Tag Archives: dagangan

BTPN Syariah Ventura, kendaraan investasi CVC dari BPTN Syariah (BTPS), memilih langkah konservatif hanya mengincar satu startup untuk didanai tiap tahunnya

BTPN Syariah Ventura Pilih Strategi Konservatif, Incar Satu Startup Tiap Tahun

BTPN Syariah Ventura, kendaraan investasi dari BPTN Syariah (BTPS), memilih langkah konservatif dalam berinvestasi startup, hanya mengincar satu startup untuk didanai tiap tahunnya. Tahun lalu, melalui debutnya, perusahaan berinvestasi untuk Dagangan dalam putaran pra-seri B.

Adapun pada tahun ini, BPTN Syariah Ventures masih menyeleksi kandidat baru yang akan didanai. Sementara itu, perusahaan juga memastikan tidak ada rencana kembali mendanai Dagangan di putaran berikutnya. Sebelumnya dikabarkan Dagangan sedang menggalang putaran kedua untuk seri B yang menarik sejumlah korporat besar menanamkan dananya ke sana.

“Bagi kita sudah untung karena valuasi [yang naik dan bisnisnya bertumbuh], lalu kita akan cari investasi berikutnya untuk startup yang fokus ke rural. Direksinya simpel dan efisien, satu tahun sekali saja investasinya. Terpenting investasi ini berdampak bagus buat grup dapat lebih baik lagi,” ucap Direktur Keuangan BTPN Syariah Fachmi Achmad dalam media briefing, pekan lalu (9/2).

Meski Fachmi tidak bersedia merinci identitas startup tersebut. Bisa dipastikan pihaknya mencari startup yang punya misi sejalan dengan perseroan yang fokus memberdayakan masyarakat pra/cukup sejahtera di kota lapis dua dan tiga. Segmen bisnisnya mulai dari edtech, jual-beli digital, pelatihan, penyedia jasa pembayaran tagihan, penyedia barang perlengkapan rumah tangga, dan produsen/pemilik produk kebutuhan sehari-hari.

Pasca menjadi investor di Dagangan, sejumlah kerja sama bisnis semakin kencang dilakukan. Di antaranya, integrasi API Dagangan dengan aplikasi Warung Tepat, sehingga memungkinkan para agen Mitra Tepat untuk belanja barang sembako satuan dengan harga grosir, entah untuk kebutuhan pribadi atau dijual kembali. Diklaim kini ada 606 Mitra Tepat di 66 kota yang telah memanfaatkan fitur tersebut.

Selanjutnya, mengembangkan alternatif pembayaran dengan paylater untuk konsumen Dagangan, akses pembiayaan, dan perluasan kesempatan bagi nasabah BTPN Syariah menjadi mitra Dagangan.

Sebagai catatan, Mitra Tepat adalah klasifikasi yang diberikan BTPS untuk para nasabah pembiayaan yang berhasil mengembangkan bisnis lebih besar. Mitra Tepat ini merupakan ibu rumah tangga yang memiliki bisnis dan menjadi perpanjangan tangan bank dalam melayani nasabah.

Dalam laporan keuangan konsolidasi BTPN Syariah pada 2022, BTPN Syariah Ventura memiliki total aset sebesar Rp313 miliar dengan total ekuitas Rp311 miliar. Kemudian, nilai investasi saham (investment in share) sebesar Rp 81 miliar dan laba bersih sebesar Rp4 miliar (dengan investasi nilai wajar = biaya awal).

Struktur manajerial di BTPN Syariah Ventura juga tergolong efisien karena semuanya berasal dari kalangan BTPN Syariah. Posisi komisaris diisi oleh Fachmi dan M. Gatot Adhi Prasetyo (Direktur BTPN Syariah). Sementara, Direktur Utama BTPN Syariah Ventura Ade Fauzan juga menjabat sebagai Business Development Head di BTPN Syariah, bersama Destya Danang Pradityo sebagai Direktur di CVC.

Ekosistem digital syariah

Fachmi melanjutkan, selain berinvestasi ke Dagangan, sepanjang tahun lalu perseroan mencatatkan serangkaian inovasi untuk mewujudkan aspirasi membangun ekosistem digital syariah khusus untuk segmen pra/cukup sejahtera.

Pertama, akses keuangan untuk modal kerja produktif (access to finance) yang kini dapat diperoleh dengan proses digital. Cara ini secara tidak langsung telah meliterasi nasabah inklusi menjadi paham digital secara perlahan. Mereka juga memberikan dampak kepada komunitasnya menjadi lebih mudah dalam mengakses layanan perbankan. Tidak hanya untuk nasabah pembiayaan, perseroan juga telah menyempurnakan layanan e-channel termutakhir bagi nasabah pendanaan melalui Tepat Mobile Banking dan internet banking.

Kedua, memperluas akses pengetahuan (access to knowledge) melalui program pemberdayaan yang terukur dan berkelanjutan Tepat Daya. Platform digital ini terintegrasi dengan program pemberdayaan demi meningkatkan kapasitas nasabah sekaligus membuka kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk terlibat aktif dalam memberdayakan nasabah.

Inovasi perseroan di atas berdampak positif terhadap kinerja keuangan. Di antaranya, total aset sebesar Rp21,2 triliun dan pembiayaan mencapai Rp11,5 triliun tumbuh 10% (YoY). Pertumbuhan pembiayaan ini disertai dengan kualitas pembiayaan yang tetap sehat tercermin dari Non Performing Financing (NPF) di bawah ketentuan regulator dan laba bersih setelah pajak mencapai Rp1,78 triliun atau naik 21,9%.

Mengenai prospek ekonomi makro pada tahun ini, Fachmi cukup optimis perseroan dapat kembali mencetak kinerja yang ciamik. Alasannya, karena tahun-tahun menjelang pesta politik itu menguntungkan bagi segmen masyarakat ultra mikro. Pandemi kemarin memukul segmen ini karena diberlakukannya pembatasan ruang gerak yang membuat usaha mereka terdampak.

“Segmen ini akan terpuruk kalau ada bencana alam dan Covid karena larangan untuk berinteraksi. Selama larangan itu diangkat pemulihan akan lebih baik. Dari pengalaman kita di 2013-2015 segmen ultra mikro itu enggak signifikan berdampak buat mereka karena mereka itu hidupnya menjual barang-barang yang basic. [Tahun] politik itu tahun terbaik buat segmen ultra mikro,” pungkasnya.

Penggalangan Dana Dagangan

Dagangan Tengah Rampungkan Pendanaan Seri B, Sebuah Korporasi Lokal akan Turut Berpartisipasi

Sebagai platform social commerce yang mendukung pemilik warung di kota lapis 3 dan lapis 4, sejauh ini Dagangan telah mendapatkan pendanaan dari sejumlah investor. Salah satu investasi strategis yang telah diperoleh melalui pendanaan pra-seri B senilai $6,6 juta (lebih dari 95 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh BPTN Syariah Ventura.

Dari pendanaan strategis tersebut telah dilahirkan aplikasi “Warung Tepat” melalui integrasi API bersama BTPN Syariah. Selain integrasi API dan paylater, kemitraan antara kedua perusahaan juga dilakukan untuk pemberian akses pembiayaan pada mitra Dagangan dan perluasan akses pasar.

Sebelumnya Dagangan juga telah didanai oleh perusahaan tambang asal Kalimantan yaitu MMS Group, dalam putaran pendanaan seri A senilai $11, 5 juta atau setara 163,7 miliar Rupiah. Dalam pendanaan pra-seri A, Bluebird Group juga sempat berinvestasi kepada startup yang berdiri sejak tahun 2019 tersebut.

Segera rampungkan pendanaan terbaru

Akhir tahun 2022 ini Dagangan sedang dalam proses diskusi dan finalisasi dengan salah satu investor strategis dari kalangan korporasi. Co-Founder & CEO Dagangan Ryan Manafe menyebutkan, jika semua berjalan lancar mereka akan merampungkan pendanaan seri B akhir tahun ini. Disinggung siapa korporasi yang kemungkinan akan memimpin putaran pendanaan kali ini, Ryan enggan untuk menjawab lebih lanjut.

