengan menempatkan brand kepada demand dan pemasaran yang baik, DishServe dapat memastikan bahwa infrastruktur yang digunakan dapat dimanfaatkan. DishServe mendapatkan komisi dari F&B yang disiapkan melalui jaringan ghost kitchen kami,” kata Rishabh.

Rencana penggalangan dana

DishServe saat ini telah menjalin kolaborasi dengan beberapa cloud kitchen. Meskipun tidak menempatkan DishServe sebagai pesaing dari para cloud kitchen, namun lebih kepada segmen yang berbeda dibandingkan dengan pilihan yang kemudian diterapkan oleh kebanyakan cloud kithen.

“Dan kami sebenarnya bisa menjadi layanan nilai tambah yang baik untuk brand yang sudah menjadi pelanggan cloud kitchen dengan memperluas jangkauan mereka untuk pilihan item menu mereka, seolah-olah kami adalah ‘konter ekspres/lite’ untuk brand tersebut,” kata Rishabh.

Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, DishServe terus membuka kesempatan bagi para investor yang tertarik dan memiliki visi yang sama dengan untuk memberikan masukan dan berbagai dukungan. Saat ini DishServe mengklaim sadang berada dalam proses penggalangan dana yang diharapkan bisa mengakselerasi pertumbuhan bisnis dan menambah lebih banyak brand untuk bergabung. Tidak disebutkan lebih lanjut siapa saja investor yang terlibat dalam kegiatan penggalangan dana tersebut.

Hangry Announces 188 Billion Rupiah Series A Funding Led by Alpha JWC Ventures

The multi-brand culinary startup Hangry today (03/5) announced the Series A funding worth of $13 million equivalent to 188 billion Rupiah. This round was led by Alpha JWC Ventures with the participation of Atlas Pacific Capital, SALT Ventures, and Heyokha Brothers. Hangry will use the fresh fund for national expansion in 2021-2022.

Previously, Hangry secured $3 million seed funding from Alpha JWC Ventures and Sequoia Capital for its involvement in the Surge accelerator program last year.

This year, the company aims to build more than 120 outlets and 20+ dine-in restaurants in various cities throughout Indonesia. In a media gathering earlier, Hangry’s team said that they will immediately execute the omnichannel strategy, integrate online-offline distribution channels this year.

Was founded in early September 2019 by Abraham Viktor, Andreas Resha, and Robin Tan, Hangry currently operates 40 branches in the Greater Jakarta and Bandung. They manage in-house brands, from Moon Chicken, San Gyu, Ayam Koplo and Dari Pada.

The cloud kitchen concept applied in every outlet, to produce quality products at affordable prices. Food/beverages from Hangry can be ordered via GoFood, GrabFood, ShopeeFood, and the Hangry application.

“There are not many global food and beverage brands with really high-quality offerings, even those from Indonesia. This is our goal. We started from a small shophouse and will continue to expand to big cities in Indonesia and then to Southeast Asian countries. In the long term, Hangry wants to be a brand that grows with consumers, be there for their every moment and makes it count,” Hangry’s Co-Founder & CEO, Abraham Viktor said.

Abraham added, “The Hangry business is multi-brand and multi-channel concept to offer options with various channels for consumers. Therefore, opening a restaurant to dine-in has been in our roadmap, we just postponed it due to the pandemic. Last year, we decided to focus on the cloud kitchen concept and this has been the key to Hangry’s success. Now, people are ready to return to their normal activities, including eating out, and this is the right time to introduce Hangry restaurant.”

Meanwhile, for Alpha JWC Ventures, the new retail sector does have its own place in its investment hypothesis. Apart from Hangry, there are several other culinary startups have received support from them, including Goola, Kopi Kenangan, and Mangkoku.

