Tag Archives: danny handoko

Strategi Agritech Hyperlocal

Peluang dan Strategi “Hyperlocal” Agriaku Tangani Isu Agraris Bagian Hulu

Belakangan, upaya mendemokratisasi industri agrikultur semakin kencang lewat kehadiran berbagai startup agritech. Mereka ada mencoba untuk menyelesaikan bagian hulu dan hilir, mencari titik masalah yang selama ini mendera para petani dengan kapabilitas yang ada. Agriaku pun turut berpartisipasi dengan masuk ke segmen pra-panen sebagai fase awalnya.

Co-founder dan CEO Agriaku Danny Handoko membagikan pandangan dan harapannya di industri ini dalam sesi #SelasaStartup yang digelar kali ini. Agriaku hadir sebagai solusi bagi para mitra AgriAku (trader dan pemilik toko pertanian) untuk mendapatkan saprotan (sarana produksi pertanian) dengan harga yang terjangkau. Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut rangkumannya:

Selesaikan isu di bagian hulu

Danny menjelaskan, dalam sistem rantai pasok di industri agrikultur, terdiri atas pra-panen, produksi, pasca-panen, dan pengolahan, sampai akhirnya sampai ke tangan konsumen. Solusi yang disediakan oleh pemain agritech sejauh ini pun beragam, ada yang fokus dengan menyediakan solusi e-commerce untuk konsumen, finansial untuk bantu petani beli pupuk, dan sebagainya. Namun, solusi di hulu tepatnya di pra-panen belum banyak yang melirik.

Adapun solusi di pra-panen itu, bagaimana barang-barang pertanian dari prinsipal dapat memiliki rantai pasok yang transparan dan sampai merata di seluruh toko tani yang ada di Indonesia. Toko tani itu sendiri adalah unsur terdekat yang ada di petani yang menghubungkan petani dengan produsen atau distributor tingkat pertama. Semakin baik rantai pasok distribusi barang, maka memungkinkan petani mendapatkan katalog produk pertanian yang lengkap dengan harga yang jauh lebih terjangkau.

“Toko tani ini sudah lama ada di Indonesia, jumlah sekitar 200 ribu toko di seluruh Indonesia. Karena sudah lama, maka sudah terbangun kepercayaan dengan para petani,” kata Danny.

Dengan latar belakang demikian, maka Agriaku menyediakan platform e-commerce yang menyediakan saprotan terlengkap dibanding toko tani biasa, mulai dari benih, obat-obatan dan nutrisi, pupuk dan juga alat pertanian. Dengan sistem pencatatan dan kasir AgriAku, agen juga dapat membuat rekaman digital akurat sehingga bisa mempermudah pekerjaan dan mempercepat perkembangan bisnis.

Diklaim saat ini Agriaku telah menggaet puluhan ribu toko tani untuk memakai aplikasi Agriaku dengan average revenue per user tembus di angka puluhan juta. Para penggunanya tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, dan beberapa titik di Sulawesi. Pencapaian terus akan ditingkatkan demi mewujudkan ambisi Agriaku menjadi pemain yang dominan di segmen ini.

Pendekatan terlokalisasi

Salah satu poin menarik yang disampaikan Danny adalah di industri agri ini tidak bisa serta merta mencaplok solusi yang ada di global langsung diterapkan di Indonesia. Di global sudah mengenal mekanisasi dengan menggunakan perangkat drone untuk meningkatkan presisi operasional para petani.

Namun, solusi tersebut tidak 100% tidak bisa diimplementasikan di Indonesia karena di sini para petani rata-rata memiliki lahan sekitar dua hingga tiga hektar. Sedangkan di negara maju, satu petani bisa mengelola ribuan hektar lahan. Untuk membawa solusi global ke Indonesia, maka implementasinya harus hyperlocal.

Terlebih, infrastruktur koneksi internet di sini masih banyak blind spot sehingga seluruh proses bisnis tidak bisa dipaksakan sepenuhnya online. Alhasil, pendiri startup perlu menyeimbangkan operasional di online dan offline, agar tetap efisien.

“Ini tantangan menarik bagi tech player, di negara maju yang penetrasi internetnya baik, pasti lebih mudah adopsinya ketika diperkenalkan solusi baru. Tapi di Indonesia keterbatasan ini menjadi tantangan tersendiri.”