“Jika kita perhatikan sejak awal ada beberapa investor non-VC yang kemudian tertarik untuk memberikan investasi kepada kami. Artinya mereka melihat ada ekonomi yang berbeda di Dagangan. Saat melakukan perbincangan dengan investor kalangan korporasi juga sangat berbeda dengan VC. Mereka pada umumnya langsung menanyakan apakah kami sudah untung atau EBITDA positif,” kata Ryan.

Tiga tahun sejak berdiri, Dagangan mengklaim telah mengalami pertumbuhan signifikan, di semester pertama tahun 2022 mengalami peningkatan 5x dari periode sama tahun lalu. Selain itu, tercatat 60% kenaikan pendapatan untuk pelaku UMKM di desa jangkauan Dagangan. Saat ini Dagangan telah memiliki 30.000+ pengguna aktif dengan lebih dari 500.000+ transaksi belanja bulanan melalui aplikasi dan situs web.

Pembayaran COD masih menjadi pilihan utama

Menyadari masih rendahnya penggunaan rekening bank di kalangan pemilik warung di lokasi yang disasar Dagangan, sejak awal mereka telah memberikan pilihan pembayaran Cash on delivery (COD) kepada pemilik warung. Hal ini dilakukan juga melihat dari kebiasaan para pemilik warung saat mereka melakukan pembelian di pasar hingga toko grosir sekitar menggunakan pembayaran tunai.

Saat ini pembayaran COD masih menjadi pilihan utama para pemilik warung, dan masih sulit untuk kemudian mengajak mereka untuk melakukan adopsi kepada pembayaran non tunai.

Menurut Co-Founder & President Dagangan Wilson Yanaprasetya, ke depannya mereka juga memiliki rencana untuk menambah pilihan pembayaran kepada penjual dan pembeli hingga menambahkan fitur pembiayaan, bermitra dengan pihak terkait. Namun untuk saat ini pembayaran COD masih menjadi fitur yang kemudian banyak digunakan oleh sebagian besar pemilik warung di kota lapis 3 dan 4.

Sebagai langkah awal, Dagangan kemudian meluncurkan layanan pembayaran terbaru dari BRI Virtual Account, dengan tujuan untuk menambah performa dari platform Dagangan dalam mempercepat digitalisasi pembayaran bagi masyarakat rural Indonesia.

Saat ini Dagangan telah melakukan percobaan di dua lokasi hub milik mereka yaitu di Sleman dan Magelang. Nantinya jika ada pertumbuhan dan respons positif dari dua lokasi tersebut terkait dengan pilihan pembayaran secara nontunai, akan diaplikasikan ke lokasi hub milik Dagangan lainnya. Layanan pembayaran terbaru dari BRI Virtual Account Dagangan ini sebelumnya sudah masuk dalam roadmap dari perusahaan.

Luncurkan kampanye #DimanapunJadiMudah

Model bisnis Dagangan sejak awal adalah fokus memberikan kemudahan bagi pengguna untuk berbelanja melalui berbagai channel. Mulai dari platform Dagangan ataupun dari jaringan reseller dan mitra dengan memanfaatkan digitalisasi serta analisa big data.

“Kami membangun jaringan gudang mikro (hub-and-spoke) di kota-kota tier 3-4 dan wilayah pedesaan untuk memberikan penetrasi paling dalam bagi produsen besar menjangkau desa-desa serta mendekatkan masyarakat di desa tersebut dengan akses kebutuhan sehari-hari sehingga biaya logistik menjadi lebih efisien dengan harga terjangkau,” kata Ryan.

Terkait hal ini, Dagangan pun meluncurkan kampanye terbaru #DimanapunJadiMudah untuk memaksimalkan digitalisasi rural commerce sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kualitas hidup, serta menciptakan ekosistem ekonomi inklusif di wilayah rural Indonesia.

“Ke depannya kami ingin menargetkan 75.000 desa di seluruh pelosok Indonesia akan terjangkau oleh platform Dagangan. Selain itu, kami ingin terus mengembangkan setiap fitur dan layanan platform kami dengan pemanfaatan big data yang kami miliki. Sehingga kami bisa membantu mencari solusi tepat atas masalah yang dihadapi masyarakat di pedesaan,” kata Wilson.

Saat ini Dagangan termasuk startup social commerce yang terus mengalami pertumbuhan positif. Sejak 2019, layanan Dagangan telah membangun lebih dari 40 hub untuk menjangkau 17.000 desa di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Terkait dengan ekspansi di luar pulau Jawa, Ryan menegaskan tidak akan mudah untuk menerapkan model yang sama di kota lapis 3 dan 4 di luar pulau Jawa. Jika nantinya mereka akan melakukan ekspansi di lokasi tersebut, target audience dan operasi pun kemungkinan besar akan berbeda. Idealnya jika memang Dagangan akan melakukan ekspansi, lokasi yang relevan untuk mereka garap di antaranya adalah Sulawesi, Kalimantan hingga Bali.

“Saat melakukan ekspansi kami juga akan melakukan konsultasi dengan produsen besar kita. Artinya akan dilakukan diskusi dengan penjual dan pembeli untuk penentuan ekspansi pasar,” kata Ryan.

Application Information Will Show Up Here
BTPN Syariah (BTPS) mengumumkan versi terbaru aplikasi Warung Tepat yang sudah terintegrasi API dengan Dagangan untuk fitur belanja sembako

BTPN Syariah Lakukan Integrasi API dengan Dagangan untuk Aplikasi Laku Pandai

BTPN Syariah (BTPS) mengumumkan versi terbaru aplikasi Warung Tepat yang sudah terintegrasi via API dengan Dagangan. Fitur teranyar ini memungkinkan para agen (Mitra Tepat) untuk belanja barang kebutuhan rumah tangga/sembako satuan dengan harga grosir, baik untuk kebutuhan pribadi ataupun untuk dijual kembali.

“Dengan Mitra Tepat ini efisiensi kami semakin meningkat. Para community officer lebih fokus dalam melakukan akuisisi nasabah karena sebagian tugasnya dilakukan oleh Mitra Tepat,” ucap Direktur Utama Bank BTPN Syariah Hadi Wibowo di Jakarta, Rabu (27/7).

Tak hanya fitur belanja sembako, aplikasi ini juga menyediakan tambahan alternatif pembayaran dengan paylater untuk nasabah yang sudah disetujui dengan limit pinjaman dari BTPS. Opsi ini melengkapi pembayaran yang sudah ada sebelumnya, yakni COD dan debet rekening saat membeli kebutuhan sembako.

Bentuk sinergi dengan startup portofolio

Pengembangan aplikasi Warung Tepat ke versi terbaru ini adalah bentuk realisasi dari investasi yang diberikan BTPN Syariah Ventura kepada Dagangan beberapa waktu lalu dalam putaran Pra-Seri B. Selain integrasi API dan paylater, kemitraan antara kedua perusahaan juga dilakukan untuk pemberian akses pembiayaan untuk mitra Dagangan dan perluasan akses pasar.

Hadi menuturkan sebetulnya, uji coba aplikasi Warung Tepat ini sudah dimulai sejak akhir 2020 dengan berbagai versi. Perlahan tim mengevaluasi masukan yang didapat di lapangan dan menyesuaikan dengan kebutuhan para agen. Pendekatan digital yang dihadapi BTPS untuk para ibu di kota lapis dua dan tiga memang lebih menantang, ada yang siap namun juga ada yang belum siap.

“Justru dengan pergeseran pola belanja para ibu itu [ke platform digital] yang kami harapkan, sehingga beban community officer bisa dialihkan untuk akuisisi nasabah lebih banyak. Sebab hingga saat ini kami tetap jaring nasabah baru.”

Nantinya tugas community officer akan tetap mendatangi para nasabah secara berkala, namun tujuannya untuk menjaga relasi dan berdiskusi untuk peningkatan pemberdayaan.