“As its seed investor, Hangry’s curent achievement has proved our trustin the beginning. With a customer focus and effective execution, Hangry always prioritizes excellence in terms of product taste and service experience. Within 1.5 years, Hangry has successfully launched various brands with various flavors and categories, and almost all of them are the best products with top rankings on various platforms – this is a clear example of innovation based on product market fit,” Alpha JWC Ventures’ Partner, Eko Kurniadi said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Seri A Hangry

Hangry Umumkan Pendanaan Seri A 188 Miliar Rupiah, Dipimpin Alpha JWC Ventures

Startup kuliner multi-brand Hangry hari ini (03/5) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $13 juta atau setara 188 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Alpha JWC Ventures diikuti Atlas Pacific Capital, SALT Ventures, dan Heyokha Brothers. Dengan dana segar yang didapatkan, Hangry memasang target untuk melakukan ekspansi nasional pada tahun 2021-2022.

Sebelumnya, tahun lalu Hangry mendapatkan pendanaan awal senilai $3 juta dari Alpha JWC Ventures dan Sequoia Capital atas keterlibatannya di program akselerator Surge.

Tahun ini perusahaan menargetkan bisa membangun lebih dari 120 outlet dan 20+ restoran dine-in di berbagai kota di Indonesia. Sebelumnya dalam sebuah acara temu media, tim Hangry juga mengatakan bahwa tahun ini mereka akan segera mengeksekusi strategi omnichannel, integrasikan saluran distribusi online-offline.

Sejak didirikan awal September 2019 oleh Abraham Viktor, Andreas Resha, dan Robin Tan, Hangry saat ini sudah mengoperasikan 40 cabang di wilayah Jabodetabek dan Bandung. Mereka mengelola brand in-house, mulai dari Moon Chicken, San Gyu, Ayam Koplo dan Dari Pada.

Konsep cloud kitchen turut diterapkan di setiap gerai yang dimiliki, untuk menghasilkan produk berkualitas namun dengan harga terjangkau. Makanan/minuman dari Hangry bisa dipesan lewat GoFood, GrabFood, ShopeeFood, dan aplikasi Hangry.

“Tidak banyak brand makanan dan minuman global yang memiliki sajian yang benar-benar berkualitas, pun yang berasal dari Indonesia. Ini yang menjadi cita-cita kami. Kami mulai dari sebuah ruko kecil dan akan terus berkembang ke kota-kota besar di Indonesia lalu ke negara-negara Asia Tenggara. Dalam jangka panjang, Hangry ingin menjadi brand yang tumbuh bersama konsumen, hadir pada tiap momen mereka dan membuat momen tersebut menyenangkan,” ujar Co-Founder & CEO Hangry Abraham Viktor.

Abraham menambahkan, “Konsep bisnis Hangry adalah multi-brand dan multi-channel untuk membawa banyak pilihan dengan berbagai jalan bagi konsumen. Karena itu, membuka restoran untuk makan di tempat memang sudah ada di dalam perencanaan kami selama ini, hanya saja kami tunda karena pandemi. Tahun lalu kami memutuskan untuk fokus dengan konsep cloud kitchen dan hal ini telah menjadi kunci kesuksesan Hangry. Kini, masyarakat sudah mulai siap untuk kembali beraktivitas normal, termasuk untuk makan ke luar, dan ini adalah waktu yang tepat untuk memperkenalkan restoran Hangry.”

Sementara itu bagi Alpha JWC Ventures, sektor new retail memang memiliki tempat tersendiri dalam hipotesis investasinya. Terbukti selain Hangry saat ini sudah ada beberapa startup kuliner lain yang mendapatkan dukungan dari mereka, di antaranya Goola, Kopi Kenangan, dan Mangkoku.

“Sebagai investor awal mereka, apa yang telah dicapai Hangry sejauh ini membuktikan kepercayaan kami pada mereka sejak awal. Dengan fokus pada pelanggan dan eksekusi yang efektif, Hangry selalu mengutamakan kesempurnaan dari segi rasa produk dan pengalaman layanan. Dalam kurun waktu 1,5 tahun, Hangry berhasil meluncurkan berbagai brand dengan ragam rasa dan kategori, dan hampir semuanya menjadi produk terbaik dengan peringkat teratas di berbagai platform – ini adalah contoh nyata dari inovasi berbasis product market fit,” kata Partner di Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi.

