Tag Archives: Customer Experiences

Instagram Gandeng Qiscus Jadi Partner Resmi Messenger API for Instagram, Integrasikan Sistem Multichannel Chat

Urgensi transformasi digital adalah sebuah keniscayaan, lantaran transformasi digital menjadi hal yang krusial dalam menghadapi masa depan dengan segala perubahannya, tak terkecuali bagi pelaku bisnis.

Selama kurang lebih dua tahun, kita telah diperlihatkan bagaimana situasi pandemi mengakselerasi pengadopsian teknologi digital yang banyak menggeser bagaimana konsumen memilih dan berperilaku.

Hal ini dibuktikan, pergeseran perilaku konsumen nyatanya juga membuka peluang besar hadirnya tren social commerce. Sebuah fenomena di mana media sosial dimanfaatkan tak hanya untuk sekedar bersosialisasi, tetapi juga untuk promosi, menjual, dan membeli langsung layanan jasa maupun barang di aplikasi media sosial tersebut. Di Indonesia sendiri, Paypal melaporkan 80% bisnis di Indonesia dijual melalui social commerce dengan market yang ditaksir mencapai kurang lebih $3 miliar menurut McKinsey.

Pentingnya media sosial bagi bisnis dalam menghadirkan interaksi dan customer experience yang menyenangkan

Dari platform media komunikasi dan sharing sederhana, kini media sosial menjadi multifunction apps yang dimanfaatkan oleh banyak peluang bisnis untuk promosi, yang telah mengintegrasikan visual, audio, chat, dan sekarang fitur belanja (shop) dalam aplikasinya. Faktor ini, menjadikannya sebagai platform multifungsi dan dimanfaatkan oleh pelaku bisnis untuk menarik pelanggan dan membangun pengalaman konsumen dengan social commerce. Konsumen bisa memberikan ulasan, klik, dan memesan sembari menghabiskan waktu mereka berselancar di media sosial.

Salah satu platform social commerce yang diadopsi mayoritas bisnis adalah Instagram. Keseluruhan interaksi yang dapat dilakukan di Instagram memberikan kemudahan kepada brand berinteraksi langsung dengan konsumen. Dari sisi konsumen, brand yang mudah dijangkau ini memberikan customer experience yang menyenangkan karena brand hadir di platform yang biasa mereka gunakan dan memberikan ruang untuk berinteraksi langsung dengan konsumen.

Namun begitu, banyak pelaku bisnis yang masih menemui kendala dalam menghadirkan layanan pelanggan (customer service) yang prima. Padahal, customer service merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keputusan pembelian. Seperti tidak responsif kepada calon pembeli yang bertanya di kolom komentar atau melalui Direct Message (DM) akibat terlalu banyaknya jumlah pesan yang diterima.

Fenomena ini juga didukung oleh data dari Forrester yang menunjukkan interaksi customer service secara digital akan meningkat sebanyak 40%. Pandemi menciptakan tren di mana orang-orang sangat menggantungkan pembelian pada online shopping, digital financial services, dan telemedicine. Terbatasnya pelayanan langsung oleh brand di masa pandemi mendorong banyak konsumen berinteraksi dengan brand secara digital, dan dari hasil survei menyatakan customer akan terus melakukan hal ini kedepannya.

Instagram jadi kanal social commerce paling diminati

Masyarakat Indonesia menggunakan berbagai macam aplikasi media sosial. Salah satu aplikasi dengan persentase pengguna terbanyak di Indonesia yakni sebesar 79% adalah Instagram. Aplikasi yang hadir sebagai tempat berbagi foto dan video dengan berbagai fitur. Artinya, Instagram menjadikan unsur visual sebagai attention grabber utamanya.

Adanya layanan khusus bagi pelaku bisnis seperti profil bisnis dan iklan juga makin menambah keunggulan Instagram. Ditambah lagi saat ini telah hadir fitur Instagram shopping yang memuat barang dan harga serta link website/e-commerce yang bisa diakses seluruh pengguna Instagram.

