Tag Archives: Cynthia Krisanti

DailySocial mewawancarai Cynthia Krisanti dari Lestari by Pijar Foundation / DailySocial

[Video] Program Akselerator Lestari Jembatani Startup dan Korporasi

DailySocial bersama Executive Director Lestari Cynthia Krisanti membahas bagaimana Lestari memiliki konsep yang berbeda dari kebanyakan program akselerator startup.

Menurut Cynthia, program akselerator yang dipimpinnya ingin menjadi sebuah hub dan akselerator startup dengan inisiatif teknologi yang merangkul tren, peluang, dan tantangan masa depan.

Menjadi penghubung antara inovator unggulan dan para pemangku kepentingan di ekosistem, Cynthia berharap programnya bisa menumbuhkan kolaborasi dan mengakselerasi disrupsi positif di masyarakat.

Seperti apa kategori startup yang bisa bergabung dengan Lestari? Bagaimana peluang yang bisa didapat pelaku startup yang mengikuti ini?

Simak pembahasan Lestari di video wawancara berikut.

Untuk video menarik lainnya seputar program akselerasi dan ekosistem pendukung startup Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi Let’s Accelerate.

Mengikis stigma bias gender, mulai banyak pendiri dan jajaran C-level perempuan di perusahaan teknologi

Mendukung Kesetaraan Gender di Ekosistem Startup

Tahun 2019 bisa dibilang merupakan tahunnya entrepreneur perempuan di Indonesia. Makin maraknya startup yang didirikan perempuan dan menyasar perempuan dan aliran dana segar investor mendukung pertumbuhan bisnis femtech. Ekosistem startup dianggap memberi keterbukaan dan peluang bagi perempuan untuk berkarya. Perlahan tapi pasti, kesetaraan gender di Indonesia terjadi di berbagai startup teknologi.

“Menerima perempuan sebagai pemimpin di perusahaan, bukan hanya tentang mencapai kesetaraan gender. Namun juga berpengaruh kepada hasil yang lebih baik. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa lingkungan pekerjaan yang beragam dan inklusif akan menjadi lebih produktif dan lebih bahagia daripada rekan-rekan mereka yang homogen,” kata Managing Director Digitaraya Nicole Yap.

Di edisi Kartini bulan ini, DailySocial mengupas tantangan dan cara cerdas para perempuan menyelesaikan tugas sambil mengurusi rumah tangga.

Teknologi membuka peluang

Menurut para pemimpin di industri, teknologi secara langsung membuka kesempatan bagi perempuan untuk memberikan kontribusi lebih kepada perusahaan. Menurut CFO Ovo Sharly Rungkat, jumlah perempuan yang bekerja di perusahaan teknologi mulai banyak jumlahnya. Tidak hanya mendirikan startup, para perempuan mulai menyasar lapangan pekerjaan yang sebelumnya banyak didominasi laki-laki.

“Saya melihat industri teknologi mungkin berkembang lebih cepat daripada industri lain dalam menerima pegawai tanpa memandang jenis kelaminnya. Secara pribadi, dari pengalaman bekerja saya di New York atau di Jakarta, saya cukup beruntung untuk dianggap oleh orang-orang yang bekerja sama dengan saya secara adil. Di Ovo, kami tentunya melakukan perekrutan berdasarkan pada meritokrasi. Saya melihat banyak pemimpin perempuan di organisasi kami yang dapat memiliki departemen sendiri tanpa memiliki perbedaan gender,” kata Sherly.

Meritokrasi juga diterapkan CEO Kotoko Cynthia Krisanti. Menurutnya saat ini perusahaan di industri teknologi telah mengadopsi atau bergerak menuju budaya meritokratis. Perusahaan-perusahaan tersebut telah memiliki rencana atau struktur kerja yang berorientasi pada tujuan dan penilaian kinerja berbasis kepada hasil kuantitatif.

Dengan menjadi meritokratis, perusahaan-perusahaan di industri teknologi dapat meminimalkan, jika tidak menghilangkan, bias gender di tempat kerja. Lingkungan kerja yang produktif sudah banyak diterapkan industri teknologi.

Langkah selanjutnya, yang bisa diambil oleh perempuan bekerja, adalah bisa lebih berani mengambil keputusan.

“Saya cukup beruntung mengalami kesetaraan gender sepanjang perjalanan karier saya di industri teknologi. Sebagai seorang pemimpin, saya harus siap untuk membuat keputusan yang tidak sempurna setiap hari, dan belajar darinya. Kesalahan tidak bisa dihindari, tetapi yang penting bagi para pemimpin adalah bagaimana mereka bereaksi terhadap kesalahan ini dan bangkit dengan lebih baik lagi,” kata Cynthia.

