Startup D2C produk kecantikan asal Indonesia “Rose All Day Cosmetics (RADC)” mengumumkan pendanaan seri A senilai $5,41 juta (sekitar Rp84 miliar). Putaran ini dipimpin SWC Global, dengan partisipasi investor sebelumnya AC Ventures dan investor baru DSG Consumer Partners.
Modal segar ini akan digunakan RADC untuk memperluas ekspansi bisnis di Indonesia dan ASEAN, berinovasi produk secara menyeluruh dengan berfokus pada teknologi, dan mengembangkan produk secara omnichannel.
Wakil Presiden SWC Global Wendi Xiang menjelaskan, pihaknya memiliki keyakinan besar terhadap prospek ekonomi Indonesia pada masa mendatang. Kualitas, desain produk RADC, dan efisiensi operasional membuat timnya terkesima.
“Kami dengan cepat melihat merek ini menjadi merek kecantikan unggulan asal Indonesia. Investasi dan dukungan kami tidak hanya sebatas modal, kami berencana untuk menghubungkan RADC dengan portofolio konsumen Tiongkok kami, dan membantu RADC membangun dukungan rantai pasokan di Tiongkok,” ucapnya dalam keterangan resmi, Jumat (15/12).
Co-founder RADC Tiffany Danielle mengatakan, kolaborasi antara SWC Global dan DSGCP merupakan langkah signifikan dalam meningkatkan kehadiran pasar RADC dan kompleksitas operasional di Asia Pasifik.
“Bersama-sama, kami berkomitmen untuk membuka peluang baru dan menyampaikan produk kosmetik yang luar biasa untuk memenuhi kebutuhan berkembang pelanggan kami di Indonesia dan di luar,” kata Tiffany.
Perusahaan akan memperluas tim dengan merekrut di berbagai departemen, termasuk pemasaran, media sosial, operasional, keuangan, dan pengembangan produk. Ekspansi ini sejalan dengan tujuan RADC untuk menjaga ekuitas merek di pasar dan melayani basis konsumen yang semakin beragam.
Telah capai profit
Diluncurkan pada 2017, RADC menunjukkan tren yang menjanjikan karena kini dikenal sebagai merek produk make up dan perawatan kulit berkualitas tinggi yang ramah lingkungan, mengusung clean-beauty, inclusivity, dan sustainability.
Dengan modal awal sebesar $10 ribu pada saat itu, RADC mengklaim telah mencapai profitabilitas dalam 1,5 tahun setelah beroperasi. Kemudian, pada 2020, RADC memperoleh pendanaan tahap awal dari AC Ventures.
Disebutkan putaran seri A ini terjadi setelah RADC mengalami pertumbuhan pendapatan tahunan 4x pada 2022, diikuti oleh pertumbuhan 6x pada 2023. Pertumbuhan positif ini merupakan hasil dari kombinasi daya tarik produk, peningkatan distribusi online dan offline, serta kemampuan brand dalam memperkuat retensi pelanggan.
Kepala Wilayah Asia Tenggara DSGCP Sameer Mehta menambahkan pasar kosmetik dan perawatan kulit Indonesia pada 2022 masing-masing memiliki nilai $800 juta dan $2,4 miliar, dengan pertumbuhan tahunan yang diproyeksikan mencapai 14%-16% dan 10%-15% hingga 2026.
Ekspansi ini akan didorong oleh pangsa pasar yang kuat dari kelompok milenial dan Gen-Z sebanyak 145 juta konsumen yang mencari produk premium di tengah peningkatan PDB per kapita yang diestimasikan mencapai $7.000 pada 2026. Keterlibatan digital yang signifikan dari konsumen ini, ditandai dengan tingkat penetrasi 89% di daerah perkotaan, didorong oleh booming e-commerce dan media sosial.
“Dengan berfokus pada nilai-nilai lokal, DSGCP meyakini bahwa merek yang diproduksi di Indonesia, oleh orang Indonesia, untuk orang Indonesia, akan beresonansi mendalam dengan aspirasi ekonomi yang sedang berkembang di Indonesia,” ujar Mehta.
Founder & Managing Partner AC Ventures Michael Soerijadji menyampaikan, “Kami bangga terus mendukung Rosé All Day Cosmetics. Pendekatan inovatif dan inklusif mereka dalam industri kecantikan dan perawatan kulit sejalan dengan etos kami untuk mendukung perusahaan-perusahaan transformatif sejak awal. Kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan pasar yang bergerak cepat, dan merespons tantangan-tantangan yang tidak terduga membuat mereka menjadi pengusaha yang unggul di saat di mana contoh-contoh hebat dibutuhkan lebih dari sebelumnya.”
Startup D2C produsen makanan hewan Pawprints (Pawprints Inspired Pte Ltd) mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $1,7 juta (sekitar Rp27 miliar) dipimpin oleh Creative Gorilla Capital (CGC). Altrui (family office dari Japfa Comfeed), Tujuh Bersaudara Investindo (family office dari Tigaraksa Satria), dan sejumlah investor individu turut serta dalam putaran ini.
Tak hanya dukungan finansial dari para investor, Pawprints akan bekerja sama dengan CGC dalam bidang strategi branding dan pemasaran. Serta, memanfaatkan kekuatan Japfa dalam manufaktur dan Tigaraksa dalam distribusi. Dalam rangka dukung pengembangan bisnis, Pawprints telah mengakuisisi pemain sejenis dari Jepang untuk memperluas portofolionya.
Managing Partner CGC Benz Budiman menyampaikan investasi ini merupakan langkah strategis untuk membawa produk berkualitas tinggi asal Indonesia ke panggung global, melalui inovasi yang berfokus pada kesejahteraan hewan dan pet humanization.
“Kami siap mengambil peran dalam pertumbuhan eksponensial Pawprints dan mengantarkannya menjadi pemimpin di pasar Indonesia dan membuka peluang di pasar dunia,” ucapnya dalam keterangan resmi, Kamis (16/11).
Pawprints turut menambah portofolio CGC yang didukung oleh Future Creative Network (FCN) dan Vynn Capital. FCN telah berpengalaman membantu perusahaan FMCG hingga perusahaan consumer goods lokal hingga global melancarkan kegiatan pemasaran mereka. Sejauh ini, CGC telah berinvestasi di sejumlah startup, yakni Offmeat, Ringkas, Kynd, dan Allura.
VC ini memang memfokuskan dirinya dengan mendukung bisnis B2C & D2C berbasis produk dan digital dengan pendanaan tahap awal. Sektor ini dinilai akan terus berkembang sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan pendapatan per kapita.
