Tidak bisa dimungkiri potensi yang bisa digarap untuk digitalisasi UMKM di Indonesia begitu besar. Ada banyak aspek yang bisa diperbaiki agar operasional para pebisnis di sektor ini dapat lebih efisien dan secara bersamaan tumbuh eksponensial lewat pemanfaatan teknologi digital. Namun di balik itu semua tersimpan tantangan yang tak kalah menantang.
Wahyoo sebagai salah satu startup yang bermain di ranah ini pun menyadari, tak hanya sekadar fokus pada angka saja, seharusnya para pengusaha harus fokus juga pada menciptakan dampak. Proses dalam menciptakan dampak tersebutlah yang kini disoroti oleh Wahyoo.
Dalam membahas topik tersebut lebih mendalam, #SelasaStartup pada pekan pertama November ini mengundang Co-Founder & COO Wahyoo Daniel Cahyadi sebagai narasumber.
Terus mencari product-market fit
Seperti bisnis pada umumnya yang harus memiliki product-market fit, Wahyoo terus-menerus mencari tahu apa yang menjadi isu di lapangan. Solusi pertama yang dihadirkan adalah menyediakan suplai bahan baku untuk mitra rumah makan. Dengan kemudahan belanja, pengusaha tidak perlu meninggalkan kedainya untuk keluar belanja dan tetap bisa melayani konsumen.
Seiring perjalanan waktu, menurut Daniel, setelah diriset lebih dalam ternyata bagi sebagian besar pengusaha kecil belanja ke pasar itu adalah sesuatu yang menyenangkan. Pengalamannya lebih kaya karena mereka bisa memilih langsung produk yang ingin dibeli.
“Padahal dulu kita lumayan yakin solusi ini bisa kurangi beban mereka. Jadi intinya produk yang looks good, tapi enggak fit di market, harus dicari lagi dengan riset mendalam. Eleminasi bias dan harus benar-benar tepat market multification-nya apa,” ucap Daniel.
Keunggulan yang ditawarkan pada solusi tersebut adalah harga yang kompetitif dan pencatatan digital. Poin terakhir ini penting karena penyebab utama bisnis UMKM gagal adalah kebocoran saat belanja bahan baku. Misal pegawai didelegasi untuk belanja, tapi karena pencatatan dengan tulis tangan maka potensi kebocorannya semakin tak terhindar.
“Kami menawarkan digitalisasi jadi semuanya transparan, enggak ada peluang kebocoran. Selain itu juga tawarkan convenience, pengusaha bisa fokus melayani konsumen, mengembangkan produk, seluruh waste activity dilimpahkan ke kita. Tapi enggak semua pebisnis bisa appreciate those convenience, jadi tergantung pada UMKM itu sendiri.”
Wahyoo Kitchen Partner
Perusahaan pun menyadari, di segmen UMKM ini menciptakan dampak sosial juga tak kalah penting, selain fokus pada bagaimana memindahkan mereka terbiasa dengan platform digital. Didukung dengan tren pesan-antar makanan secara online, Wahyoo akhirnya membuat solusi terbaru dinamai Wahyoo Kitchen Partner.
Bisa dikatakan ini adalah virtual cloud kitchen versi Wahyoo yang memanfaatkan dapur di restoran yang kurang terutilisasi untuk bantu mendistribusikan produk-produk makanan eksklusif milik Wahyoo. Melalui bisnis unit Bikin Tajir Group, Wahyoo menyediakan produk label privat, seperti Ayam Paduka, Bebek Goreng Bikin Tajir, dan Bakso Bikin Tajir.
Yang membedakan dengan operator cloud kitchen dan label privat lainnya adalah Wahyoo bermitra dengan UMKM kuliner untuk suplai produk dan potensial dapat didistribusikan lebih jauh ke jaringan dapur Wahyoo.
“Kami berkolaborasi dengan industri F&B UMKM, ada sate lilit yang kami serap produknya dan jual ke jaringan kami. Dulunya mereka hanya mampu produksi 100 pack, sekarang bisa 1000 pack. Kami ingin berdayakan mereka.”
Menurut Daniel, dengan mengadopsi sharing economy seperti virtual cloud kitchen ini memberikan dampak yang lebih besar buat UMKM. Pun dari segi prospek bisnis jauh lebih cepat cetak untung daripada segmen bisnis lainnya. Terhitung, perusahaan telah bermitra dengan pemilik dapur restoran di ratusan lokasi. Untuk brand Bebek Goreng Bikin Tajir diklaim telah tersedia di 120 lokasi, Ayam Paduka di lebih dari 40 lokasi.
“Mitra kami kini ada yang bisa bangun rumah, kami ingin punya lebih banyak cerita bagus lagi ke depannya. Semoga kami bisa beri impact lebih besar lagi di luar Jabodetabek,” pungkasnya.