Bagi Agriaku, agar menjadi hyperlocal maka pendekatan di lapangan punya peranan yang cukup krusial. Tim perlu memperkenalkan aplikasinya ke para pemilik toko tani untuk menarik kepercayaan dan mau digunakan. Fungsi aplikasi tidak hanya permudah mereka mendapatkan produk pertanian terbaik, juga meningkatkan pundi-pundi pendapatan mereka karena dapat harga yang lebih hemat.

Go-Ventures Leads 86 Billion Rupiah Pre Series A Funding for Agritech Startup AgriAku

Agritech startup focused on supply chain solutions, AgriAku, announced a Pre-Series A funding of $6 million or more than 86 billion Rupiah led by Go-Ventures. The previous investor, MDI Arise also participated, followed by MDI Centauri, Mercy Corps Social Venture Fund, and several business angels.

The company plans to use this fresh fund on three purposes; Hiring more talents in the operations, supply chain, product and technology areas; Strengthen the penetration of agri-supply B2B marketplaces across the country; and Growing innovation and capability of the product ecosystem to improve the agricultural value chain in Indonesia.

Indonesia’s agricultural industry is considered to have a significant contribution to the economy, around 13.5% of GDP. However, the upstream agricultural market is highly fragmented with unorganized value chains for agricultural supplies such as seeds, fertilizers and chemicals. Farmers, suppliers and retailers are facing the same problems – supply and price instability, inefficient manual workflows, and limited access to formal finance.

“AgriAku’s B2B input market platform is ideally positioned to increase price transparency and market access for all stakeholders in the agricultural input sector. Over time, we hope that AgriAku can significantly increase farmer productivity and improve farmers’ standard of living,” Go-Ventures’ Partner , Aditya Kamath said.

AgriAku, founded by Irvan Kolonas and Danny Handoko in 2021, holds a mission to create a transparent network between all stakeholders in the agricultural product supply chain system. They’re using an approach that builds a market called “Toko Tani”, directlu connected with first-tier producers or distributors. This method is claimed to allow farmers have a complete catalog of agricultural products at a much more affordable price.

In late February 2022, the company officially introduced an update for the AgriAku untuk Mitra app on the Google Play Store. This platform provides the most complete range of agricultural products compared to the common farmer shops, ranging from seeds, medicines and nutrients, fertilizers and agricultural tools. With Agriaku’s reporting and cash register system, agents can also make accurate digital records to simplify work and accelerate business development.

Agri Aku is not the first agritech funded by the Gojek’s investment arm. Previously, Go-Ventures also led the follow-on funding of Segari online grocery and several startups with similar business models, including eFishery (Fresh), FoodMarketHub, and KitaBeli. This strategic action has proven Gojek’s mission to strengthen the online grocery line.

Indonesia’s agritech startups

For hundreds of years, Indonesia has been known as an agricultural region and has exported many commodities and foodstuffs around the world. However, the agricultural industry is still considered not to provide a fair opportunity for farmers to improve their quality of life and business to date. As the world’s population increases to 8 billion, with Indonesia contributing around 280 million, the role of the agricultural sector will be even greater to meet the growing human needs.

In a publication entitled “Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration”, Arise highlighted four main pain points in the agricultural value chain. These are limited access to capital, fragmented and inefficient supply chains, lack of access to technology, and price uncertainty due to climate change.

While this sector held enormous potential, its value could exceed $500 billion of global GDP by 2030. Asia Pacific alone is projected to contribute 8.2% of the total value. On this trend, investment for Argitech continues to increase from year to year worldwide. In 2020, there were approximately 834 funding deals, accounting for more than $6.7 billion.

Some of the agritech players are getting more popular in this country and getting listed as a soonicorn, including Tanihub, Eden Farm, Aruna, and eFishery. The newcomer, Semaai has also secured fresh funding from Surge and Beenext.

Ekosistem solusi digital untuk sektor pertanian / Arise


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Agriaku ingin menciptakan sebuah jaringan yang transparan antara semua pemangku kepentingan di sistem supply chain produk pertanian.

Go-Ventures Pimpin Pendanaan Pra Seri A 86 Miliar Rupiah untuk Startup Agritech AgriAku

Startup agrikultur yang fokus pada solusi rantai pasok, AgriAku, mengumumkan perolehan pendanaan Pra-Seri A senilai $6 juta atau lebih dari 86 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Go-Ventures. Investor sebelumnya, MDI Arise juga turut berpartisipasi, diikuti MDI Centauri, Mercy Corps Social Venture Fund, dan beberapa angel investor.