BTPS akan mengeskalasi angka pengguna Warung Tepat pasca peresmian versi terbaru ini. Diklaim hingga kuartal I 2022, sudah digunakan oleh 500 Mitra Tepat yang tersebar di 500 sentra. Seluruh agen ini telah melayani lebih dari 7.500 konsumen melalui Warung Tepat. BTPS menargetkan ada tambahan 25 ribu Mitra Tepat pada kuartal II 2022.

Terkait investasi di startup berikutnya, Hadi menyebutkan setidaknya akan melakukan satu investasi tiap tahunnya. Saat ini ada beberapa startup yang tengah diujicobakan dengan bisnis BTPS. Setelah terbukti berjalan, baru investasi dikucurkan.

“Sebab kita harus melihat bisnis startupnya proven di lapangan, jangan sampai kita asal berinvestasi. Inilah yang membedakan cara kerja BTPN Syariah Ventura dengan VC kebanyakan,” tambah Direktur Keuangan Fachmy Ahmad.

Inovasi Warung Tepat

Dalam perjalanan inovasi digital di BTPS, proses kerja Mitra Tepat menggunakan dua aplikasi, yakni Agen BTPN Syariah dan Warung Tepat. Keduanya punya fungsi berbeda. Aplikasi yang pertama dikhususkan untuk melakukan fasilitas perbankan, seperti tarik tunai, cek mutasi, transfer, dan sebagainya. Sementara, Warung Tepat baru menyediakan fitur pembayaran tagihan PPOB.

Pengembangan berikutnya, diputuskan untuk menyeriusi Warung Tepat agar dapat mengakomodasi berbagai kebutuhan para mitra, mulai dari transaksi perbankan, PPOB (tagihan BPJS, PLN, telepon, pulsa), pengajuan kredit hingga yang terbaru adalah fitur belanja sembako. Dari segi UI/UX didesain seramah mungkin bagi para ibu-ibu yang menjadi agen Laku Pandai di BTPS.

Pengguna cukup pilih barang yang ada di aplikasi, lalu pesan, dan pembayaran dapat dilakukan dengan debit rekening Tepat Tabungan Syariah atau saat barang diterima. Barang pesanan akan diantar langsung ke tempat mitra.

Salah satu Mitra Tepat, Widya, dari Cileungsi mengatakan, aplikasi yang dikembangkan BTPS memberikan dia banyak kemudahan. Dirinya yang sudah terbiasa melakukan berbagai transaksi untuk memenuhi kebutuhan warungnya. “Aplikasinya sangat mudah digunakan, banyak manfaat” ucapnya sembari mendemonstrasikan aplikasi Warung Tepat.

Sebagai catatan, Mitra Tepat adalah klasifikasi yang diberikan BTPS untuk para nasabah pembiayaan yang berhasil mengembangkan bisnis lebih besar. Mitra Tepat ini merupakan ibu rumah tangga yang memiliki bisnis dan menjadi perpanjangan tangan bank dalam melayani nasabah.

Dari sekitar 4 juta nasabah pembiayaan BTPS, sekitar 20% di antaranya sudah “naik kelas” menjadi Mitra Tepat dan sudah lebih melek teknologi. Biasanya, satu kali dalam dua pekan, ada petugas bank atau disebut community officer yang mendatangi para nasabah untuk aktivitas perbankan. Akan tetapi, jika sebelum kunjungan tersebut dan nasabah non-Mitra Tepat memerlukan dana atau ingin menabung atau transaksi lainnya, mereka dapat menghubungi Mitra Tepat terdekat.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Sesi #SelasaStartup bersama CEO Dagangan

Menyimak Potensi Platform Social Commerce di Indonesia

Dalam laporan yang dirilis oleh DailySocial.id membahas perkembangan ekosistem social commerce di Indonesia, terungkap selama satu dekade terakhir e-commerce telah berhasil menjadi lokomotif industri yang mendorong berbagai inovasi digital di berbagai sektor. Namun demikian masih ada gap yang belum terselesaikan, khususnya terkait pemerataan jangkauan layanan.

Gap tersebut dilandasi berbagai faktor, misalnya terkait distribusi layanan di kota tier 3 atau 4. Sampai dengan literasi digital masyarakat rural yang belum maksimal. Dari kondisi tersebut kemudian muncul inovasi baru berjuluk “Social Commerce”.

Dalam sesi #Selasastartup kali ini, CEO Dagangan Ryan Manafe mengungkapkan tantangan dan peranan Dagangan untuk bisa merangkul lebih banyak mitra dari kalangan perusahaan multinasional, agar bisa memberikan layanan terpadu kepada masyarakat Indonesia.

Pendekatan teknologi yang relevan

Tidak dapat dimungkiri, teknologi memiliki peranan penting untuk bisa membantu mempercepat layanan dan pengiriman barang kepada mereka yang tinggal di daerah tertentu hingga pedesaan. Namun demikian dalam penerapannya, idealnya tidak disamakan pemahaman teknologi mereka yang tinggal di pedesaan atau daerah tertentu hingga pedesaan, dengan mereka yang tinggal di kota-kota besar.

Jika memang dibutuhkan, bisa ditawarkan penggunaan aplikasi, microsite, hingga pemesanan melalui WhatsApp. Namun untuk membantu proses lebih mudah lagi, perlu memberikan juga penjelasan yang lebih akurat dan langsung oleh tim di lapagan.

“Dalam hal ini Dagangan menawarkan tim penyuluh di masing-masing daerah untuk membantu mereka melakukan pemesanan, mengelola, dan mengumpulkan pemesanan hingga akhirnya dapat disalurkan kepada masing-masing pembeli,” kata Ryan.

Untuk mempercepat pengiriman dan menekan biaya ongkos kirim yang kebanyakan cukup tinggi di daerah tertentu, Dagangan melakukan kerja sama strategis dengan logistik pihak ketiga. Mereka juga menerapkan model Hub and Spoke untuk mempercepat proses distribusi barang.

Seperti yang disebutkan dalam laporan sebelumnya, konsep yang ditawarkan oleh platform social commerce saat ini lebih menekankan kepada memberdayakan komunitas sebagai perwakilan setiap transaksi yang ada. Selain konsumen yang merupakan target dari semua platform social commerce, komunitas dalam hal ini berfungsi sebagai mitra strategis dari social commerce.

Saat ini selain Dagangan sudah banyak platform social commerce di Indonesia. Di antaranya adalah Super, Evermos, Mapan, RateS, Woobiz dan lainnya.

Tantangan platform social commerce

Salah satu tantangan yang masih ditemui oleh platform social commerce saat ini adalah, bagaimana mereka bisa meyakinkan produsen dan principal untuk bisa bersama memberikan layanan kepada kota-kota di lapis 2 dan 3.

“Masih menerapkan kearifan lokal, sekarang saya bawa ke level berbeda yaitu meyakinkan principal yang merupakan multinasional company yang sudah memiliki pengalaman untuk bisa bermitra dengan Dagangan,” kata Ryan.

Minat dari investor lokal hingga asing untuk memberikan pendanaan kepada platform social commerce juga terlihat semakin meningkat. Meskipun tidak selalu fokus kepada pengembangan teknologi atau berbasis teknologi, namun jika platform social commerce memiliki visi yang baik yaitu menjangkau lebih banyak area di kota tier 2 dan 3, ternyata mampu menarik perhatian dari investor untuk memberikan kepercayaan.

Dalam laporan juga disebutkan, GMV (Gross Merchandise Value) untuk industri e-commerce di Indonesia diprediksi mencapai $104 miliar pada tahun 2025. Terlepas dari platform e-commerce yang sudah banyak digunakan oleh pengguna, masih ada potensi pasar yang besar dari masyarakat terfragmentasi di media sosial.

Bagi platform social commerce yang saat ini perlu diperhatikan adalah, bagaimana model bisnis yang berkelanjutan, unit ekonomi dan visi yang mereka tawarkan bisa membantu masyarakat untuk mendapatkan barang dengan cepat dan harga terjangkau lebih baik lagi.

