“Passion isn’t enough, you always have to deliver your best. When we talk about business, even if you don’t love it, you can still be incredible at it.”
Petikan kalimat oleh Founder dan CEO DailySocial.id Rama Mamuaya, kala berbagi ceritanya dengan Co-Founder dan CEO Ketitik Bipin Mishra.
Di sesi podcast Startups Simplified, Rama kilas balik perjalanannya selama lebih dari satu dekade dalam berkarier di industri teknologi, melahirkan media DailySocial.id, hingga memperluas spektrumnya lewat unit modal ventura DS/X Ventures.
Internet
Rama napak tilas perjalanannya menyaksikan perkembangan industri internet dan teknologi dalam negeri yang saat itu belum semasif sekarang. Kala itu, internet masih dianggap sebagai destinasi hiburan virtual, belum menjadi peluang serius untuk berbisnis.
Namun, anggapan ini retak ketika Kaskus hadir, portal komunitas terbesar, yang juga disebut sebagai tonggak sejarah industri e-commerce tanah air. Kaskus membawa internet ke level selanjutnya, usai ‘membersihkan’ platformnya dari hal ilegal, termasuk mengedukasi basis penggunanya.
“Banyak yang mulai menyadari bahwa bisa menghasilkan uang dari internet, dan ini terjadi ketika Kaskus mematahkan barrier itu. Investor mulai mengguyur investasi ke sejumlah bisnis internet.”
Pada momentum tersebut, Rama mendirikan DailySocial.id tepat 15 tahun lalu, berawal dari sebuah blog yang awalnya mengulas pemberitaan mengenai industri teknologi dan turunannya.
Integritas
Antonny Liem dan Didi Nugrahadi adalah dua sosok jempolan yang disebut memegang peran penting dalam perjalanan Rama membangun bisnis media. Antonny adalah Partner GDP Venture, sedangkan Didi adalah salah satu pendiri Detik.com, pionir media online.
Rama menyebutnya sebagai dua mentor yang telah mentransfer ilmu dan nilai pada dirinya. “Antonny Liem adalah mentor dan investor yang luar biasa, super knowledgeable, yang sudah lama membantu saya. Whatever we are doing good, he stays out of the way. Kalau sebaliknya, dia akan tanya bagaimana bisa bantu. Dia mempercayai para founder,” tuturnya.
Ia pun mengapresiasi Didi yang telah mendampinginya di masa awal membangun DailySocial.id dan membangun nilai integritas dalam berbisnis, terutama di industri media. “Integritas tidak dapat dibeli dengan uang. If you have integrity, they will trust you.”
“Lalu, apa hal terburuk dalam menjalankan perusahaan media?” tanya Bipin lagi.
Rama berujar bisnis media seharusnya bukan tentang menghasilkan uang karena media punya peran membuka akses terhadap informasi, pengetahuan, dan jejaring. Kalaupun itu tujuannya, media bukanlah opsi yang tepat untuk berbisnis.
Pencapaian
“Apa pencapaian penting Anda? And please don’t be humble,” tanya Bipin.
Rama mengungkap ada dua hal yang menandai pencapaian signifikan sebagai founder dan CEO, yakni (1) DailySocial.id mengamankan pendanaan awal dari Merah Putih Incubator dan (2) pertama kalinya perusahaan menembus pendapatan sebesar $1 juta di 2018.
“Ini merupakan pencapaian luar biasa karena saya benar-benar bisa menjual ide saya, yang mana kini sudah berbentuk situs berita. Pencapaian kedua justru enable another milestone yang menjadi puncaknya, di mana tim kami menjadi sangat solid,” katanya.
Berinvestasi
Lebih lanjut, Rama mengungkap tonggak pencapaian terbaru tahun lalu di mana ia bersama Amir Karimuddin memutuskan untuk mendirikan DS/X Ventures sebagai kendaraan investasi tahap awal di Indonesia.
Selain karena sudah lama menjadi angel investor dan terlibat sebagai mentor, Rama menyebut saat ini DailySocial.id memiliki posisi kuat di industri karena memiliki jaringan ke berbagai pemangku kepentingan di industri startup, termasuk kapabilitas, dan informasi.
“Everything goes to us. We see that as values. Kita coba do more. Ditambah, kita bisa bantu karena we’ve done that before. Ini menjadi value proposition kami, bukan cuma soal capital.”
–
Disclosure: DailySocial.id merupakan print partner dari program “Startups Simplified, a Ketitik Podcast”
Belajar dari pandemi, sudah sepatutnya startup kembali pada khitahnya, yakni fokus membangun fundamental, tidak lagi mengejar pertumbuhan eksponensial yang niscaya sulit menjadikannya menjadi perusahaan keberlanjutan. Semangat inilah yang ingin digaungkan kembali oleh DS/X Ventures, lengan investasi bagian dari grup DailySocial.id.
Premis di balik kelahiran ‘si anak bungsu’ ini adalah untuk melengkapi ekosistem startup yang selama ini sudah dibangun DailySocial.id. Dalam perjalanannya, produk DailySocial.id adalah media online, riset, kemudian Startup.id (startup funding marketplace), dan program inkubator hingga hackathon. Keseluruhannya adalah bagian dari upaya perusahaan dalam mendukung ekosistem startup di Indonesia dari berbagai sisi.
“Sementara yang belum kita lakukan dukungan dalam bentuk kapital,” terang Founding Partner DS/X Ventures Amir Karimuddin kepada DailySocial.id.
Amir Karimuddin dan Rama Mamuaya adalah dua orang dibalik berdirinya DS/X Ventures yang secara badan hukum berdiri sejak akhir tahun lalu. Keduanya sekaligus menduduki posisi penting di DailySocial.id. Di satu sisi, Rama sebelumnya pernah berinvestasi ke sejumlah startup (sebagai angel) bersama rekan-rekannya di industri.