Hal ini sejalan dengan laporan “Asia Social Commerce Report 2018” oleh PayPal dan Blackbox Research, yang menyatakan 63% responden menilai media sosial khususnya Facebook dan Instagram lebih mudah meraih pasar potensial yang lebih luas; 57% responden menilai lebih gampang membuka bisnis melalui media sosial; dan 48% responden mengatakan platform ini dapat meningkatkan jaringan teman dan kenalan yang bisa mendorong pertumbuhan bisnis.

Messenger API for Instagram bantu tingkatkan pelayanan bisnis

Dilansir laman induk Instagram sendiri, Meta Business, 90% pengguna Instagram mem-follow setidaknya satu akun brand. Meta Business juga membeberkan masih ada brand yang tidak memberikan tanggapan terhadap komentar konsumen baik di Instagram maupun di Facebook. Padahal, ketika brand bisa dengan cepat merespon dan berkomunikasi secara personal bukan dengan template, maka itu dapat memberikan customer experience yang menyenangkan dan mengubah potensial konsumen menjadi pembeli dan pelanggan. Selain itu, dengan semakin populernya Instagram sebagai kanal komunikasi bisnis, jumlah pesan DM Instagram bagi beberapa bisnis semakin meningkat sehingga sulit untuk mengelolanya.

Untuk mengatasi masalah ini, Instagram meluncurkan Messenger API for Instagram pada pertengahan tahun ini, yakni seperangkat programming code yang dapat digunakan untuk mengirimkan data dari Instagram ke platform yang terintegrasi dengannya.

Artinya, pengguna Messenger API for Instagram dapat mengakses pesan yang masuk ke Instagram mereka melalui platform lain yang telah diintegrasikan, tanpa harus log in ke akun Instagramnya. Selain itu, integrasi ini juga memungkinkan bisnis yang memiliki beberapa akun Instagram, mengakses pesan dari semua akunnya melalui suatu platform yang sama.

Perlu diketahui bahwa Messenger API for Instagram yang resmi dan kredibel hanya bisa didapatkan melalui partner resmi Instagram dan Facebook, seperti Qiscus

Qiscus jadi partner resmi Messenger API for Instagram

Di Qiscus, layanan Messenger API for Instagram diintegrasikan dengan dasbor Qiscus Multichannel Chat. Artinya bisnis yang menggunakan kedua layanan ini, dapat mengakses seluruh pesan yang masuk ke Instagram bisnisnya melalui dashboard Qiscus Multichannel Chat saja.

Inbox-Platform-Qiscus-Instagram-Gandeng-Qiscus-Jadi-Partner-Resmi-Messenger-API-for-Instagram-Integrasikan-Sistem-Multichannel-Chat
Dashboard Qiscus Multichannel Chat

Layanan Messenger API for Instagram yang terintegrasi dengan Qiscus Multichannel Chat ini memiliki beberapa keunggulan yang membedakannya dengan Instagram business biasa.

Multichannel Chat milik Qiscus ini dapat mengintegrasikan semua saluran pesan, sehingga semua pesan yang masuk di kanal-kanal media yang dimiliki baik itu WhatsApp, Facebook, maupun Instagram dapat terbaca dan terpantau melalui satu User Interface (UI) yang sama. Artinya, agen Customer Service (CS) yang menangani pesan konsumen tidak perlu berpindah-pindah aplikasi dan memungkinkan pemilik bisnis memberikan respon cepat dan selalu siap menangani pesan pelanggan selama 24/7. Pelaku bisnis juga bisa mendapatkan insight performa bisnis dan performa kerja agen CS secara realtime melalui fitur analytics.

Lebih lanjut, terdapat fitur multilevel agent, yang memungkinkan bisnis mengatur role setiap tim member yang mengakses dashboard, seperti Admin, Supervisor, dan Agent.

Messenger API for Instagram yang terintegrasi dengan Multichannel Chat Qiscus ini dapat dinikmati pelaku bisnis yang sudah mengatur profilnya menjadi Instagram Bisnis dan akun tersebut telah ditautkan ke halaman Facebook yang dimiliki oleh brand serta tanpa adanya limitasi dari jumlah followers.