DailySocial mewawancarai Wilson Yanaprasetya dari Dagangan / DailySocial

[Video] Strategi Startup Social Commerce Dagangan Menyasar Kota-Kota Tier 3 dan 4

Di diskusi bersama DailySocial kali ini, Co-Founder Dagangan Wilson Yanaprasetya membahas bagaimana strategi dan ekspansi bisnis perusahaan di kota-kota tier 3 dan 4.

Wilson mengatakan, misi utama perusahaan adalah bagaimana seluruh masyarakat Indonesia bisa berdaya dalam memiliki barang kebutuhan sehari-hari.

Simak pembahasan tentang strategi Dagangan yang terangkum di video wawancara berikut.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis dan kontribusi startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DScussion.

Social Commerce Report 2022

Laporan DSInnovate: Social Commerce Report 2022

Selama satu dekade terakhir, e-commerce telah berhasil menjadi lokomotif industri yang mendorong berbagai inovasi digital di berbagai sektor. Sebut saja pembayaran digital, logistik pintar, sampai dengan platform pemberdayaan UMKM. Namun demikian, di balik gegap-gempita industri e-commerce masih terdapat gap yang cukup kentara di Indonesia, khususnya saat berbicara tentang pemerataan.

Berbeda dengan masyarakat di perkotaan yang sudah terbiasa dengan layanan digital, kondisi di pedesaan —apalagi daerah rural—kondisinya masih jauh berbeda. Banyak faktor menjadi penyebab, mulai dari tingkat literasi digital sampai dengan keandalan infrastruktur. Terkait infrastruktur, contohnya, pengguna di pedesaan mendapati biaya kirim yang besar karena barang dikirim dari kota.

Adanya isu-isu tersebut mendorong para inovator melahirkan “Social Commerce”, versi e-commerce yang dimodifikasi dengan berbagai penyesuaian fitur. Model bisnisnya juga unik, seperti lewat kemitraan untuk menangani isu literasi digital, lewat group buying untuk menangani isu mahalnya ongkos kirim, sampai sistem hub-and-spoke untuk menangani sistem distribusi yang rumit.

Perlahan tapi pasti, model social commerce mulai diterima oleh masyarakat Indonesia, membuat bisnis ini kian banyak diminati oleh startup lokal.

Untuk melihat perkembangan bisnis ini, DSInnovate meluncurkan “Social Commerce Report 2022” dengan tema besar “Digitizing the Second-Tier Cities in Indonesia”. Laporan ini merangkum sejumlah hal, meliputi:

  1. Pembahasan konsep dan model bisnis social commerce
  2. Ekosistem social commerce di Indonesia
  3. Studi kasus social comerce di Indonesia
  4. Tren perkembangan social commerce di Indonesia

Terdapat beberapa temuan data menarik, salah satunya dari 16 startup social commerce yang ada di Indonesia, 14 di antaranya telah mengumumkan perolehan investasi. Menunjukkan bawah model bisnis yang diusung berhasil divalidasi oleh adopter awal dan hipotesis dari pemodal ventura. Selain itu, konsep bisnis berbasis syariah juga dipertimbangkan beberapa pemain di Indonesia.

Di sisi kematangan industri, peneliti juga melakukan analisis dan pengukuran terhadap beberapa variabel — yang menunjukkan bahwa social commerce masih memiliki ruang gerak yang luas untuk dieksplorasi. Selain itu, masih ada data dan temuan menarik lainnya. Selengkapnya, unduh laporan tersebut melalui tautan berikut: Social Commerce Report 2022.


Disclosure: Dagangan mendukung peluncuran laporan ini

BTPN Syariah Ventura

Idealisme Hipotesis Berinvestasi ala BTPN Syariah Ventura

BTPN Syariah Ventura turut serta mewarnai kehadiran corporate venture capital (CVC) di Indonesia pada pertengahan tahun ini. Dalam catatan, sejauh ini sudah ada delapan CVC (Telkom, Telkomsel, Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, OCBC NISP) yang sudah beroperasi dan mengucurkan dana, kecuali BNI Modal Ventura yang baru mengumumkan kehadiran.

Masing-masing CVC memiliki mandat spesifik dari induk untuk mendukung keterbukaan terhadap inovasi yang berpotensi dapat digarap bersama ke depannya. Dalam konteks korporasi, pengembangan inovasi tidak bisa langsung direalisasikan dalam waktu cepat, meski sebenarnya siapa pun bisa melakukannya.

Kondisi yang sama juga diemban oleh BPTN Syariah Ventura. Dibandingkan perbankan lainnya, syariah sekalipun, bisnis utama BPTN Syariah adalah pembiayaan produktif untuk masyarakat pra/cukup sejahtera dengan nominal pinjaman mulai dari Rp2 juta dengan tenor satu tahun. Segmen ini berbeda dengan kebanyakan perbankan, makanya banyak kondisi-kondisi yang perlu dipertimbangkan saat BPTN Syariah melakukan digitalisasi.

Menariknya, karena induk BTPN Syariah Ventura ini adalah perbankan syariah, maka CVC-nya pun turut menyejajarkan diri. DailySocial.id berkesempatan untuk mewawancarai lebih dalam bersama Direktur Utama BTPN Syariah Ventura Ade Fauzan.

Hipotesis investasi

Dengan ranah bisnis yang tersegmentasi, kesempatan BTPN Syariah untuk masuk ke ranah digital ibaratnya pisau bermata dua. Sebab, proses digitalisasi di pedesaan dengan perkotaan adalah hal yang berbeda, termasuk dari kecepatan adopsinya. Kualitas jaringan internet adalah salah satu faktornya. Ade pun menyadari bahwa digitalisasi itu adalah suatu keniscayaan.

“Kami melihat bagaimana melakukan digital untuk segmen market-nya, makanya kami sebut teknologi untuk kebaikan. Tapi kami percaya perlu akselerasi lewat kolaborasi karena zaman sekarang muncul istilah baru, yakni kolaborasi, sebab memang tidak semua kebutuhan yang kita butuh itu harus bangun sendiri,” ujar Ade.

Sesuai mandat dari BTPN Syariah, hipotesis investasi yang dianut adalah mencari startup yang fokus pada pemberdayaan masyarakat pra/cukup sejahtera di kota lapis dua dan tiga. Dari total enam juta nasabah yang sudah terlayani di BTPN Syariah, harus mendapat nilai tambah dari setiap inovasi yang terjadi, dengan demikian kehidupan mereka semakin membaik.

Prinsip inilah yang akhirnya ditemukan dari Dagangan. Keputusan untuk menyuntik startup social commerce ini sebenarnya melalui tahapan yang tidak sebentar, bahkan jauh dari akhirnya BTPN Syariah Ventura resmi berdiri. Sedikit mengulang ke awal 2020, di situlah dimulainya kemitraan antara perusahaan dengan Dagangan.

Pada saat itu, Dagangan melakukan pilot project untuk mendukung para debitur BTPN Syariah untuk mengembangkan bisnis melalui pinjaman yang mereka terima. Dagangan menyediakan stok barang kelontong dalam bentuk paket-paket hemat yang bisa dibeli untuk nantinya dijual kembali oleh para mitra di lingkungan rumahnya. Karena berjualan barang kelontong, maka perputaran uangnya jauh lebih cepat hanya sekitar satu hingga dua hari saja.

“Ada kebutuhan untuk warung, yang mereka butuhkan akses terhadap barang. Nasabah kita bekerja sendiri untuk dukung keluarganya. Pain-nya access to supply, harus travel, harus tutup warung, artinya ada opportunity loss. Karena tidak sekadar barang, banyak startup yang menyediakan barang untuk warung, tapi yang sesuai BTPS cari tidak banyak, hanya Dagangan,” ucap Ade.