Walau begitu, sebelum mantap terjun ke dunia VC ini, keduanya direkomendasikan untuk ikut sekolah singkat yang diadakan oleh VC Lab, akselerator khusus fund manager.
Sembari menyelam minum air, mereka mulai belajar di VC Lab pada awal tahun lalu, sembari melihat situasi terkini mengingat masih belum menentu. Belum kunjung rezeki, situasi makin parah hingga terjadi startup winter, ditandai dengan gelombang PHK di berbagai startup.
“Kita sempat on hold selama beberapa bulan, sampai November [2022] mulai dapat komitmen dari super angels di lingkungan kita. Lalu Desember kita launch.”
Terbersit optimisme saat meluncurkan DS/X, bahwa founder startup tahap awal masih punya kesempatan bertumbuh karena Indonesia memiliki banyak masalah yang belum terselesaikan, walau saat itu kondisi sedang tidak bagus untuk sejumlah vertikal startup.
“Timing-nya tidak ada yang better dari sekarang. Secara publik, kepercayaannya memang belum seperti beberapa tahun lalu. Tapi kesempatan untuk early stage yang bagus dengan mindset berbeda justru waktunya adalah sekarang.”
Kondisi demikian sebenarnya juga dialami East Ventures di 2009. Saat itu, dunia sedang dilanda krisis moneter, yang dampaknya juga begitu terasa di Indonesia. Ditandai dari penurunan tajam IHSG, tekanan di pasar obligasi, dan krisis likuiditas pada perbankan.
“Kondisinya tidak bagus, justru mereka buat fund dan eventually sukses hingga sekarang. Dari sisi kita melihatnya sekarang ada gelombang baru dari startup di Indonesia, ada reality check dari early stage itu enggak ada permasalahan, tetap ada potensi namun punya mindset yang berbeda.”
Saat ini, DS/X masih menggalang fund pertamanya. Perusahaan sudah mendapat sejumlah komitmen dari sejumlah super angel investor di kalangan startup. Mereka memercayai kapabilitas pengalaman Rama dan Amir, serta kontribusinya selama ini untuk ekosistem startup Indonesia melalui produk-produk DailySocial.id, entah itu publikasi pemberitaan, platform digital untuk startup, dan sebagainya.
“Dari awal kita punya network dan knowledge, walau kita first time fund manager. Jadinya itu yang kita jual, bagaimana cara pandang kita yang selalu kita cerminkan dalam editorial DailySocial.id, arahnya akan ke mana. Mereka juga paham bahwa tech itu ke depannya punya peranan penting di masa depan.”
Kendati begitu, pihaknya meyakini optimisme para investor dari kalangan nonteknologi bakal meningkat ke depannya. Menurutnya, saat ini mereka cenderung masih wait and see.
Tesis investasi
DS/X menganalisis prospek yang ditawarkan oleh model bisnis B2B begitu luas karena masih banyak pekerjaan rumahnya. Dari berbagai laporan yang dirangkum, disampaikan bahwa pasar e-commerce secara keseluruhan di Indonesia diestimasi bernilai $21,2 miliar pada tahun ini. Diproyeksikan bakal mencapai $104 miliar, didorong oleh tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 37,4%. Segmen B2B mewakili 26,4% dari keseluruhan pasar e-commerce.
Selanjutnya, terjadi pergeseran tren B2C ke B2B e-commerce yang memberikan peluang bagi UMKM untuk terhubung langsung dengan pemasok bisnis, mengatasi tantangan rantai pasokan dan memfasilitasi penetapan harga yang transparan dan logistik yang lebih cepat.
Solusi-solusi yang dibutuhkan, mulai dari memberikan pengalaman omnichannel yang mulus, mengoptimalkan proses rantai pasokan, memanfaatkan potensi daerah pedesaan dan usaha mikro, serta menawarkan transparansi dan efisiensi melalui pasar B2B.
“Tantangan dalam lanskap B2B meliputi sumber, pengiriman, dan pengelolaan modal kerja, integrasi teknologi, masalah keamanan dan privasi, kepatuhan terhadap peraturan, volatilitas mata uang, dan manajemen risiko keuangan,” tulis rangkuman tesis DS/X.
Konteks yang dibahas ini tak terbatas pada solusi B2B e-commerce saja, tapi juga mencakup vertikal lainnya yang masuk ke solusi B2B sebagai model bisnis utamanya. Di antaranya, SaaS, fintech, logistik, healthcare, keamanan siber, AI, HRIS, dan climate tech.
Terlebih itu, tambah Amir, dengan memfokuskan ke digitalisasi B2B, startup tersebut lebih berpeluang untuk bertahan lebih lama. Mengingat, mereka sudah berpikir dari hari pertama bagaimana monetisasinya. Kini DS/X memiliki delapan portofolio startup yang semuanya bergerak di model bisnis B2B. Di antaranya Finfra, Cards, YOBO, Fazpass, D3 Labs, Baskit, dan GoCement.
“Untuk GoCement, kita melihatnya e-commerce B2B secara umum belum banyak yang bisa di-cater oleh pemain dari B2C dan C2C. Market B2B itu beda, dari merchant-nya, konsumennya, dan dibutuhkan solusi yang lebih spesifik. Dari beberapa platform seperti GoCement, kita lihat solusinya, backgroundfounder-nya, go-to-marketstrategy-nya juga pas, makanya kita masuk ke GoCement.”