Application Information Will Show Up Here

Esensi Solusi Buana Secures Series A Funding Worth 43.5 Billion Rupiah

Esensi Solusi Buana (ESB) today (15/3) announced series A funding worth $3 million or 43.2 billion Rupiah. The investment was led by Beenext with the participation of Skystar Capital, Selera Kapital, Innovation Partners, and a previous round investor, AC Ventures.

The fresh funding will be focused on developing features and technology, including extensive partnerships with restaurants to create a more inclusive ecosystem. ESB alone provides a SaaS platform for digitizing the culinary business, which includes ordering systems, POS (Point of Sales), KDS (Kitchen Display System), CDS (Customer Display System), loyalty platforms, and ERP.

Regarding market size, based on research, the F&B business in Indonesia contributes around $57 billion in annual revenue. The trend continues to grow along with the increasing number of middle-class consumers. Unfortunately, the pandemic is on its way to drop the culinary business order, impacting 80% of business players.

“We built ESB in 2018 to introduce automation and reduce costs for F&B outlets […] Today we are also helping clients improve their operations and build more resilient businesses during the pandemic,” ESB’s Co-Founder & CEO, Gunawan Woen said.

One of its popular features allows culinary outlets to provide delivery. ESB also released the EZ Order application for both merchant and driver-partners.

“Previously invested in Moka (acquired by Gojek), we are very excited about a platform with the potential to revolutionize the way merchants and vendors operate. ESB’s data-driven and hardware-agnostic approach enables the platform to solve pressing problems for today’s sellers […] This current round will allow ESB to accelerate their growth and seize closer opportunities in the F&B market,” AC Ventures’ Managing Partner, Adrian Li said.

In an earlier interview with DailySocial, Gunawan said that restaurants will lose income starting from 10% (even more) due to inefficiency. Therefore, three aspects need to be improved, including order & outlet management, HQ & operations management, and purchase & vendor management. These solutions can be resolved by technology.

In addition, there are several other digital platforms that also serve a similar market share. For example, DigiResto, developed by MCAS, was recently received investment from the logistics company SiCepat. With a concept that is more integrated with cloud kitchens, the “decacorn” Gojek and Grab also have special services to democratize culinary merchants’ business processes, through the GoBiz and GrabMerchant applications.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Esensi Solusi Buana

Esensi Solusi Buana Umumkan Pendanaan Seri A 43,2 Miliar Rupiah

Esensi Solusi Buana (ESB) hari ini (15/3) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $3 juta atau 43,2 miliar Rupiah. Investasi dipimpin oleh Beenext dengan partisipasi Skystar Capital, Selera Kapital, Inovasi Partners, dan investor di putaran sebelumnya yakni AC Ventures.

Dana yang didapat akan difokuskan untuk pengembangan fitur dan teknologi, termasuk memperdalam kemitraan dengan restoran guna menciptakan ekosistem yang lebih inklusif. ESB sendiri menyediakan platform SaaS untuk digitalisasi bisnis kuliner, di dalamnya termasuk sistem ordering, POS (Point of Sales), KDS (Kitchen Display System), CDS (Customer Display System), platform loyalitas, dan ERP.

Terkait ukuran pasar, merujuk pada hasil riset yang disampaikan, bisnis F&B di Indonesia menyumbang sekitar $57 miliar dalam pendapatan tahunan. Trennya terus bertumbuh seiring dengan peningkatan jumlah konsumen kelas menengah. Sayangnya pandemi cukup membuat tatanan bisnis kuliner bergejolak kencang, berimbas pada 80% pebisnis.

“Kami membangun ESB pada tahun 2018 untuk memperkenalkan otomatisasi dan mengurangi biaya untuk di gerai F&B […] Saat ini kami juga membantu klien meningkatkan operasional mereka dan membangun bisnis yang lebih tangguh selama masa pandemi,” ujar Co-Founder & CEO ESB Gunawan Woen.

Salah satu fitur populer digunakan adalah memungkinkan gerai kuliner untuk melayani pesan-antar. ESB juga merilis aplikasi pemesanan EZ Order baik untuk mitra merchant maupun pengemudi.

