Berawal dari bisnis cloud kitchen, Dailybox Group melakukan transisi menjadi bisnis F&B multiplatform sejak mengakuisisi brand Breadlife di akhir tahun 2021.
Untuk memfasilitasi kenyamanan bekerja para pegawai, perusahaan menyediakan kantor terintegrasi di bilangan Tangerang, Banten.
Dipandu Marketing Director Jaya Chandranegara, simak liputan office tour DailySocial di Dailybox Avenue.
Untuk video menarik lainnya seputar program jalan-jalan ke kantor startup Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DStour.
Industri makanan dan minuman (F&B) saat ini terus berkembang, begitu pula dengan perilaku dan preferensi pelanggan. Terlebih di era digital, konsumen lebih terinformasi dan menuntut daripada sebelumnya, sehingga penting bagi pebisnis memahami dan beradaptasi dengan perubahan ini agar berhasil merebut pangsa pasar.
Salah satu tren terbesar yang membentuk perilaku pelanggan di industri F&B adalah aspek kesehatan. Pandemi membuat sebagian besar konsumen semakin tertarik untuk mengetahui bahan dan informasi gizi dari makanan yang mereka makan; dan banyak yang memilih pilihan yang lebih sehat, nabati dan organik.
Di sisi operasional, pemain F&B yang memanfaatkan omnichannel juga harus mulai memiliki strategi menyeluruh untuk bisa memperluas layanan dan menambah opsi brand mereka. Apakah dengan cara akuisisi atau kerja sama strategis.
Omnichannel memperkuat bisnis F&B
Selain faktor kesehatan, konsumen saat ini juga mulai melihat menuntut kenyamanan, variasi, dan pengalaman yang dipersonalisasi. Untuk memenuhi tuntutan ini, banyak bisnis F&B telah mengadopsi pendekatan omnichannel.
Secara khusus omnichannel mengacu pada pengalaman berbelanja yang mulus dan terintegrasi di berbagai kanal, termasuk toko fisik, pengiriman online, dan aplikasi lainnya. Tujuannya untuk memberikan pelanggan pengalaman berbelanja yang konsisten dan kohesif, apa pun cara mereka memilih untuk berinteraksi dengan brand tersebut.
Menurut President Director Dailybox Group Kelvin Subowo, setelah 2 tahun pandemi, pemesanan melalui layanan pesan antar pun sempat stagnan. Hal tersebut dikarenakan karakter orang Indonesia yang lekat dengan kebersamaan, sehingga tidak dapat 100% mengandalkan strategi layanan pesan antar, terutama di kota tier 2 dan 3.
Selama pandemi, perusahaan mencatatkan 80% omzet penjualan Dailybox berasal dari layanan pesan antar makanan online.
“Menurut kami, pembelian produk F&B melalui layanan pesan antar bukan lagi sebuah tren musiman, tetapi sudah menjadi kebiasaan. Hanya saja frekuensinya tidak akan setinggi di masa-masa awal pendemi. Karenanya, presenceoffline juga tetap harus ditingkatkan,” kata Kelvin.
Ditambahkan olehnya, saat ini beberapa outlet Dailybox Group yang hanya berkonsep take-away atau grab&go, secara perlahan diubah menjadi konsep dine-in agar orang bisa datang langsung.
Dalam industri F&B, strategi omnichannel dapat membantu bisnis. Di antaranya meningkatkan pengalaman pelanggan, dengan menawarkan berbagai cara untuk memesan, membayar, dan menerima makanan mereka, pelanggan dapat memilih opsi yang paling nyaman. Pendekatan tersebut juga dapat membantu bisnis menjangkau pelanggan baru dan meningkatkan penjualan dengan menawarkan variasi produk dan layanan yang lebih luas melalui berbagai kanal.
Menurut Co-Founder & President Hangry Andreas Resha, selama ini perusahaan terus melakukan eksplorasi berbagai kanal yang ideal. Saat ini fokus perusahaan adalah meningkatkan layanan secara online, yang diklaim oleh mereka terus mengalami pertumbuhan yang positif. Namun demikian, saluran offline seperti dine-in atau take away juga mulai menunjukkan pertumbuhan yang masif.
“Meskipun PPKM dicabut dan kantor dibuka kembali, daya tarik dalam channel pengiriman makanan secara online tetap kuat. Hal ini membuktikan bahwa pergeseran preferensi terhadap makanan dan minuman yang lebih praktis, mudah didapat, dan berkualitas baik bukanlah tren sementara atau musiman saja,” kata Andreas.
Hal lainnya yang juga memainkan peranan penting dalam penerapan omnichannel adalah teknologi. Teknologi berperan besar dalam membentuk perilaku pelanggan. Mulai dari pemesanan dan pengiriman online hingga aplikasi seluler dan program loyalitas.
Memanfaatkan aplikasi sendiri, Haus! brand yang berada dalam kategori New Tea & Boba, berharap bisa mendapatkan sekitar 25% dari 50% pelanggan online yang sudah ada saat ini.
Disinggung apakah ke depannya akan lebih banyak pelanggan yang melakukan pembelian dengan opsi pick-up atau offline, menurut Co-Founder & CEO Haus! Gufron Syarif, akan tetap ada pelanggan yang memilih untuk melakukan pembelian secara online, tetapi pilihan pick-up dan langsung ke konter diperkirakan juga makin meningkat.
Potensi brand aggregator
Dilihat dari tuntutan konsumen kepada kenyamanan, variasi, dan pengalaman yang dipersonalisasi, tren agregasi brand atau brand aggregator saat ini mulai banyak dilirik oleh pebisnis F&B. Dengan strategi tersebut, perusahaan mengelola beberapa brand makanan dan minuman, biasanya dari kategori produk atau masakan yang berbeda. Selain mengembangkan/menginkubasi unit bisnis sendiri, beberapa pemain melakukan strategi M&A.
Tujuannya agar bisa menawarkan produk dan layanan yang lebih luas kepada pelanggan. Ke depannya, tren agregasi brand di industri F&B diperkirakan akan terus berkembang, sebagai upaya bisnis untuk mencari cara baru yang inovatif untuk menjangkau pelanggan dan meningkatkan pangsa pasar mereka.
Menurut CEO Prasetia Dwidharma Arya Setiadharma, brand aggregator akan menciptakan nilai, jika ada beberapa proses bisnis yang dapat disederhanakan di seluruh brand. Dalam industri F&B, hal ini bisa berarti memusatkan central kitchen atau memusatkan tim pemasaran/branding. Jika tidak ada nilai yang diciptakan oleh proses agregasi, tidak akan berhasil dalam jangka panjang.
Prasetia Dwidharma sendiri saat ini telah berinvestasi kepada Haus! yang telah memperluas produk melalui sister brand “Hot Oppa” yang telah dirilis pada November 2022. Varian produk makanan ke depannya akan menjadi fokus perusahaan untuk meningkatkan growth store dan vertikal penjualan.
Dengan menggabungkan beberapa brand dan produk makanan dan minuman, bisnis dapat memenuhi permintaan dan menawarkan kepada pelanggan untuk semua kebutuhan makanan dan minuman mereka.
Menurut Kelvin, industri F&B di Indonesia saat ini sudah sangat saturated, sehingga dengan hadirnya brand aggregator dapat membantu brand yang ada untuk lebih berkembang dari sisi distribusi, produksi hingga pemasaran.
Untuk pasar seperti Indonesia, pelanggan sangat aktif menggunakan media sosial. Menurut Partner Vertex Ventures SE Asia & India Gary Khoeng, ke depannya masa depan brand aggregator akan lebih banyak memanfaatkan pertumbuhan di media sosial.