Belajar dari pengalaman Morula IVF Indonesia, klinik fertilitas yang raih skor tinggi customer satisfaction

Sama seperti brand kebanyakan saat ini, Morula IVF Indonesia yang memiliki program andalan bayi tabung ini juga memiliki media sosial yang berfungsi untuk berbagi informasi baik klinik maupun medis. Khusus pada Instagram, brand yang sudah berdiri sejak 1997 dan memiliki 10 cabang tersebar di kota-kota besar di indonesia ini telah mengantongi pengikut Instagram sebanyak ratusan ribu followers.

Sebagai brand yang terjun di layanan kesehatan, maka menjadi hal yang wajib bagi Morula IVF Indonesia memberikan kualitas pelayanan yang bermutu bagi pasien dan calon pasien sehingga mereka merasa percaya, nyaman dan aman. Setidaknya ada puluhan hingga ratusan pesan masuk ke Instagram Morula IVF Indonesia melalui fitur pesan privat Direct Message (DM) baik untuk berkonsultasi maupun membuat jadwal janji temu. Belum lagi lewat fitur Instagram yang lain seperti komentar di unggahan Feeds, Instagram Story, maupun Mention.

Berkat Messenger API for Instagram yang terintegrasi dengan Multichannel Chat dari Qiscus, Morula IVF Indonesia mampu mengelola pesan masuk hanya dengan satu dashboard, yang mampu memudahkan tim media sosial Morula IVF Indonesia untuk meningkatkan efisiensi dalam menjawab pesan dan menjadi lebih fast response dengan adanya fitur auto reply, dan quick reply yang bisa dilakukan dengan hanya satu klik. Terlebih lagi, Morula IVF Indonesia memegang SOP maximum response time untuk chat dibalas paling lama selama 3 menit

Tak hanya itu saja, Qiscus sebagai partner resmi Messenger API for Instagram juga menyediakan fitur yang mampu membuat rekapan berbagai data terkait pelayanan komunikasi brand di Instagram, yaitu fitur analytics. Data tersebut mampu menunjukan jumlah pesan yang masuk ataupun topik yang sering ditanyakan, sehingga membantu memperlancar Morula IVF Indonesia dalam menciptakan strategi improvement kedepannya.

Secara keseluruhan, penerapan layanan dari Qiscus ini membawa dampak yang signifikan bagi pelayanan Morula IVF Indonesia. Terbukti dari CSAT (Customer Satisfaction) Score, sebuah metrik bisnis yang digunakan perusahaan untuk mengukur angka kepuasan pada keseluruhan pengalaman konsumen, Morula IVF Indonesia mampu meraih skor 4,86 dari total skor tertinggi yaitu 5.

Selain Morula IVF Indonesia, terdapat ratusan bisnis lainnya yang juga telah menggunakan solusi Messenger API for Instagram dan Qiscus Multichannel Chat untuk meningkatkan kualitas customer service-nya.

Bagi Anda yang ingin mengadopsi teknologi ini untuk bisnis Anda, saat ini Qiscus tengah menyediakan percobaan layanan Messenger API for Instagram dan Qiscus Multichannel Chat selama 90 hari secara gratis, kunjungi www.qiscus.com. Hilangkan semua hambatan dan rasakan mudahnya berbisnis mulai dari sekarang.

Disclosure: Artikel ini disponsori oleh Qiscus.com

 

Bisnis Carsome 2021

Klaim Pertumbuhan Bisnis, Carsome Indonesia Resmikan “Experience Center”

Pandemi tahun lalu ternyata cukup mempengaruhi bisnis platform digital untuk penjualan mobil bekas Carsome. Kepada DailySocial, Co-founder & Group CEO Carsome Eric Cheng mengungkapkan, saat Malaysia, Indonesia, dan Thailand menjalani fase lockdown Covid-19 pada Maret-April tahun lalu, sebagian besar operasional bisnis Carsome terhenti. Meskipun demikian, mereka kemudian mampu mengendalikan situasi dengan cepat dan menjaga angka permintaan untuk mencapai v-shape recovery di Juni 2020.