“Setelah sebelumnya berinvestasi di Moka (diakuisisi oleh Gojek), kami sangat senang dengan platform yang berpotensi merevolusi cara pedagang dan vendor beroperasi. Pendekatan agnostik berbasis data dan perangkat keras ESB memungkinkan platform untuk memecahkan masalah yang mendesak bagi pedagang saat ini […] Putaran saat ini akan memungkinkan ESB untuk mempercepat pertumbuhan mereka dan menangkap peluang yang lebih berdekatan di pasar F&B,” sambut Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Sebelumnya dalam wawancara bersama DailySocial, Gunawan menceritakan, restoran akan kehilangan pendapatan mulai dari 10% (bahkan lebih) akibat dari inefisiensi. Oleh karenanya, ada tiga aspek yang perlu ditingkatkan, yakni manajemen order & outlet, manajemen HQ & operasional, dan manajemen purchase & vendor. Solusi tersebut dapat terselesaikan apabila memanfaatkan teknologi.

Selain ESB, ada beberapa platform digital lain yang juga melayani pangsa pasar serupa. Misanya DigiResto yang dikembangkan MCAS, baru-baru ini juga dapatkan investasi dari perusahaan logistik SiCepat. Dengan konsep yang lebih terintegrasi dengan cloud kitchen, decacorn Gojek dan Grab juga memiliki layanan khusus untuk mendemokratisasi proses bisnis merchant kuliner, yakni lewat aplikasi GoBiz dan GrabMerchant.

Application Information Will Show Up Here
Layanan Cloud Kitchen Gojek Dapur Bersama GoFood

Realisasikan Integrasi dengan Rebel Foods, Gojek Operasikan Layanan Cloud Kitchen “Dapur Bersama GoFood”

Juli 2019 lalu, Go-Ventures terlibat dalam pendanaan seri D startup cloud kitchen asal India, Rebel Foods. Mereka memberikan pendanaan mencapai $5 juta. Disampaikan juga, bahwa Gojek akan membawa konsep tersebut ke Indonesia guna melengkapi ekosistem superapps yang dimilikinya.

Di bawah komando Chief Food Officer Gojek Group Catherine Hindra Sutjahyo, PT Rebel GoFood Indonesia berdiri dengan misi menjadi perusahaan cloud kitchen terbesar di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri, platform tersebut diberi nama “Dapur Bersama GoFood”, diperuntukkan bagi mitra UMKM kuliner untuk mengakselerasi bisnisnya.

“Dengan berbasis data, kami menyediakan ragam kuliner sesuai permintaan di suatu wilayah agar pelanggan lebih dekat dengan pilihan kuliner favoritnya. Konsep cloud kitchen telah banyak diusung oleh para pemain layanan pesan-antar makanan terkemuka di dunia dan terbukti telah sukses membawa usaha kecil dan menengah melaju dengan skala bisnis lebih besar,” terang VP Corporate Affairs Food Ecosystem Gojek Rosel Lavina kepada DailySocial.

Turut disampaikan bahwa GoFood bekerja sama dengan Rebel Foods sebagai perusahaan operator restoran cloud kitchen dalam mendirikan layanan Dapur Bersama GoFood.

Model bisnis

Lebih lanjut Rosel bercerita, Dapur Bersama pada dasarnya adalah ruang kerja yang dilengkapi fasilitas pendukung untuk berbagai jenis restoran dan UMKM kuliner, serta terintegrasi dengan sistem teknologi layanan pengantaran Gojek. Layanan ini terbuka untuk semua mitra usaha kuliner yang telah bergabung di GoFood. Saat ini sudah beroperasi di 3 wilayah, yakni Jabodetabek, Bandung, dan Medan; memfasilitasi lebih dari 350 outlet kuliner dengan 80% di antaranya dari kalangan UMKM.

“Kami melihat tren pertumbuhan positif dari jumlah mitra usaha yang bergabung ke fasilitas Dapur Bersama GoFood dan menjadi sebuah indikasi yang positif bahwa fasilitas Dapur Bersama ini adalah salah satu pilihan solusi yang tepat bagi UMKM kuliner untuk beradaptasi dan mengembangkan usahanya, dalam upaya menyesuaikan dengan gaya hidup baru pelanggan yang semakin mengandalkan layanan pesan-antar makanan,” imbuhnya.