Dia melanjutkan, Dagangan mendedikasikan dirinya sebagai startup yang hanya menggarap kota lapis dua, tiga, dan empat, yang mana sejalan dengan strategi BTPN Syariah. Dari karakteristik model bisnisnya juga menarik karena Dagangan mengakomodasi nominal belanja dalam jumlah kecil, menyesuaikan dengan kebiasaan belanja pemilik warung.

“Pedagang kecil itu belanjanya dalam jumlah kecil, bukan botolan tapi sachetan. Nah Dagangan tipe barang-barangnya seperti itu, minimal order-nya juga tidak harus banyak. Kalau pemain lain itu minimal harus Rp1,5 jutaan. Kalau segitu [minimal belanja] nasabah kami enggak bisa order.”

Kemitraan tersebut berlanjut, sampai kedua perusahaan bahkan sudah mencapai integrasi API alias semakin serius karena mulai “buka dapur”. Kesepakatan tersebut diambil jauh sebelum BTPN Syariah Ventura peroleh izin dari regulator.

“Ke depannya kemitraan dengan Dagangan akan terus dilanjutkan, akan ada kolaborasi access to market untuk bantu perluas usaha kecil jangkau konsumen yang lebih luas.”

Setelah Dagangan, pihaknya akan terus mencari startup lainnya yang menyasar masyarakat desa dari berbagai vertikal. Meski tidak dirinci secara spesifik, BTPN Syariah mencari peluang-peluang kolaborasi dengan startup yang bermain di edtech, jual-beli digital, pelatihan, penyedia jasa pembayaran tagihan, penyedia barang perlengkapan rumah tangga, produsen/pemilik produk kebutuhan sehari-hari.

Layanan di atas diarahkan untuk membantu para konsumen BTPN Syariah yang terdiri dari nasabah, Mitra Tepat, Daya (program CSR), Ibu Tepat, dan lainnya.

Sumber: BTPN Syariah

Persaingan dengan VC

Hal menarik lainnya yang menjadi pertanyaan adalah mengapa baru sekarang BTPN Syariah masuk ke modal ventura, sementara korporasi lainnya sudah memulainya sejak empat hingga enam tahun lalu.

Ade pun menjawab bahwa terlambat atau tidaknya masuk ke modal ventura itu bicara mengenai prioritas. Bagi manajemen, kehadiran BTPN Syariah Ventura berada dalam momen yang tepat untuk mengakselerasi digital di induk perusahaan dan menciptakan ekosistem digital syariah.

“Tujuannya spesifik karena mandatnya sangat clear untuk bantu banknya [BTPN Syariah]. Karena proses bangun ekosistem digital syariah itu selama ini kita bangun sendiri. Ketika sudah berada di satu titik bisa ditinggalkan, source kita kemudian dialihkan untuk bangun VC. Jadi bukan terlambat atau tidak, tetapi memang kami atur milestone-nya.”

Dia menambahkan, prinsip yang selalu diunggulkan dari BTPN Syariah Ventura adalah selalu menjadi investor strategis, bukan ordinary investor atau investor yang mencari valuasi. Bagi Ade, valuasi adalah satu hal, tapi mengembangkan bisnis BTPN Syariah adalah hal terpenting.

Yuliati pengguna Dagangan dan pemilik warung di Desa Tempelsari, Kabupaten Sleman / Dagangan

“Ketika startup datang bantu nasabah kami tumbuh, maka mereka bantu BTPS tumbuh lebih besar. Kami sudah jalankan ini [bisnis bank syariah] sejak 2010 jadi kita tahu apa yang ultra mikro butuhkan, sekarang tinggal pilih yang mana dulu [mau diinvestasikan].

Karena menjadi investor strategis, pihaknya dapat menganalisis calon startup dengan memberikan pilot project dan akses ke nasabah. Dari situ, BTPN Syariah dapat mengukur efektivitasnya seperti apa, layak untuk dilanjutkan atau tidak. “Ketika masuk ke bisnis BTPS, market startupnya jadi bisa di-compare, sudah diukur risikonya. Beda halnya kalau mereka beda bisnis dengan kita, susah validasinya, jadi kita masuk ke area yang kita paham.”

Dana kelolaan BTPN Syariah Ventura tergolong mini, hanya Rp300 miliar (dari modal ditempatkan dan disetorkan penuh). Ade dan tim akan melakukan investasi dengan cerdas ke startup berkualitas. Proses investasi akan dilakukan dengan sabar dan tidak terburu.

Sebagai satu-satunya CVC syariah, sambung Ade, menjadi nilai unggul yang diberikan perusahaan kepada calon startup. Sebab, pihaknya memiliki dua orang Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang memastikan bahwa operasionalnya sesuai dengan ketentuan syariah yang diatur oleh DSN MUI, OJK, dan regulator terkait lainnya.

“Jadi dalam setiap penyertaan modal yang kami lakukan, maka startup tersebut harus mendapatkan opini kesesuaian syariah dari DPS BTPN Syariah Ventura.”

Ia pun tak khawatir dengan persaingan berebut dengan VC lainnya. Setidaknya, dalam rencana bisnis BTPN Syariah Ventura, dapat mendanai satu startup tiap tahunnya. Sayangnya, Ade tidak menyebutkan ticket size yang akan diberikan untuk tiap investasinya. Hanya disebutkan tergantung dari penyertaan modal yang dilakukan untuk setiap model bisnis dan rencana startup tersebut.

“Kami sudah ‘berkencan’ dengan Dagangan sebelum mereka terkenal seperti sekarang. Kami akan mencari Dagangan-Dagangan lain yang masih kecil tetapi punya potensi yang kami tahu potensi itu bisa menyelesaikan masalah,” tutup Ade.

Startup Social Commerce

Kenali 16 Startup Social Commerce Indonesia 

Dilansir oleh Data Reportal, jumlah pengguna media sosial di Indonesia tiap tahunnya meningkat. Pada Januari 2020 tercatat 160 juta penduduk Indonesia menggunakan media sosial dan tren ini akan terus meningkat. Pertumbuhan ini pun  dipandang menjadi kesempatan tersendiri bagi pelaku social commerce.

Sederhananya sebuah platform social commerce memanfaatkan jejaring yang dimiliki oleh pengguna akhir untuk melakukan transaksi jual-beli barang. Bisa melalui media sosial, aplikasi pesan, bahkan word of mouth. Laporan Mckinsey, juga menyebutkan sekitar 40% dari pasar e-commerce di Indonesia merupakan social commerce

Platform social commerce juga menjembatani mitra pedagang dengan brand principal yang membutuhkan sistem distribusi yang lebih efisien. Berikut ini daftar startup social commerce yang saat ini beroperasi di Indonesia:

Berkahi

Berkahi adalah platform untuk menjual produk-produk UMKM yang halal, aman, dan berkualitas, dengan visi dan tujuan untuk membantu pelaku-pelaku bisnis kecil dan perorangan untuk bersaing dengan perusahaan besar dan yang sudah maju.

Startup social commerce satu ini memungkinkan pelaku bisnis dapat akses ke ribuan produk halal dari dalam dan luar negeri. Proses pengemasan dan pengiriman dilakukan langsung dari gudang yang tersebar di berbagai wilayah, sehingga lebih efisien. Bagi pelaku UMKM sendiri biaya operasional dan fasilitas gudang tidak dikenankan biaya.

Ide perkembangan bisnis berkahi ini rampung pada November 2021 didirikan oleh tiga co-founder yaitu Rowdy Fatha (CEO), Turina Farouk (CTO), dan Andre Raditya Makmur (CMO). 

Saat ini berkahi masih mengandalkan pendanaan dari angel investor untuk menjalankan bisnisnya. Saat ini, Berkahi juga sedang mencari pendanaan tahap awal venture capital.

Chilibeli

Chilibeli adalah aplikasi belanja online kebutuhan sehari-hari yang berkualitas. Mengambil langsung dari petani, Chilibeli menjamin harga terbaik untuk semua. Memiliki visi untuk menyediakan produk dengan kualitas terbaik, segar dan langsung dari sumbernya ke setiap rumah dengan harga murah.