Sebelumnya, East Ventures juga menyuntikkan pendanaan awal ke startup di bidang yang sama, yakni Compawnion. Startup yang didirikan Stephani Herman (CEO), Tania Suganda (CMO), dan Valerie Amintohir (CPO) tersebut, debut dengan merilis produk makanan beku untuk anjing dengan brand “Pawmeals”.
Produk makanan hewan Pawprints
Penelitian Pet Care in Asia Pacific yang dilakukan Euromonitor menyatakan konsep humanisasi hewan peliharaan kini semakin mempengaruhi pola belanja konsumen Indonesia. Kenaikan pendapatan dan perubahan demografi turut mengubah perspektif pemilik hewan dari sekedar memiliki menjadi mengasuh hewan peliharaan, yang kini dianggap sebagai bagian dari keluarga. Hal ini memicu permintaan terhadap produk yang mendukung kesejahteraan hewan peliharaan.
Didukung oleh laporan yang diterbitkan Growth Market Reports memperkirakan pertumbuhan berkelanjutan untuk pasar makanan hewan peliharaan di Indonesia sebesar $2.09 miliar (sekitar Rp32 triliun) di 2022. Diperkirakan akan melampaui $4.73 miliar (sekitar Rp74 triliun) pada 2031, dengan pertumbuhan CAGR sebesar 9,5% selama periode proyeksi 2023 – 2031. Data ini menunjukkan peluang besar bagi Pawprints Inspired dalam menyediakan makanan hewan peliharaan yang lebih sehat dan berkualitas.
Startup yang didirikan pada Juni 2023 ini berfokus pada menciptakan makanan hewan peliharaan yang bergizi dan sesuai secara biologis untuk kesejahteraan hewan yang lebih baik. Produknya diformulasi sesuai standar AAFCO demi memastikan hewan peliharaan mendapatkan nutrisi yang ideal untuk mendukung kesehatan saluran pencernaan dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Salah satu produk yang dirilis adalah Black Soldier Fly, mengandalkan kekuatan protein serangga superfood, mengandung protein berkualitas tinggi yang hipoalergenik, asam amino, dan mineral penting untuk kesehatan kucing dan anjing.
Founder dan CEO Pawprints Jacqueline Sulistyo menyampaikan selain mengusung kualitas makanan hewan premium dengan standar produksi internasional, perusahaan berkomitmen terhadap konsep keberlanjutan. Hal ini tercermin dari penggunaan kemasan daur ulang dan kerja sama dengan fasilitas daur ulang lokal.
“Sebagai grup holding, Pawprints Inspired akan terus mengembangkan produk dan bidang usaha baru yang mendukung pencernaan dan imunitas hewan peliharaan,” imbuh Jacqueline.
Diklaim produknya berhasil mencatat pertumbuhan penjualan lebih dari 4,6 kali setiap bulannya dan memperluas jaringan di 11 kota besar, sehingga dapat ditemukan di lebih dari 500 toko offline di Indonesia. Perusahaan juga memanfaatkan channel penjualan online, seperti Tokopedia dan Shopee, untuk pemasarannya. Pada Februari 2024 mendatang, perusahaan akan merilis produk baru, Insect-Based Dog Food.
Startup D2C untuk anak Little Joy mengumumkan telah meraih pendanaan Seri A dengan nominal dan investor yang dirahasiakan. Dana akan dimanfaatkan untuk memperluas dampak ke lebih banyak ibu dan anak dalam rangka memerangi malnutrisi anak di Indonesia.
Ini adalah penggalangan dana ketiga yang diperoleh sejak berdiri di 2021. Sebelumnya, Little Joy memperoleh suntikan dana dari beberapa investor strategis, family fund, dan VC. Serta, didukung dengan pengalaman pernah menjadi peserta di dua program akselerator, yakni Sequoia (berganti nama menjadi Peak) Spark Batch 2 dan Grab Velocity Batch 5.
CEO Little Joy Carina Lukito menyampaikan sejak berdiri fokus perusahaan berpegang teguh pada memerangi malnutrisi anak di Indonesia selama 1000 hari pertama pertumbuhan yang kritis dan pengembangan.
“Pendanaan putaran ke-3 ini mewakili dedikasi kami terhadap ekspansi yang lebih luas, bukan didorong oleh kebutuhan, namun oleh akar kami yang mengakar komitmen dalam menciptakan dampak jangka panjang pada kehidupan anak-anak dan ibu mereka,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (30/10).
Indonesia adalah rumah bagi lebih dari 31 juta ibu dan 15 juta bayi setiap tahunnya. Namun masih terjadi kesenjangan prevalensi kekurangan gizi, 1 dari 3 anak mengalami stunting dan telah menyebabkan 50% kematian anak dibawah 1 tahun. Adapun, rata-rata keluarga di Indonesia memiliki dua hingga tiga anak, sehingga potensi memberikan dampak yang berarti dalam kehidupan keluarga Indonesia sangatlah besar.
Little Joy tidak hanya ingin menurunkan angka kematian bayi akibat kekurangan gizi, namun juga ingin meningkatkan kualitas hidup dengan membangun ekosistem berbasis teknologi yang berkelanjutan dan saling terhubung.
Perusahaan didukung dengan tim berdedikasi, terdiri dari ahli gizi anak, dokter anak, dan pakar industri, untuk menawarkan ekosistem produk yang holistik dan dukungan komunitas secara holistik untuk menciptakan dampak jangka panjang kehidupan anak-anak dan para ibu.
Produk yang dikembangkan adalah bubuk tabur yang kaya akan nutrisi dan dapat dicampur dengan makanan atau air agar mudah dikonsumsi anak. Diklaim produk Little Joy telah terjual telah terjual lebih dari 1 juta dan memberikan manfaat bagi 500 ribu ibu dan anak. Seluruh produknya dijual melalui platform marketplace dan dan bermitra dengan lebih dari 1.000 pengecer offline.
Di samping itu, Little Joy membuat program komunitas, seperti Little Joy Edu, Dapur Little Joy, dan MomsJoy agar para ibu bisa saling bertukar wawasan, tip, mengakses ulasan produk terperinci, pakar rekomendasi, dan panduan yang dipersonalisasi. Komunitas ini tidak hanya memberi para ibu pengetahuan penting, namun merupakan wadah untuk meringankan tanggung jawab berat sebagai ibu.
