Tag Archives: darksiders genesis

Semua tentang Ruined King dari Riot Games

Riot Games pernah dianggap sebagai one-hit wonder. Pasalnya, setelah meluncurkan League of Legends pada Oktober 2009, mereka tidak meluncurkan game baru selama bertahun-tahun. Mereka baru meluncurkan game baru — Teamfight Tactics — pada 2019. Memang, membuat game yang dimainkan hingga lebih dari 10 tahun adalah pencapaian tersendiri. Namun, Riot tampaknya tak lagi puas dengan itu. Mereka juga ingin mengeksplor dunia League of Legends lebih dalam. Karena itu, mereka berencana untuk meluncurkan beberapa game baru. Salah satunya adalah Ruined King: A League of Legends Story.

 

Siapa Sang Ruined King?

Nama Ruined King pastinya tidak asing di telinga para pemain League of Legends. Sejak game MOBA itu diluncurkan, ada item bernama Blade of Ruined King. Item legendary itu tidak hanya dapat memberikan ekstra attack damage dan attack speed, tapi juga dilengkapi dengan status lifesteal. Hanya saja, sampai pekan lalu, Riot tak pernah menampilkan karakter Ruined King dalam League of Legends.

Karakter Ruined King baru diperkenalkan oleh Riot Games pada 8 Januari 2021 melalui sebuah video pendek berjudul Ruination. Dalam video itu, Anda akan melihat bagaimana sang Ruined King — yang memiliki nama asli Viego — bertarung dengan Lucian dan Senna. Tujuan Viego sederhana: membangkitkan kembali ratunya dan memulihkan kembali kerajaannya.

Di video di atas, Anda juga bisa melihat bagaimana para champions League of Legends — seperti Darius, Poppy, Samira, dan Vayne — berusaha melawan pasukan Viego. Video berakhir dengan cliffhanger: Viego yang justru menjadi semakin kuat dan pernyataan Lucian bahwa dia dan Senna tak akan bisa menghentikan sang Ruined King sendirian. Tidak heran jika video Ruination memiliki akhir yang menggantung. Kepada Polygon, Ryan Mireles, Lead Producer dari League of Legends mengaku, Riot akan mengungkap cerita Viego dalam beberapa cerita dan game League of Legends.

Riot bahkan telah menyiapkan tiga champions baru sebagai bagian dari cerita Viego. Sayangnya, sejauh ini, tidak ada banyak informasi terkait ketiga champions tersebut. Satu hal yang pasti, tiga champions baru ini memiliki role yang berbeda-beda: top lane Brawler, artillery mage, dan marksman. Sementara Viego sendiri akan memegang peran sebagai Jungler.

 

Ruined King: A League of Legends Story

Tak bisa dipungkiri, League of Legends adalah game yang populer. Meskipun begitu, genre MOBA kurang kondusif untuk menyampaikan cerita. Pasalnya, para pemain akan sibuk untuk melawan musuh dan menghancurkan towers. Namun, hal ini tidak menghapus rasa penasaran para pemain League of Legends akan lore di game tersebut.  Riot menyadari hal ini. Karena itulah, mereka ingin membuat game League of Legends lain dengan genre yang berbeda. Salah satu game itu adalah Ruined King, yang mengusung genre RPG.

Sama seperti kebanyakan game RPG lain, salah satu fokus Anda di Ruined King adalah eksplorasi. Kota yang dipilih untuk menjadi setting lokasi dari Ruined King adalah Bilgewater, kota pelabuhan yang penuh dengan kriminal karena ketiadaan pemerintahan yang sah. Sementara dari 153 champions yang ada di League of Legends, ada 6 karakter yang akan bisa dimainkan di Ruined King, yaitu Miss Fortune, Illaoi, Braum, Pyke, Ahri, dan Yasuo. Selain Bilgewater, kawasan lain yang menjadi fokus dari Ruined King adalah Shadow Isles, yang dulunya dikenal dengan nama Blessed Isles.

Riot Games merilis trailer gameplay dari Ruined King pada Desember 2020. Video itu fokus untuk menampilkan cara kerja dari turn-based combat yang akan digunakan dalam Ruined King, tanpa memberikan banyak informasi tentang cerita dari game RPG itu. Pemain dapat melakukan eksplorasi dengan satu karakter. Namun, dalam combat, akan ada tiga karakter yang bisa pemain gunakan. Masing-masing karakter akan memiliki skill unik yang bisa pemain gunakan untuk menyerang musuh atau melindungi karakter lain.