Alex Feng mendirikan perusahaan ni pada tahun 2019, Chilibeli terakhir kali mendapatkan pendanaan seri A dari Lightspeed Ventures senilai 160 Miliar Rupiah untuk mengekspansi bisnis yang lebih banyak lagi. Dikabarkan Chilibeli telah diakuisisi WeBuy untuk selanjutnya menjadi kendaraan mereka memasuki pasar Indonesia.

Credimart

CrediMart adalah startup social commerce berupa layanan grosir online yang menjual berbagai kebutuhan pokok. Mulai dari kopi, sabun, snack, hingga alat tulis dan obat-obatan — tersedia dalam bentuk potongan hingga karton. CrediMart akan mengantarkan pesanan ke lokasi bisnis dalam waktu 1 x 24 jam.

Salah satu fitur Credimart adalah Credistore, yang memudahkan penjual warung untuk melakukan stock lebih banyak dan praktis. Startup social commece yang ini didirikan oleh Gabriel Fans (CEO), Christian Lie (COO), Dekha Anggareska (CTO) pada tahun 2021.

Pendanaan seri A Credimart didapat melalui perusahaan induknya Credibook senilai 116 miliar Rupiah diikuti oleh Monk’s Hill Ventures, Insigna Ventures Partners, Wavemmaker Partners, Alpha JWC Ventures, dan lain-lain.

Dagangan

Dagangan ini lebih mengarah belanja sembako online grosir atau eceran. Menyediakan berbagai kebutuhan pokok seperti sembako, produk segar juga kebutuhan harian lainnya. Dagangan ini didirikan oleh Wilson Yanapresetya dan Ryan Manafe pada tahun 2016.

Fitur yang dimiliki dagangan sangat menarik. Mereka ini startup social commerce dengan model hub-and-spoke dalam operasionalnya. Dalam artian, membangun pusat pengadaan kebutuhan pokok atau micro fulfillment center (hub) ke kota lapis dua dan tiga dan pedesaan.

Pada bulan Apri 2022, Dagangan mendapatkan pra-seri B senilai 95 miliar Rupiah dari BTPN Syariah Ventura beserta Monk’s Hill Ventures dan Hendra Kwik yang turut serta melakukan penggalangan dana.

Dusdusan

Dusdusan adalah pemasok produk rumah tangga eksklusif yang memiliki komunitas reseller terbesar di Indonesia, lengkap dengan dukungan pelatihan dan materi promosi online dan offline. Visi dari dusdusan adalah menjadi komunitas reseller produk rumah tangga terbesar di Asia Tenggara.

Startup social commerce yang satu ini didirikan oleh Christian Kustedi dan Ellies Kiswoto pada tahun 2014.

Evermos

Evermos adalah sebuah platform social commerce reseller yang menjual berbagai macam produk-produk Muslim Indonesia. Startup social commerce Indonesia ini didirikan oleh Ghufron Mustaqim dan sejumlah rekannya pada tahun 2018.

Evermos ini menawarkan fitur yang menarik bagi pelaku ukm bisnis kecil yang belum memiliki modal, Bisa menggunakan platform yang satu ini.

Pada awal september 2021, Evermos mendapatkan pendanaan seri B dengan perolehan 427 miliar rupiah yang dilibatkan oleh UOB Venture Management dengan MDI Ventures, Telkomsel Mitra Inovasi, Future Shape, Jungle Ventures dan Shunwei Capital.

Grupin

Grupin merupakan startup social commerce Indonesia yang didirikan oleh Kevin dan rekannya Ricky Christie pada 2021. Layaknya aplikasi social commerce yang sudah ada, Grupin menawarkan pengalaman belanja berbasis komunitas kepada konsumen secara kolektif, tujuannya untuk mendapatkan penawaran harga yang lebih baik. 

Barang yang disediakan seputar kebutuhan sehari-hari seperti sembako, perlengkapan dapur, produk bayi, sampai elektronik. Untuk saat ini layanan tersebut baru tersedia untuk area Jabodetabek dan Bandung.

Dipimpin oleh Surge, Grupin mendapatkan pendanaan 42 miliar Rupiah untuk mengekspansi bisnis dan meningkatkan penjualannya.

Ibusibuk

IbuSibuk merupakan program pemberdayaan ekonomi masyarakat ibu dengan membuka peluang bagi ibu-ibu untuk menambah penghasilan sebagai brand ambassador, KOL/Influencer (Momfluencer) untuk berbagai brand. Ini merupakan bagian dari Orami yang kini ada di bawah Sirclo Group.

Startup social commerce yang satu ini didirikan oleh Ferry Tenka pada tahun 2022. Investor saat ini digelontorkan oleh Sirclo.

Kitabeli

KitaBeli didirikan oleh Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, dan Gopal Singh Rathore pada Maret 2020. Platform tersebut memfasilitasi pembelian barang kebutuhan pokok, FMCG, dan produk kebutuhan rumah tangga lain secara berkelompok (team buying). Pengguna aplikasi KitaBeli mengundang kenalannya untuk membentuk grup, kemudian membeli produk bersama dengan potongan harga.

Pada tahun 2021 silam, Kitabeli mendapatkan seri A sebesar 144 miliar Rupiah, Hal tersebut ditunjukan untuk melakukan ekspansi bisnis beserta menggunakan program tersebut untuk mengeksplorasi persaingan bisnis social commerce di Indonesia.

Mapan

Startup social commerce ini awalnya adalah salah satu pionir agen layanan pulsadan PPOB (payment point online bank) yang beroperasi di pulau Jawa dan Bali. Setelah diakuisisi oleh Gojek pada tahun 2017, Founder Mapan yaitu Aldi Haroyopratomo mengaskan Mapan akan menjadi salah satu social commerce Indonesia yang mensejahterahkan masyarakat Indonesia dengan Go-Mapan.

Go-Mapan sendiri dinilai sangat efektif untuk masyarakat di Indonesia terutama pada kalangan keluarga driver dari Gojek dan sebagainya.

Otozilla

Otozilla Bertujuan untuk memperluas edukasi dan kesadaran masyarakat umum akan pentingnya perawatan kendaraan pribadi yang digunakan sehari-hari, platform social commerce yang fokus kepada otomotif Otozilla diluncurkan. Salah satu fokusnya ialah mefasilitasi komunitas.

Startup social commerce yang satu ini didirikan pada tahun 2020 oleh Kenny Joseph. Sampai saat ini otozilla mendapatkan pendanaan pree-seed dari Angel Investor.

RateS

Rate adalah startup social commerce, meluncurkan aplikasi mobile terbaru mereka yang bernama RateS. Aplikasi yang berbasis social commerce ini memberikan kesempatan bagi penggunanya untuk memulai bisnis online mereka dan menjual berbagai barang tanpa memerlukan modal awal.

RateS ini didirikan pada tahun 2018. RateS ini berbentuk social commerce yang memudahkan penggunaannya melakukan bisnis tanpa modal awal. Pada awal Januari 2022, RateS ini menutup pendanaannya yang dipimpin oleh KVision dari Kasikon Bank menjadi investor baru di putaran ini; turut andil juga investor sebelumnya yakni Vertex Ventures, Insignia Ventures Partners, dan Genesis Ventures senilai 85,8 miliar Rupiah. 

Selleri

Selleri adalah sebuah social commerce yang dimana untuk reseller ataupun dropshiper tanpa modal untuk berjualan.  Didirikan oleh Jayant Kumar (CEO), Najmudin Husein (COO), dan Firman Hasan (CCO). Selleri ingin memberdayakan masyarakat Indonesia dengan sistem reseller dan dropshipper agar mudah untuk berjualan tanpa ada modal sepersenpun,

Tahun lalu, Selleri berhasil mengantongi pre-seed sebesar $610.000 dari investor, atau setara dengan 8,7 miliar Rupiah. Venture Capital yang terlibat adalah Orbit Kejora-SBI.