–
*) Kami menambahkan keterangan tambahan informasi mengenai investor terdahulu Little Joy
Startup aquatech eFishery membeberkan sejumlah rencana besar pada 10 tahun mendatang, bertepatan pada hari jadinya yang ke-10 pada hari ini (11/10). Hilirisasi, ekspansi negara, dan ekspor panen adalah beberapa rencana besarnya.
“10 tahun kemarin kita sudah dibantu banyak pihak, 10 tahun ke depan butuh lebih banyak bantuan. Kita akan masuk ke bisnis consumer (D2C) jadi akan banyak berinteraksi [dengan konsumen akhir], selama ini kita sudah masuk di hulu,” ucap Co-founder dan CEO eFishery Gibran Huzaifah.
Terkait hilirisasi, perusahaan akan masuk ke lebih banyak gerai modern dan tradisional untuk mendistribusikan langsung produk hasil panen udang dan ikan dari para pembudidaya ke konsumen akhir, di bawah brand baru milik eFishery. Pengurusan nama merek sedang diurus perizinannya. Nantinya merek tersebut akan digunakan untuk menjual di pasar domestik maupun global.
Baru-baru ini perusahaan bekerja sama dengan AEON Store untuk menyuplai produk udang beku berkualitas premium ke gerai supermarket mereka di Alam Sutera. Udang beku eFishery sudah dikupas dan dibersihkan sehingga dapat langsung diolah. Kesegarannya juga terjamin karena diproses secara bertanggung jawab dan dibekukan langsung sesaat setelah dipanen dari tambah bersertifikat, tanpa bahan pengawet, dan pewarna tambahan.
Sebelum masuk ke konsumen akhir, perusahaan sebenarnya sudah bekerja sama dengan bisnis horeca dan menjadi supplier untuk menu-menu seafood yang mereka jual melalui solusi eFresh. Platform tersebut menghubungkan langsung calon pembeli dengan pembudidaya terdekat dari lokasi mereka. Informasi stok dijamin akurat dan selalu diperbarui.
“Udang yang ada di Indonesia itu kualitasnya enggak baik karena sisaan, yang bagus-bagus sudah buat ekspor. Strategi kami lebih B2B dengan model horeca karena kita sudah kuasai supply, tapi butuh penyerapan dalam volume yang cukup besar juga,” tambah Co-founder dan CPO eFishery Chrisna Aditya.
Untuk membesarkan bisnis ekspor, perusahaan akan membidik pasar Tiongkok dengan menjual hasil panen udang, setelah sukses ekspor di Amerika Serikat. Kemudian, berencana menambah ekspor ikan nila ke kedua negara tersebut, bersamaan juga menambah incaran negara lainnya, seperti Singapura, Malaysia, kawasan Eropa dan Timur Tengah.
“Alasannya jelas karena [konsumsi ikan] domestic market di Indonesia itu low value added, jadi harus ke luar [negeri] karena kesempatannya lebih besar. Kita ingin ikan nila dan ikan lele seperti salmon yang bisa meng-global dan bersaing di pasar global.”
Masuk ke India
Gibran melanjutkan, terkait perkembangan rencana ke India akan segera diresmikan pada awal tahun depan. Perusahaan tersebut akan menjadi anak perusahaan dari eFishery yang dijalankan oleh tim lokal dan didukung orang Indonesia yang ditugaskan untuk bekerja di sana.
“Sudah komersial pilot selama 12 bulan dari September 2021. Kuartal I akan diresmikan.”
Setelah India, perusahaan akan mencari kandidat berikutnya. Namun pihaknya tidak ingin terburu-buru saat ekspansi. “Konsepnya one country at the time biar fokus, mau lihat impact-nya bagaimana, karena kita pengennyasustainable. Enggak banyak negara sekaligus, lalu tutup ketika gagal.”
Alasan pihaknya memilih India karena industri akuakultur di sana punya banyak kesamaan dengan Indonesia. Di antaranya, petani ikannya sama-sama dimulai dari skala kecil dan pangsa pasarnya juga mirip sekitar $9 miliar-$10 miliar per tahunnya. Di sisi lain, lokasi petani di sana terpusat di satu lokasi yang luasnya mirip dengan Pulau Jawa. Sekitar 85% produksi nasional berasal dari lokasi tersebut.
Juga, produktivitas pembudidaya India baru setara 1/5 dari Indonesia. Artinya, pembudidaya Indonesia lebih piawai menggunakan teknologi baru. “Jika kita bawa teknologi [eFishery] untuk menaikkan produktivitasnya, dampak yang diberikan akan lebih besar. Belum lagi dampak ke sektor lainnya, seperti konsumsi ritel.”
Kondisi di atas berbanding jauh dengan negara tetangga Indonesia, seperti Thailand dan Vietnam. Di kedua negara tersebut, industri akuakulturnya didominasi oleh pemain besar yang pada akhirnya membuat para pembudidayanya untuk menempel ke magnet tersebut.
Koperasi bertenaga blockchain
Di saat yang bersamaan, perusahaan memperkenalkan resmi beroperasinya Koperasi Multi Pihak Tumbuh Bersama Pembudidaya, yang menggandeng Kementerian Koperasi dan UKM. Disebutkan ini adalah koperasi digital pertama di Indonesia yang memberikan kemudahan dan manfaat yang lebih besar bagi para pembudidaya ikan dan petambak udang dari hulu hingga hilir.
Turut hadir pula, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Dia mengapresiasi terkait pendirian koperasi ini. Menurutnya, dari suatu kegiatan ekonomi produksi yang melibatkan banyak pihak itu memang paling cocok dengan koperasi multipihak.
“Artinya sirkular ekonominya jadi lebih optimum dimanfaatkan untuk memperbesar seluruh pihak yang terlibat di dalamnya. Jadi ini sangat bagus dan saya kira akan lebih memperkuat ekosistem bisnis di Fishery dan oleh karena itu kami juga mendorong dan men-support ekosistem ini karena ini melibatkan para peternak peternak kecil dan ini menyebar di berbagai digital,” ujar Teten.
Koperasi ini ditenagai dengan teknologi blockchain yang mengintegrasikan ekosistem eFishery untuk permudah proses hilirisasi pembudidaya yang telah tergabung sebagai anggota koperasi. Pada praktiknya nanti, berbagai aktivitas koperasi dapat diakses langsung oleh para anggota melalui smartphone.
Chrisna menjelaskan, secara semangat dan desain eFishery itu sama seperti koperasi, yang ingin tumbuh bersama dengan para anggotanya. Makanya, sedari awal perusahaan tidak menyebut para pembudidaya ini sebagai pengguna eFishery melainkan anggota. Dengan ekosistem close-loop yang sudah dibangun, diharapkan dampak yang dihasilkan dari koperasi ini jauh lebih besar ketimbang koperasi pada umumnya yang skalanya masih mini-mini.
