Semua orang bisa mendirikan startup, tapi tidak semua orang cocok untuk berkarier di sana. Butuh keuletan yang ekstra dan tahan banting di berbagai kondisi dan situasi karena di dunia ini tidak ada kesuksesan yang instan.
Untuk mengawali topik di atas, di #SelasaStartup edisi pekan kedua Agustus 2019 DailySocial mengundang Co-Founder dan COO Lacak.io Danny Jiang sebagai pembicara. Dia banyak berbagi tips seputar entrepreneurship di dunia startup yang tentunya sangat korelasi dengan menyusun ide awal mendirikan startup.
Lacak.io merupakan startup fleet management untuk pelaku UKM di bidang logistik yang ingin menekan biaya operasional dan keamanan kendaraan dengan teknologi.
Berikut rangkumannya:
Realita sebenarnya bekerja di startup
1. Tidak punya kebebasan atur jam kerja
Perlu ditekankan di sini, banyak orang mendirikan startup itu artinya sebagai founder punya kebebasan untuk mengatur jam kerja, sangat timpang dengan jam kerja karyawan pada umumnya yang tersistem. Anggapan ini sama sekali tidak benar.
Danny menjelaskan ketika memutuskan untuk menjadi founder, pada tahun awal bahkan sampai startup itu benar-benar bisa stabil, maka founder tersebut tidak akan punya waktu bebas. Hingga mengira waktu 24/7 itu tidak akan cukup untuk menyelesaikan semua pekerjaan.
“Kebebasan waktu itu hanya ada dipikiran saja, kenyataannya sama sekali tidak demikian. Jadi harus bersiap sampai lima tahun ke depan sampai startup-nya stabil, harus kerja siang malam setiap hari,” ujar Danny.
2. Penghasilan pasif tidak datang secara instan
Pandangan lainnya, berkarier di startup itu sama dengan bebas secara finansial karena punya usaha yang tidak perlu dipantau setiap waktu. Anggapan ini lagi-lagi tidak benar.
Saat baru dirintis, founder harus siap dengan kemungkinan besar usahanya belum bisa memberikan untung. Bahkan ada yang sampai bertahun-tahun harus bakar uang karena belum ada konsumen yang benar-benar mau bayar layanan yang dibuat.
“Ini harus ditanamkan dalam pikiran founder bahwa mendirikan startup itu belum tentu dalam waktu dekat punya unlimited income.”
3. Tidak bisa sepenuhnya melakukan hal yang disuka
Danny melanjutkan, banyak orang yang keluar dari kantor lama dan tertarik mendirikan startup karena mereka ingin melakukan hal yang mereka sukai. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar.
Bahkan dia memperkirakan hanya 20%-30% pekerjaan saja yang benar-benar sesuai dengan minat. Sisanya? Founder harus melakukan semua pekerjaan, yang tidak disukai sekalipun. Artinya harus mau bertemu orang untuk jualan, rekrut orang baru, melakukan pembukuan, tidak hanya coding saja.
“Kalau mau menjalankan startup, mau tidak mau harus bersinggungan dengan itu semua.”
4. Siap tahan banting
Kenyataan lainnya yang perlu disadari calon founder adalah butuh daya banting selama bertahun-tahun siap berhadapan dengan berbagai tekanan. Seperti kondisi startup belum bisa beri penghasilan dalam waktu dekat, tidak ada orang yang mau beli produk, dan tantangan lainnya.
Ketika sudah berdarah-darah merintisnya, sampai startup tiba waktunya untuk bersinar, artinya founder tersebut punya daya tahan teruji.
“Endurance-nya itu bukan dorong founder untuk lari sprint, ibaratnya. Tapi kemauan untuk lari marathon, pelan tapi pasti. Kalau pitching ke investor dan di-judge tidak akan sukses, jika endurance-nya kendor pasti mudah nyerah.”
Keempat realitas ini setidaknya harus disadari betul oleh para calon founder sebelum benar-benar mulai eksekusi idenya.
Memulai ide awal yang tepat
1. Cari peluang dari masalah di lapangan
Menurut Danny, selama ada masalah di lingkungan sekitar pasti bisa menjadi potensi bisnis. Ketika sudah berhasil memecahkan masalah tersebut, orang pasti mau membayar produk apa yang kita buat.
Yang terpenting, solusi yang mau kita pecahkan ini pada dasarnya haruslah bidang yang kita kuasai. Bila tidak, pemecahan solusinya bakal kurang tajam.
Untuk itu, founder haruslah punya passion yang kuat sebagai seorang entrepreneur. Bila mereka tidak suka dengan apa yang harus dilakukan, pasti tidak akan bisa bertahan di dunia startup.
“Passion itulah yang membuat seorang entrepreneur bertahan.”
2. Buat nilai tambah dari solusi yang sudah ada
Maksudnya di sini adalah founder itu tidak harus memulai dari sesuatu yang nol. Selagi ada solusi yang ditawarkan startup lain, pasti akan muncul masalah berikutnya. Yang mana hal itu bisa kita manfaatkan.
“Bisa kok copy dari apa yang sudah ada, tapi dengan menambahkan value. Lihat contohnya dari Shopee, mereka masuk Indonesia lebih lambat dari pemain sejenis yang sudah dahulu beroperasi. Namun sekarang mereka sudah cukup ahead dan bisa mengejar ketertinggalan karena menawarkan promosi gratis ongkir.”
3. Mulai dari hal kecil dan fokus ke konsumen
Danny mencontohkan, Lacak.io ini dimulai awalnya bukan sebagai fleet management karena melakukan berbagai riset, melainkan hanya sebatas perusahaan yang menjual alat untuk pantau proses bisnis. Konsumennya bermacam-macam dari berbagai industri, ada rental juga logistik.
Seiring waktu, karena perusahaan punya keterbatasan tenaga kerja, akhirnya memutuskan untuk survei konsumen agar lebih fokus ke pelayanan. Ditemukan bahwa alat yang dijual ini lebih memberikan manfaat buat pelaku logistik karena mereka butuh alat untuk memantau truk secara digital. Mereka pun tercatat sebagai konsumen aktif yang selalu membutuhkan solusi ini.
Dari situ akhirnya membuat tim bersemangat untuk lebih dalam mendalami soal fleet management. DHL pun menunjukkan ketertarikannya untuk dicarikan solusi serupa. Setelah riset 1,5 tahun melihat masalah dari DHL, Lacak.io pun akhirnya resmi berdiri.
“Di sini awalnya kita fokus ke masalah satu konsumen yaknk DHL. Kemudian setelah satu konsumen puas dan mau bayar solusi kita, ada kesempatan untuk scale up sehingga bisa gaet banyak konsumen. Sekarang kita sudah menghubungkan sekitar 2 ribu truk dengan solusi Lacak.io,” tutupnya.