“Omnichannel sebagai strategi diprediksi juga akan terus tumbuh dan kami melihat bahwa perusahaan akan fokus untuk mendorong pengalaman pelanggan yang konsisten dan terbaik di semua channel. Bisnis juga akan memperdalam kemampuan pengumpulan dan analisis data mereka untuk membuat keputusan berdasarkan data,” kata Gary.
Saat ini Vertex Ventures merupakan salah satu investor strategis yang mendukung pertumbuhan bisnis Dailybox Group. Tercatat pertumbuhan bisnis Dailybox tidak terhalang saat pandemi, pendapatan kotor mereka secara grup pada 2021 tumbuh cukup pesat. Prestasi ini pun membuat Dailybox Group dilirik oleh sejumlah investor dan akhirnya sukses mendapat pendanaan Seri A pada Juli 2021 di masa pandemi.
“Beberapa tahun ke belakang kami telah mengakuisisi brand yang memiliki storefront atau eksis di platform offline, seperti Breadlife dan Lu’miere. Ke depannya, kami akan memperkenalkan beberapa brand baru yang dapat menunjang strategi multi platform kami,” kata Kelvin.
Agar brand aggregator berjalan sukses, perusahaan harus terus mengevaluasi dan mengoptimalkan strategi agregasi brand mereka berdasarkan feedback pelanggan dan analisis data. Hal ini termasuk secara teratur memperbarui teknologi dan penawaran untuk memastikan bahwa layanan dan produk tetap relevan dan memenuhi perubahan kebutuhan pelanggan. Kesimpulannya, tren agregasi brand di industri F&B akan terus berlanjut di masa mendatang, karena bisnis berupaya memaksimalkan jangkauan mereka dan meningkatkan loyalitas pelanggan.
Unit ekonomi dan faktor pendorong VC berinvestasi
Industri F&B telah menjadi salah satu penunjang ekonomi global, dan dalam beberapa tahun terakhir, telah menarik investasi yang signifikan dari perusahaan modal ventura (VC). Dengan pertumbuhan industri, VC mencari peluang untuk berinvestasi dalam bisnis F&B yang menjanjikan dan memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang. Hal termasuk perusahaan yang memiliki rekam jejak pertumbuhan pendapatan yang terbukti dan strategi yang jelas untuk memperluas basis pelanggan mereka.
VC juga kerap mencari bisnis F&B dengan unit ekonomi yang kuat, artinya biaya produksi dan pengiriman setiap unit lebih rendah daripada pendapatan yang dihasilkan dari penjualannya. Hal ini memungkinkan bisnis untuk menghasilkan margin positif dan menginvestasikan kembali keuntungan ke dalam pertumbuhan dan ekspansi.
Menurut Arya, setiap brand perlu memahami unit ekonomi mereka. Apakah perusahaan sudah untung di tingkat toko?, toko mana yang tidak menguntungkan dan mengapa?, Berapa break-even sales and break-even unit?.
“Selama masa ekspansi, setiap brand harus bisa memberikan alasan mengapa lokasi yang diusulkan bagus. Data lokasi menjadi faktor penting sebelum berkembang. Merek perlu memahami apa demografi pelanggannya,” kata Arya.
Dalam industri F&B, unit ekonomi merupakan faktor penting dalam menentukan potensi pertumbuhan dan skalabilitas. Dilihat dari bisnis dengan strategi pertumbuhan yang jelas, penawaran inovatif, dan ekonomi unit yang kuat, VC dapat mengidentifikasi dan berinvestasi dalam bisnis yang memiliki potensi terbesar. Kesimpulannya, fokus pertumbuhan dan unit ekonomi merupakan pertimbangan utama bagi perusahaan VC saat berinvestasi di industri F&B.
Menurut Gary dari Vertex Ventures, bisnis foodtech yang didukung oleh VC pada umumnya terdiri dari komponen online dan offline. Model bisnis online berkembang sehingga VC tidak bisa menentukan target pertumbuhan atau unit ekonomi yang perlu dicapai oleh startup sebelum berinvestasi.
“Secara umum, apa yang kita lihat adalah tingkat pertumbuhan bulanan yang konsisten dan sehat, retensi pelanggan yang sehat dan margin kontribusi laba, jika pendiri startup mampu meminimalkan biaya variabel,” kata Gary.
Ditambahkan olehnya, biasanya layanan secara offline juga melengkapi layanan secara online. Saat pandemi melandai, akan mulai terlihat pelanggan kembali ke toko offline, tidak hanya untuk membeli makanan tetapi juga untuk pengalaman langsung saat menikmati hidangan di lokasi.
Metrik yang kemudian dilihat oleh VC dalam hal ini meliputi, jika terjadi pertumbuhan pendapatan penjualan yang konsisten per toko/restoran, pertumbuhan penjualan (%) per toko/restoran, berapa lama waktu yang dibutuhkan setiap toko baru untuk mencapai break even dan mencapai profitabilitas, termasuk jumlah pengeluaran modal yang dibutuhkan untuk toko baru.
“Hal ini termasuk strategi distribusi makanan mereka, contohnya model central kitchen, apakah mereka mengoptimalkannya untuk skala ekonomi dan apa yang terjadi ketika mereka mencapai kapasitas maksimum, versus dapur individu di restoran, apakah operasinya dioptimalkan,” kata Gary.
Memasuki tahun 2023, startup F&B Dailybox memiliki rencana untuk bisa mencapai profitabilitas. Mengklaim telah mendapatkan pertumbuhan bisnis yang positif di tahun 2022 lalu, perusahaan terus mengoptimalkan channel penjualan online dan offline yang ditunjang dengan central kitchen, jaringan distribusi cold-chain yang kuat, dan sumber daya manusia yang berkualitas.
Pertengahan tahun 2022 lalu, Dailybox juga telah mengantongi pendanaan seri B senilai $24 juta (atau setara dengan Rp355 miliar). Kepada DailySocial.id, Co-Founder & President Director Dailybox Group Kelvin Subowo mengungkapkan rencana perusahaan untuk melakukan kolaborasi dan menjaga stabilitas bisnis perusahaan dengan menjaga agar tidak terjadinya layoff pegawai mereka.
Saat ini Dailybox juga telah hadir di Singapura, outlet pertamanya di kawasan dining Supply Chain City, Jurong. Dailybox juga bisa didapatkan via layanan pesan antar GrabFood Singapura. Mereka menawarkan lebih dari 20 menu makanan dan kudapan khas dari berbagai daerah Nusantara, seperti Tong Seng Kambing khas Jawa Tengah, Ayam Woku dan Rica-rica khas Manado, Gulai Ikan khas Sumatera, dan lainnya.
Menjadi startup F&B multiplatform
Berawal dari cloud kitchen, kini Dailybox sudah mulai melakukan transisi menjadi bisnis F&B multi-platform sejak melakukan akuisisi brand Breadlife di akhir tahun 2021.
Sekarang mereka tidak lagi bergantung pada penyedia jasa cloud kitchen pihak ketiga. Untuk memaksimalkan pengguna, strategi utilisasi area diberlakukan. Misalnya yang mereka lakukan di area Greenlake. Di ruko 3 lantai yang dimiliki, mereka mengoptimalkan untuk Breadlife di lantai 1, karena pelanggannya kebanyakan ibu-ibu yang menyukai datang langsung ke toko. Sementara lantai atasnya untuk Shirato dan Dailybox, karena pembelian kedua brand ini masih lebih banyak online.
“Strategi sinergi lokasi seperti ini meningkatkan efisiensi operasional cost kami karena harga sewa ruko sudah fixed — atau sekitar 2% dari total pendapatan brand yang ada di ruko. Sebagai perbandingan, tarif penggunaan jasa sewa cloud kitchen dulu mencapai 10% dari total pendapatan dan sifatnya variable,” kata Kelvin.