Gibran menambahkan, blockchain dan koperasi itu ibarat seperti Web0 dan Web3 karena keduanya sama-sama menganut konsep desentralisasi (close loop). “Tapi Koperasi ini di-leverage dengan blockchain agar para anggotanya bisa naik kelas, saling bertransaksi di dalamnya, bangun data untuk market global karena kan ada traceability yang bisa terlihat dan tidak bisa terganti.”
Selain meresmikan koperasi, perusahaan juga meluncurkan yayasan bernama eFishery Foundation. Perusahaan menegaskan komitmennya untuk memberikan kontribusi dan dampak positif yang lebih besar serta berkelanjutan terhadap aspek sosial, edukasi, budaya, dan lingkungan, khususnya pada industri akuakultur.
Perusahaan juga akan terus memanfaatkan teknologi untuk terus mengoptimalkan kolaborasi multi-pihak, sehingga dapat mempermudah pembudidaya untuk memperkuat ketahanan pangan melalui produk akuakultur, serta mengurangi emisi karbon.
Kinerja perusahaan
Sejak 2013, perusahaan telah menjaring lebih dari 200 ribu pembudidaya ikan dan petambak udang dengan 1,1 juta kolam aktif yang tersebar di 280 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia. Disebutkan, valuasi perusahaan mencapai $1,3 miliar menjadikannya sebagai startup aquatech dengan valuasi terbesar sedunia.
Hingga 2022, perusahaan telah memfasilitasi 1,1 triliun transaksi penjualan ikan air tawar dan 1,12 triliun transaksi penjualan udang. Bila dinominalkan, setara dengan Rp8 triliun total transaksi penjualan ikan dan udang, serta Rp4 triliun total transaksi penjualan pakan ikan dan udang. Kontribusi terbesar disumbangkan dari Jawa Barat dengan persentase hampir 40%.
Sementara untuk ekspor, disebutkan angkanya mencapai 20 juta kilo per bulannya untuk 10 komoditas di eFishery ke Amerika Serikat dan Tiongkok.
Solusi finansialnya, Kabayan, telah didukung oleh belasan perusahaan finansial, seperti Bank OCBC NISP, Amartha, Investree, dan Kredivo. Total dana yang disalurkan mencapai Rp1,07 triliun untuk 24 ribu pembudidaya ikan dan petambak udang.
Produk pertamanya, eFeeder, alat pemberi pakan ikan otomatis, mampu mempercepat siklus panen hingga 74 hari dan meningkatkan efisiensi pakan hingga 30%. Di sisi lain, realisasi program Kabayan meningkat 2,5 kali tiap tahunnya, yang memungkinkan pembudidaya bisa mendapat akses ke dukungan finansial sampai dengan Rp45 juta per orang.
Hasil riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia pada tahun 2022 juga menemukan bahwa ekosistem eFishery berkontribusi sebesar Rp3,4 triliun atau setara 1,55% terhadap PDB sektor akuakultur Indonesia.
Perusahaan berencana untuk mengembangkan berbagai inisiatif baru ke depannya, yakni Digital Ancho, Vibrio Counter, dan ShrimptGPT. Sedangkan untuk solusi finansial, bakal ada Kabayan Aset, Simpanen (Simpanan Hasil Panen), dan Asuransi.
Startup brand agregator Hypefast mengonfirmasi telah merumahkan 30% karyawan, termasuk kontrak dan tetap dengan posisi yang tumpang tindih. Perusahaan berdalih langkah ini diambil demi mengejar pertumbuhan berkelanjutan, ditandai dengan profitabilitas yang lebih baik dan arus kas yang positif.
Tak hanya itu, Founder & CEO Hypefast Achmad Alkatiri menyampaikan langkah tersebut juga diambil sebagai bentuk respons perusahaan menghadapi beberapa tantangan yang diperkirakan terjadi pada tahun depan, termasuk peningkatan biaya penjualan seperti biaya merchant yang lebih tinggi yang ditetapkan berbagai channel, biaya logistik dan biaya terkait lainnya, serta kondisi makroekonomi.
“Kami telah memperoleh EBITDA yang menguntungkan sejak awal tahun 2022, namun ini adalah upaya kami untuk merespons dan bersiap menghadapi beberapa tantangan yang diperkirakan terjadi tahun depan [..] Tujuannya adalah untuk terus menghasilkan keuntungan dan mencapai arus kas bebas yang positif sambil meningkatkan pendapatan kita,” ucap dia dalam keterangan resmi, Rabu (23/8).
Dalam data terakhir yang diungkap perusahaan, tercatat jumlah karyawan Hypefast mencapai lebih dari 350 orang yang tersebar di Asia Tenggara (Jakarta, Kuala Lumpur, Singapura, dan Bangkok). Dengan demikian, diestimasi karyawan terdampak mencapai 105 orang.
Kepada karyawan terdampak, ia memastikan akan terus mendukung mereka dengan penempatan kerja dan peluang karier di masa depan semaksimal mungkin. Berikut benefit yang akan diberikan:
Karyawan yang terkena dampak akan menerima pesangon yang sepenuhnya sesuai dengan peraturan Indonesia;
Asuransi kesehatan lanjutan untuk seluruh keluarga sampai akhir tahun;
Norma ESOP yang dilonggarkan;
Dukungan pekerjaan:
Daftar Bakat Alumni — Hypefast akan meluncurkan situs web untuk membantu talenta yang terkena dampak menemukan pekerjaan baru. Terdapat halaman profil karyawan, resume, dan contoh pekerjaan yang dapat diakses oleh calon pemberi kerja.
Tim Penempatan Alumni — Selama beberapa bulan ke depan, sebagian besar tim perekrutan akan diubah menjadi Tim Penempatan Alumni untuk memberikan dukungan kepada karyawan yang akan berangkat guna membantu mereka menemukan pekerjaan berikutnya.
Dukungan Alumni yang Ditawarkan Karyawan — Hypefast juga mendorong semua karyawan yang tersisa untuk ikut serta dalam program ini guna membantu talenta yang keluar menemukan peran mereka selanjutnya.