Selain hanya bermain di startup lokal dan B2B, DS/X memilih untuk agnostik, artinya melihat lebih jauh potensi dari vertikal bisnis startup. Makanya, dalam portofolio DS/X terdapat D3 Labs yang memanfaatkan teknologi web3 dalam solusinya.
Rama menjelaskan, saat melihat prospek jangka panjang dari suatu industri, maka metriks melihat kapabilitas latar belakang founding team jadi bentuk kontrol terbaik. D3 Labs itu sendiri diisi oleh tim awal eks Tokocrypto sebelum diakuisisi Binance. Alhasil, banyak pembelajaran berharga yang mereka petik dari sana dan melanjutkan petualangannya di D3 Labs.
Salah satu produk perdana D3 Labs adalah SeaSeed, platform programmable money yang dirancang untuk bisnis berbasis teknologi blockchain. Solusinya memungkinkan transaksi real-time antara perusahaan dan ekosistem terkait lainnya, sehingga dapat mengurangi biaya rekonsiliasi karena menghilangkan perantara dan memungkinkan transaksi peer-to-peer.
“Blockchain adalah one way, jadi ketika orang sudah masuk, tidak bisa balik ke era sebelumnya karena blockchain itu incredibly life changing. Sekarang yang orang lihat blockchain itu NFT, kripto, sama kaya dulu orang pakai internet untuk fraud, sekarang teknologinya itu sendiri jadi samar-samar, jadi tidak akan ngomongin teknologinya sebagai jualan utama, tapi platformnya itu sendiri,” imbuh Rama.
Contoh menarik lainnya juga ditemukan dari Cards, startup asal Purwokerto. Model bisnisnya menarik karena belum tentu bisa sukses bila diterapkan di kota besar. Cards merupakan platform digitalisasi untuk pengelolaan pesantren, mulai dari administrasi, pengelolaan uang saku, hingga keuangan dalam dilakukan dalam satu sistem.
“Dengan keterbatasan mereka dari tim tech dan marketing, ternyata mereka mampu menghasilkan bisnis yang relatif sustainable, tapi bulan performanya selalu positif. Bisa tetap fit dengan kebutuhan pesantren, bahkan bisa meyakinkan bisnis yang konservatif bisa going digital. Kita percaya equal access terlepas dari gender bisa tetap dapat akses kapital,” tambah Amir.
Diungkapkan, setidaknya sampai akhir tahun ini akan incar tambahan dua startup baru ke dalam portofolionya.
Independensi
Rama menuturkan, independesi DailySocial.id sebagai media bakal tetap dipertahankan, tidak jadi kendaraan bagi DS/X untuk memenuhi kebutuhan para portofolionya. Terlebih itu, menurutnya, DailySocial.id bukanlah sekadar perusahaan media online saja. Dari rangkaian produk yang ditawarkan di luar media, tujuan akhirnya adalah membantu ekosistem startup Indonesia bertumbuh.
“Media adalah salah satu arm yang kita develop dari depan [sejak berdiri] karena simply kita lihat value informasi soal startup itu sangat dibutuhkan dan kebanyakan media mainstream belum mengerti soal startup.”
Salah satu bentuk independensi yang diterapkan editorial DailySocial.id adalah tetap transparan dengan memberitakan para pesaing dari portofolio DS/X. Uniknya, proposisi mencolok dari DailySocial.id sebagai grup daripada VC kebanyakan adalah banyak dari mereka yang bangun bisnis VC-nya terlebih dahulu, baru bangun awareness lewat membuat blog, event, dan podcast.
“Kita kebalikannya karena sudah punya itu semua, itu value yang kita tawarkan,” tutup Rama.
–
Disclosure: DS/X Ventures adalah bagian dari grup DailySocial.id
Bulan Ramadan selalu menghadirkan banyak hal yang dinantikan setiap orang. Mulai dari kumpul bersama orang terdekat hingga berbagi kepada sesama.
Meski bulan Ramadan kali ini kita masih berada di tengah kondisi pandemi, selalu ada cara bagi para pelaku startup hingga UMKM untuk bisa memanjakan para konsumennya. Mulai dari buka bersama secara virtual, mengadakan talkshow sambil ngabuburit, dan hal lainnya yang masih bisa dilakukan secara online.
Sama halnya dengan mereka, DailySocial.id juga turut merayakan bulan Ramadan ini dengan kampanye #NgabubureaDS yang akan menemani kamu selama bulan Ramadan. Akan ada beragam aktivitas yang kita lakukan, yaitu kuis berhadiah setiap minggunya dan challenge yang mesti kamu penuhi setiap harinya.
Melalui kedua kegiatan tersebut, kami ingin menemani kamu selama bulan Ramadan dengan menantang seberapa tahu kamu seputar Digital Entrepreneurship hingga berbagi informasi kepada sekitar lewat challenge ‘article of the day’ ala DailySocial.id.
Konsepnya sederhana, tapi kamu bisa mendapatkan beragam hadiah senilai jutaan rupiah di bulan Ramadan. Kami juga berkolaborasi dengan berbagai UMKM di Indonesia dalam menyemarakkan Ramadan tahun ini.Enggak mau melewatkannya? Simak lebih lanjut, yuk!
Bagaimana cara mengikuti #NgabubureaDS challenge?
Untuk berkesempatan memenangkan hadiah senilai jutaan rupiah, kami sarankan untuk mengikuti tantangan ini sejak hari pertama #NgabubureaDSChallenge, yakni tanggal 4 April 2022 hingga 17 April 2022. Semakin sering kamu mengikuti challenge ini, semakin besar kesempatan kamu untuk menjadi pemenang pertama, lho! Betul, dalam challenge ini kami akan memberikan kepada 3 pemenang saja.