Ruined King mulai dikembangkan pada 2019. Pada awalnya, Riot berencana untuk merilis game ini pada awal tahun 2021. Sayangnya, karena pandemi virus corona, mereka terpaksa menunda peluncuran Ruined King. Kabar baiknya, game itu masih akan tetap dirilis pada 2021. Ruined King akan tersedia untuk berbagai platform, mulai dari PlayStation 4 dan 5, Xbox Series X dan S, Nintendo Switch, sampai PC.

 

Kerja Sama Riot Games dengan Airship Syndicate

Bertahun-tahun fokus pada League of Legends, Riot Games sadar bahwa mereka tidak punya pengalaman dalam membuat game single-player RPG. Memang, mereka bisa saja membentuk tim baru untuk mengembangkan Ruined King. Namun, hal itu akan memakan waktu yang tidak sebentar. Alhasil, Riot memilih untuk menggandeng Airship Syndicate untuk membuat Ruined King. Nantinya, game tersebut akan dirilis di bawah label Riot Forge.

League of Legends memang merupakan intellectual property (IP) dari Riot Games. Meskipun begitu, mereka memberikan kebebasan pada Airship Syndicate soal bagaimana developer itu akan menampilkan dan mengembangkan lore serta dunia League of Legends dalam Ruined King. Dengan begitu, Riot berharap, Airship akan bisa menampilkan cerita yang dalam serta naratif yang kompleks di Ruined King. Pertanyaannya: apakah Airship akan sanggup memenuhi harapan itu? Untuk menjawab pertanyaan itu, mari kita lihat rekam jejak Airship Syndicate.

Game pertama yang Airship Syndicate buat adalah Battle Chasers: Nightwar, sebuah game RPG dengan sistem turn-based combat. Polygon menyebutkan, Nightwar akan mengingatkan para pemainnya akan game-game JRPG jadul yang menggunakan sistem turn-based combat. Namun, Airship juga menambahkan sejumlah fitur baru — seperti Overcharge dan Burst. Hanya saja, dari segi cerita, Nightwar tidak menawarkan sesuatu yang istimewa. Sama seperti kebanyakan cerita heroik, tujuan utama para pemain di Nightwar adalah menyelamatkan dunia.

Sama seperti Ruined King, Nightwar merupakan game yang didasarkan pada IP lain, yaitu komik Battle Chasers. Untungnya, Airship bisa mengemas Nightwar sedemikian rupa sehingga para pemain tetap bisa memahami alur cerita dalam game walau mereka tidak pernah membaca komik Battle Chasers sekalipun. Semoga, hal ini berarti, Airship akan bisa menampilkan cerita yang menarik dalam Ruined King, baik untuk pemain setia League of Legends atau orang-orang yang hanya pernah mendengar tentang game MOBA itu.

Game lain buatan Airship Syndicate adalah Darksiders Genesis, yang merupakan spinoff dari seri Darksiders. Hybrid pernah membuat review dari game itu dan bisa Anda baca di sini. Bagi Anda yang enggan untuk membaca review dari game itu, saya akan memberikan ringkasan dari review tersebut.

Gameplay menjadi keunggulan utama dari Genesis. Game itu memiliki dua karakter yang bisa Anda mainkan: War dan Strife. Tergantung dari karakter yang Anda pilih, Genesis akan memberikan pengalaman bermain yang berbeda. Jika Anda menggunakan War, Genesis akan terasa seperti game beat ’em-up. Sementara jika Anda memainkan Strife, Anda akan mendapatkan pengalaman bermain game top-down shooter.

Dari segi grafik, Genesis memiliki detail yang cukup baik meski ia terlihat sederhana. Sementara soal cerita, Genesis masih mengusung tema yang sama dengan game-game Darksdiers sebelumnya, yaitu pertarungan antara Heaven dan Hell, dengan The Council sebagai penengah. Meskipun cerita dari Genesis tidak meninggalkan kesan yang sangat kuat seperti Mass Effect atau The Witcher — setidaknya menurut Chief Editor Hybrid — Genesis masih menawarkan plot twist tersendiri.