Keterbukaan dan peluang yang diberikan startup dirasakan benar oleh SVP Transport Marketing Gojek Monita Moerdani. Dirinya melihat lingkungan kerja yang mendukung dan apresiasi dari rekan kerja laki-laki sehingga mendorong suasana kerja lebih positif.

“Setidaknya di perusahaan teknologi tempat saya bekerja, inklusi perempuan adalah topik utama. Saya melihat upaya nyata dari perusahaan untuk meningkatkan kesetaraan gender dalam hal kepemimpinan. Di saat yang sama mereka telah memberikan inspirasi kepada generasi muda perempuan menjajaki karier di bidang yang kurang populer di antara mereka [seperti engineering]. Saya pikir itu perlu dilakukan secara dua arah,” kata Monita.

Perusahaan juga perlu memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan dalam proses perekrutan dan pengembangan karier. Mereka memastikan bahwa bidang yang saat ini didominasi laki-laki dapat menarik lebih banyak perempuan.

“Saya juga percaya bahwa industri teknologi adalah tempat di mana seseorang dapat dan harus dievaluasi berdasarkan kemampuannya. Karena itu, fakta bahwa Anda adalah laki-laki atau perempuan, seharusnya tidak relevan. Saya sungguh berharap saya berada di tempat saya sekarang karena saya memiliki kualifikasi dan keterampilan yang tepat untuk pekerjaan, bukan karena saya seorang woman engineer,” kata VP Engineering DANA Ignatia Suwarna.

Peranan sebagai mentor

Tidak hanya kemampuan menyelaraskan anggota tim, pemimpin perempuan di startup teknologi juga harus bisa menjadi mentor untuk memotivasi anggota tim mereka. Peranan tersebut dirasakan benar oleh Software Engineer Lead (Fintech) Tokopedia Vania Christie Chandra. Sebagai seorang Lead, dirinya diberikan kepercayaan membangun dan membekali talenta software engineer dengan perspektif dan keterampilan baru.

“Sebagai seorang mentor yang mengelola 15 talenta digital, saya terus berupaya mengetahui segala kebutuhan tim dari setiap aspek sekaligus memberikan dukungan penuh agar mereka terus berkarya lewat teknologi,” kata Vania.

Peranan sebagai mentor juga dirasakan Sharly yang selama ini bertanggung jawab mendukung pertumbuhan bisnis salah satu ekosistem digital terbesar di Indonesia. Dalam mengelola Ovo, Sharly harus menggabungkan semua strategi bisnis, proses peningkatan dan ketekunan keuangan untuk memastikan pertumbuhan OVO yang berkelanjutan. Mengelola faktor internal dan eksternal akan menjadi sangat penting untuk menjaga perusahaan tetap agile menyesuaikan kondisi ekonomi.

Tantangan terbesar yang masih banyak ditemui entrepreneur perempuan adalah minimnya jaringan. Tidak hanya di Indonesia namun juga secara regional. Dengan alasan itulah  Simona Accelerator diluncurkan pada tahun 2019 yang mempertemukan para entrepreneur perempuan di Indonesia dan regional. Agar lebih banyak perempuan terjun ke teknologi dan startup, Gojek juga memiliki program Gojek Xcelerate yang di salah satu batch-nya berkomitmen mengembangkan 10 startup terbaik oleh perempuan dari Indonesia dan Asia Pasifik.

Mengatur urusan keluarga dan pekerjaan

Salah satu kendala yang kerap dirasakan perempuan bekerja adalah menentukan prioritas antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Mereka harus bisa mengelola semua tanggung jawab di rumah dan di kantor. Cara yang banyak diterapkan oleh mereka adalah berbagi tugas dengan suami dan tidak hanya membebankan urusan rumah tangga kepada satu pihak saja.

“Saya cukup beruntung bahwa saya bekerja di sebuah organisasi yang mendukung saya untuk berada di rumah hampir setiap hari ketika anak-anak saya kembali dari kegiatan sehari-hari. Sebelum mereka tidur, saya mencoba untuk memiliki kualitas dan waktu yang menyenangkan bersama mereka. Setelah mereka pergi tidur, saya kembali bekerja,” kata Ignatia.

Setiap orang memiliki keunikannya masing-masing. Yang perlu diperhatikan semua perempuan bekerja adalah tidak perlu khawatir metode pendekatan yang diterapkan untuk mengelola keluarga dan pekerjaan. Lakukan cara yang dianggap paling ideal sebagai istri dan seorang pimpinan di perusahaan.

“Saya pikir bukan hal yang mudah untuk menyeimbangkan karier dan keluarga. Namun, keuntungan yang dimiliki perempuan adalah kemampuan mereka menangani berbagai tugas. Tinggal di Indonesia pasti telah membantu dalam hal memiliki sistem pendukung. Secara pribadi kadang-kadang bisa cukup menantang. Sebagai profesional perempuan, saya pikir kita cenderung memikul tanggung jawab keluarga, rumah tangga, dan pekerjaan secara otomatis. Jadi bagi saya, memiliki hak bekerja dan lingkungan di rumah, dengan pasangan, tim, rekan kerja dan atasan yang mendukung menjadi kunci keberhasilan,” kata Sharly.