Tanpa panjang lebar, mari kita simak step by step yang perlu kamu lakukan selama 15 hari:
Screenshot salah satu berita di DailySocial.id yang menurut kamu perlu dibagikan kepada followers kamu, atau sebut saja semacam ‘article of the day’
Bagikan hasil screenshot kamu di Instagram story dengan menambahkan link artikel, #NgabubureaDSchallenge, tag akun @dailysocial.id
Klik ‘Update to Your Story’!
Lakukan secara berulang setiap harinya selama 15 hari dari tanggal 4 April-17 April 2022
Pastikan kamu follow akun @dailysocial.id di semua media sosial kami!
Semakin sering kamu melakukannya, semakin besar kesempatan kamu untuk menang!
Bagaimana cara mengikuti #NgabubureaDS kuis?
Kalau #NgabubureaDSchallenge dilakukan setiap hari selama 15 hari di bulan Ramadan, #NgabubureaDS kuis akan diadakan setiap minggu nih, teman-teman DailySocial.id. Lebih tepatnya, setiap hari Rabu! TAPI, enggak memungkiri kuis mingguan DailySocial.id akan tayang di hari lain, lho. Jadi, kamu mesti stand by di akun Instagram @dailysocial.id ya.
Lalu, gimana step by step yang mesti dilakukan untuk bisa berkesempatan jadi pemenang? Jawabannya sesuai dengan jargon kuis kami nih, ‘Siapa tepat, dia dapat!’. Selain itu, ada lagi? Ada dong! Kami punya beberapa hal yang mesti kamu ketahui dan pahami terkait alur kuis #NgabubureaDS, berikut ini:
Tulis jawabanmu di kolom komentar dengan mention 3 temanmu, sertakan #NgabubureaDS
Temukan clue dalam artikel yang kami sebutkan di dalam postingan tersebut dan simak persyaratan yang WAJIB kamu penuhi juga ada di dalam artikel, jadi pastikan kamu membacanya dengan benar ya
Pastikan kamu follow akun @dailysocial.id dan akun UMKM yang ada di poster!
Semakin banyak kamu menjawab di kolom komentar, semakin besar kesempatan kamu untuk mendapatkan hampers GRATIS dari UMKM pilihan kami!
Dari kedua aktivitas #NgabubureaDS di atas kamu akan ikuti keduanya, kan? Yes, karena ada banyak hadiah yang bisa kamu dapatkan, lho. Mulai dari takjil GRATIS, hampers Ramadan, e-voucher, e-wallet hingga berlangganan konten premium DailySocial.id secara GRATIS!
Bagikan artikel ini dan ajak teman-teman kamu untuk ikutan #NgabubureaDS challenge dan kuis selama bulan Ramadan!
Esports sedang berkembang dengan pesatnya, namun tak bisa dipungkiri bahwa industri baru ini memiliki beberapa masalah unik tersendiri. Masalah regenerasi dan profesionalitas para talenta atau sustainability model bisnis mungkin hanya beberapa dari ragam masalah yang belum terpecahkan di ekosistem esports.
Untuk itu ekosistem esports sebenarnya bisa belajar dari “saudara dekatnya”, yaitu ekosistem startup.
Startup dan esports bisa dibilang sebagai dua bidang yang saling beririsan. Perusahaan startup bisa memiliki berbagai macam bidang termasuk esports, namun tidak semua perusahaan esports bisa digolongkan sebagai perusahaan startup. Terlepas dari hal tersebut, hal apa yang sebenarnya membedakan antara keduanya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya pun berdiskusi dengan Amir Karimuddin.
Amir atau kami memanggilnya “Mas Amir” merupakan sosok yang sudah cukup lama malang melintang di ekosistem startup. Kini ia menjabat sebagai Head of Editorial and Research di Dailysocial.id, sistercompany Hybrid.co.id yang merupakan sebuah media dengan fokus pembahasan seputar ekosistem startup Indonesia. Dalam menjelaskan definisi startup, Amir pun mengatakan, “ada begitu banyak definisi startup. Saya sendiri lebih suka mendefinisikan startup sebagai perusahaan yang didirikan dengan mindset mengembangkan bisnis yang tervalidasi dan bisa bertumbuh (growth dan scalable).
Amir juga menambahkan bahwa selain soal growthmindset dan scalable, exposure ke sektor teknologi menjadi salah satu ciri lain yang membuat sebuah perusahaan dapat digolongkan sebagai startup. “Jadi asalkan konsepnya adalah membangun platform dengan growthmindset, maka suatu perusahaan bisa disebut dengan startup juga. Dalam hal ekosistem esports, misalnya mungkin perusahaan demgam tujuan membangun platform gameesports yang bisa dijangkau oleh jutaan orang, punya model bisnis yang jelas, dan rencana pengembangan berkelanjutan. Apabila suatu perusahaan memiliki 3 hal tersebut, maka perusahaan tersebut bisa juga dibilang sebagai startup.”
Namun demikian ekosistem esports/gaming sendiri memang terbagi jadi beberapa sektor lagi untuk saat ini. Dua sektor yang umum terdengar adalah perusahaan pengembang game yang fokusnya membuat game (perusahaan developergame) dan perusahaan yang fokus mengembangkan unsur kompetisi dari suatu game (perusahaan esports).
Dalam artikel ini, bagian ekosistem yang menjadi fokus pembahasan saya adalah perusahaan esports seperti ESL, LoL Esports, atau juga seperti kami dan RevivaLTV pada konteks lokal. Amir lalu menambahkan apa yang jadi persamaan dan perbedaan antara ekosistem startup dengan ekosistem esports.