 

Kesimpulan

Dari dua game yang Airship Syndicate buat, terlihat jelas bahwa Riot memang tidak asal memilih developer itu untuk membuat Ruined King. Dengan membuat Nightwar, Airship membuktikan dirinya bahwa mereka sanggup mengembangkan game RPG dengan turn-based combat yang menarik. Sementara itu, mereka juga punya pengalaman dalam menambahkan elemen puzzle dan platformer seperti yang mereka lakukan pada Genesis.

Sumber: Polygon, Real Sport

Review Darksiders Genesis – Gaya Baru Seri Darksiders: Top-Down-Action

Beberapa waktu silam, saya menemukan game yang satu ini dan menyelesaikannya single player campaign-nya dalam waktu 46 jam. Sama seperti review Borderlands 3 yang saya tuliskan sebelumnya, saya juga memainkan semua seri Darksiders; mulai dari Darksiders, Darksiders 2, Darksiders 3, dan Darksiders Genesis.

Buat Anda yang juga memainkan ketiga seri sebelumnya, Anda mungkin terkejut juga saat melihat video gameplay atau trailer-nya yang berubah sudut kameranya jadi top-down. Lalu pertanyaannya, apakah game ini layak dibeli? Inilah review Darksiders Genesis yang akan saya bagi jadi beberapa aspek.

Oh iya, sebelum masuk ke reviewnya, saya memainkan game ini di PC dengan spesifikasi sebagai berikut:

CPU: AMD Ryzen 5 3600
Motherboard: Gigabyte AB-350 Gaming 3
Kartu Grafis: Palit GeForce RTX 2070 Super JS
Memory: G Skill 16GB 3200MHz (running @3600MHz).
Storage: ADATA SX8200 PCIe SSD 1TB

Graphics: 76/100

Mengingat sudut pandangnya yang berubah jadi top-down, Darksidersm Genesis memang jadinya jauh lebih sederhana ketimbang Darksiders 3 yang dirilis tahun 2018 ataupun Darksiders 2. Namun demikian, detail grafisnya masih cukup diperhatikan dengan baik.

Jujur saja, bagi saya pribadi, saya lebih suka game dengan sudut pandang top-down seperti ini namun dengan detail yang baik ketimbang game third-person (dari belakang) ataupun first-person namun dengan kualitas yang seadanya — game-game free-to-play atau game mobile misalnya… uhuk…

Selain itu, dengan grafis yang sederhana, game ini pun jadi ringan dijalankan. Dengan spek yang saya gunakan tadi, game ini bisa berjalan mulus di 165fps (di monitor 165Hz) tanpa gangguan sama sekali. Saya kira hal ini juga penting disebutkan mengingat saya juga kerap menemukan game-game yang grafisnya sederhana tapi tidak mampu berjalan mulus framerate-nya.

Di PS4, harusnya game ini juga bisa berjalan mulus — mengingat kebanyakan game rilisan modern kemarin memang sudah dioptimalisasi untuk console. Red Dead Redemption 2, misalnya, adalah salah satu game yang cukup berat di PC namun cukup mulus saat dijalankan di PS4.

Story: 61/100

Jika ingin ditilik ke belakang, seri Darksiders memang bukan game yang mengedepankan aspek ceritanya. Meski begitu, cerita di setiap Darksiders memang bukan yang sesederhana jagoan melawan penjahat dan jagoannya menang, termasuk di Darksiders Genesis ini.

Ada sedikit plot twist dan intrik politis di setiap game Darksiders. Lore seri Darksiders sendiri memang berkisar soal pertempuran antara Heaven dan Hell dengan The Council yang berperan sebagai penjaga keseimbangan. The Council pun punya 4 penjaga perdamaian yang disebut horse-riders yang ditugaskan untuk menyelesaikan konflik antara pihak-pihak tadi. Keempat horse-riders tadi adalah War (yang dimainkan di Darksiders pertama dan Genesis), Death (dimainkan di Darksiders 2), Fury (Darksiders 3), dan Strife (yang bisa dimainkan di Genesis).

Dengan plot besar tadi, cerita di Darksiders Genesis ataupun Darksiders lainnya berkisar antara intrik dan manipulasi antara ketiga pihak itu. Sekali lagi, bagi saya pribadi, cerita di seri Darksiders memang tidak pernah sekuat game-game fenomenal macam Skyrim, The Witcher, ataupun Mass Effect. Karakter-karakternya pun tidak sekuat itu membangun ketertarikan atau emosi para pemainnya seperti RDR2 yang punya Arthur Morgan atau Handsome Jack di BL2. Namun ceritanya memang tidak sedatar soal pertempuran antara kebajikan dan kebatilan… Pemikiran yang mencoba mengaburkan dikotomi moral antara hitam dan putih selalu saya temukan di setiap Darksiders, termasuk Genesis.