“Di Q3 2020, kami akhirnya berhasil pulih sepenuhnya ke volume transaksi sebelum pandemi akibat permintaan kepemilikan kendaraan pribadi sebagai pilihan mobilitas yang lebih aman di tengah pandemi (dibandingkan dengan transportasi online atau transportasi umum).”

Momen tersebut kemudian menjadi titik balik untuk pemulihan cepat dan pertumbuhan kuat perusahaan. Sehingga pada kuartal Q4 2020 berhasil membukukan pendapatan tertinggi yang jumlahnya dua kali lipat dari periode sebelum pandemi. Selain itu, Carsome juga berhasil mencapai profitabilitas operasional group pada Q4 2020.

Akhir tahun 2020 lalu Carsome juga telah telah membukukan pendanaan seri D senilai $30 juta atau setara 424 miliar Rupiah. Investor yang terlibat meliputi Asia Partners, Burda Principal Investments, dan Ondine Capital. Sejauh ini menjadi all-equity financing terbesar dalam industri otomotif online di Asia Tenggara.

Setahun sebelumnya, tepatnya awal Desember 2019, Carsome mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $50 juta. Putaran ini didukung MUFG Innovation Partners, Daiwa PI Partners, Endeavour Catalyst, Ondine Capital, serta investor di putaran sebelumnya termasuk Gobi Partners dan Convergence Ventures.

Luncurkan “Experience Center”

Diluncurkan pertama kalinya di Malaysia bulan Agustus 2020 lalu, bulan April tahun ini Carsome meresmikan “Carsome Experience Center” mereka di Indonesia. Bertempat di Jalan Sultan Iskandar Muda No.1A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Carsome Pondok Indah Experience Center menjadi solusi bagi konsumen untuk membeli mobil bekas yang berkualitas serta bergaransi secara aman dan mudah.

Rencananya Carsome juga akan membuka Experience Center di Thailand tahun ini. Harapannya konsumen di semua negara juga bisa merasakan pengalaman yang aman dan mendapatkan jaminan kualitas ketika membeli mobil bekas.

“Kami memahami susahnya membeli mobil bekas seperti, sulit mendapatkan info yang akurat, kondisi mobil yang ada di listing berbeda dengan kondisi mobil aslinya, banyak penambahan biaya-biaya tak terduga dari harga yang tertera di listing, dan tidak ada jaminan kualitas adalah beberapa di antaranya,” kata Eric.

Secara khusus Carsome ingin mempermudah masyarakat merasakan pengalaman yang nyaman dan mudah untuk membeli. Menawarkan beragam pilihan mobil bekas yang telah terpilih dan melewati standar pemeriksaan mobil yang ketat dan berkualitas tinggi. Mobil-mobil yang tidak mengalami kecelakaan besar, kebanjiran, atau memiliki kerusakan rangka.

Di sisi lain, Carsome juga ingin memperkuat industri mobil bekas di Indonesia, memperkenalkan cara terpercaya bagi konsumen dalam membeli mobil bekas dan tentunya membangun platform yang terpercaya dan terintegrasi untuk mobil-mobil bekas tersertifikasi.

“Setelah menelusuri informasi yang rinci dan melakukan pemesanan secara online di platform, pelanggan dapat mengunjungi Carsome Experience Center untuk melihat kondisi mobil yang sebenarnya, test drive, atau untuk mendapatkan informasi lebih dalam dari konsultan Carsome kami. Dengan itu, kami berharap dapat menjangkau konsumen yang biasanya ragu membeli mobil bekas karena kurangnya kepercayaan,” kata Eric.