“Kalau persamaannya adalah keduanya memiliki paparan yang tinggi terhadap teknologi dan sama-sama mendapatkan keuntungan secara online. Sementara salah satu perbedaan antar keduanya adalah dari sisi stakeholder startup yang lebih beragam, seperti pelaku bisnis, konsumen, regulator, dan berbagai support system. Dari apa yang saya amati, stakeholder esports sepertinya masih didominasi oleh pemain. Selain itu, esports juga memiliki unsur sport dan bisnis sementara startup murni hanya bisnis.” Tukas Amir.
Dalam soal cara mendapatkan keuntungan, YabesEliaChiefEditorHybrid.co.id juga menambahkan bahwa sumber pendapatan ekosistem esports juga terbilang ambigu karena beririsan dengan industri game. “Misalnya dalam hal orang membeli skin. Apakah keuntungan tersebut merupakan keuntungan ekosistem esports? Karena kenyataannya memang ada juga game yang tidak memiliki esports namun tetap mendapat keuntungan yang besar dan secara online, Genshin Impact contohnya.” Ucapnya.
Jadi untuk mempertegas, Anda juga perlu tahu juga bedanya ekosistem esports dengan industri game. Industri game belum tentu berhubungan dengan ekosistem esports sementara ekosistem esports sudah pasti berhubungan dengan industri game. “Jadi esports bisa dibilang sebagai turunan dari industri gaming. Esports tidak akan bisa muncul tanpa ada industri game, sementara industri game bisa tetap hidup walau tanpa esports sekalipun.” Tambah Yabes mempertegas.
Dua Ekosistem yang Pelakunya Didorong Oleh Passion
Gaung kata passion begitu kuat di era internet ini. Tidak hanya dalam ekosistem esports, passion juga menjadi energi besar yang mendorong ekosistem startup sampai menjadi seperti sekarang. “Kalau di startup, faktor pendorong paling besar adalah menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat. Role model pasti ada, cuma mungkin baru ada pada sektor tertentu seperti e-commerce dan ride hailing.” Amir menjelaskan soal passion di balik ekosistem startup
Kalau Anda tergolong sebagai orang-orang yang “techsavvy“, Anda mungkin sedikit banyak ingat tentang cerita sukses startup lokal di sektor ecommerce dan ride hailing. Pada sektor ride hailing, masalah angkutan umum ojek yang harga dan keamanannya tidak jelas menjadi landasan terciptanya ladang bisnis ojek online yang kini bernilai puluhan miliar dolar AS. Sementara pada sektor ecommerce, Anda mungkin juga ingat bahwa isu pemerataan ekonomi di Indonesia menjadi landasan terciptanya platform yang berfungsi sebagai medium transaksi jual beli secara online. Seperti yang disebut Amir, keduanya memiliki satu passion yang sama yaitu untuk mengentaskan masalah yang ada di masyarakat.
Bagaimana dengan esports? Ekosistem esports juga didorong oleh rasa yang sama, passion. Bedanya passion di dalam esports adalah untuk berkompetisi dan menjadi yang terbaik. Walaupun sama-sama didorong oleh passion, namun keduanya terbilang berkembang ke arah yang… Cukup berbeda.
Perbedaan ini mungkin terbilang hanya stereotipe saja yang sebenarnya tidak menggambarkan populasi secara keseluruhan. Membicarakan ekosistem startup mungkin Anda akan ingat dengan sosok cemerlang seperti Nadiem Makarim yang pintar dan inovatif. Lalu bagaimana dengan ekosistem esports? JessNoLimit mungkin bisa dibilang jadi salah satu stereotipe ekosistem esports, yaitu jago main game dan menghibur.
Tapi selain dua hal tersebut, tidak ada kesan lain yang tercipta dari seorang JessNoLimit. Stereotipe tersebut juga tidak bisa disalahkan, karena sport dan entertainment terbilang sebagai nafas utama dari ekosistem esports. Kalau menggunakan analogi olahraga basket, tidak mungkin orang seperti Nadiem Makarim jadi stereotipe “anak basket”. Tentu saja sosok yang jadi stereotipe anak basket adalah atlet-atlet NBA yang jago main basket dan atletis seperti LeBron James atau James Harden.
“Sebenarnya stereotipe tersebut muncul karena persaingan yang ketat di dalam ekosistem startup. Semua orang ingin menciptakan invoasi terbaik dan menguasai pasar. Target yang ingin dicapai juga begitu tinggi. Hal tersebut terjadi hampir di ekosistem startup semua kawasan karena berkaca kepada Silicon Valley yang jadi rolemodel dari banyak startup.” Ucap Amir membahas soal stereotipe “anak startup”.
Jika melihat apa yang dijelaskan oleh Amir, bayangan saya kurang lebih jadi seperti ini. Berhubung ekosistem startup memang fokus kepada bisnis dan inovasi, tidak heran persaingan di dalamnya adalah untuk menjadi yang paling pintar dan inovatif agar bisa bersaing.
Sementara pada sisi lain, arah utama ekosistem esports adalah kompetisi dan entertainment. Karena hal tersebut, tidak heran juga kalau persaingan di dalamnya adalah untuk menjadi yang paling jago. Kalau tidak bisa menjadi yang paling jago, bisa juga menjadi yang paling menghibur agar jadi paling populer, walau memang untuk menjadi populer kadang bisa dicapai dengan cara-cara yang nyeleneh.
Namun. mungkin yang sedikit mungkin patut disayangkan adalah persaingan menjadi paling jago/populer tersebut tidak dibarengi dengan profesionalitas para talenta-nya. Dalam esports, mencari orang yang jago main game atau menghibur terbilang mudah. Tetapi talenta yang jago dan punya tingkat profesionalitas yang tinggi mungkin bisa dihitung jari jumlahnya.