Dana segar ini rencananya akan digunakan perusahaan untuk tiga hal; Mengembangkan tim secara agresif di bidang operasional, supply chain, produk dan teknologi; Memperkuat penetrasi marketplace B2B agri-pasok di seluruh penjuru negeri; serta Memperkaya inovasi dan kapabilitas dari ekosistem produk demi meningkatkan rantai nilai agrikultur di Indonesia.

Industri pertanian Indonesia dinilai memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian, sekitar 13,5% dari PDB. Namun, pasar pertanian hulu sangat terfragmentasi dengan rantai nilai yang masih belum tertata untuk pasokan pertanian seperti benih, pupuk, dan bahan kimia. Baik petani, pemasok, maupun pengecer menghadapi masalah yang sama – ketidakstabilan pasokan dan harga, alur kerja manual yang tidak efisien, serta akses terbatas ke pembiayaan formal.

“Platform pasar input B2B AgriAku diposisikan secara ideal untuk meningkatkan transparansi harga dan akses pasar bagi semua pemangku kepentingan di sektor input pertanian. Seiring berjalannya waktu, kami berharap AgriAku dapat meningkatkan produktivitas petani secara signifikan dan meningkatkan taraf hidup petani,” ungkap Partner Go-Ventures Aditya Kamath.

AgriAku, yang didirikan oleh Irvan Kolonas dan Danny Handoko di tahun 2021,  memiliki misi menciptakan sebuah jaringan yang transparan antara semua pemangku kepentingan dalam sistem rantai pasok produk pertanian. Salah satu pendekatannya, mereka membangun pasar yang disebut sebagai “Toko Tani”, terhubung dengan produsen atau distributor tingkat pertama. Cara ini diklaim memungkinkan petani mendapatkan katalog produk pertanian yang lengkap dengan harga yang jauh lebih terjangkau.

Di akhir bulan Februari lalu, perusahaan resmi memperkenalkan pembaruan aplikasi AgriAku untuk Mitra di Google Play Store. Platform ini menyediakan rangkaian saprotan terlengkap dibanding toko tani biasa, mulai dari benih, obat-obatan dan nutrisi, pupuk dan juga alat pertanian. Dengan sistem pencatatan dan kasir AgriAku, agen juga dapat membuat rekaman digital akurat sehingga bisa mempermudah pekerjaan dan mempercepat perkembangan bisnis.

AgriAku bukanlah startup agrikultur pertama yang didanai unit investasi Gojek ini. Sebelumnya, Go-Ventures juga memimpin pendanaan lanjutan startup online grocery Segari dan beberapa startup yang memiliki model bisnis serupa, termasuk eFishery (Fresh), FoodMarketHub, dan KitaBeli. Aksi strategis ini memantapkan usaha Gojek untuk memperkuat lini online grocery.

Startup agrikultur di Indonesia

Selama ratusan tahun, Indonesia dikenal sebagai wilayah agraris dan telah mengekspor banyak komoditas dan bahan makanan ke seluruh dunia. Namun, hingga saat ini, industri agrikultur masih dianggap tidak memberikan kesempatan yang adil bagi para petani untuk meningkatkan kualitas hidup dan bisnis mereka. Seiring populasi dunia yang meningkat hingga 8 miliar, dengan Indonesia menyumbang sekitar 280 juta, peran sektor pertanian akan semakin besar untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terus berkembang.

Dalam publikasi bertajuk “Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration”, Arise menyoroti  empat pain points utama dalam value chain pertanian. Yakni keterbatasan akses ke permodalan, rantai pasok yang terfragmentasi dan kurang efisien, minimnya akses ke teknologi, dan ketidakpastian harga akibat perubahan iklim.

Sementara sektor ini memiliki potensi industri yang sangat besar, nilainya bisa melebihi $500 miliar terhadap GDP global di tahun 2030 mendatang. Asia Pasifik sendiri berpotensi menyumbangkan 8,2% dari nilai total tersebut. Melihat tren tersebut, di kancah global investasi untuk startup argitech juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2020, terdapat sekitar 834 kesepakatan pendanaan, membukukan lebih dari $6,7 miliar.

Beberapa pemain agritech yang namanya sudah populer di tengah masyarakat Indonesia dan jadi soonicorn termasuk Tanihub, Eden Farm, Aruna, dan eFishery. Pemain baru Semaai juga bulan lalu membukukan dana segar dari Surge dan Beenext.