“Setiap pemberi kerja akan beruntung memiliki para alumni Hypefast karena kualitas, dedikasi, dan anti-kerapuhan mereka yang telah terbukti. Para talenta ini bekerja bersama kami untuk menskalakan dengan cepat sambil membangun bisnis yang menguntungkan, dan kami berkomitmen untuk membantu mereka menemukan pemberi kerja yang ingin memiliki bakat seperti itu,” tutup Achmad.
Diklaim, Hypefast mencapai pendapatan bersih sebesar $43 juta pada 2022, tumbuh dari $22 juta pada 2021. Kinerja tersebut dicapai tanpa adanya akuisisi merek baru pada portofolionya, sehingga sebagian besar didorong oleh pertumbuhan organik pada merek-merek utama sekaligus mendiversifikasi kehadiran saluran ritel.
Perusahaan telah berinvestasi untuk lebih dari 15 brand lokal dengan nilai mencapai Rp 434 miliar. Beberapa brand tersebut antara lain, Luxcrime, Roughneck, Bonnels, Soleram, Nyonya Nursing Wear, Adeola Scarf, dan lainnya.
Sebagai salah satu ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara, Indonesia menawarkan peluang yang besar bagi brand aggregator untuk berperan penting dalam membentuk lanskap ritel. Salah satu platform yang berkecimpung dalam lanskap tersebut adalah Tjufoo. Menargetkan pelaku UMKM, Tjufoo memberikan dukungan dalam bentuk pendanaan hingga akselerasi bisnis.
Perkuat infrastruktur
Baik Amerika Serikat dan Tiongkok telah menyaksikan pertumbuhan yang pesat dalam layanan e-commerce selama bertahun-tahun. Perusahaan seperti Amazon dan Alibaba telah mendominasi pasar, yang secara signifikan memengaruhi perilaku konsumen dan dinamika pasar.
Di Indonesia, layanan e-commerce terus berkembang pesat, namun masih menghadapi tantangan seperti penetrasi internet yang terbatas di daerah pedesaan dan kendala infrastruktur logistik, menghambat penetrasi e-commerce secara penuh.
“Sampai kita bisa berada di posisi negara-negara tersebut, brand aggregator yang menyasar D2C saat ini harus membangun infrastruktur. Terutama untuk distribusi online dan offline, yang menurut saya saat ini masih susah untuk bisa mengelola kedua hal tersebut. Dan kami di Tjufoo sudah melakukan proses tersebut cukup baik, namun kami merasa bisa bekerja lebih baik lagi,” kata Founder & CEO Tjufoo TJ Tham.
Distribusi lokal juga berperan penting dalam membantu UMKM mengatasi berbagai tantangan dan membuka peluang pertumbuhan. UMKM sering menghadapi kendala sumber daya dan logistik, sehingga menyulitkan mereka untuk menjangkau basis pelanggan yang lebih luas dan memperluas pasar mereka. Dengan memanfaatkan keahlian dan jaringan distributor lokal, UMKM dapat fokus pada kekuatan inti mereka sekaligus mendapatkan wawasan pasar yang lebih baik.
“Menurut saya jika ingin melakukan scale-up untuk menjadi brand nasional masih sulit dan akan membutuhkan waktu agar infrastruktur lebih matang. Karena alasan itulah kebanyakan brand lebih memilih untuk bekerja sama dengan brand aggregator seperti Tjufoo, karena kami menyediakan infrastruktur tersebut dan keahlian khusus,” imbuh TJ.
Dalam perjalanan bisnisnya yang baru berusia satu tahun, Tjufoo mengklaim telah mencapai profitabilitas dan telah berinvestasi kepada 6 brand. Di antaranya ACMIC, Granova, Cypruz, Dew It, Muscle First, dan Dapur Cokelat. Perusahaan juga berencana untuk menambah sekitar 2 sampai 3 brand baru untuk diinvestasikan dan bergabung ke dalam ekosistem Tjufoo tahun ini.
Pengaruh tech winter
Menurut TJ, brand aggregator dinilai dapat beradaptasi dengan perubahan kondisi pasar, menjaga hubungan yang kuat dengan brand mereka, dan terus memberikan nilai kepada konsumen selama masa-masa sulit. Faktor tersebut menjadi salah satu alasan mengapa kondisi tech winter, tidak terlalu terpengaruh kepada mereka.
Kebanyakan kondisi tersebut sangat berpengaruh kepada perusahaan yang masih melakukan kegiatan bakar uang dan memiliki runway terbatas. Sementara Tjufoo sejak awal sudah fokus untuk profitable. Selanjutnya fokus mereka membuat bisnis yang sustainable dan terus tumbuh.
Serupa dengan bisnis lainnya, menjaga stabilitas keuangan, mendiversifikasi sumber pendapatan, dan menerapkan praktik manajemen risiko yang baik menjadi penting untuk mengurangi dampak potensial dari fluktuasi ekonomi. Bagi brand aggregator yang fokus pada kategori niche atau menawarkan nilai unik kepada konsumen, berada pada posisi yang diuntungkan saat menghadapi tech winter atau krisis finansial.
“Secara teknikal seperti venture capital dan private equity, apa yang mereka inginkan dari portofolio mereka adalah certain return. Menurut saya memiliki startup yang sudah profitable, apakah itu brand aggregator atau industri lainnya, bisa memberikan value ke stakeholder terutama bagi investor menjadi diversifikasi yang baik dari portofolio mereka,” kata TJ.
Jika dulunya valuasi ditentukan oleh investasi senilai satu miliar dolar, menurut TJ kini memiliki portofolio startup yang sudah mencapai profitabilitas menjadi lebih berharga, dibandingkan dengan penilaian valuasi.
Dalam dunia bisnis, profitabilitas dan valuasi satu miliar dolar merupakan dua metrik penting yang mempengaruhi pengambilan keputusan dan minat investor. Meskipun valuasi tinggi dapat membuka pintu bagi peluang pertumbuhan, namun hal tersebut tidak boleh mengesampingkan pentingnya profitabilitas. Menemukan keseimbangan antara profitabilitas dan valuasi merupakan kunci bagi pertumbuhan yang berkelanjutan dan kesuksesan secara jangka panjang.
Dalam perjalanan penggalangan dana yang telah dilakukan, tahun 2022 lalu Tjufoo telah mengantongi pendanaan pra seri A dengan nominal dirahasiakan dari TNB Aura dan dan Venturra Discovery. Tahun ini perusahaan berencana untuk bisa mendapatkan dana segar tahap seri A.