Shox

Shox didirikan pada tahun 2013 oleh Sonat Yalcinkaya dan Rayi Pasca Febriani. Shox adalah platform berbasis komunitas untuk memenuhi kebutuhan rumah secara online yang dapat diakses hanya dari rumah dan dilengkapi dengan sistem pembayaran.

Selain memudahkan berbelanja kebutuhan rumah tangga, Shox telah membantu ratusan ibu untuk meningkatkan pendapatan hanya dari rumah dengan membuka peluang berwirausaha melalui komunitas Mitra Shox.

Shox sendiri mendapatkan pendanaan untuk pengembangan yang dipimpin oleh AC Ventures, Teja Ventures, dan sejumlah investor lainnya senilai 79 miliar Rupiah.

Super

Startup social commerce Indonesia yang satu ini mendapatkan pendanaan seri C senilai 1,5 triliun Rupiah pendanaan ini dipimpin New Enterprise Associates. Super merupakan platform social commerce pertama di Indonesia. Ini juga merupakan perusahaan teknologi konsumen Indonesia pertama yang didukung oleh Y Combinator, yang membawahi fitur utama, Superagent, Fitur tersebut adalah perdagangan yang dipimpin oleh agen yang memungkinkan para pemimpin komunitas menjadi pengecer di dalam komunitas mereka.

Super dirintis sejak 2018 oleh Steven Wongsoredjo, membawa diferensiasi yang memanfaatkan platform logistik hyperlocal untuk mengirimkan barang-barang konsumen ke ribuan agen dalam waktu 24 jam dari waktu pemesanan. Super bermitra dengan ribuan agen komunitas seperti individu dan warung untuk mengumpulkan dan mendistribusikan barang bernilai jutaan dolar AS ke komunitas mereka setiap bulan.

Woobiz

Woobiz adalah social commerce yang mampu untuk memberdayakan perempuan di Indonesia untuk tertarik berbisnis atau usaha mikro. Woobiz sendiri didirikan pada tahun 2018 oleh  Putri Noor Shaqina, Rorian Pratyaksa, Josua Sloane, dan Hendy Wijaya pada bulan Desember 2018.

Startup social commerce Indonesia yang satu ini memiliki fitur yang memudahkan para penggunanya untuk melacak atau mendukung bermitra lebih terjangkau melalui channel social neighbourhood community dan social sharing secara online.

Model Bisnis Social Commerce Dagangan

Dagangan Berdayakan Ekonomi Digital Pedesaan Lewat Berdagang

Semestinya pertumbuhan digital harus merata dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Hanya saja fakta ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setidaknya kondisi seperti itulah yang dirasakan Ryan Manafe bersama dua temannya, Willy Chandra dan Adi Wismaya, sebelum mantap merintis startup social commerce Dagangan.

Awalnya, Ryan sempat bercita-cita ingin menjadi seorang abdi negara, impian yang sama seperti teman-temannya dan kebanyakan orang Magelang. Di kota tersebut ada sekolah polisi yang selalu banjir peminat dari seluruh Indonesia. Akhirnya, impian tersebut hanya sebatas angan-angan. Ia justru mengawali kariernya bekerja di perusahaan energi terbarukan, masuk ke desa-desa yang belum dialiri listrik. Di sanalah ia bertemu Willy dan Wismaya.

“Saya lihat rupanya ketika listrik sudah nyala di desa, bukan artinya listrik jadi game changer, ekonomi di desa tersebut langsung meningkat. Ada faktor lain, yang sekalipun di daerah yang sudah berlistrik belum tentu langsung maju [ekonominya]. Ternyata masalahnya pada akses dan bentuk aksesnya itu macam-macam,” ucap Ryan kepada DailySocial.id.

Ryan melanjutkan, salah satu akses yang paling mendasar sebelum masuk ke kesehatan dan pendidikan adalah kebutuhan pokok. Mereka harus menempuh waktu yang tidak sebentar untuk belanja ke pasar yang rata-rata terletak di kota. Pun ketika ingin dijual kembali di lingkungannya, harga jualnya jadi mahal sehingga jadi sulit bersaing. Isu inilah yang akhirnya menjadi cikal bakal lahirnya Dagangan pada 2019.

“Idenya simpel saja, karena di kota besar banyak startup yang lahir, namun saya merasa masalah yang tidak terlalu painful bahkan sampai dibuat app-nya. Sementara di desa tidak ada yang memerhatikan. Kami pun bersemangat untuk merintis Dagangan. Dari kami bertiga, bertambah Estrada [Andhika Estrada] dan Willy [Willy Chandra] untuk team up.”

Masing-masing co-founder memiliki latar belakang yang saling mendukung satu sama lain di Dagangan. Ryan (CEO) sebelumnya bekerja di Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP/UKP4), kemudian ikut mendirikan salah satu perusahaan tenaga surya SUN Energy. Wilson Yanaprasetya (President) pernah bekerja di perusahaan firma ekuitas swasta dan turut menjadi salah satu pendiri di Qerja.

Sementara, Willy Chandra (COO) sebelumnya bekerja di perusahaan FMCG P&G, hingga akhirnya meneruskan ke SUN Energy dan bertemu dengan Ryan. Lalu, Andhika Estrada (CTO) pernah bergabung di Agate sebagai co-founder dan Adi Wismaya (VP of Business Development) memulai kariernya di perusahaan konsultan, kemudian melanjutkan ke SUN Energy.

Solusi Dagangan

Sumber: Dagangan

Sedari awal Dagangan konsisten dengan misinya yang ingin memberdayakan ekonomi desa dengan solusi digital. Pergerakan ekonomi di daerah luar biasa besar, tapi kehidupan masyarakatnya masih sangat konvensional. Dagangan menganut konsep social commerce yang menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga dengan layanan pengantaran di hari yang sama dan esok hari.

Yang membuat Dagangan berbeda dari platform sejenis adalah memanfaatkan model hub-and-spoke. Maksudnya ialah, Dagangan membangun pusat pengadaan kebutuhan pokok atau micro fulfillment center (hub) di kota lapis dua, tiga, dan pedesaan. Tujuannya untuk meringankan biaya logistik. Konsumen bisa memperoleh akses barang lebih mudah, produsen juga mampu menjangkau area yang sebelumnya sulit diraih akibat keterbatasan logistik.

“Dalam ilmu rantai supply chain, hub-and-spoke itu konsep distribusi yang ideal. Tapi untuk mengerjakannya dari teori tidak mudah. Masalahnya konsep distribusi di Indonesia itu eksklusif. Misal, Unilever, untuk distribusi ke jaringannya tidak bisa bawa merek lain.”

Ryan melanjutkan, karena eksklusif, distributor dari merek tersebut langsung menyalurkannya ke grosir, warung, bekerja secara sporadis. Hasilnya pun amburadul karena tidak tersistem, penetrasi produk dari merek tersebut akhirnya tidak sampai ke warung kelontong di pedesaan. Dagangan berusaha mengisi kekosongan tersebut, justru membuat sistem distribusi jadi lebih rapi dan tertata.

Dari gudang Dagangan yang terletak di pedalaman akan jadi hub untuk distribusi produk-produk yang dipesan pemilik warung, agen, atau reseller. Baik di mata pemegang merek ataupun Dagangan sendiri, model bisnis seperti ini bisa dikatakan lebih nyaman bagi kedua belah pihak. Beda halnya, kalau Dagangan bermain di kota besar yang lebih rawan konflik, dikhawatirkan terjadi kanibalisasi.

“Dagangan hanya cover tier 3 dan 4 di area yang belum di-cover oleh distributor. Makanya, positioning kami lebih nyaman buat produsen lebih terbuka kepada kita.”

Adapun, untuk pengirimannya karena harus ke desa, tak banyak pihak ketiga yang masuk ke area tersebut. Alhasil, Dagangan pun bangun jaringannya secara perlahan-lahan dengan merekrut tim lokal dan terus menerus dilatih agar siap. Meski terbilang lambat, Ryan meyakini membangun bisnis berkelanjutan itu lebih penting dan tidak ada jalan pintasnya.