Konsep cloud kitchen ini hadir seiring dengan bertumbuhnya minat layanan food delivery, terlebih di tengah pandemi. Menurut riset McKinsey (2020), ada peningkatan 34% untuk penggunaan jasa pesan antar makanan selama masa pandemi. Di sisi pengusaha, adanya cloud kitchen juga dapat menguntungkan untuk meningkatkan efisiensi bisnis. Rosel menyebutkan, terdapat 4 manfaat yang ingin diberikan Dapur Bersama bagi para mitranya.

Pertama, biaya sewa dan beban infrastruktur yang lebih ringan. Di cloud kitchen, pelaku usaha bisa memanfaatkan berbagai utilitas yang dilengkapkan, sehingga tidak perlu lagi menyewa ruangan khusus, membeli alat-alat, dan membayar perawatan rutin secara terpisah. Kedua, meringankan biaya operasional; karena hanya melayani pesan antar saja, sehingga tidak perlu menyewa kedai atau SDM lebih banyak.

Keuntungan berikutnya yang ingin disajikan, diharapkan bisa menjaga arus kas karena tidak perlu bayar sewa di muka. Berbeda dari area komersial pada umumnya, mitra UMKM tidak perlu membayar sewa di muka setiap tahun, sehingga membantu menjaga kelancaran arus kas. Pembayaran dilakukan menggunakan sistem bagi hasil keuntungan sesuai ketentuan yang berlaku. Dan terakhir, membantu pengusaha melakukan ekspansi bisnis dengan modal dan risiko yang lebih minim.

“Lokasi Dapur Bersama ditentukan berdasarkan data yang diolah dari transaksi dan preferensi konsumen GoFood, sehingga telah sesuai dengan permintaan pasar. UMKM bisa melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah baru sehingga menjadi lebih dekat dengan pelanggan dengan risiko dan modal yang relatif lebih rendah,” terang Rosel.

Ia melanjutkan, “Dari sisi pelanggan, mereka dapat memilih opsi ‘Order Sekaligus’ di halaman pemesanan GoFood, di mana pelanggan dapat memesan menu yang berbeda dari beberapa mitra usaha yang berada di lokasi Dapur Bersama GoFood yang sama dengan hanya membayar satu kali biaya pengantaran.”

Salah satu mitra usaha GoFood yang telah memanfaatkan Dapur Bersama / Gojek
Salah satu mitra usaha GoFood yang telah memanfaatkan Dapur Bersama / Gojek

Perkembangan cloud kitchen

Dengan konsep yang unik, di Indonesia sudah ada beberapa layanan cloud kitchen yang beroperasi. Misalnya Hangry, mereka menyajikan layanan untuk brand kuliner yang dikembangkan secara internal. Tujuannya sama, agar pengguna layanan food delivery mendapatkan pilihan berbagai jenis hidangan dalam satu kedai virtual yang dikunjungi sehingga menghemat ongkos kirim. Sebelumnya juga ada YummyKitchen dari Yummy Corp, memfasilitasi UMKM dengan dapur sentral untuk keperluan produksi.

Kompetitor Gojek di Indonesia, Grab, juga mengoperasikan layanan cloud kitchen untuk tujuan yang kurang lebih sama. Banyaknya cloud kitchen berbasis kemitraan yang hadir menjadi angin segar bagi industri F&B, terlebih di tengah terpaan pandemi seperti saat ini, para pebisnis mau tak mau harus beradaptasi dengan tren baru yang terbentuk di tengah konsumen.

Rencana Gojek berikutnya, mereka masih akan tetap fokus melakukan edukasi dan perluasan implementasi layanan cloud kitchen yang dimiliki, sembari terus menjaga ketat standardisasi terkait protokol kesehatan dan keamanan.