Ekosistem solusi digital untuk sektor pertanian / Arise
Application Information Will Show Up Here

Agriaku Dapat Pendanaan dari Arise, Selesaikan Isu Rantai Pasok Produk Pertanian

PT Agriaku Digital Indonesia (Agriaku) adalah startup argitech yang menyediakan berbagai perlengkapan dan kebutuhan untuk para petani melalui sistem keagenan atau social commerce. Mereka baru saja membukukan pendanaan awal yang dipimpin oleh Arise, sebuah dana kelolaan kolaboratif dari MDI Ventures dan Finch Capital.

Agriaku didirikan pada Mei 2021 oleh Irvan Kolonas dan Danny Handoko. Ivan memang memiliki pengalaman sebagai pengusaha di bidang agrobisnis, saat ini juga menjabat sebagai CEO Vasham. Sementara Danny adalah mantan Co-Founder & CEO Airy Indonesia. Diharapkan kolaborasi keduanya dapat memadukan keahlian di bidang pertanian dan teknologi untuk memberikan layanan komprehensif kepada UMKM agro dan petani.

Dengan dana segar yang didapat, Agriaku berencana menambah jumlah petani di jaringannya agar berhasil menembus pasar $17 miliar di Indonesia. Sejak awal, Agriaku telah memberdayakan lebih dari 6 ribu mitra dan ribuan petani kecil di seluruh Indonesia melalui teknologi. Agriaku memiliki cita-cita untuk menjadi superapp untuk pemain agri di Indonesia.

“Kemampuan Agriaku untuk memberdayakan petani melalui Toko Tani secara terukur melalui teknologi mengubah bisnis yang sangat tradisional di Indonesia. Kami bangga bermitra dengan tim Agriaku dan bersemangat untuk melihat hal-hal hebat di masa depan,” ujar Partner Arise Aldi Adrian Hartanto.

Selesaikan isu rantai pasok

Di fase awalnya, Agriaku masih fokus untuk meningkatkan jumlah mitra mereka. Model kemitraan ini dianggap lebih efektif ketimbang melakukan penjualan daring langsung ke petani, hal ini ditengarai tidak banyak petani yang cukup digital savvy untuk melakukan pembelanjaan kebutuhan produktivitasnya secara online.

Produk pertanian biasanya menjadi lebih mahal ketika sampai ke petani. Karena dalam proses rantai pasokannya harus melalui prinsipal, distributor, peritel, lalu konsumen akhir. Di sisi lain, kurangnya wawasan dan data untuk pengambilan keputusan pada distribusi produk pertanian juga kadang menimbulkan kesenjangan tersendiri, misalnya kelangkaan produk tertentu, yang mengakibatkan produktivitas petani terganggu.

Lewat layanannya, Agriaku ingin menciptakan sebuah jaringan yang transparan antara semua pemangku kepentingan dalam sistem supply chain produk pertanian. Salah satu pendekatannya, mereka membangun pasar yang disebut sebagai “Toko Tani”, terhubung dengan produsen atau distributor tingkat pertama. Cara ini diklaim memungkinkan petani mendapatkan katalog produk pertanian yang lengkap dengan harga yang jauh lebih terjangkau.

Sehingga kendati membeli ke mitra terdekat, yang mungkin adalah tetangganya sendiri, para petani juga tetap bisa mendapatkan penawaran menarik untuk produk-produk pertanian yang mereka butuhkan.

“Kami percaya bahwa pendekatan kami dalam memberdayakan Toko Tani lokal sebagai last mile agent untuk mendistribusikan setumpuk produk dan layanan bagi petani kecil di Indonesia berpotensi mendemokratisasi industri yang sejauh ini resisten terhadap perubahan”, kata Irvan.

Hipotesis investasi startup agri

Dalam publikasi bertajuk “Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration”, Arise menyoroti  empat pain points utama dalam value chain pertanian. Yakni keterbatasan akses ke permodalan, rantai pasok yang terfragmentasi dan kurang efisien, minimnya akses ke teknologi, dan ketidakpastian harga akibat perubahan iklim.

Sementara sektor ini memiliki potensi industri yang sangat besar, nilainya bisa melebihi $500 miliar terhadap GDP global di tahun 2030 mendatang. Asia Pasifik sendiri berpotensi menyumbangkan 8,2% dari nilai total tersebut. Melihat tren tersebut, di kancah global investasi untuk startup argitech juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2020, terdapat sekitar 834 kesepakatan pendanaan, membukukan lebih dari $6,7 miliar.