Terakhir dari aspek storyline, penyajian cerita di sini juga ditampilkan dengan sederhana, tanpa cutscenes. Game ini hanya menyuguhkan slideshow gambar saat jeda dari permainan. Lagi-lagi bagi saya, konsep sederhana namun digarap dengan baik itu lebih menyenangkan ketimbang ambisi tinggi yang digarap setengah hati — macam game-game yang pakai cutscenes in-game tapi animasi dan ekspresi mukanya bikin ilfil.

Screenshot from Darksiders Genesis
Screenshot from Darksiders Genesis

Gameplay: 81/100

Bagi saya, inilah aspek paling penting dari sebuah game. Cerita, grafis, audio, karakter, atau apapun itu aspek lainnya tidak akan membuat game-nya asyik dimainkan jika tidak menawarkan gameplay yang menyenangkan.

Darksiders Genesis sebenarnya bisa dibilang menawarkan dua gaya pertempuran yang berbeda tergantung karakter yang Anda gunakan. Saat Anda memainkan Strife, Genesis akan berubah jadi top-down shooter. Sedangkan jika Anda memainkan War, gameplay-nya akan berubah jadi beat ‘em-up dengan sudut pandang top-down. Anda bisa berganti-ganti karakter kapanpun yang Anda mau.

Screenshot from Darksiders Genesis
Screenshot from Darksiders Genesis

Tidak ada level karakter di game ini. Namun progression-nya bisa Anda temukan dalam bentuk Creature Core. Setiap Anda mengalahkan musuh, Anda akan memiliki kesempatan mendapatkan Creature Core dari musuh tersebut. Setiap Creature Core memiliki efek yang berbeda — ada yang sama juga sih. Semakin langka musuhnya, semakin bagus pula efeknya. Efek di sini tidak hanya yang sekadar pasif +Attack, +Defend, dkk. tapi juga ada juga yang proccing (procs). Sayangnya, tidak banyak efek-efek tersebut. Saya pribadi sebenarnya suka dengan mekanisme semacam ini.

Hal tersebut memang jadi membuat game ini terasa grinding dan mengandalkan random loot namun beberapa Creature Core benar-benar membuat permainan terasa berbeda. Sayangnya, kekurangan dari mekanisme ini adalah masih lebih banyak efek status pasif ketimbang yang berupa procs.

Selain soal pertempuran dan progresi karakter, seri Darksiders juga mengusung fitur platformer dan puzzles — meski memang tidak sesulit game-game yang menaruh perhatian ke aspek tersebut. Aspek platformer-nya misalnya tidak sesulit Super Meat Boy ataupun seri Prince of Persia. Aspek puzzle-nya juga demikian. Mungkin tujuan sang developer adalah memberikan variasi yang berbeda agar tidak jenuh selalu bertarung.

Creature Cores. Screenshot from Darksiders Genesis
Creature Cores. Screenshot from Darksiders Genesis

Namun demikian, saya sendiri malah berharap aspek ini tidak ada di seri Darksiders. Fitur pertempuran yang diusung Darksiders dari game pertamanya sudah memuaskan sehingga sebenarnya tak perlu gameplay filler seperti puzzle atau platformer.

Di Genesis, aspek puzzle-nya memang lumayan mudah namun aspek platformer-nya cukup menantang jika Anda ingin mengumpulkan semua collectibles.

Akhirnya

Pertanyaannya, apakah game ini layak dibeli? Bagi saya, mengingat harganya yang murah (sekitar Rp200 ribuan di Steam dan US$40 di PlayStation Store– tak seperti harga game AAA yang berkisar antara Rp600-800 ribu), Genesis layak dibeli buat yang suka dengan seri Darksiders, suka dengan gameplay yang sederhana, ataupun memang sedang kehabisan game untuk dimainkan. Meski mungkin game ini tidak akan jadi kandidat game of the year, Genesis bisa jadi pengisi kekosongan sembari menanti game-game besar yang akan dirilis tahun ini (Cyberpunk 2077, Dying Light 2, ataupun Final Fantasy 7 Remake misalnya).