Dailybox terus berusaha memaksimalkan kanal penjualan offline dan online. Hal tersebut sengaja dilakukan perusahaan untuk mendapatkan unit economics
yang bagus dan untuk menyeimbangkan tingginya biaya food delivery.
Brand dib awah naungan Dailybox Group saat ini diantaranya adalah Dailybox, Shirato, Breadlife, Antarasa dan Lu’miere. Semua telah tersebar di shophouses (ruko), mall, dan online.
“Setelah mendapatkan pendanaan, kami berhasil membukukan peningkatan pendapatan hingga 2x lipat pada penghujung tahun 2022. Central kitchen kami menyajikan sekitar tujuh juta porsi makanan bagi pelanggan. Brand Dailybox Group telah hadir di lebih dari 300 titik di seluruh Indonesia – dari Sumatera hingga Papua. Lebih dari 60% outlet hadir menyapa masyarakat di kota tier dua dan tiga,” kata Kelvin.
Memang, industri F&B yang dibalut dengan strategi bisnis modern tengah mendapatkan perhatian khusus. Sepanjang tahun 2022 tercatat sejumlah startup di bidang F&B mendapatkan kucuran dana investor. Mereka adalah Haus!, Ismaya, Mangokku, Flash Coffee, Green Label, dan Hangry.
Perluas kolaborasi
Memasuki tahun 2023, isu resesi pun kian santer. Kelvin menyampaikan bahwa prioritas perusahaan adalah untuk terus berinovasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh pelanggannya lewat program kemitraan dengan berbagai pihak, termasuk dengan pelaku UMKM di industri makanan dan minuman.
Sejauh ini ada beberapa UMKM yang telah bekerja sama dengan Dailybox, seperti Ibu Ray dari Bali dengan menu ayam betutu dan juga Ibu Yanti dengan sambalnya.
“Dengan kolaborasi, Dailybox Group juga membantu UMKM dalam pengembangan bisnis mereka dengan distribusi produk lebih luas. Hal ini adalah upaya Dailybox Group dalam mendukung upaya pemerintah untuk memajukan pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui UMKM,” kata Kelvin.
Penerapan omnichannel yang sudah mereka lancarkan sebelumnya, di tahun ini juga akan semakin agresif mereka gencarkan. Menjadi esensial bagi Dailybox untuk terus fokus kepada omnichannel saat pandemi mulai melandai dan kegiatan offline sudah mulai banyak dilakukan kembali oleh sebagian besar masyarakat.
Cara Dailybox Group adalah dengan menyeimbangkan online dan offlinepresence menggunakan strategi multi-platform untuk meminimalisir cost dan meningkatkan profitability. Dengan menerapkan strategi tersebut membuat perusahaan tetap stabil sehingga layoff pegawai tidak mereka lakukan sepanjang tahun 2022.
Tahun ini tujuan dan fokus Dailybox Group adalah memiliki model bisnis yang sustainable, yakni menyeimbangkan upaya growth yang agresif dan tetap bisa menjadi bisnis yang profitable. Hal ini juga diperkuat dengan komitmen perusahaan dalam menghadirkan inovasi dalam menciptakan produk yang berkualitas.
Perusahaan juga masih memiliki rencana untuk melakukan kegiatan M&A, khususnya kepada brand yang memiliki storefront – offline, seperti Breadlife dan Lu’miere.
Tahun lalu DailySocial.id mengulas bisnis cloud kitchen yang makin digandrungi semenjak pandemi. Ekspansi lokasi jor-joran dilakukan supaya lebih dekat dengan konsumen yang menggantungkan urusan perutnya pada aplikasi pesan-antar. Dalam pantauan saat itu, setidaknya ada 15 operator yang beroperasi di Indonesia.
Potensi bisnis ini jumbo. Mengutip dari laporan e-Conomy 2022, layanan transportasi dan pengantaran makanan online diprediksi tumbuh dengan CAGR 22% dan nilai GMV $15 miliar pada 2025 mendatang. Adapun pada tahun ini, CAGR diprediksi tumbuh 19% dengan GMV $8 miliar year-on-year. Meski tidak dirinci seperti seberapa besar kontribusi dari pengantaran makan, setidaknya angka di atas menggambarkan betapa sedapnya bisnis ini, juga keduanya punya ketergantungan yang tinggi satu sama lain.
Dalam laporan yang baru-baru ini dirilis Grab menyatakan bahwa secara regional pengeluaran bulanan untuk layanan pesan-antar makanan dan belanja harian meningkat sebesar 30% lebih tinggi pada Mei 2022 dibandingkan dengan November 2021. Di Indonesia, rata-rata jumlah uang yang dibelanjakan per pesanan di layanan GrabFood meningkat sebesar 54% dari 2019-2022. Adapun untuk jumlah pembelanjaan terbesar tahun ini mencapai Rp9 juta.
Di industri cloud kitchen, Grab juga yang menjadi pionir di Indonesia dengan GrabKitchen-nya sejak September 2018. Sayangnya, selang empat tahun kemudian pada 24 Oktober 2022 mengumumkan akan tutup pada 19 Desember 2022. Perusahaan berdalih, pertumbuhan bisnisnya tidak konsisten, serta adanya peralihan menjadi model bisnis aset-ringan. Akibat dari keputusan tersebut, perusahaan harus merumahkan belasan karyawannya.
“Situasi ini memaksa kami untuk mengambil keputusan sulit, untuk tidak melanjutkan operasi GrabKitchen di Indonesia, efektif mulai 19 Desember 2022,” ucap Chief Communications Officer Grab Indonesia Mayang Schreiber dalam keterangan tertulis.
Perusahaan sempat bekerja sama dengan Yummykitchen untuk perluas kehadiran dari sekitar 40 lokasi menjadi 80 lokasi, menurut data yang dipublikasi Grab Indonesia per Februari 2021.
Keputusan Grab menimbulkan pertanyaan, apakah bisnis ini pada hakikatnya sulit untuk mencapai titik profitabilitas?
Pada awalnya bisnis cloud kitchen ini seperti pengelolaan aset properti. Pemilik properti yang punya aset membagi-bagi lahannya jadi petak-petak seluas dapur untuk disewakan ke tenant yang tak lain para pengusaha kuliner. Di sini ada pemain yang mengambil posisi demikian, ada yang menambah unsur teknologi dengan integrasi otomatis ke aplikasi pesan-antar dan pemasaran satu pintu. Grab dan Gojek masuk ke segmentasi ini.
Hanya saja, konsep yang diambil GrabKitchen terlalu eksklusif. Dalam artian merchant hanya bisa berjualan di GrabFood saja, tidak bisa ke aplikasi lain. Padahal bisnis pesan-antar ini masih mengandalkan strategi bakar duit sehingga tidak ada jaminan bahwa permintaan bisa stabil atau lebih tinggi. Belum lagi untuk ekspansi lokasi baru, Grab harus investasi di awal dengan sewa properti. Dari sisi merchant juga timbul biaya sewa yang senantiasa dikeluarkan.
“Mereka tutup karena terlalu banyak capital expenses di depan, sedangkan demand-nya hanya bergantung di online. Ketika online turun, pengeluarannya tetap sama dari bulan ke bulan, seperti sewa gedung, bayar karyawan,” jelas Co-founder dan CEO Wahyoo Peter Shearer kepada DailySocial.id.
Rebel Foods, operator cloud kitchen yang sudah mencapai status unicorn di India, bisa dikatakan sebagai salah satu pionir yang beralih dari jaringan restoran cepat saji menjadi model cloud kitchen multi-merek yang didukung oleh sistem operasi yang efisien.