“Saat ini yang semakin menjadi fokus kami adalah bagaimana kami berupaya untuk terus memfasilitasi lewat dukungan edukasi dan implementasi agar seluruh ekosistem kami terlindungi dengan menerapkan protokol kesehatan, keamanan, dan kebersihan (J3K), terutama sejalan dengan diberlakukannya PPKM (sebelumnya PSBB) di berbagai kota di Indonesia, sebagai upaya menekan laju penyebaran Covid-19,” kata Rosel.

Menutup wawancara ia mengatakan, “Sejalan dengan komitmen kami untuk mendukung pertumbuhan mitra usaha dan memenuhi permintaan pelanggan, ke depannya kami akan terus mengembangkan inovasi layanan Dapur Bersama GoFood dengan membuka lebih banyak fasilitas dan berekspansi ke lebih banyak kota di masa mendatang.”

Application Information Will Show Up Here
Waku sajikan berbagai pilihan katering yang bisa dipesan secara online

Waku Terus Perluas Area Bisnis di Tengah Momentum Pertumbuhan Aplikasi Kuliner

Setelah melakukan rebranding akhir tahun 2020 lalu, platform yang memungkinkan penggunanya mudah mendapatkan makanan atau kuliner, Waku, melakukan ekspansi di beberapa wilayah di Indonesia. Setelah melakukan ekspansi di Medan dan Denpasar, kini mereka juga telah hadir di Bandung dan Tegal.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Anthony Gunawan mengungkapkan, alasan utama mengapa kota-kota tersebut dipilih untuk ekspansi adalah, adanya klien anchor yang perlu dilayani.

“Selain Denpasar dan Medan, kami sudah berhasil ekspansi ke Bandung dan Tegal juga. Empat kota-kota baru ini termasuk kota metropolitan yang menjadi target ekspansi kami di tahun 2021,” kata Anthony.

Ekspansi bisnis pada umumnya bukanlah hal yang dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Banyak sekali faktor dan sumber daya yang perlu dipersiapkan sebelumnya. Tetapi dengan model bisnis dan tim operasional yang dimiliki, Waku membuktikan bahwa ekspansi bisnis tidak sulit dilakukan. Perusahaan juga terus berinovasi dan membuat menu-menu baru dan layanan-layanan baru dengan cepat.

“Dengan memiliki dapur-dapur yang sangat profesional dan berpengalaman, digabung dengan sistem dan tim Waku yang sudah kokoh dan berpengalaman juga, kami dapat memastikan Waku dapat diterapkan di seluruh kota di Indonesia dan akan beroperasional dengan baik sekali, untuk memenuhi kebutuhan makanan karyawan baik di perusahaan maupun pemerintahan,” kata Head of Operations Waku Farid Syuhada.

Di Indonesia sendiri, bisnis teknologi terkait kuliner memang sedang banyak digencarkan. Salah satunya Kulina, startup berbasis di Jakarta yang juga sediakan paket katering untuk personal maupun perusahaan. Selama pandemi sendiri, kami memantau peningkatan traksi di bisnis pengantaran makanan, lantaran adanya pembatasan sosial dan adopsi layanan teknologi yang makin masif.

Rencana Waku tahun 2021

Walaupun pandemi telah memberikan banyak sekali tantangan baru bagi bisnis Waku, namun secara keseluruhan telah memberikan dampak yang sangat positif terhadap pertumbuhan bisnis Waku. Tahun 2020, Waku mengklaim telah berhasil meningkatkan penjualan dan melebarkan coverage area layanan ke beberapa kota besar, serta turut menambah jumlah cloud kitchen Waku dalam waktu yang singkat. Secara keseluruhan Waku telah memiliki lebih dari 40 dapur katering dan cloud kitchen, dan lebih dari 300 klien perusahaan dan pemerintahan.

“Banyak sekali perbedaan dan unique selling propositions yang dimiliki oleh Waku. Salah satu yang paling utama yaitu Waku adalah satu-satunya F&B assistant yang memberikan solusi terlengkap bagi klien perusahaan dan pemerintahan, baik untuk makanan harian, keperluan meeting, training, acara-acara, kebutuhan mendadak, dan lain-lain. Dengan lebih dari 16 kategori dan 15 ribu pilihan menu, Waku merupakan one-stop all-in-one solutions bagi pelanggan,” kata Anthony.