Kita sudah membahas dari sisi pemain. Lalu bagaimana dari sisi bisnis dan taletna profesional industri esports? saya sendiri cukup sering mendengar cerita kesulitan kawan-kawan saya mencari profesional suatu bidang untuk bekerja di esports. Kebanyakan fans esports/gamers memang punya passion. Tapi ya… Hanya passion main game saja tanpa dilengkapi dengan pengalaman kerja/profesional yang mumpuni. Merekrut profesional dari industri lain belum tentu juga bisa menjadi solusi. Karena menjadi profesional di industri esports terkadang masih dianggap “main-main” dan belum sepenuhnya diterima sebagai industri yang serius oleh masyarakat secara umum.
Saya juga jadi ingat cerita kawan saya yang bekerja di sebuah tim esports soal sulitnya mencari video editor dari kalangan fans esports. Kebanyakan yang melamar hanya bisa bilang bahwa mereka adalah fans tim tersebut tanpa menunjukkan kemampuan mereka sebagai video editor. Jangankan tembus sampai tahap interview, beberapa pelamar bahkan masih berada di titik belum mengerti cara mengirim lamaran kerja yang baik dan benar.
Padahal, peran profesional atau pekerja di industri esports terbilang tak kalah penting. Tanpa para profesional industri esports, tidak akan ada live-stream meriah, panggung megah, ataupun konten artikel/video/media sosial yang jadi saksi pencapaian para atlet esports.
Saya pun lalu bertanya kepada Amir soal bagaimana dengan keadaan pencarian talenta profesional di ranah startup saat ini. Amir pun mengatakan, “kalau bicara talent, industri startup terbilang punya demand yang lebih besar daripada supply yang ada. Soal talenta dan skill ini memang ada, tapi mulai ditutup dengan rekruitment besar-besaran dan adanya edukasi serta transfer knowledge dari banyak talenta asing.” Ucap Amir menceritakan dari sisi startup.
“Kalau dalam hal esports, mungkin memang sektor industri perlu diperluas. Selain itu, mungkin juga perlu lebih banyak rolemodel entah dari sisi industri yang terlihat sukses. Transfer knowledge dari sisi bisnis ataupun profesional mungkin bisa menjadi salah satu solusi. Tapi gue sendiri belum paham apakah praktik tersebut bisa dilakukan juga di industri esports atau tidak.” Amir menyatakan pendapatnya untuk mengentaskan masalah talenta profesional di industri esports.
Yabes pun menambahkan, “soal transfer knowledge juga penting menurut gue. Menurut pengamatan gue, profesional/pekerja di industri esports sekarang itu kebanyakan adalah anak muda yang punya passion dan semangat besar tapi minim pengalaman kerja atau hanya orang yang itu-itu lagi. Jadi gue melihat memang perkembangan knowledge para profesional industri esports memang masih sangat terbatas.”
Memang untuk saat ini, jago main game dan menghibur adalah dua kesan yang melekat erat di dalam ekosistem esports. Mereka yang paling jago dan paling menghibur juga terbilang mendapat ganjaran finansial yang paling melimpah dibanding mereka yang pintar dan inovatif. Karena hal tersebut, saya jadi melihat posisi profesional industri esports terkesan hanya jadi sekumpulan orang-orang “limpahan” yang kurang jago ataupun kurang menghibur di ekosistem esports.
Jadi mungkin bisa saja hal tersebut jadi salah satu alasan kenapa perkembangan kualitas profesional industri esports masih terjebak di tengah-tengah. Mereka yang punya passiongaming mungkin belum cukup bersaing jika dilepas ke bidang industri lain. Sementara mereka yang sudah malang melintang di industri lain merasa gengsi masuk ke industri esports yang cenderung masih dianggap industri main-main. Padahal di lain sisi benar seperti yang dibilang Amir dan Yabes, bahwa transfer knowledge adalah hal yang penting untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Melihat Ekosistem Esports dan Startup Sebagai Dua Ekosistem yang Masih Bertumbuh.
Baik esports ataupun startup, bisa dibilang bahwa keduanya merupakan ekosistem yang masih punya ruang bertumbuh. Tetapi apa benar? Industri startup terbilang punya ruang tumbuh yang lebih besar karena ekosistem tersebut bisa berdiri di bidang apapun.
“Memang beberapa sektor terbilang sulit ditembus pemain baru, e-commerce dan ride hailing contohnya. Tapi ruang tumbuh startup terbilang masih cukup luas karena masih banyak sektor yang punya entrybarrier lebih rendah karena belum ada pemain besar di sana.” Amir menceritakan pengamatannya terhadap kondisi ekosistem startup saat ini.
Sementara itu pada sisi lain, ekosistem esports mungkin terbilang sedang panas-panasnya apabila kita melihat pemberitaan ataupun prediksi dari perusahaan-perusahaan analisis industri seperti Newzoo. Tapi jika diteliti lebih dekat lagi, pilihan bidang bisnis untuk ditekuni industri esports di skena lokal terbilang cukup terbatas, setidaknya dari pengamatan saya.
Yabes pun menanggapi soal ini, “kalau industri startup memang perlu mindset problemsolving untuk bisa sukses besar. Contohnya bisa kita lihat sendiri seperti perusahaan ride hailing atau ecommerce yang benar-benar mempermudah hidup dan dibutuhkan. Tapi pada sisi lain industri esports basisnya adalah hiburan. Hal yang patut disadari adalah meski hiburan memang jadi salah satu kebutuhan pokok manusia, jenis hiburan itu bukan cuma esports saja. Orang yang main game sekalipun mungkin punya jenis hiburan lain yang ia nikmati, menonton film misalnya. Gue rasa itu jadi salah satu perbedaan antara industri startup dengan industri esports.”.