Di Indonesia dengan badan hukum PT Rebel GoFood Indonesia, mereka ikut memboyong merek privat dari negara asalnya, seperti Faasos dan Oven Story. Juga meluncurkan merek khusus untuk pasar Indonesia, yakni Box & Co., Ban Zai, Feeling Brew, Bros Fried Chicken, dan Ayam Ambyar. Setiap merek ini diposisikan sedemikian rupa sehingga memenuhi kebutuhan pelanggan yang berbeda.
Salah satu keuntungan paling signifikan dari cloud kitchen multi-merek adalah memungkinkan perusahaan menawarkan beberapa masakan berbeda dari tempat yang sama. Karena tidak ada front-of-house sama sekali, cloud kitchen multi-merek telah berevolusi untuk memenuhi selera pelanggan yang berbeda, masing-masing berfungsi di bawah merek terpisah.
Misalnya, satu perusahaan cloud kitchen dapat mengoperasikan tiga merek, masing-masing berspesialisasi dalam masakan India, Italia, dan Cina, dari satu unit. Namun bagi pelanggan, tampaknya ini adalah merek independen dengan operasi independen yang menyajikan masakan berbeda. Karena ini adalah format pengiriman saja, biaya awal dan pemasaran yang rendah sering disebut sebagai pengubah permainan terbesar.
Dengan hambatan masuk minimum dan biaya modal rendah, cloud kitchen multi-merek lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan restoran tradisional atau bahkan cloud kitchen mandiri. Cloud kitchen multi-merek melayani basis pelanggan yang lebih luas dan memiliki kapasitas untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan dari satu unit dapur. Pemanfaatan sumber daya yang efisien, tingkat persediaan yang memadai, dan biaya makanan yang terkendali memberikan prediktabilitas yang lebih baik dalam bisnis.
Dalam pantauan DailySocial.id, strategi multi-merek ini sudah banyak diterapkan oleh pemain cloud kitchen, juga pemain kuliner itu sendiri. Berikut daftarnya:
Model bisnis
Multi-merek
Keterangan
Kenangan Brands
F&B
Kopi Kenangan, Chigo, Flip
Milik sendiri dan akuisisi
Jiwa Group
F&B
Janji Jiwa, Jiwa Toast, Jiwa Tea
Milik sendiri
Haus!
F&B
Haus, Ganjel Roti, Pedes Cyiin
Milik sendiri
Dailybox
F&B
Shirato, Breadlife, Dailybox, Lumiere
Milik sendiri dan akuisisi
Kulo Group
F&B
Kedai Kopi Kulo, Pochajjang, Kitamura, Mazeru, Oseng Mie Jontor, Xiboba, Xiji, Bu Eva Spesial Sambal, Mo Tahu Aja
KitFit, Uncle Tam, Baba Burger, Chickass, Love in Tokyo
–
Lakuliner
Cloud kitchen
Let’s Toast, Se’I Sapi Lamalera, Yukirisu Bento, Don To Go, Nalor, Yellow Chicken, Geprek Gian, Ayam Bebek Tiarap, Woo Ai Mie, Se’I Indonesia, Bakso Benhil, Lahab Chicken, Aigemi
Mitra kuliner
Legit Group
Cloud kitchen
Sek Fan, Pastaria, Sei’tan, Ryujin, Juju Chikin
Milik sendiri
Wahyoo
Seperti diketahui, Wahyoo turut meramaikan pasar cloud kitchen di Indonesia dengan meresmikan Wahyoo Kitchen Partner yang sudah diinisiasi sejak setahun belakangan. Dengan melihat dinamika di pasar, Wahyoo Kitchen Partner mengambil proposisi yang sedikit berbeda.
Perusahaan memanfaatkan kemitraan dengan UKM kuliner yang selama ini telah menjadi bagian dari perusahaan, dan menggaet mereka yang ingin mengutilisasi dapurnya yang “senggang”. Dalam arti mereka tidak sibuk dan masih bisa melayani konsumer melewati platform lain. Wahyoo jadi tidak perlu berinvestasi di sisi properti karena sudah punya jaringan UKM.
Mitra Wahyoo pun bisa memaksimalkan potensi dari dapurnya dan karyawan yang sudah ada, selama tetap memenuhi standar dalam hal kebersihan dan kualitas memasak yang diharuskan oleh Wahyoo. Tercatat ada 250 restoran kecil dari 27 ribu mitra Wahyoo yang telah bergabung dengan Wahyoo Kitchen Partners ini.
“Khusus kami, ingin bantu UKM kuliner yang sudah ada di jaringan kami sehingga enggak ada lagi modal tambahan yang harus mereka keluarkan karena dapur dan karyawan sudah ada. Sebab kami ini sharing economy, jadi prinsipnya kami sangat ingin memajukan UKM,” kata Peter secara terpisah saat media gathering beberapa waktu lalu.
Sejauh ini, Wahyoo telah mengoperasikan tiga merek makanan label privat, yakni Bebek Goreng Bikin Tajir, Ayam Paduka, dan Bakso Bikin Tajir. Adapun Bebek Goreng Bikin Tajir kini sudah hadir di 134 outlet yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, Solo, Semarang, dan Bali. Selanjutnya, Ayam Paduka sudah ada di 42 outlet yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Solo, dan Bakso Bikin Tajir sudah hadir di 18 outlet di Jabodetabek untuk sementara ini.
Wahyoo memasarkan produk-produknya melalui GrabFood, GoFood, dan ShopeeFood. Tak hanya itu, perusahaan juga mempersilakan mitranya untuk menjual secara offline untuk dine-in dan take away. Dengan demikian, mereka tidak perlu mengandalkan sepenuhnya platform online untuk penjualannya.
“Buat kita yang penting mereka bisa berjualan, dan beli stok di kita lagi. Lagipula dari segi offline itu ada sisi awareness yang bisa kita dapatkan untuk memasarkan brand kita.”
Bagi Peter, perusahaan akan terus perbanyak merek makanan yang dapat dijual oleh para mitra UKM, setidaknya bakal ada tambahan delapan sampai 10 merek baru. Variasi kulinernya berkisar dari martabak, nasi briyani, teh susu, soto, mie ayam, dan nasi goreng.
Seluruh suplai produk tersebut nantinya sudah berbentuk pre-cook agar tidak lama diolah oleh mitra. Alhasil proses masak jadi lebih ringkas, maksimal lima menit sampai di rumah konsumen. Seluruh suplai disiapkan di pusat gudang Wahyoo yang berlokasi di Daan Mogot, Jakarta Barat berdekatan dengan kantor Wahyoo. Dari situ, proses pengiriman makanan akan dimulai sampai ke outlet.
“Karena kita juga memanfaatkan online [food delivery] kita juga perlu memastikan algoritma dari mitra dapur jangan sampai outlet-nya dapat rating jelek karena proses masaknya kelamaan. Jadi memang standardisasi itu penting, makanya juga ada kunjungan rutin oleh tim lapangan.”
Menurutnya, strategi multi-merek ini dipakai agar setiap outlet dapat mencapai potensi maksimum dari utilisasi kapasitas dapur yang kosong. Hasilnya, rata-rata revenue per outlet dapat meningkat dan pada akhirnya mendukung kesejahteraan dari setiap dapur karena satu dapur bisa menawarkan berbagai macam makanan.
“Namun kami juga memastikan bahwa dapur-dapur ini memang mempunyai kemampuan/kapasitas yang cukup untuk menjual banyak brand (supaya standardisasi dan kualitas tetap terjaga.”
Adapun monetisasi dari bisnis cloud kitchen di Wahyoo berbeda-beda bagi tiap merek. Namun Peter memastikan bahwa pada intinya dari setiap penjualan makanan akan ada bagi hasil penjualan kepada mitra-mitra dapur. Konsep ini dianggap menarik karena tidak perlu tambahan modal dan hanya menmanfaatkan sumber yang ada untuk berjualan merek lain yang sudah disediakan oleh Wahyoo Kitchen Partners.