Kendati pemain agritech sudah banyak bermunculan – termasuk beberapa yang sudah jadi soonicorn seperti Tanihub, Eden Farm, Aruna, dan eFishery—tim Arise masih melihat ada beberapa celah yang masih belum terisi oleh inovasi digital. Salah satunya terkait B2B marketpalce yang memenuhi kebutuhan petani. Selanjutnya mereka juga akan melirik layanan manajemen dan IoT yang bisa membantu petani melakukan tata kelola lahan garapannya.

Ekosistem solusi digital untuk sektor pertanian / Arise

Di kancah global, beberapa startup argitech berhasil membukukan traksi luar biasa, termasuk kaitannya dengan investasi yang dibukukan. Belum lama ini DeHaat, sebuah startup asal India yang memiliki model bisnis serupa dengan Agriaku, baru saja mengumpulkan dana seri D senilai $115 juta dari Lightrock, Sequoia Capital India, dan Temasek Holdings, dll.

Application Information Will Show Up Here
Layanan hotel budget Airy masih fokus ke pasar lokal. Belum tertarik ekspansi global meski sudah mendapat tawaran dari calon mitra strategis

Konsistensi Airy Mengembangkan Ekosistem Hotel Budget

Startup jaringan hotel budget Airy memandang Indonesia masih memiliki peluang besar untuk mengembangkan hotel budget, kendati sudah banyak pemain sejenis bermunculan di sini, seperti RedDoorz, Oyo, dan Zen Rooms. Menurut pihak Airy, kualitas hotel melati (unbranded atau bintang tiga ke bawah) masih banyak yang jauh dari standar.

Dalam wawancara dengan DailySocial, CEO Airy Danny Handoko mengatakan jenuh atau tidaknya industri hotel budget harus dilihat dari dua sisi, apakah over supply atau demand. Menurutnya, yang terjadi sekarang ini adalah supply akomodasi budget yang bagus jauh lebih sedikit, sehingga kurang bisa memenuhi tingginya demand.

“Masih banyak pemilik hotel melati yang tidak punya perspektif yang sama terkait hotel budget. Sehingga kalau dibilang jenuh, secara average nationwide, kita masih kekurangan properti yang high quality dan value for money,” terangnya.

Kualitas hotel yang semakin baik punya korelasi yang dekat dengan meningkatnya ekonomi di kota tersebut karena semakin sering dikunjungi oleh wisatawan. Hanya saja tiap pemilik hotel punya masalah tersendiri. Masing-masing bisa ditangani dengan solusi 4T, yang terdiri dari teknologi, transformasi, transparansi, dan training.

Airy didirikan oleh Danny dan rekannya Samsu Sempena (CTO Airy) sejak tahun 2015. Mereka berdua pernah bekerja di Traveloka sebelum akhirnya merintis Airy. Saat ini perusahaan memiliki karyawan lebih dari 300 orang.

Terkait pendanaan dan investor di balik perusahaan, Danny masih menutup rapat-rapat informasi tersebut, termasuk apakah Traveloka menjadi salah satu investor Danny hanya menyebut Traveloka sebagai strategic affliate partner.

Dia menjelaskan setiap pendanaan yang diterima Airy selalu diarahkan untuk merekrut talenta baru, pemasaran, dan mengembangkan produk.

Layanan Airy

Danny mencontohkan, bila ada pengelola yang paham dengan basic hospitality, namun belum untuk sisi teknologi, bisa memanfaatkan layanan teknologi saja dari Airy. Begitupun sebaliknya.

Layanan teknologi disediakan untuk memenuhi sisi supply dan demand. Di sisi supply, ada Airy Ease untuk sistem manajemen hotel berbasis online dengan fitur booking dan reservasi, HRS, dan finance system yang diakses secara real time dan disajikan secara transparan.

Berikutnya adalah Airy Aura, kios check-in mandiri untuk percepat proses penerimaan tamu sehingga turut bantu memudahkan operasional hotel saat peak season; dan Airy Community, platform pelatihan aspek housekeeping dan front office.