Disinggung apa yang membedakan pasar Indonesia dibandingkan dengan negara lainnya, Eric menegaskan Indonesia adalah negara di Asia Tenggara dengan volume penjualan mobil bekas tertinggi, 2,5 juta unit terjual pada 2019 dengan market size sekitar $20 Miliar. Laju pertumbuhan tahunan gabungan (2010-2019) untuk penjualan mobil bekas di Indonesia adalah 8%, sedangkan kepemilikan mobil per 1.000 orang berada pada 77, dibandingkan dengan Malaysia (353), Thailand (243) dan Singapura (94).

“Melalui informasi dari laporan MomentumWorks, serta besarnya populasi dan cakupan geografis Indonesia, kami yakin bahwa Indonesia adalah pasar yang penuh dengan potensi pertumbuhan namun belum terfasilitasi. Hal ini membuat kami sangat yakin dengan prospek yang ada, dan kami berharap dapat memperluas cara baru membeli mobil ke lebih banyak kota di Indonesia,” tutup Eric.

Application Information Will Show Up Here

Forrester Projection for Technology and Business Landscape in 2018

2018 is already started and the early year technology lanscape will always interesting. Besides a one-year report, there are predictions, because the landscape has various calculations for future trend to be properly projected. One of the global class research instititutes already released its prediction for 2018 is Forrester. Based on the current development, there are some predictions of what is booming in 2018 according to Forrester.

Awareness of Customer Experiences (CX)

Customer Experiences (CX) becomes a business strategy to adapt with economic development in marketplace. Forrester’s CX Index in 2017 records the decreasing quality in various line of business and industry. In 2018, around 30% company begins to aware the CX’s decreased performance, as they will sense the loss eventually. There will be other implications, as 2018 is going to be an important year in CX development, to give the best experience and strengthen customer confidence for business.

The rise of AI based smart agent

Artificial Intelligence (AI) will act further. The current trends-including in Indonesia-has become models to be adopted and 2018 is a starting point. Smart agents will continue to strengthen their influence on consumers and push brands to engage through the power of subtle conversation.

Digital Crisis

In 2017, digital transformation campaigns are widely promoted, unfortunately many are assume the effort as an elective operation. Whereas business also needs to significantly notice the transformation. Digital customers demand further experience to be satisfied over a service. Forrester’s research result states 60% business executives have started to admit their lag in making digital transformation.

The gap of digital talents

The wage growth of 2% to 4% shows a relatively balanced market. However, the existing fact on field is a lack of specific roles such as data scientist, information security analyst, high-end developers, and information systems architects to improve CX. By 2018, talent issues will broaden the gap betweeen digital “predators” and “prey”. An aggressive attempt that many has done is to set up a digital incubation center and pay up to 20% above the market rate to change the game.

Automation

In 2018, 10% of consumer’s purchase decision will be led by platform-based agents and embark on the real economic impact of engine empowerment. The developed platform and smart agent will collect preferences, behaviors and emotions, creating a richer individual experience. Smart agents will use the data to influence further on customer’s choices and decisions. The model is nothing new. It is the old part of world’s advertising logic. The difference is, it is based on the emerging, dynamic and emotional relationship between agents and consumers.

Algorithm for marketing

Algorithm becomes the main foundation of digital platform as Google and Amazone. It is the language of smart platforms and agents. It is now associated with the way a platform could understand customer’s preferences, recommend actions, learn behavior, to properly act. By 2018, CMO needs to use intelligent algorithms to interpret and empower the AI-based platform. According to Forrester, 25% CMOs will fail, causing their brand to have no distictinction (uniqueness) and stuck at the market.

Customized digital marketing

Customer’s behavior is clear, they avoid ads. As a result, advertising finance will have insignificant impact. Some brands may cut the ads budget. It is not a budget crisis, only changing priorities. Instead of hijacking money on traditional ads, CMO will extend budget to revitalize CX, align loyalitas programs, invest in platform’s algorithms and advance other marketing technologies. There will be a flat ads budget for 2018 and painful correction in agency and adtech market.