Unit economics yang dilihat oleh Wahyoo terdiri atas berbagai metriks, mulai dari revenue, outlet aktif per bulan, rata-rata revenue per outlet (penjualan di platform online), dan basket size (pembelian bahan baku/suplai di platform Wahyoo). “Tentunya kami juga melihat margin dari pernjualan setiap brand dan juga pendapatan (revenue sharing) kepada Wahyoo Kitchen Partners.”
Dalam menghadapi perekonomian ke depannya yang menantang, Peter menyadari bahwa kondisi tersebut bakal berdampak secara langsung pada industri kuliner dan pangan. Untuk itu, pihaknya berupaya untuk selalu menyediakan bahan-bahan baku dengan harga yang kompetitif dan mengikuti harga pasar.
“Kami berupaya untuk tetap mendapatkan harga terbaik dari partner-partner dan supplier kami, sehingga walau di masa-masa kurang stabil ini kami tetap dapat menawarkan barang-barang yang dibutuhkan konsumer secara affordable dan bersaing.”
Dailybox
Co-founder dan CEO DailyBox Kelvin Subowo menjelaskan pihaknya lebih pas ditempatkan sebagai startup F&B multi-platform, bukan cloud kitchen dengan multi-merek. Dalam operasionalnya, perusahaan mengandalkan kehadiran para pemain cloud kitchen dan menghadirkan merek privatnya ke dalam tiap dapur.
“Dailybox Group mungkin salah satu F&B startup yang konvensional, sehingga konsep multi-brand yang dimaksud bukan lagi banyak brand dalam satu kitchen, melainkan berbagai brand yang mampu menaungi appetite pelanggan kami.”
Terhitung saat ini, Dailybox mengoperasikan empat merek, Shirato, Breadlife, Dailybox, dan Lumiere. Lumiere adalah merek keik yang baru diakusisi perusahaan. Sebagai multi-platform, perusahaan akan menyeimbangkan jumlah persebaran cloud kitchen dan toko offline. Saat ini ada 20 titik toko Breadlife, yang ikut diisi oleh Dailybox dan Shirato di atas toko Breadlife tersebut. Bahkan, perusahaan telah melebarkan sayap bisnisnya ke Singapura pada Oktober 2022.
Dalam mengukur unit economics di Dailybox, ia menggunakan COGS (cost of good sold) atau harga barang yang dijual. Perusahaan tidak melakukan cost down, melainkan menjaga harga agar tetap stabil melalui efisiensi produksi. Efisiensi tersebut dilaksanakan dengan cara memproduksi makanan sendiri melalui dapur pusat Dailybox Group.
Metriks berikutnya adalah EBITDA outlet (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization). “Seperti yang kita ketahui bahwa industri cloud kitchen memiliki beban yang besar pada food delivery. Maka, beban operation kami sehari-hari tidak terlalu besar dan kami berhasil mempertahankan positive EBITDA dari sejak kami berdiri hingga hari ini. Kedua metriks tersebut sangat memengaruhi kualitas makanan.”
Menurut data perusahaan, kontribusi dari bisnis pesan-antar online masih mendominasi daripada makan di toko. Di tahun lalu kontribusinya mencapai 90%, akan tetapi pada tahun ini turun menjadi 60%. Perusahaan sendiri kini tidak mengandalkan platform online saja.
Dia beralasan, jika ingin berekspansi lebih masif, kehadiran di platform layanan online harus dikolaborasikan dengan presence di pasar offline. Sebab, walaupun penetrasi layanan online sudah meningkat, layanan ini masih belum menjangkau seluruh kota lapis dua dan tiga. Masyarakat di area tersebut masih menggandrungi budaya nongkrong sembari kulineran.
“Survei menyatakan sekitar 79% masyarakat Indonesia sudah tak ragu untuk dine-in di restoran. Karenanya kembali membuka layanan dine-in adalah strategi perusahaan untuk hadir lebih dekat dan relevan dengan pelanggan kami.”
Sementara itu, dari sisi Dailybox dalam menghadapi tantangan ke depannya bakal melakukan penyesuaian harga dengan batas yang wajar. Dengan volume yang cukup besar, sehingga perusahaan dapat mengunci harga dari banyak bahan untuk beberapa waktu.
“Dengan in-house central kitchen dan teknologi ERP & SOP digital memungkinkan kami untuk bekerja dengan lebih efisien sehingga bisa mengkompensasikan fluktuasi harga di pasar,” tutupnya.
Setelah mengantongi pendanaan seri A tahun 2021 lalu, platform restoran online multi-brand Dailybox kembali mengumumkan pendanaan seri B senilai $24 juta atau sekitar 355 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Northstar Group dan Vertex Growth. Turut berpartisipasi Vertex Ventures SEA & India dan Kinesys Group.
Dana segar akan dimanfaatkan perusahaan untuk melakukan ekspansi secara nasional, mengembangkan teknologi, serta menambah brand F&B baru.
Sejak mendapatkan pendanaan awal, perusahaan mengklaim telah mengalami pertumbuhan revenue hingga 16x. Mereka juga telah memiliki tiga brand , termasuk di dalamnya Dailybox, Shirato, dan BreadLife — brand yang mereka akuisisi akhir tahun 2021 lalu.
Dailybox saat ini mengoperasikan lebih dari 150 outlet di lebih dari 20 kota di seluruh Indonesia. Selanjutnya perluasan cakupan wilayah akan difokuskan pada kota lapis kedua dan ketiga.
“Rencana ekspansi strategis kami di kota-kota non-metropolitan juga akan menciptakan banyak lapangan kerja untuk mendukung ekonomi lokal dan konsumen sekaligus memperkuat kehadiran kami secara nasional,” kata Co-founder Dailybox Group Kelvin Subowo.
Selama pandemi, Dailybox Group mencatat peningkatan transaksi lebih dari 100x, didorong oleh pendirian platform pengiriman makanan dan perubahan perilaku konsumen.
“Dailybox Group telah tumbuh secara signifikan dalam dua tahun terakhir di tengah pandemi dengan tetap menjaga ekonomi unit yang menarik. Kami terkesan dengan Kelvin dan timnya dan berharap dapat bekerja bersama-sama untuk mendorong pertumbuhan,” kata Chief Investment Officer Northstar Group Wong Chee-Yann.
Sebagai platform restoran online multi-brand, Dailybox selalu berupaya untuk fokus ke capaian profit. Meskipun sempat mengalami kendala saat awal pandemi tahun 2020 lalu, mereka mampu untuk bertahan sebagai early adopter cloud kitchen di Indonesia.
Menurut Managing Partner VVSEAI Chua Joo Hock, Dailybox Group adalah contoh startup yang berhasil menyeimbangkan pertumbuhan dan profitabilitas. Dari satu merek dengan jejak terbatas, Dailybox telah melipatgandakan pendapatannya dan bertransformasi menjadi platform kolaboratif di tengah pandemi.
“Dailybox Group telah mengembangkan formula untuk menghadirkan masakan lokal terbaik Indonesia ke masyarakat konsumen yang lebih luas dari Sumatera hingga Papua. Melalui kolaborasi erat dengan koki terkemuka, mereka telah menciptakan kembali makanan favorit dari berbagai daerah di Indonesia, membuatnya dapat diakses sambil mempertahankan rasa otentik mereka. Kami sangat terkesan dengan apa yang telah dicapai tim dan berharap dapat bekerja sama dengan Grup Dailybox,” kata Managing Director Vertex Growth Tam Hock Chuan.