Airy Aura
Airy Aura

Sedangkan untuk supply, Airy menyediakan tiga jenis layanan, untuk Airy Rooms, Airy Flight, dan asuransi perjalanan. Layanan teranyar, Airy for Business disediakan untuk konsumen B2B. “Essence buat konsumen adalah menyelesaikan pain point mereka, selama itu bisa ditangani dengan baik, saya yakin loyalitas mereka akan tumbuh.”

Di sisi lain, Danny menerangkan Airy memastikan setiap mitra properti yang bergabung dapat sustain untuk jangka panjang dan bisa mencetak profit. Harga yang tertera di aplikasi sudah mencakup komponen pembagian komisi yang jelas untuk Airy dan pemilik properti.

Transparansi seperti ini adalah upaya perusahaan untuk menciptakan ekosistem hotel budget yang lebih sehat. “Short sustain itu hanya menguntungkan diri sendiri, justru merusak ekosistem. Makanya kami memastikan bisnis kami ini transparan buat mitra, karena kebanyakan properti yang kami kelola adalah lanjutan dari properti pertama mereka.”

Danny mengklaim, berdasarkan studi internal, Airy unggul sebagai brand favorit bagi pemilik properti maupun para pelancong. Tingkat churn rate, disebutkan juga terendah. Disebutkan loyalitas konsumen Airy lebih tinggi dari industri hospitality.

Secara bisnis, pertumbuhan Airy secara tahunan dijaga di angka 50%-60%. Berdasarkan jumlah pesanan yang masuk, menurutnya, tiket penerbangan lebih tinggi daripada booking kamar. Akan tetapi dia meyakini ke depannya, porsi antara keduanya akan imbang.

“Dari tahun pertama ke tahun kedua Airy kami tumbuh cukup signifikan, bahkan bisa hit dua kali lipat. Tapi pertumbuhan tahunan kita selalu dijaga di kisaran 50%-60%.”

Taktik yang dilakukan untuk mencapai itu adalah mengukur consumer lifetime value (CLTV), consumer acquisition cost (CAC) dan keseluruhan life cycle dari tiap produk. “Karena increase value buat konsumen jadi keyword kita untuk menjaga pertumbuhan bisnis tahunan.”

Pengembangan produk

Dibandingkan kompetitornya, Airy tergolong pemain yang cukup konsisten menggarap ranah hotel budget. Danny menyebut kebutuhan akomodasi untuk wisatawan menjadi fokus yang diutamakan, ketimbang bermain di vertikal lain seperti indekos.

Malah Airy ke depannya berencana memperkuat akomodasinya berjenis Airy Premier agar dapat menjangkau seluruh segmen wisatawan. Lokasi terbaru Airy Premier berada di Seminyak, Bali. Disebutkan Airy memiliki enam tipe premier di berbagai lokasi dan ke depannya akan ditambah terus jumlahnya.

Airy Premier Seminyak
Airy Premier Seminyak

“Tentu kita akan menambah Airy Premier. Kita terbuka pada peluang tersebut. Namun kita cukup selektif karena Airy Premier ini harus memberikan kualitas dan janji yang tinggi.”

Airy Premier sebenarnya sudah diperkenalkan sejak tahun lalu, tetapi jumlah akomodasinya tidak begitu pesat karena dipilah-pilih secara selektif. Sebelum pemilik properti mendaftarkan diri, mereka harus mengisi 89 checklist pertanyaan untuk menentukan harga dan tipe akomodasi mana yang tepat.

Tercatat Airy memiliki lebih dari 2 ribu properti dan 30 ribu kamar yang tersebar di lebih dari 100 kota. Mayoritas adalah kategori Airy Eco dan Standard. Untuk tipe akomodasi syariah disebutkan ada lebih dari 400 properti dengan 5 ribu kamar tersebar di 50 kota.

Seluruh properti tersebut dijual tidak hanya mengandalkan aplikasi Airy, tapi juga listing ke berbagai pemain OTA. Disebutkan ada lebih dari 200 situs OTA, mulai dari Traveloka, Booking.com, Agoda, dan Expedia untuk menarik wisatawan inbound dan outbound.

Secara produk, ada potensi bagi Airy untuk berekspansi secara regional, bahkan global, karena bisnisnya dapat direplikasi ke negara lain dengan kondisi yang mirip di Indonesia. Danny mengaku sudah didekati berbagai calon mitra potensial dari luar negeri.

Meski demikian, Danny menekankan Indonesia masih menjadi negara utama karena masih banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan.

Application Information Will Show Up Here