Dorong lebih banyak brand aggregator
Agar UMKM lebih banyak mendapat bantuan dan membangun infrastruktur yang lebih solid, kehadiran lebih banyak brand aggregator bisa mempercepat proses tersebut. Ketika ada beberapa brand aggregator yang beroperasi di pasar, hal tersebut akan mengarah pada peningkatan persaingan, yang dapat menguntungkan berbagai stakeholder, termasuk brand, konsumen, dan platform aggregator itu sendiri.
“Karena pengalaman saya sebelumnya di Grab bekerja secara dekat dengan orang lapangan (mitra pengemudi dan merchant) saya merasa ingin membantu mereka, dan saya belajar banyak dari mereka. Saya ingin membantu mereka scale-up. Menurut saya menjadi ideal untuk berinvestasi kepada UMKM, karena semakin banyak uang yang diberikan kepada mereka semakin besar potensi mereka untuk tumbuh,” kata TJ.
TJ berharap akan lebih banyak lagi pemain serupa. Dalam hal ini tidak harus menjadi kompetitor karena masih sangat luasnya potensi pasar terutama di ritel. Selain perusahaan ritel besar, ke depannya diprediksi akan lebih banyak lagi pelaku UMKM yang bakal hadir. Hal tersebut menurut TJ menjadi ideal bagi brand aggregator untuk berinvestasi kepada D2C brand agar bisa membesarkan industri bersama.
Saat ini selain Tjufoo, pemain yang sudah hadir di Indonesia menargetkan bisnis D2C dan menawarkan layanan serupa di antaranya adalah, Una Brands, Evo Commerce , USS Networks dan Hypefast.
BRI Ventures melalui dana kelolaannya Sembrani Kiqani, meluncurkan Kiqani Labs, sebuah program akselerator yang fokus menjaring bisnis D2C (direct to consumer). Program ini diharapkan bisa menjaring merek bisnis dari berbagai segmen, seperti fashion, produk kecantikan, dan F&B di Indonesia.
Untuk mengikuti program ini, calon partisipan diharapkan sudah memiliki bisnis yang telah tervalidasi di pasar. Dalam program yang akan diadakan selama 2 bulan ini, BRI Ventures menawarkan insights yang lebih luas terkait industri ini, juga kunjungan ke lokasi partner strategis perusahaan, serta jaringan luas dan mentor yang dapat diandalkan.
Pihaknya menegaskan bahwa BRI Ventures tidak menjanjikan investasi secara langsung, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terjadi kolaborasi ke depannya. Saat ini, Kiqani Labs juga masih membuka kesempatan bagi pebisnis yang ingin mendaftarkan mereknya di program akselerator ini.
Pertama kali diumumkan ke publik pada akhir tahun 2021, dana kelolaan Sembrani Kiqani memang memiliki fokus untuk consumer brands menyasar sektor direct-to-consumer (D2C). Ketika itu, Nicko Widjaja, CEO BRI Ventures meyakini bahwa sektor ini mampi menjadi penggerak industri terutama di tengah pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.
Sebelumnya, BRI Ventures juga sempat menggandeng Tokocrypto dalam menjalankan program Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA). Inisiatif ini berupaya menyediakan modul ekstensif khusus dirancang demi membawa proyek dan startup blockchain untuk muncul ke panggung dunia.
Pasar D2C di Indonesia
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan Ken Research, Indonesia diproyeksikan akan mengalami peningkatan persaingan di pasar D2C di tahun-tahun mendatang sebagai akibat dari kebangkitan industri 4.0. Tumbuhnya industrialisasi di Indonesia membantu mendorong industri D2C ke tingkat perkembangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Laporan yang sama menyebutkan bahwa ukuran pasar D2C di Indonesia saat ini tidak lebih dari 1% total pasar e-commerce. Namun, angka ini dipercaya akan bertumbuh secara signifikan, didorong oleh target pasar yang besar, meningkatnya pembelian daring, pendapatan per kapita yang tinggi, dan dukungan modal ventura terhadap startup D2C di tanah air.
Berdasarkan infografis yang dibuat oleh Ken Research di atas, dapat dilihat bahwa GMV e-commerce di Indonesia memiliki potensi pasar hingga USD$120 miliar. Fashion dan Apparel menjadi segmen utama yang juga menyumbang pendapatan terbesar pada pasar D2C di Indonesia.
Dari sisi persaingan, industri ini masuh terbilang sangat terfragmentasi. Semakin banyak merek yang mengadopsi strategi distribusi omnichan nel pasca-COVID untuk mendapatkan pijakan di pasar karena pelanggan ragu untuk mengunjungi toko offline. Salah satunya adalah Hypefast, yang belum lama ini memaparkan survey terkait tren merek lokal di Indonesia.
Banyak investor yang sudah mulai melirik pasar ini. Beberapa program akselerator juga sudah dilancarkan untuk bisa mendorong pertumbuhan pasar D2C di Indonesia. Selain Kiqani Labs, ada Gojek Xcelerate yang lebih dulu hadir untuk menjaring UMKM ritel. Teranyar, ada program akselerator D2C dari Kino Indonesia yang baru saja menyelesaikan program bootcamp intensif Maret lalu.
Startup brand aggregator membentuk kemitraan strategis dengan beberapa brand pilihan, dengan tujuan membangun hubungan yang kuat dan kolaboratif. Kemitraan ini turut memberikan dukungan permodalan, sumber daya, dan panduan tentang pemasaran dan operasional.
Salah satu brand aggregator yang meluncur saat pandemi dan mengklaim hingga saat ini terus mengalami pertumbuhan yang positif adalah Tjufoo. Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Tjufoo TJ Tham mengungkapkan rencana perusahaan melakukan penggalangan dana tahun ini dan menambah beberapa brand untuk didanai.
Klaim sudah profitable
Meluncur awal tahun 2022, startup yang didirikan oleh mantan pegawai Grab tersebut ingin menjadi brand aggregator dengan konsep “House of Brands”. Yakni membantu brand lokal meningkatkan performa melalui rangkaian teknologi digital, platform data, kecerdasan buatan, dan tim yang berpengalaman.
Dalam perjalanan bisnisnya yang baru berusia satu tahun, Tjufoo mengklaim telah mencapai profitabilitas dan telah berinvestasi kepada 6 brand. Di antaranya ACMIC, Granova, Cypruz, Dew It, Muscle First, dan Dapur Cokelat. Perusahaan juga berencana untuk menambah sekitar 2 sampai 3 brand baru untuk diinvestasikan dan bergabung ke dalam ekosistem Tjufoo tahun ini.