Selain itu menurut pendapat saya ekosistem esports juga punya satu perkara lain yaitu ketergantungan ekosistem ini terhadap pelaku pihak pertama, sang developergame. Pernyataan ini mungkin sudah beberapa kali saya katakan. Tapi satu patut yang disadari adalah bahwa salah satu motor penggerak terbesar yang membuat ekosistem esports menjadi begitu maju belakangan ini adalah sang pengembang itu sendiri.
Coba bayangkan semisal Moonton memutuskan untuk berhenti membuat game dan berubah haluan bisnis jadi perusahaan makanan, apa kabar nasib perusahaan esports yang bergantung kepada Mobile Legends? Walaupun begitu, salah satu kelebihan lain dari ekosistem esports adalah banyaknya jumlah ragam game yang bisa dipertandingkan. Tapi tetap saja, ekosistem industri esports pihak ketiga terbilang punya kemungkinan tumbang yang lebih besar jika dibandingkan dengan developer game yang merupakan pelaku pihak pertama.
Terlepas dari hal tersebut, Yabes juga menambahkan bahwa mindset problem solving menjadi salah satu hal yang perlu bagi para pelaku bisnis esports di Indonesia. “Gue setuju soal mindset problemsolving yang disebut Amir. Menurut pengamatan gue, industri esports di Indonesia cenderung punya mindset peniru. Misal bisnis EO lagi ramai, semua orang pun berbondong-bondong bikin bisnis EO. Padahal menurut gue, esports masih punya banyak problem yang bisa diatasi dan jadi peluang bisnis.”
Amir lalu menambahkan cerita soal kondisi para pelaku bisnis di ekosistem startup. “Sebetulnya sih pelaku startup yang non-mainstream juga ada. Biasanya pelaku tersebut fokusnya condong ke arah profit dibanding growth. Mereka biasanya disebut juga sebagai ‘cockroach’ di kalangan para pelaku startup. Tapi menurut pengamatan saya, jumlahnya sih terbilang masih minoritas.”
Pada Akhirnya
Antara esports dengan startup mungkin bisa dibilang seperti kakak dan adik yang keduanya sama-sama merupakan industri baru di era internet ini. Dalam konteks Indonesia, esports yang bisa dibilang sebagai “adik” mungkin memang harus banyak belajar dari industri startup yang bisa dibilang sebagai “kakak” karena posisinya yang lebih dulu mencuat.
Dari perbincangan dengan mas Amir, saya sangat setuju dengan mindset startup yang fokus pada growth dan problem solving. Saya melihat esports sangat butuh hal tersebut. Bagaimanapun, bisnis esports adalah bisnis teknologi yang terus-menerus butuh inovasi. Ekosistem esports mungkin tidak akan bertahan lama apabila modelnya lagi-lagi cuma menarik massa dan berharap sponsor saja. Seperti yang dikatakan Yabes, pelaku bisnis esports juga harus belajar lebih mengutamakan mindset problemsolving ketimbang cuma sekadar meniru model bisnis yang lebih dulu ada.
“Menurut gue, kegigihan dan adaptasi pemain di masing-masing segmen untuk terus relevan dan berkembang harus jadi sorotan utama bagi para pelakunya.” Ucap Amir menyatakan pendapatnya terkait hal yang bisa dipelajari oleh industri startup dan esports seraya menutup perbincangan kami membahas topik tersebut.
Today, as a part of our commitment to enabling access towards technology and innovation throughout Indonesia and worldwide, we proudly announce a strategic partnership between DailySocial.id and KrAsia, a Singapore based innovation and tech media company.
Finding partners with a same vision is quite challenging, and we are very excited about the strategic plans with KrAsia. The company provides coverage on Asia Pacific’s tech updates and supported by 36Kr Global, an Asian leading business and technology media company.
The strategic partnership includes editorial synergy, innovation platform (Orchestra.co.id), research, and data. However, this is only the beginning of our long-term partnership.
DailySocial’s commitment and long-term vision will be solid and steady, therefore, we will stand still with our focus to bring transformation towards the Indonesians through technology and innovation.
We want to thank you all the readers and innovation communities for the supports, DailySocial.id‘s team for all the hard works in order to achieve the goals, and all our partners for the collaborations.
Sebagai bagian dari komitmen kami untuk memberikan akses teknologi dan inovasi untuk seluruh bagian masyarakat Indonesia dan dunia, hari ini dengan bangga kami mengumumkan kerja sama strategis antara DailySocial.id dan KrAsia, sebuah perusahaan media teknologi dan inovasi berbasis di Singapura.
Mencari rekanan dengan visi yang sama memang tidaklah mudah. Kami sangat bersemangat dengan rencana-rencana strategis yang segera kami laksanakan bersama dengan KrAsia. KrAsia beroperasi dengan lingkup Asia Pasifik dan didukung oleh 36Kr Global, perusahaan pengelola portal bisnis dan teknologi terkemuka di Asia.
Kerja sama strategis ini akan meliputi sinergi editorial, platform inovasi (Orchestra.co.id), riset, dan data. Tentu saja ini hanya permulaan dari kerja sama jangka panjang yang akan kami jalin.
Komitmen dan visi jangka panjang DailySocial.id tetap teguh dan tidak bergeming. Kami akan terus fokus untuk membawa perubahan bagi rakyat Indonesia melalui teknologi dan inovasi.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pembaca dan komunitas inovasi yang terus mendukung kami, tim DailySocial.id yang terus bekerja tanpa lelah mewujudkan mimpi, dan para rekanan lain yang terus bersama berkolaborasi.