Tahun ini Waku memiliki beberapa target dan rencana yang ingin dilancarkan, di antaranya adalah berencana hadir di semua kota metropolitan di Indonesia, meluncurkan beberapa brand dan layanan baru juga. Saat ini Waku juga tengah melakukan penggalangan dana untuk tahapan Seed.

“Potensi catering dan cloud kitchen sangatlah besar, dengan adanya COVID-19 maupun tidak. Kami selalu bersemangat dan optimis untuk terus bertumbuh dan melayani pasar yang lebih luas di seluruh Indonesia.” ujar Anthony.

Application Information Will Show Up Here

Alpha JWC to Invest 29 Billion Rupiah into Culinary Startup “Mangkokku”

 

Culinary startup Mangkokku announced its seed funding worth of $2 million (nearly 29 billion Rupiah) from Alpha JWC Ventures. The fresh funds will be used for outlet expansion until next year.

For the record, Alpha JWC also invested in another culinary startup by Gibran, Goola, last year. In addition, other culinary startups that have listed in Alpha JWC’s portfolio are Kopi Kenangan, Hangry, and Lemonilo.

Mangkokku was founded last year by celebrity chef Arnold Poernomo, culinary entrepreneur Randy Kartadinata, and two children of the President of the Republic of Indonesia, Gibran Rakabuming and Kaesang Pangarep. Gibran and Kaesang serve as advisors for the day-to-day operations of the company.

Meanwhile, Arnold heads up culinary production and innovation, and Randy acts as CEO responsible for Mangkokku’s daily business and expansion. Before pioneering Mangkokku, the four founders had established at least 12 culinary companies in Indonesia and Australia, including Gioi, KOI Dessert Bart Sydney, and Markobar martabak outlets.

Mangkokku offers dishes in the form of a rice bowl or rice with side dishes served in a bowl with the taste of typical Indonesian food. There are 12 menus that are sold with prices ranging from Rp19 thousand to Rp54 thousand per portion.

Para founder Mangkokku / Mangkokku
Mangkokku Founders / Mangkokku

In an official statement, Arnold Poernomo said that his team adopted a global business perspective. He believes that to grow rapidly and sustainably, you must provide superior products at affordable prices and maintain the standard of every bowl served.

“Therefore, we operate all branches ourselves and use high-tech equipment in the main kitchen to maintain product quality and consistency,” he explained, Monday (23/11).

Randy Kartadinata added that during the pandemic, the company managed to adapt quickly to respond to changes in consumer demand, which are now moving higher. It is claimed, each Mangkokku branch can sell 400 to 600 bowls every day.

“Our big dream is to become the largest mass-market culinary group in Indonesia and build its own ecosystem consisting of various culinary brands and institutions. Not only that, we also want to be the best culinary company in terms of local and regional expansion and technical operations. That’s why we took this startup route and collaborated with Alpha JWC Ventures,” Randy continued.

Currently, Mangkokku has 22 branches in Jabodetabek and will expand to Surabaya in the near future. The company will add up to 30 store locations by the end of this year and 75 branches next year.

Also, next year they will start developing food menus outside the rice bowl concept, starting from drinks, desserts, and packaged chili sauce series. Thus, Mangkokku’s ambition as a complete culinary solution can be realized.

Alpha JWC Ventures partner Eko Kurniadi said that his team sees the culinary business as a sector that can benefit from venture funding and the use of technology. Mangkokku has performed brilliantly even during the pandemic.

“This proves that their products have been well received by the community. Our financial and business support as well as our previous experience will help Mangkokku develop into a large company faster,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup kuliner Mangkokku mengumumkan pendanaan tahap awal (seed funding) sejumlah $2 juta (hampir 29 miliar Rupiah) dari Alpha JWC Ventures

Alpha JWC Berinvestasi 29 Miliar Rupiah untuk Startup Kuliner “Mangkokku”

Startup kuliner Mangkokku mengumumkan pendanaan tahap awal perdananya (seed funding) sejumlah $2 juta (hampir 29 miliar Rupiah) dari Alpha JWC Ventures. Dana segar ini akan digunakan untuk menambah ekspansi gerai sampai tahun depan.