Hal yang sama juga dirasakan para perempuan yang sudah menikah dan belum memiliki anak. Kebebasan dan kesempatan untuk menentukan waktu yang ideal berkumpul bersama pasangan dan melanjutkan pekerjaan dirasakan benar selama menjadi pimpinan di startup.

“Secara pribadi, saya belum memiliki pengalaman sebagai orang tua. Saya sudah menikah tetapi belum memiliki anak. Untuk berbagi sedikit pengalaman pribadi, saya dan pasangan telah menyetujui pembagian tanggung jawab yang sama. Kami tidak percaya bahwa merawat rumah adalah hanya tugas istri. Oleh karena itu, bagi saya, dengan keluarga yang terdiri dari dua orang [hanya saya, suami saya, dan 2 anjing], tugas saya sebagai seorang istri cukup sederhana, work-life balance yang dapat dicapai,” kata Cynthia.

Bagi mereka yang masih lajang, fasilitas yang diberikan perusahaan menjadi motovasi tersendiri untuk bekerja. Salah satunya adalah ruang bermain dan penitipan anak saat ibu atau ayah mereka bekerja. Fasilitas ini sudah banyak ditawarkan startup, termasuk Tokopedia.

“Walau saya belum berkeluarga, yang bisa saya sampaikan bahwa selain memberikan fleksibilitas jam kantor dan berbagai fasilitas lainnya, Tokopedia telah menyediakan Kid’s Room yang memudahkan orang tua tetap dapat menikmati waktu berkualitas dengan anak sambil bekerja. Dengan berbagai inisiatif lainnya, harapannya Nakama [sebutan pegawai Tokopedia], baik yang juga berperan sebagai seorang ibu maupun ayah, dapat memenuhi kebutuhan yang beragam dengan menjalankan tanggung jawab karier maupun rumah tangga,” kata Vania.

Hal senada diungkapkan Monita yang melihat fasilitas lengkap di kantor bisa mendukung produktivitas perempuan bekerja. Meskipun belum memiliki pengalaman berkeluarga, dirinya melihat banyak rekan kerja di kantor yang merasakan benar keuntungan kebijakan dan fasilitas yang diberikan perusahaan.

“Saya bersyukur bahwa Gojek secara aktif memfasilitasi kebutuhan tersebut dengan menyediakan tempat penitipan anak untuk orang tua yang bekerja, di mana mereka bisa mendapatkan perawatan dan pendidikan yang tepat untuk anak-anak,” kata Monita.

Kotoko to Accommodate Independent Retail Brands with Offline Store

Founded in Singapore in 2019, Kotoko is a startup engaged in retail and technology that provides online and offline ecosystems for independent / Direct-to-Consumer brands in Indonesia to market their products to more consumers. The company received seed funding from Antler.

Kotoko’s Co-Founder & COO Kanta Nandana who was a former Country Manager at Luno Indonesia told DailySocial that the business idea was based on Cynthia Krisanti, the Co-Founder & CEO’s personal experience who had difficulty finding offline stores in strategic locations at affordable prices.

“This issue also happened to other friends with online businesses in Fashion & Accessories. The current solution available is to rent an offline store with a high cost and inflexible rental periods.”

For this reason, Kotoko provides a solution for independent brands in Indonesia to have offline stores in strategic locations in Indonesia at affordable prices and flexible rental terms through Kotoko multi-brand stores.

Kotoko is to rent a place in strategic commercial areas, such as shopping centers, malls, and shophouses, divide this place into several smaller areas, then rent it back to several brands, so they can share the place with other famous brands to market their products.

“The monetization strategy is to charge a monthly membership fee and a sales commission discount for brands interested to join,” Nandana said.

First brand store in Plaza Indonesia

Kotoko brand store
Kotoko brand store

Supported by the experience of its founders in finance, retail, and technology, Kotoko has several services that brand partners can use to improve their business, including Kotoko Multi-Brand stores, Kotoko Chapter, Kotoko Block, and Kotoko e-commerce sites.

“Kotoko’s e-commerce website can be used by consumers as long as they are inside the Kotoko offline shop to check product information, price, size, and material information using the Scan & Shop feature on mobile phones,” Nandana added.

They can also access Kotoko.shop via mobile to buy products and complete payments online (mobile payment). Products will be sent directly to the customer’s address.

“Kotoko has currently embraced Indonesian independent brands in the category of Fashion & Accessories and Food & Beverage. In the future, Kotoko targets other categories such as Health & Beauty, Household Goods and Furniture, “Nanta said.