Sepanjang kuartal kedua ini, kami mencatat sejumlah startup di bidang F&B mendapatkan kucuran dana investor. Mereka adalah Haus!, Ismaya, Mangokku, Flash Coffee, Green Label, dan Hangry.
Pandemi telah menjadi momentum menarik bagi pelaku UMKM di sektor makanan dan minuman (F&B) Indonesia. Meskipun banyak yang berguguran, kontribusi startup sebagai enabler menjadi salah satu faktor bagaimana bisnis di sektor ini bisa bertahan.
Berdasarkan laporan yang dirilis LPEM FEB UI dan UNDP Indonesia tahun 2020 lalu, 40% pengusaha UMKM berada di sektor makanan dan minuman. Di sisi gender, UMKM yang dimiliki perempuan sebagian besar memproduksi makanan dan minuman. Di sisi lain, hanya 20% UMKM milik laki-laki yang bergerak di sektor makanan dan minuman.
Keberadaan cloud kitchen, sebagai pendukung bisnis food delivery, dinilai membantu pertumbuhan bisnis pelaku UMKM. DailySocial mencoba melihat seperti apa kontribusi platform cloud kitchen, seperti Yummy Corp dan Dailybox.
Dampak positif jangka panjang
Pertumbuhan industri cloud kitchen di Indonesia didukung peningkatan pemesanan makanan secara online seiring dengan pergeseran perilaku konsumen, khususnya di masa pandemi. Berdasarkan riset Momentum Works, sejumlah restoran dan platform pesan antar makanan menggunakan waktu lebih banyak di tahun 2021 untuk bereksperimen dengan model bisnis baru, salah satunya cloud kitchen.
Riset tersebut menyebutkan, cloud kitchen membantu restoran dan pelaku usaha kuliner untuk menaikkan total pendapatan (topline) melalui jangkauan konsumen yang lebih luas.
Cloud kitchen juga diklaim menawarkan kemudahan fleksibilitas modal dengan pilihan waktu sewa yang dapat diatur sesuai kebutuhan. Konsep ini juga memberi kemudahan untuk mengubah konsep dan jenis makanan/menu dengan cepat.
Salah salah pemain terdepan di Asia Tenggara, Grab, melihat adanya peluang yang sangat besar bagi industri cloud kitchen untuk tumbuh dan menjangkau lebih banyak konsumen di Indonesia. Layanan GrabKitchen menjadi cara Grab memperkenalkan konsep cloud kitchen untuk memberdayakan mitra merchant.
“Kemitraan kami dengan para mitra usaha yang solid, pemanfaatan teknologi terbaik dalam menciptakan pengalaman pengguna yang bersifat hyperpersonal, dan perluasan jaringan GrabKitchen yang pesat merupakan faktor-faktor pendorong semakin relevannya GrabFood untuk masyarakat Indonesia,” kata Head of Marketing GrabFood – Grab Indonesia Hadi Surya Koe.
Kolaborasi dengan platform cloud kitchen, misalnya antara Grab dan Yummy Corp, diklaim membantu bisnis F&B yang bergabung di jaringan ini memperoleh dukungan komprehensif untuk mengembangkan dan meluncurkan restoran virtual dan perekrutan dan pelatihan staf untuk mengoperasikan cloud kitchen.
Saat ini Grab telah memiliki lebih dari 45 cloud kitchen yang berlokasi di 8 kota (Jakarta, Bandung, Bali, Medan, Surabaya, Makassar, Surakarta dan Malang) di Indonesia.
“Perpaduan keahlian Grab dan Yummy Corp dapat mempercepat pengembangan sektor cloud kitchen di Indonesia,” kata Hadi.
Yummykitchen, platform cloud kitchen Yummy Corp, tahun ini telah menyediakan slot 30% untuk UMKM. Tercatat saat ini Yummy Corp telah memiliki sekitar 60 lebih brand partner.
“Yummy Corp sebagai platform sebetulnya lebih tepatnya dikatakan sebagai partner. Karena kondisinya kita disini saling membantu agar ekosistem F&B di Indonesia sama-sama maju. Dapat dibilang ekosistem F&B di Indonesia sudah lumayan berkembang dan Yummy Corp akan terus mengembangkan ekosistem ini dengan memperkuat teknologi dan SDM yang kita punya,” kata CEO Yummy Corp Mario Suntanu.
Pandemi telah mengakselerasi fenomena sinergi antara pelaku UMKM kuliner dengan layanan pesan antar makanan dan cloud kitchen. Sinergi ini disebut membantu pelaku UMKM kuliner untuk berkembang dan lebih cepat berjualan, karena biaya yang dibutuhkan cenderung lebih kecil dan waktu yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur lebih singkat.
“UMKM adalah pilar penting bagi perekonomian Indonesia. Kontribusi sektor ini terhadap PDB Indonesia itu lebih dari 60%. UMKM bahkan mampu menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada. Hal ini yang membuat sektor ini menjadi sangat menarik untuk digarap,” kata CEO Dailybox Kelvin Subowo.
Di sisi lain, sebagai pemain baru, kehadiran ShopeeFood diklaim turut menyediakan peluang pendapatan yang dapat memberikan dampak positif jangka panjang bagi mitra.
“Saat ini, fokus kami adalah mendukung pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia dengan merangkul lebih banyak bisnis kuliner, terutama pelaku UMKM, pengguna, serta mitra pengemudi untuk memaksimalkan penggunaan layanan digital dalam kehidupan mereka sehari-hari,” kata Brand Marketing Manager ShopeeFood Andreas Christiadi.
Prosedur dan pengawasan
Prioritas platform cloud kitchen dan food delivery adalah menjaga kualitas dan keamanan makanan yang dipesan secara online. Untuk memastikan hal ini, Dailybox melakukan pengawasan yang dilakukan oleh tim dapur Dailybox yang terdiri dari chef hotel berbintang berpengalaman. Tim biasanya melakukan audit berkala dan inspeksi mendadak untuk memastikan mitra UMKM bekerja sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan.
Saat ini Dailybox sudah mendapatkan sertifikasi halal. Kedepannya diharapkan semua mitra UMKM DailyBox bisa tersertifikasi, seperti HACCP. Meskipun mereka menyadari hal ini tidak bisa terjadi dalam sekejap. Misi DailyBox adalah untuk meningkatkan kualitas mitra UMKM.
“UMKM yang berkolaborasi dengan Dailybox wajib mematuhi pedoman halal, standar keamanan pangan yang ketat (termasuk hygiene dan kualitas bahan baku) dan standar konsistensi rasa. Tim kami menyadari bahwa mitra UMKM Dailybox membutuhkan bimbingan ekstra supaya mereka secara bertahap dapat memenuhi standar yang kami tetapkan,” kata Kelvin.
Sementara pengawasan yang dilakukan Yummy Corp adalah memastikan proses pengolahan dilakukan telah melalui prosedur sesuai dengan proses yang dimiliki mitra. Untuk memastikan output makanan yang keluar memiliki kualitas sesuai standar yang dimiliki, Yummy Corp terus melakukan training secara berkelanjutan untuk crew dan serangkaian proses Quality Control yang ketat.
Salah satu rencana yang ingin dilancarkan DailyBox akhir tahun ini adalah memperluas kolaborasi. Setelah menjalin kerja sama strategis dengan koki selebritas dan masyarakat umum yang memiliki passion di dunia kuliner, DailyBox juga telah resmi mengakuisisi brand Breadlife. Kepada DailySocial, CEO DailyBox Kelvin Subowo mengungkapkan, Breadlife adalah salah satu brand roti terkemuka di Indonesia.
“Sudah menjadi brand top-of-mind di kategori roti serta memiliki tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi. Hal ini tidak lepas dari tim manajemen Breadlife yang diisi oleh orang-orang berpengalaman di bidangnya dan juga memiliki line-up produk yang melengkapi produk dari DailyBox.”