Sebagai catatan, Alpha JWC juga berinvestasi ke startup kuliner milik Gibran lainnya yakni Goola pada tahun lalu. Selain itu, startup kuliner lainnya yang masuk ke portofolio Alpha JWC, yakni Kopi Kenangan, Hangry, dan Lemonilo.

Mangkokku didirikan pada tahun lalu oleh chef selebritas Arnold Poernomo, pengusaha kuliner Randy Kartadinata, dan dua anak Presiden RI yakni Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep. Gibran dan Kaesang menduduki posisi sebagai penasihat untuk operasional sehari-hari perusahaan.

Sementara, Arnold mengepalai produksi dan inovasi kuliner, dan Randy bertindak sebagai CEO yang bertanggung jawab atas ekspansi dan bisnis harian Mangkokku. Sebelum merintis Mangkokku, keempat pendiri ini sudah mendirikan setidaknya 12 perusahaan kuliner di Indonesia dan Australia, termasuk Gioi, KOI Dessert Bart Sydney, dan gerai martabak Markobar.

Mangkokku menawarkan hidangan dalam bentuk rice bowl atau nasi dengan lauk yang disajikan di dalam mangkuk dengan cita rasa makanan khas Indonesia. Ada 12 menu yang dijual dengan harga mulai dari Rp19 ribu hingga Rp54 ribu per porsi.

Para founder Mangkokku / Mangkokku
Para founder Mangkokku / Mangkokku

Dalam keterangan resmi, Arnold Poernomo menuturkan pihaknya mengadopsi cara pandang bisnis global. Ia percaya untuk berkembang dengan pesat dan berkelanjutan, harus menyediakan produk superior dengan harga terjangkau dan menjaga standar setiap mangkuk yang tersaji.

“Karena itu, kami mengoperasikan sendiri semua cabang dan menggunakan peralatan berteknologi tinggi di dapur utama untuk menjaga kualitas dan konsistensi produk,” terangnya, Senin (23/11).

Randy Kartadinata menambahkan, selama pandemi perusahaan berhasil beradaptasi dengan cepat untuk menjawab perubahan permintaan konsumen yang kini pergerakannya lebih teratas. Diklaim, setiap harinya tiap cabang Mangkokku mampu menjual 400 hingga 600 mangkuk.

“Mimpi besar kami adalah menjadi grup kuliner mass-market terbesar di Indonesia dan membangun ekosistem sendiri yang terdiri dari berbagai merek dan institusi kuliner. Tak hanya itu, kami juga ingin menjadi perusahaan kuliner terbaik dalam hal ekspansi lokal dan regional serta operasional teknis. Karena itulah kami mengambil rute startup ini dan bekerja sama dengan Alpha JWC Ventures,” sambung Randy.

Saat ini Mangkokku memiliki 22 cabang di Jabodetabek dan akan merambah ke Surabaya dalam waktu dekat. Perusahaan akan menambah lokasi gerai hingga 30 pada akhir tahun ini dan 75 cabang pada tahun mendatang.

Tak hanya itu, tahun depan mulai mengembangkan menu makanan di luar konsep rice bowl, dimulai dari minuman, makanan penutup, dan seri sambal kemasan. Dengan demikian, ambisi Mangkokku sebagai solusi kuliner komplet dapat terwujud.

Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi menuturkan pihaknya melihat bisnis kuliner sebagai sektor yang dapat diuntungkan dari pendanaan ventura dan penggunaan teknologi. Mangkokku telah menunjukkan kinerja cemerlang bahkan saat pandemi.

“Hal ini membuktikan bahwa produk mereka telah diterima masyarakat dengan baik. Dukungan finansial dan bisnis serta pengalaman kami sebelumnya akan membantu Mangkokku berkembang lebih cepat menjadi perusahaan besar,” katanya.