Konsep ini pertama kali diperkenalkan di kampung halaman Ryan, di Magelang. Ia memilih lokasi ini karena ia punya pemahaman mendalam terkait budaya dan kebiasaan masyarakat setempat. Kemudian, masuk ke Sleman, Grabag, Temanggung, Salatiga, Ambarawa. “Tapi pertumbuhan di Sleman paling cepat, makanya kami taruh kantor pusatnya di sini. Untuk area Jawa Barat, baru kita cover di Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis, kalau Jawa Timur baru di Madiun.”

Strategi yang diambil Dagangan untuk keseluruhan bisnisnya, berbeda dengan kebanyakan startup lainnya yang berfokus pada digitalisasi baru. Salah satu solusi yang ramai ditawarkan oleh startup adalah pencatatan keuangan (bookkeping). Mengenai hal tersebut, Ryan berpendapat bahwa di daerah solusi yang paling dibutuhkan saat ini adalah suplai barang kebutuhan dengan harga murah dan bervariasi, tidak melulu soal akses logistik yang sulit saja.

“Pilihan yang bervariasi, itu juga jadi isunya, selama ini pilihan belanja mereka itu-itu saja. Misal, untuk rasa mie instan saja, mereka susah mendapatkannya. Kalau di kota mungkin isunya sudah beda, barang-barang sudah terpenuhi makanya yang lain masuk ke tahap berikutnya, yakni bookkeping. Jadi mungkin ada kebutuhan itu.”

Disebutkan, Dagangan memiliki lebih dari 40 hub yang tersebar di berbagai area di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Produk dan layanan Dagangan telah menjangkau hampir 15 ribu desa di 40 kota/kabupaten. Lalu, terdapat lebih dari 4 ribu SKU dan lebih dari 17 ribu pengguna aktif dari total 100 ribu pengguna terdaftar yang memanfaatkan solusi Dagangan.

Relasi dengan BTPN Syariah

Hal menarik lainnya dari Dagangan adalah relasi yang sudah dibangun sejak awal 2020 antara perusahaan dengan BTPN Syariah, sampai akhirnya menjadi investor strategis di Dagangan melalui arm CVC-nya BTPN Syariah Ventura. Ryan menuturkan, saat itu Dagangan melakukan pilot project untuk mendukung para debitur BTPN Syariah untuk mengembangkan bisnis melalui pinjaman yang mereka terima.

Dagangan menyediakan stok barang kelontong dalam bentuk paket-paket hemat yang bisa dibeli untuk nantinya dijual kembali oleh para mitra di lingkungan rumahnya. Karena berjualan barang kelontong, maka perputaran uangnya jauh lebih cepat hanya sekitar satu hingga dua hari saja. “Sebab enggak semua mitra BTPN Syariah ini punya bisnis untuk mutar uangnya. Di daerah itu bisnis yang paling gampang untuk memutar uang adalah berdagang.”

Kemitraan kedua perusahaan berlanjut ke integrasi API, aplikasi Dagangan terhubung dengan aplikasi Warung Tepat, yang ditujukan untuk agen Laku Pandai (disebut Agen Tepat). Dalam salah satu fiturnya, aplikasi ini memungkinkan agen bisa belanja produk satuan dengan harga grosir, baik untuk kebutuhan pribadi ataupun untuk dijual kembali.

“Ketika sudah masuk integrasi API artinya dua-duanya saling buka dapur. Yang menariknya, ini yang dibicarakan bukan peluang tapi yang sudah terjadi dan sedang terjadi [karena integrasi API], jadi investasi inni hanya sekadar menegaskan sekaligus mengonfirmasi saja.”

Ke depannya, bersama dengan BTPN Syariah, Dagangan akan mengeskalasi bisnis yang sudah terbukti berhasil sejak pilot project dan melipatgandakan jumlah lokasi baru ke area di mana BTPN Syariah beroperasi. Sebagai catatan, BTPN Syariah memiliki basis 6 juta nasabah yang terlayani dan 4,1 juta di antaranya adalah nasabah aktif. Nasabah kredit perbankan yang digarap ini berada di kelompok pra-sejahtera.

Application Information Will Show Up Here

Dagangan Discloses Pre Series B Funding Worth of 95 Billion Rupiah

Dagangan social commerce announced pre-series B funding of $6.6 million (over 95 billion Rupiah) led by BPTN Syariah Ventura. Other investors participated in this round, including Monk’s Hill Ventures and Hendra Kwik (Payfazz) participated.

This investment also marks BPTN Syariah Ventura‘s debut after officially announcing its business today (3/6).

Dagangan will use the fresh capital to continue business expansion, increase team capabilities, and product development. Dagangan will soon to collaborate with other financial institutions in developing financial services.

In an official statement, Dagangan’s Co-founder & CEO, Ryan Manafe breaks down the team’s aspirations for the community in remote areas to lift up the economy in the village significantly. “This funding led by BTPN Syariah Ventura is not just an investment, it is the beginning of a joint effort to strengthen an inclusive digital ecosystem for Indonesian people in the future.”

He continued, “We have partnered with BTPN Syariah since 2020 and held the same passion for improving the living standards of Indonesian people in remote areas. Through this funding, BPTN Syariah Ventura provides us access to its ecosystem, hence giving us the opportunity to expand our business, including opportunities for users to gain access and the best financial services.”

Dagangan is a social commerce platform that provides a variety of household needs, ranging from basic necessities, fresh/frozen food ingredients, and fashion products, with same-day and next-day delivery services. The business model used is direct shopping through the Dagangan platform, resellers, and third parties who work with the company.

The Yogyakarta-based startup uses a hub-and-spoke model in its operations. In a sense, building a basic needs procurement center or micro fulfillment center (hub) for second-and third-tier cities, also rural areas. It is resulting in the logistics costs become more efficient. Consumers also have easier access to goods, large producers are also able to reach areas that were previously difficult to reach due to logistical limitations.

“Our main goal is to build the largest integrated retail and e-commerce company in Indonesia that is able to reach 90,000 tier 3-4 villages and cities, where 80% of the total Indonesian population lives,” added Dagangan Wilson Co-founder & President. Yanaprasetya.

Source: Dagangan

He also said, “Therefore, we are very focused on mapping the right business by creating an efficient organization, creating consistent growth, accompanied by the development of innovative technologies for our products. Currently, every transaction on the Dagangan application is able to provide a growing profit, which is rarely happen to the new startups.”

After obtaining series A funding of $11.5 million in September 2021, Dagangan is said to succeed in scoring business growth of up to five times. Currently, the company has over 40 hubs spread across various areas in Yogyakarta, Central Java, and West Java. Dagangan’s products and services have reached nearly 15,000 villages in 40 cities/districts.

BTPN Syariah Ventura

On a separate occasion, this strategic act marked the debut of BPTN Syariah Ventura obtaining Rp300 billion in capital from BPTN Syariah. In a disclosure on the Indonesia Stock Exchange, this venture has an authorized capital of Rp500 billion.

As the core capital authorized, issued and paid-up by the subsidiaries, the composition of BPTN Syariah Ventura becomes Bank BPTN Syariah with a total of 2.97 billion shares with a nominal value of Rp297 billion or 99% of the total issued/paid-up shares in the subsidiary.

Moreover, Bank BTPN has as many as 30 million shares with a nominal value of Rp3 billion or 1% of the total issued/paid-up shares in the subsidiary.

“Referring to the copy of the Decree of the Member of the Board of Commissioners of the Financial Services Authority Number KEP-23/D.05/2022 dated May 20, 2022, which was received by the Company on May 30, 2022 regarding the Granting of a Sharia Venture Capital Company Business License to PT BTPN Syariah Ventura, then The Company’s subsidiaries have effectively run their business as a sharia venture capital company,” the management stated in the announcement.

This formation is a strategic move from BPTN Syariah to chip in to the digital banking competition. One way is to support business activities and create a digital ecosystem for the segments it serves.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here