Pasca diakuisisi DailyBox Group, pelanggan Breadlife ini dapat memesan makanan melalui platform antar makanan, yaitu GoFood, GrabFood, ShopeeFoods, dan TravelokaEats.
“Sebagian besar outlet Breadlife berada di luar pulau Jawa sedangkan sebaran titik DailyBox Group terkonsentrasi di pulau Jawa. Tahun depan kami ingin fokus pengembangan diluar pulau Jawa. Hal ini sesuai dengan misi Dailybox Group untuk menjangkau lebih banyak lokasi di seluruh Indonesia,” kata Kelvin.
Terdapat 4 implementasi terkait dengan DailyBox dan Breadlife. Yang pertama adalah dalam hal jaringan. Breadlife dapat menggunakan jaringan DailyBox yang sudah ada di 120 titik untuk memperluas jangkauannya dengan kapital yang minimal. Sebaliknya, DailyBox dapat menggunakan jaringan Breadlife yang terkonsentrasi di luar pulau Jawa. Kolaborasi juga dilakukan untuk meningkatkan visibilitas brand.
Dalam hal resources, untuk meningkatkan inovasi produk yang diibantu jajaran chef Dailybox Group, Breadlife akan menghadirkan produk roti secara tersentralisasi.
“Dulu roti-roti Breadlife dibuat dari awal di masing-masing outlet. Sekarang proses pengadonan dan baking dilakukan di central kitchen Dailybox Group untuk menjamin konsistensi rasa dan tekstur roti,” kata Kelvin.
Setelah mengakuisisi Breadlife sebagai brand keempat di portofolio (setelah Dailybox, Dailymeals, dan Shirato), rencana DailyBox tahun depan adalah mengakuisisi brand baru untuk memperkaya portfolio Dailybox Group dan menambahkan titik lokasi di luar pulau Jawa.
Fokus ke profit
Sebagai platform restoran online multi-brand, DailyBox selalu berupaya untuk fokus ke capaian profit. Meskipun sempat mengalami kendala saat awal pandemi tahun 2020 lalu, DailyBox mampu untuk bertahan sebagai early adoptercloud kitchen di Indonesia.
Dalam perbincangan sesi DScussion beberapa waktu lalu, Kelvin menyebutkan, ada beberapa alasan mengapa DailyBox mendapat pendanaan Seri A oleh dua VC, yaitu Vertex Ventures SEA dan Kinesys Group.
“Meskipun kita hadir sebagai startup, namun cara main kita sangat konservatif, yaitu menjaga bottom line dan fokus kepada profit. Karena unit economics sudah jelas untuk bisnis kuliner. Mindset ini yang kemudian dilihat oleh investor kepada DailyBox yaitu untuk selalu menjaga profitable level,” ujar Kelvin.
Tidak hanya memudahkan konsumen melakukan pemesanan makanan memanfaatkan aplikasi, platform restoran online restoran mengalami pertumbuhan dari sisi pengguna, pilihan menu, gerai offline, hingga jumlah central kitchen.
Seperti apa tren dan masa depan platform seperti DailyBox ke depannya? Simak wawancara berikut dengan CEO DailyBox Kelvin Subowo.
Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.
Pandemi menjadi game changer untuk semua industri agar tetap bertahan, tak terkecuali kuliner. Melesatnya pertumbuhan layanan pesan antar makanan memicu pemain kuliner untuk memanfaatkan tren tersebut untuk tetap menjangkau konsumennya. Dailybox melihat peluang tersebut dengan mengubah struktur model bisnisnya, bahkan sebelum pandemi terjadi.
Sebelum Dailybox hadir, Kelvin Subowo (Co-Founder & CEO) memang memiliki pengalaman yang kuat di bidang kuliner. Sejumlah restoran ia operasikan bersama rekan-rekannya. Namun bisnis ini sarat dengan adu harga properti, yang berarti lokasi bagus menentukan harga properti yang “gila-gilaan”.
Bagi sebuah brand, untuk ekspansi ke satu lokasi saja butuh ongkos yang tidak main-main karena banyak faktor penentu. Kondisi tersebut mulai berubah ketika pemain tren food online delivery mulai menunjukkan taringnya sejak 2015-2016.
“Saya melihat food delivery ini akan game changing. Makanya waktu awal 2018 itu kami buat outlet pertama Dailybox yang menyediakan food delivery,” terangnya kepada DailySocial.
Sejak awal, Dailybox fokus pada masakan rumahan yang dikemas dalam boks (rice box), dijual dengan harga terjangkau dan cocok dengan cita rasa orang Indonesia.
Bisnis model Dailybox di-tweak kembali pada satu tahun berikutnya, dengan pertimbangan ingin lebih terjangkau bagi masyarakat. Terlebih pada saat itu, masih banyak restoran yang menerapkan harga berbeda untuk pembelian di toko yang lebih murah daripada beli online.
“Kami berpikir konsumen itu kan sudah invest waktu mereka untuk beli produk kami, jadi harusnya kita charge lebih murah. Jadinya 2019 itu kami ubah konsep menjadi sepenuhnya online delivery lebih murah daripada dine-in.”
Dailybox pun mulai menerapkan konsep dapur terpusat (centralized kitchen) untuk mengakomodasi proses pre-cook seluruh menu yang dijual Dailybox. Outlet hanya akan menjadi tempat finishing. Dengan demikian, Dailybox mampu memroses satu menu dalam waktu dua menit saja.
Strategi ini mulai dijalankan ketika Dailybox membuka gerai keduanya di food court Grand Indonesia, Jakarta. Saat itu Dailybox sudah mengembangkan 20 pilihan menu comfort food yang disajikan.
“Jadi kami yang kami tawarkan ini bukan junk food, bukan fast food, tapi kami serve the food fast. Karena target konsumen kami saat itu adalah pekerja kantoran yang hanya punya waktu singkat untuk makan siang.”
Dapur terpusat dan DailyPartner
Konsep dapur terpusat ini menjadi game changer buat Dailybox itu sendiri karena pihaknya mampu ekspansi ke outlet lain dalam waktu singkat. Terhitung saat ini sudah hadir di 104 lokasi di 10 kota yang tersebar di berbagai area cloud kitchen yang dioperasikan para penyedia layanan terkait, seperti GrabKitchen dan Dapur Bersama GoFood.
Kelvin menjelaskan, persebaran outlet ini menjadi lokasi akhir untuk finishing setiap pesanan yang dibeli konsumen. Sementara, perusahaan baru memiliki satu dapur terpusat di Legok, Tangerang yang mampu mengakomodasi kebutuhan di seluruh outlet se-Indonesia tersebut dengan luas 2.500 meter persegi.
Menurutnya dengan strategi ini, perusahaan dapat lebih agresif ekspansi ke banyak lokasi dalam waktu singkat, sekaligus tetap menjaga kualitas makanan yang tetap sama mau di mana pun konsumen membelinya. Mengingat seluruh prosesnya terjadi di dalam satu tepat.
Sehingga, meskipun outlet tidak dapat dilihat secara langsung oleh konsumen, mereka tetap dapat menemukan Dailybox dalam radius 2 km dari lokasinya setiap membuka aplikasi online food delivery. “Dapur centralized ini masih bisa mampu menampung kapasitas hingga tiga kali lipat dari penambahan outlet yang sedang kita bidik.”
Selain mengandalkan outlet, perusahaan juga membuat perluasan tersendiri dengan memanfaatkan dapur rumahan, yang disebut DailyPartner. Kelvin menjelaskan dalam produk ini, perusahaan mengajak para pemilik dapur yang tidak dimanfaatkan secara maksimal untuk bergabung dengan Dailybox.