“Kami memilih untuk tidak memiliki jumlah brand yang terlalu banyak, dengan demikian kami bisa membantu mereka mengembangkan bisnis. Target Tjufoo adalah ingin terus mengembangkan brand yang saat ini sudah diinvestasikan,” kata Tham.
Tjufoo juga memiliki rencana untuk menambah jumlah gudang mereka, menyesuaikan kebutuhan. Selain di Jabodetabek, perusahaan juga ingin menambah di wilayah lain seperti Jawa Tengah dan lainnya. Perusahaan juga telah memiliki sekitar ratusan pegawai yang membantu mengembangkan bisnis Tjufoo.
Disinggung apakah perusahaan ingin melakukan penggalangan dana tahun ini, Tham menegaskan kegiatan penggalangan dana terus mereka lancarkan. Meskipun dirinya menyadari, saat ini semakin sulit bagi startup seperti Tjufoo untuk melakukan penggalangan dana.
Tahun 2022 lalu Tjufoo telah mengantongi pendanaan pra seri A dengan nominal dirahasiakan dari TNB Aura dan dan Venturra Discovery. Tahun ini perusahaan berencana untuk bisa mendapatkan dana segar tahap seri A.
Fokus pada brand lokal
Secara khusus brand aggregator bukan hanya menjadi fasilitator saja, namun mereka juga merupakan investor aktif dalam brand yang mereka investasikan. Hubungan yang saling menguntungkan ini memungkinkan brand untuk tumbuh, berkembang, dan mencapai target pengguna yang lebih luas.
Tjufoo juga ingin menjadi mitra bagi brand, yang bukan hanya memberikan investasi saja sekitar 51%, namun juga ingin menjadi mitra yang membantu brand mengelola bisnis hingga membantu mereka merekrut talenta digital yang terbaik.
Selain mendapatkan pendanaan dari Tjufoo, tercatat kebanyakan brand lokal yang bersedia untuk menjadi bagian dari Tjufoo adalah agar mereka bisa mengembangkan bisnis mereka. Brand tersebut juga melihat kemitraan dengan Tjufoo bisa membantu mereka mengembangkan konsep omnichannel, yang ternyata menjadi fokus dari Tjufoo.
Operasional yang efisien dan logistik yang dapat diandalkan sangat penting untuk kesuksesan brand. Dalam hal ini, brand aggregator berinvestasi dalam mengoptimalkan rantai pasokan, sistem manajemen inventaris, dan proses pemenuhan untuk memastikan operasi yang lancar bagi merek mitra mereka. Dengan memberikan dukungan dalam bidang ini, aggregator memungkinkan brand untuk fokus pada kompetensi inti mereka, yang berujung pada peningkatan kepuasan pelanggan dan peningkatan penjualan.
“Dengan bergabung bersama kami, brand lokal potensial dapat fokus mengembangkan bisnis dari sisi produk, sementara kami membantu memberikan sudut pandang strategi bisnis dengan mempertimbangkan landscape nasional, regional, maupun global. Sinergi ini membuat brand lokal dapat lebih objektif dalam menyusun strategi, termasuk dengan mengoptimalkan strategi online-to-offline (O2O) di momen kebangkitan ritel demi menguatkan brand presence dan diversifikasi saluran penjualan,” ungkap Tham.
Startup rollup e-commerceHypefast mengungkap terjadi tren channel shifting atau peralihan penggunaan kanal belanja oleh pembeli produk brand lokal sejak beberapa tahun terakhir.
Dalam sesi paparan “Mengupas Tren Brand Lokal 2023” yang diambil dari 5.000 sampel brand lokal di Indonesia, terungkap konsumen mulai kembali berbelanja di toko offline karena sejumlah marketplace mulai menaikkan platform fee pada transaksi hingga mengurangi subsidi gratis ongkos kirim. Menurut surveinya, strategi tersebut ditempuh karena marketplace tengah mengejar profitabilitas.
“(Konsumen) berpotensi shifting ke marketplace kompetitor atau belanja di toko offline. Konsumen di daerah pun enggan belanja online. Makanya, toko offline tengah dilirik brand lokal untuk masuk ke kota tier 2 dan tier 3. Begitu mulai masuk distribusi offline, masuk ke convenient store, aksesibilitas menjadi jauh lebih luas dibanding online presence,” tutur Founder dan CEO Hypefast Achmad Alkatiri (Mad), Rabu (21/6).
Tren ini juga terlihat pada pendapatan akumulasi grup Hypefast. Mad menyebut pendapatan dari penjualan online Hypefast menyumbang porsi 88% pada sepuluh bulan lalu. Namun, sekarang pendapatan online dan offline perusahaan masing-masing mengambil porsi 50%. “Kami melihat tren belanja offline kembali lagi,” tumbuhnya.
Sebagai tambahan, saat ini Shopee disebut masih menjadi kanal utama penjualan brand lokal, terutama brand lokal yang sejak awal memasarkan produknya lewat kanal online. Shopee disebut memiliki basis pembeli loyal bagi brand lokal.
Lantas, lanjut Mad, pihaknya tak serta-merta akan menambah toko offline. Untuk saat ini di level grup, Hypefast belum berencana menambah toko baru. Namun, pemilik brand berpotensi untuk membuka toko offline apabila menunjukkan kinerja penjualan yang baik di toko flagship.
Saat ini, Hypefast punya multibrand store sebagai toko flagship untuk berbagai portofolio brand. Toko flagship dibidik sebagai branding channel, bukan revenue channel. Adapun, Hypefast telah memiliki lebih dari 15 portofolio brand lokal, termasuk di segmen fashion dan beauty.
Tak hanya channel shifting, survei ini juga menemukan tren transisi brand atau brand shifting sejak 3-4 tahun lalu. Brand lokal yang utamanya didorong oleh segmen fashion, kini mulai beralih ke health & beauty. Pemilik brand menilai persaingan di fashion semakin ketat. Berbeda dengan segmen beauty yang punya barrier-to-entry besar karena butuh modal usaha yang besar juga.
Menurutnya, pelaku usaha bisa membangun brand fashion dengan modal Rp3 juta. Di segmen ini, potensi pembeli berulang mencapai 32% dengan laba kotor rata-rata sebesar 32%. Namun, pergerakan tren fashion sangat cepat yang mana perlu ada SKU baru setiap dua minggu.
Sementara, produk beauty perlu modal sekitar Rp50 juta dengan potensi pembeli berulang sebesar 58% dan laba kotor rata-rata 65%. Produk beauty juga memiliki expiration date lebih lama. Segmen ini tengah berkembang pesat karena manufakturnya mulai banyak dibuka di Indonesia. Situasinya berbeda dengan dulu di mana riset produk kecantikan bisa memakan waktu dua tahun.