Challege for General Data Protection Regulation (GDPR)

GDPR challenges company in balancing risk and cost for security. Forrester predicts 80% of GDPR-affected companies will not comply with the regulation until May 2018. Of the non-compliant companies, 50% are deliberate-meaning they have considered the cost and risk, and taking path that serves the best position for the company. The other 50% try to comply but will fail eventually.

The more accessible banking

Conventional banking is now booming, significantly as fintech trends invading global market. Bank’s inability to tighten customer relation becomes the main factor. Reported on PSD2, open banking will play a key role in data operational. Bank will no longer have a monopoly on customer’s data. Amazon and Google, fintech provider and bank rival will use data access, outrun and replace incumbent banks. In 2018 on Forrester, more than 50% bank will fail to exploit open banking, start to fade, a painful path to become an unintended utility.

Retail experience harmonization

Retail industry is currently growing, but the challenge lies ahead for traditional retailers. They need to consider on working with smart agents which going to take bigger part of how customer find and order, create dynamic experience, use physical store as logistic nodes, expand digital catalogs to match platforms like Amazon, and sync them in gracefful and different trip for each customers. Only 33% retailers understand the annoying and profitable character of smart agents; 67% not at all.

Implementation of AI improvement

AI is rapidly changing how company creates a personalized experience; how consumers balance privacy with value by data democratization; and how employees build their career path to get much bigger interaction by machine. AI conversation is focused on technology usage to add intelligence or create a conversational interface.

However, 2017 investment is focused on project and discrete usage cases to prove direct business value. The benefits are too narrow, it will not live long. By 2018, 75% of AI projects will be flooded due to failure in determining operational plan, causing business leaders to reset the AI investment scope – and putting the company on the road to reach the expected benefits.

Blockchain future

By 2018, rhetoric and enthusiasm combination will continue to improve blockchain’s potential. However, 30% concept proof will fasten blockchain for those companies able to consider its operational impact.

Awareness of security system value

Companies are facing cyber threats from hackers trying to do cyberwarfare or industry sabotage. in 2018, we will see profit-measured security driven by privacy, risk and security team supported by their product and marketing team. The point is identity management. Privacy and security team need to know exactly who accessing what, and overcome the identity on the first place. Marketing may use the same capabilities in martech stack (marketing technology) for personalization – changing security mandate into CX enhancements. Next year, 10% of the companies will break this code and gain new and strong investment leverage.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Proyeksi Forrester untuk Lanskap Teknologi dan Bisnis di Tahun 2018

Tahun 2018 mulai bergulir, bagi lanskap teknologi awal tahun selalu menarik. Selain catatan dari satu tahun yang telah berjalan, prediksi juga selalu digulirkan, karena pada dasarnya lanskap ini memiliki berbagai perhitungan sehingga untuk tren ke depan bisa diproyeksikan dengan baik. Salah satu lembaga riset kelas global yang sudah merilis prediksinya untuk tren tahun 2018 adalah Forrester. Mendasari penelitiannya dari perkembangan yang ada, berikut beberapa hal yang diprediksikan menjadi booming di tahun 2018 menurut Forrester:

Kesadaran tentang Customer Experiences (CX)

Customer Experiences (CX) atau pengelaman pelanggan menjadi strategi inti bagi bisnis untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan ekonomi di pasar. Forrester’s 2017 CX Index mencatat terjadi penurunan kualitas CX di berbagai lini bisnis dan industri. Pada tahun 2018, sekitar 30% perusahaan akan mulai sadar penurunan kinerja CX, karena sedikit demi sedikit kerugian akan mulai dirasakan. Dari situ akan ada implikasi lain, yakni tahun 2018 juga akan menjadi tahun yang penting untuk pertumbuhan CX, untuk memberikan pengalaman terbaik dan memperkuat kepercayaan pelanggan terhadap bisnis.

Kemunculan agen cerdas berbasis AI

Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan akan bertindak lebih. Tren yang sudah hadir saat ini –termasuk di Indonesia–sudah menjadi model yang mulai banyak diadopsi. Tahun 2018 adalah titik awal. Agen cerdas akan terus memperkuat pengaruhnya terhadap konsumen dan menekan brand untuk terlibat melalui kekuatan percakapan yang halus.