Minimal luas dapur yang dapat didaftarkan seluas 10-15 meter persegi. Tidak ada franchise fee yang ditetapkan, para mitra akan dilatih oleh perusahaan agar kemampuannya menyamai outlet milik Dailybox sendiri. Seluruh suplai juga akan disediakan oleh dapur terpusat.
“Jadi ekspansi kami ini sangat tidak terbatas sebab operasional di lapangan di desain dengan sangat simpel. Saat ini ada 10 lokasi DailyPartner, masih terpusat di Jabodetabek.”
Persaingan ketat di industri
Seperti diketahui, bisnis F&B sangat ketat persaingannya karena low barrrier sehingga mudah ditiru. Oleh karenanya, inovasi secara kontinu adalah satu-satunya jalan agar tetap eksis di mata konsumen.
Dailybox dengan proposisinya sebagai makanan rumahan, membuka kesempatan kepada UMKM untuk berkolaborasi. Perusahaan melakukan kurasi seluruh resep dan menu UMKM untuk setelahnya dikembangkan dan diproduksi secara luas melalui seluruh gerai.
Salah satunya yang sudah terealisasi adalah menu Ayam Geprek Nagih disuplai oleh pengusaha sambal ikan asin Ibu Yanti dari Jakarta. “Sekarang beliau sudah memproduksi 1 ton sambal ikan asin dalam sebulan, ia juga sudah membuka lapangan pekerjaan baru untuk lingkungan rumahnya.”
Alhasil dengan strategi ini, Dailybox jadi lebih versatile sebagai sebuah brand karena dapat mencakup banyak menu makanan rumah, tidak spesifik ke satu hal saja. Namun demikian, di bawah grup The Daily Group, terdapat brand F&B lainnya, seperti menu sushi-to-go, Shirato, dan Anytime.
Kelvin menjelaskan perluasan brand ini adalah langkah untuk menjawab preferensi konsumen yang berbeda-beda. “Kita coba bundling Dailybox dengan beberapa brand tersebut sebagai penunjangnya.”
Selain itu, dalam waktu dekat perusahaan segera ekspansi ke luar Jawa, tepatnya di Pontianak, Kalimantan Barat. Menariknya, karena penetrasi internet dan food delivery yang berbeda dengan Jawa, Dailybox hadir dengan konsep restoran dine-in dengan luas 650 meter persegi.
“Food market di Indonesia itu luas sekali, justru di daerah kompetisinya belum separah di Jabodetabek. Di Pontianak itu akan jadi outlet terbesar kami karena memang di sana penetrasi GoFood dan GrabFood belum dalam, jadi perlu dine-in untuk experience di tempat kita.”
Tak hanya Pontianak, dalam tahun ini perusahaan akan ekspansi ke lokasi lainnya di luar Jawa, seperti Makassar, Manado, Gorontalo, hingga Indonesia bagian Timur. Ditargetkan setidaknya Dailybox memiliki 200 outlet.
Pekan lalu perusahaan mengumumkan pendanaan Seri A yang dipimpin Vertex Ventures SEA, serta didukung Kinesys Group dengan nominal dirahasiakan. Dailybox ingin memanfaatkan pertumbuhan online food delivery yang ditaksir oleh laporan e-Conomy 2020 akan mencapai $23 miliar (GMV) pada 2025 di Asia Tenggara. Angka tersebut menunjukkan kuatnya tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun (Compound Annual Growth Rate) di industri layanan pesan antar makanan yang mencapai hampir 30%.
Dailybox, startup F&B on-demand, mengumumkan perolehan investasi seri A yang dipimpin Vertex Ventures SEA. Putaran ini turut didukung Kinesys Group. Kendati tidak disebutkan di dalam rilis resmi, sumber DailySocial mengatakan dana yang diperoleh mendekati $3 juta (hampir 43 miliar Rupiah).
Co-Founder dan CEO Dailybox Kelvin Subowo menyampaikan, pihaknya menyambut pendanaan ini dengan sangat antusias. Perusahaan berencana untuk fokus mempercepat ekspansi bisnis ke seluruh Indonesia dan mengembangkan sistem dapur terpusat (central kitchen) agar dapat terus meningkatkan kualitas layanan kepada konsumen.
“Saat ini Dailybox telah hadir di beberapa kota di Pulau Jawa, Sumatera Utara, dan Bali. Pada Agustus mendatang, kami berencana untuk membuka gerai pertama kami di Pontianak. [..] Kami berharap Dailybox dapat menjadi brand F&B lokal terbesar yang dapat memperkenalkan makanan nusantara tidak hanya di Indonesia, tapi juga Asia Tenggara bahkan seluruh dunia,” terangnya, Kamis (22/07).
Senior Executive Director of Vertex Ventures SEA Gary Khoeng menambahkan, “Ketika berinvestasi, kami selalu mencari startup yang berpotensi menjadi calon juara regional. Di tengah berbagai ketidakpastian saat ini, kami melihat Dailybox secara konsisten menunjukkan performa yang baik di industri ini.”
Pertumbuhan bisnis dan dampak pandemi
Kelvin menambahkan, pandemi yang sudah terjadi sejak tahun lalu memang telah membawa dampak yang luar biasa di banyak aspek, tak terkecuali industri F&B. Namun, kondisi tersebut tidak menghalangi pertumbuhan bisnis Dailybox. Pada Maret kemarin, gross revenue (pendapatan kotor) perusahaan secara grup tumbuh hingga 700% secara YOY.
Omzet penjualan Dailybox naik 80% berasal dari layanan pesan antar makanan online. Angka ini sejalan dengan fokus utama perusahaan yang fokus pada layanan pesan antar makanan.
Selain itu, kurang dari satu tahun, peningkatan gerai juga tumbuh drastis hingga 300% menjadi ratusan gerai pada semester I 2021. Pencapaian menobatkan Dailybox sebagai F&B brand yang memiliki jaringan cloud kitchen terbanyak di Indonesia. “Kami akan menggandakan jumlah gerai pada akhir tahun ini.”
Startup yang didirikan pada 2018 ini adalah bagian dari The Daily Group (PT Sendok Garpu Internasioal). Dalam grup ini menaungi beberapa brand F&B lainnya seperti menu sushi-to-go, Shirato, dan minuman segar, Anytime. Dailybox menghadirkan berbagai menu masakan rumahan yang terjangkau dan cocok dengan lidah masyarakat Indonesia.
Perusahaan berkolaborasi dengan chef ternama, seperti Juna Rorimpandey dan Renatta Moeloek, menghadirkan 30 pilihan menu beragam. Dalam menjalankan operasionalnya, Dailybox menerapkan sistem dapur terpusat untuk menjaga kualitas makanannya dan berkolaborasi dengan operator cloud kitchen seperti GrabKitchen, YummyKitchen, dan mitra individu Dailybox, DailyPartner.
Didorong platform food delivery
Hadirnya food startup didorong pertumbuhan pesat bisnis food delivery yang menjadi infrastruktur distribusi mereka — termasuk juga di sisi pembayaran karena layanan food delivery yang menguasai pasar berbentuk super app.
Menurut data yang dihimpun Momentum Works, per tahun 2020 pertumbuhan bisnis pesan-antar makanan di Asia Tenggara mencapai 183%. Peningkatan ini didukung layanan pengantaran instan ala Grab, Gojek, Foodpanda, Deliveroo, dll. Bisnis ini telah membukukan GMV mencapai $11,9 miliar dengan tren yang terus bertumbuh.
Spesifik untuk pasar Indonesia, pada tahun 2020 GMV yang dibukukan layanan pesan antar mencapai $3,7 miliar dengan dominasi layanan GrabFood (53%) dan GoFood (47%).