Melihat tren ini, ia bilang bahwa perusahaan akan fokus ke segmen health & beauty karena menyumbang EBITDA terbesar ke kinerja perusahaan. Hypefast mengklaim sudah EBITDA positif sejak 2021, serta mencapai EBITDA positif dan net income positif di 2022.Pendapatan akumulasinya (semua brand di bawah entitas Hypefast) diklaim mencapai Rp1 triliun, mayoritas dari organik, bukan acquired revenue.
“Untuk strategi top line dan bottom line kami, lini fashion menyumbang top line paling besar, sedangkan beauty berkontribusi paling besar ke EBITDA dan bottom line Hypefast–yang mana ini normal karena gross margin profile berbeda,” ungkapnya.
Tahun ini, Hypefast membidik pertumbuhan double digit sambil melihat potensi akuisisi brand, terutama di kategori health & beauty dan mom & kids. Untuk memperkuat posisinya sebagai house of brand, ia juga mengungkap minatnya untuk masuk ke ekosistem penunjang, tidak hanya di ekosistem brand saja.
Disinggung soal rencana penggalangan dana baru, ia menutup, “we’re lucky enough to be a profitable business. Ini belum urgent sekarang. Kami masih menunggu.”
Startup coffee chain Fore Coffee belum lama ini membongkar pencapaian EBITDA positif pada kuartal III 2021. Salah satu faktor kunci kinerja positif ini adalah pemangkasan anggaran promosi hingga 50%. Fore menyebut tren pemangkasan ini berlanjut di 2022 sebesar 30%, dan ditargetkan mencapai 20%-30% di 2023.
Selain itu, pihaknya mengungkap sekitar 50% gerai non-fungsi terhantam badai pandemi pada 2020-2021. Hal ini disebabkan oleh perubahan supply & demand, supply chain, serta proses produksi dan distribusi kopi. Situasi tersebut mendorong para pemain coffee chain untuk mengembangkan berbagai inovasi agar tetap bertahan.
Di bawah kepemimpinan Co-Founder & CEO Fore Coffee Vico Lomar, perusahaan banyak melakukan peninjauan strategi. Ia kembali mengarahkan fokus pada bisnis inti yang menyediakan produk makanan dan minuman berkualitas sesuai selera konsumen.
Memasuki tahun ke-5 beroperasi, Vico memaparkan tiga langkah strategis yang jadi kunci keberhasilan Fore Coffee dalam memperluas jangkauan dan layanan guna capai profitabilitas usaha, yaitu mendorong kualitas produk unggulan dengan inovasi Litbang, mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia bermutu, serta menargetkan pembukaan gerai terbaru.
Hingga saat ini, Fore Coffee telah memiliki 134 gerai di Jabodetabek, wilayah pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Fore akan menambah sekitar 75 gerai dan merambah kota-kota mid-size sehingga bisa mengoperasikan total sekitar 200 gerai hingga akhir 2023.
“Cita-cita kami adalah Fore Coffee bisa menjadi satu brand yang dicintai dan dipercayai oleh konsumen Indonesia. Goal ini tampak sederhana tapi memerlukan komitmen yang luar biasa dari semua elemen perusahaan. Dengan asas keterbukaan dan transparansi serta giat berinovasi demi kepuasan pelanggan, niscaya cita-cita tersebut dapat tercapai,” kata Vico.
Fore juga melakukan reposisi citra brand menjadi minuman trendi yang ramah kantong. Perusahaan menghadirkan produk minuman musiman sembari mendorong produk unggulan mereka.
Matthew Ardian, CMO Fore Coffee, mengungkapkan dalam keterangan resmi, Fore Coffee tampil dengan pendekatan brand yang berbeda dari pemain kopi lainnya. Hal ini mendorong persepsi kebanyakan masyarakat bahwa Fore Coffee adalah brand kopi premium lokal. Persepsi inilah yang ingin diluruskan oleh perusahaan.
“Di awal 2022, kami mempertajam posisi kami bukan untuk dikenal sebagai pemain premium, tetapi sebagai power housebrand kopi terkemuka yang menyajikan produk essential, berbeda, berkualitas terbaik, serta disukai masyarakat, karena kami paham konsumen berhak disajikan produk yang lebih baik,” Jelas Matthew.
Beberapa produk unggulan Fore Coffee di sepanjang 2022 termasuk Aren Latte, Pandan Latte, dan Butterscotch Sea-Salt Latte. Produk-produk ini diklaim membawa brand Fore masuk ke jajaran TOP 5 Brand dengan top of mind tertinggi di Indonesia.
“Sepanjang 2022, Fore Coffee banyak melakukan firsts, mulai dari lini minuman untuk anak-anak bernama Fore Junior, lini Fore Deli, hingga kolaborasi dengan brand gaya hidup premium seperti Grab, Laneige, Green Rebel hingga Oma Elly. Semua peluncuran ini dikemas dengan pemasaran digital-centric yang kekinian,” tambah Matthew.
Pemasaran organik
Lebih lanjut, pihaknya memaparkan peran pokok pemasaran dalam mendukung Litbang dan operasional. Selain mengerti aspirasi dan inspirasi konsumen Indonesia, pemasaran berperan dalam menjembatani aspirasi dengan ragam inovasi produk yang diinginkan masyarakat.
Targetnya adalah menjalankan pemasaran secara organik dan berkelanjutan di 2023. Tingginya akuisisi pelanggan baru secara offline atau online adalah bentuk kontribusi penajaman citra brand. Selain itu, perusahaan juga aktif melakukan kampanye tiap bulannya. Hal ini berbuah konsumen yang juga aktif menyebarkan konten melalui jaringan media sosial.
Berdasarkan riset yang dilakukan bersama pihak ketiga, Fore Coffee mengalami lonjakan tingkat kepuasan dan NPS (Net Promoter Score) sebanyak 23% serta menempatkan Fore Coffee sebagai peraih NPS tertinggi diantara brand lainnya di Indonesia.
“Produk minuman unggulan kami adalah instrumen promosi paling efektif. Produk tersebut telah berhasil jadi pembawa pesan kualitas produk yang Fore Coffee sajikan kepada masyarakat Indonesia. Itu sebabnya fokus kami terletak pada Litbang Produk yang intensif dan berkelanjutan sehingga dapat menciptakan tren baru, dan dapat memperkenalkan produk-produk baru yang akan jadi kegemaran masyarakat.” Tutup Vico.