Krisis digital

Tahun 2017 kampanye tentang transformasi digital banyak digaungkan, sayangnya masih banyak yang menganggap upaya tersebut sebagai sebuah operasi elektif. Padahal bisnis perlu untuk menaruh perhatian penting terhadap transformasi tersebut. Pelanggan digital menginginkan pengalaman lebih untuk mencapai kepuasan atas suatu layanan. Hasil riset Forrester menyebutkan bahwa 60% eksekutif bisnis sudah mulai mengaku bahwa mereka tertinggal untuk melakukan transformasi digital.

Kesenjangan talenta digital

Pertumbuhan upah sebesar 2% sampai 4% menunjukkan pasar yang relatif seimbang. Namun fakta yang ada di lapangan masih berkutat kurangnya peran khusus seperti ilmuwan data, analis keamanan informasi, pengembang kelas atas, dan arsitek sistem informasi untuk meningkatkan CX. Pada tahun 2018, isu talenta akan memperluas kesenjangan antara “predator” dan “mangsa” digital. Salah satu upaya yang banyak dilakukan secara agresif ialah mendirikan pusat inkubasi digital dan membayar hingga 20% di atas tingkat pasar untuk mengubah permainan.

Pemberdayaan mesin atau otomatisasi

Pada tahun 2018, 10% keputusan pembelian dari konsumen akan dipandu oleh agen berbasis platform dan memulai dampak ekonomi nyata dari pemberdayaan mesin. Platform dan agen cerdas yang dikembangkan akan mengumpulkan preferensi, perilaku, transaksi, dan emosi, menciptakan pengalaman individu yang lebih kaya. Agen cerdas akan menggunakan data tersebut untuk semakin mempengaruhi pilihan dan keputusan konsumen. Model ini bukan hal baru. Itu adalah bagian lama dari logika periklanan di dunia. Perbedaannya adalah bahwa model ini didasarkan pada hubungan yang muncul, dinamis, dan emosional antara agen dan konsumen.

Kekuatan algoritma untuk pemasaran

Algoritma menjadi fondasi utama dari platform digital seperti milik Google dan Amazon. Algoritma adalah bahasa dari platform dan agen cerdas. Algortima saat ini banyak dikaitkan dengan bagaimana platform mampu memahami preferensi pelanggan, merekomendasikan tindakan, mempelajari perilaku, hingga bertindak secara benar. Pada tahun 2018, CMO perlu memanfaatkan algoritma cerdas untuk menafsirkan dan memberdayakan platform berbasis AI. Namun menurut Forrester, 25% dari CMO akan gagal, sehingga brand mereka tidak memiliki pembeda (keunggulan) dan terdiam di pasar.

Pemasaran digital yang disesuaikan

Perilaku pelanggan sudah semikan jelas, mereka menghindari iklan. Akibatnya pembiayaan iklan akan berdampak kurang signifikan. Beberapa brand mungkin memotong pengeluaran untuk belanja iklan. Ini bukan krisis anggaran periklanan tapi hanya mengubah prioritas. Alih-alih membajak uang ke belanja iklan tradisional, CMO akan meningkatkan pengeluaran untuk merevitalisasi CX, menyelaraskan program loyalitas, berinvestasi pada algoritma untuk paltform, dan memajukan teknologi pemasaran lainnya. Pengeluaran iklan akan rata di tahun 2018 dan menyebabkan koreksi yang menyakitkan di pasar agensi dan adtech.

Tantangan untuk General Data Protection Regulation (GDPR)

GDPR menantang bagaimana perusahaan menyeimbangkan risiko dan biaya untuk keamanan. Forrester memprediksi bahwa 80% perusahaan yang terkena dampak GDPR tidak akan mematuhi peraturan tersebut sampai bulan Mei 2018. Dari perusahaan yang tidak patuh tersebut, 50% secara sengaja tidak mematuhi – yang berarti mereka telah mempertimbangkan biaya dan risiko dan mengambil jalan yang menyajikan posisi terbaik untuk perusahaan mereka. 50% lainnya mencoba untuk mematuhi tapi akan gagal.