Hari ini DailySocial.id dan MRA (Mugi Rekso Abadi) Group secara resmi mengumumkan kemitraan strategis. Kemitraan ini akan fokus untuk mencapai dua hal: membawa DailySocial.id ke tahap yang lebih tinggi dan memperkuat portfolio MRA Group di industri digital dan gaya hidup. Kerja sama strategis ini secara konkret akan difokuskan ke teknologi media, komunitas, riset, dan inovasi.
DailySocial.id sendiri akan tetap fokus di edukasi dan informasi mengenai industri teknologi, inovasi, dan gaya hidup digital. Yang kami hasilkan adalah konten media (artikel, video, infografis) dan riset pasar seputar adopsi produk teknologi.
Sejak didirikan tahun 2008 silam, DailySocial.id tetap konsisten dalam perjalanan mencapai visi “menghubungkan masyarakat dengan teknologi“. Kami percaya bahwa teknologi bisa meningkatkan taraf hidup manusia, memajukan peradaban, dan solusi untuk banyak masalah di dunia ini. Dengan adanya kemitraan ini, DailySocial.id bisa memperluas jangkauan dalam melakukan edukasi dan penyebaran informasi mengenai teknologi dan inovasi ke lebih banyak masyarakat Indonesia.
“If you want to go fast, go alone. If you want to go far, go together.”
We want to go long and far. Sejak awal, DailySocial.id selalu fokus ke konten-konten berkualitas dan menjauh dari judul bombastis demi klik. Kenapa? Kami percaya informasi berkualitas dan edukasi bagi para pembaca jauh lebih penting ketimbang clicks dan share di jejaring sosial. Kemajuan industri teknologi di Indonesia merupakan prioritas tim, bukan soal traffic atau kuota artikel.
Konsistensi visi dan misi ini juga sejalan dengan prinsip bisnis DailySocial.id. Dalam beberapa tahun terakhir, tim DailySocial.id sudah membangun perusahaan yang sustainable dan juga profitable dari sisi bisnis. Hal ini krusial untuk memberikan kami kekuatan finansial untuk menjaga kualitas dan integritas sebagai media digital. Sebuah keuntungan yang tidak banyak dimiliki pemain lain di Indonesia.
Ini merupakan bab baru bagi DailySocial.id. Adalah sebuah kehormatan bisa bekerja sama dengan mitra strategis baru sekelas MRA Group yang bisa membantu DailySocial.id mencapai visi dan menjalankan misi sebagai startup media digital. Tentunya hal ini tidak mungkin terjadi tanpa dukungan tim, para pembaca, shareholders, dan para rekanan industri.
Semuanya demi kemajuan industri teknologi di Indonesia. #StartupIsLife
DailySocial.net dan Trenologi.com, kini melebur menjadi DailySocial.id.
Sebuah konsep yang kami matangkan dalam beberapa bulan belakangan ini, sebuah ide, gagasan dan hasil dari kerja keras tim kami. Dulu, “kami” yang dimaksud adalah tim DailySocial dan Trenologi, namun sekarang kami adalah satu.
Sejak dimulai dari 2008 hingga saat ini, tim DailySocial terus berusaha untuk membawakan berita terbaru, opini, dan analisis tajam seputar industri bisnis teknologi. Dan kami beruntung untuk bisa memiliki komunitas pembaca yang luar biasa, orang-orang terdepan dalam pemikirannya, dalam berinovasi, di industri teknologi. Dari komunitas pembaca inilah, pada tahun 2013 kami melahirkan Trenologi, sebuah publikasi alternatif di sela-sela persaingan situs berita teknologi yang sudah cukup banyak tersedia. Trenologi menghadirkan kesegaran dan integritas melalui konten-konten yang disajikan, dan jumlah pembaca kami tumbuh begitu cepat hanya dalam waktu yang singkat.
All-in-one, portal teknologi terdepan di Indonesia
Hari ini menandakan penggabungan gagasan dari DailySocial dan Trenologi, inovasi bisnis dan tren teknologi, semua di satu wadah indah yang tim kami bangun dengan kerja keras dan disiplin proses.
Terhubung dengan pemikir-pemikir dan inovator terbaik di industri teknologi di Indonesia dan komunitas pembaca setia benar-benar membantu tim kami benar-benar meregang melebihi kemampuan kami dalam mengembangkan gagasan baru ini, sebuah gagasan yang memungkinkan kami untuk mencapai tingkatan yang lebih besar tidak hanya di industri teknologi, namun juga di lanskap media digital tanah air. Dan melalui wadah ini, kami akan bisa berkreasi lebih bebas, mengeksekusi ide yang lebih radikal, sembari tetap fokus dalam menciptakan konten-konten berkualitas untuk pembaca kami.
Kini, DailySocial.id tidak hanya menjadi miliki komunitas pebisnis teknologi, namun juga semua lapisan masyarakat yang ingin tahu lebih dalam mengenai teknologi, semua dengan integritas dan gaya khas DailySocial yang tetap akan lekat.
Semua tentang teknologi
Tanpa bernarasi lebih panjang lagi, DailySocial.id tetap akan fokus ke segmen teknologi, yang kami kategorikan menjadi Business dan Lifestyle. Segala sesuatu yang merupakan persimpangan antara teknologi dan bisnis, signature dari DailySocial, akan tetap tajam, kritis dan berintegritas. Dan segala sesuatu dari industri teknologi yang kami rasa menarik bagi pembaca umum, yang bisa memperkaya pengalaman konsumen, akan masuk ke kategori teknologi yang dikemas dengan lugas, berwawasan.
Selamat menikmati DailySocial.id, dan kami yakinkan bahwa kami masih jauh dari kata “selesai”. Ini hanya sebuah permulaan baru, bagi ratusan bahkan ribuan iterasi kami di masa yang akan datang.