Kotoko Scan & Shop feature
Kotoko Scan & Shop feature

In specific, the solution provided by the company for independent brands is claimed to increase revenue through marketing collaboration, promotion, and partnership programs. Kotoko also seeks to increase distribution and marketing channels for brand products incorporated through retailer partners.

Currently, Kotoko has curated around 60 well-known independent brands with a cumulative number of 1 million followers on Instagram. The company has opened the first multi-brand store in Plaza Indonesia and is currently preparing to expand to the first-tier cities outside Jabodetabek, such as Bandung, Surabaya, Makassar, and Bali.

“We have a fundraising target this year which we plan to use on expanding business and increasing the number of brands to join,” Nandana said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kotoko Jembatani Kebutuhan “Brand” Ritel Independen untuk Miliki Toko Offline

Didirikan di Singapura tahun 2019 lalu, Kotoko adalah startup di bidang ritel dan teknologi yang menyediakan ekosistem online dan offline bagi brand-brand independent / Direct-to-Consumer di Indonesia untuk memasarkan produk-produk mereka ke lebih banyak konsumen. Perusahaan mendapatkan dana awal dari Antler.

Kepada DailySocial, Co-Founder & COO Kotoko Kanta Nandana, yang sebelumnya pernah menjadi Country Manager Luno Indonesia, mengungkapkan, ide bisnis Kotoko berdasarkan pengalaman pribadi Co-Founder & CEO Cynthia Krisanti yang kesulitan untuk mendapatkan toko offline di lokasi strategis dengan harga terjangkau.

“Masalah ini ternyata juga ditemukan oleh teman-teman kami lainnya yang memiliki bisnis online di bidang Fashion & Accessories. Solusi yang tersedia saat ini untuk memiliki toko offline masih sangat mahal dengan jangka waktu sewa yang tidak fleksibel.”

Dengan alasan itu, Kotoko menyediakan solusi bagi brand independen di Indonesia untuk memiliki toko offline di lokasi strategis di Indonesia dengan harga yang terjangkau dan jangka waktu sewa yang fleksibel melalui Kotoko multi-brand store.

Kotoko akan menyewa tempat di area komersial strategis, seperti pusat perbelanjaan, mall, dan ruko, membagi tempat ini ke beberapa area yang lebih kecil, kemudian menyewakannya kembali ke beberapa brand, sehingga mereka bisa sharing tempat dengan brand ternama lainnya untuk memasarkan produk mereka.

“Strategi monetisasi yang kami terapkan adalah mengenakan biaya membership per bulan dan potongan komisi penjualan bagi brand yang ingin bergabung,” kata Kanta.

Brand store pertama di Plaza Indonesia

Brand store Kotoko
Brand store Kotoko

Didukung pengalaman para pendirinya di bidang finansial, ritel, dan teknologi, Kotoko memiliki beberapa layanan yang bisa dimanfaatkan mitra brand untuk meningkatkan bisnis mereka, termasuk Kotoko Multi-Brand store, Kotoko Chapter, Kotoko Block, dan situs e-commerce Kotoko.

E-commerce website Kotoko ini dapat digunakan oleh konsumen selama mereka berada di dalam toko offline Kotoko untuk mengecek detail informasi produk, harga, ukuran, dan material dengan menggunakan fitur Scan & Shop di ponsel,” kata Kanta.

Mereka juga dapat mengakses Kotoko.shop melalui ponsel untuk membeli produk dan menyelesaikan pembayaran secara online (mobile payment). Produk akan dikirim langsung ke alamat konsumen.

“Saat ini Kotoko telah merangkul brand independen di Indonesia di kategori Fashion & Accessories dan Food & Beverage. Ke depannya Kotoko menargetkan kategori lainnya seperti Health & Beauty, Household Goods dan Furniture,” kata Nanta.

Fitur Scan & Shop Kotoko
Fitur Scan & Shop Kotoko

Secara khusus solusi yang diberikan perusahaan untuk brand independen diklaim bisa meningkatkan pendapatan melalui program marketing collaborationpromotion dan partnership. Kotoko juga berupaya untuk menambah channel distribusi dan pemasaran untuk produk-produk brand yang tergabung melalui partner retailer.

Saat ini Kotoko telah memiliki sekitar 60 brand independen ternama dengan jumlah kumulatif 1 juta pengikut di Instagram. Perusahaan telah membuka multi-brand store pertama di Plaza Indonesia dan saat ini mempersiapkan ekspansi ke kota-kota besar di luar Jabodetabek, seperti Bandung, Surabaya, Makassar, dan Bali.

“Kami memiliki target fundraising di tahun ini yang rencanananya akan kami gunakan untuk melakukan ekspansi bisnis dan menambah jumlah brand yang bergabung,” ungkap Nanta.