Bisnis perbankan yang lebih terbuka

Model bisnis perbankan konvensional tengah diserang, dan yang paling signifikan yakni oleh tren fintech yang sedang melanda pangsa pasar global. Ketidakmampuan bank untuk memperdalam nilai hubungan pelanggan menjadi faktor utama. Dilansir PSD2, perbankan terbuka mengepung akan memainkan peran kunci dalam operasional melalui data. Bank tidak akan lagi memiliki monopoli atas harta karun mereka dari data pelanggan. Amazon dan Google, penyedia layanan fintech, dan bank penantang akan memanfaatkan akses terhadap data, melumpuhkan atau menggantikan bank-bank incumbent. Pada tahun 2018 menurut Forrester, lebih dari 50% bank akan gagal mengeksploitasi perbankan terbuka, mulai menurun, jalur yang menyakitkan untuk menjadi utilitas yang tidak disengaja.

Harmonisasi pengalaman ritel

Industri ritel terus tumbuh, namun tantangannya terbentang di depan bagi peritel tradisional. Peritel perlu mempertimbangkan bagaimana bekerja dengan agen cerdas yang akan mengambil bagian lebih besar dari bagaimana pelanggan menemukan dan memesan, menciptakan pengalaman toko yang dinamis dan dinamis, gunakan toko fisik sebagai simpul logistik, memperluas katalog digital untuk mencocokkan platform seperti Amazon, dan selaras semua ini dalam perjalanan yang anggun dan berbeda bagi pelanggan. Hanya 33% peritel yang memahami sifat mengganggu dan menguntungkan dari agen cerdas; 67% tidak.

Pembenahan implementasi AI

AI dengan cepat mengubah bagaimana perusahaan menciptakan pengalaman yang dipersonalisasi; bagaimana konsumen menyeimbangkan privasi dan nilai dengan demokratisasi data mereka; dan bagaimana karyawan membentuk jalur profesional mereka untuk memasukkan interaksi yang lebih besar dengan mesin. Fokus percakapan AI berpusat pada penggunaan teknologi AI untuk menambah kecerdasan atau menciptakan antarmuka percakapan.

Namun, investasi 2017 berfokus pada kasus penggunaan diskrit dan proyek untuk membuktikan nilai bisnis langsung. Manfaat itu terlalu sempit dan akan berumur pendek. Pada 2018, 75% proyek AI akan membanjir karena gagal menentukan pertimbangan operasional, yang menyebabkan para pemimpin bisnis mereset ruang lingkup investasi AI – dan menempatkan perusahaan mereka di jalan untuk mewujudkan manfaat yang diharapkan.

Masa depan blockchain

Pada 2018, kombinasi retorika dan antusiasme akan terus meningkatkan potensi blockchain. Namun, 30% bukti konsep akan mempercepat blockchain bagi perusahaan yang dapat mempertimbangkan dampak operasionalnya.

Kesadaran dari keuntungan sistem keamanan

Perusahaan menghadapi meningkatnya ancaman cyber dari hacker yang berusaha melakukan cyberwarfare atau sabotase industri. Pada 2018, kita akan mulai melihat keamanan untuk ukuran keuntungan yang didorong oleh tim keamanan, risiko, dan privasi dengan dukungan dari rekan pemasaran dan produk mereka. Inti dari hal ini adalah manajemen identitas. Tim keamanan dan privasi perlu mengetahui dengan pasti siapa yang mengakses apa dan mengatasi identitas di titik masuk. Pemasaran dapat menggunakan kemampuan yang sama di tumpukan martech (marketing technology) untuk personalisasi – mengubah mandat keamanan menjadi perangkat tambahan CX. Di tahun yang akan datang, 10% perusahaan akan memecahkan kode ini dan memperoleh leverage investasi baru dan kuat.