Dalam beberapa tahun belakangan, publisher mobile game mulai serius untuk membangun ekosistem mobile esports. Sekarang, skena mobile esports kini tidak lagi bisa dipandang sebelah mata. Di beberapa negara — seperti negara-negara Asia Tenggara — mobile esports bahkan lebih populer daripada esports untuk PC atau konsol. Esports Charts lalu mencoba untuk memetakan popularitas dari mobile esports di Asia.
Untuk itu, mereka mengumpulkan data viewership dari kompetisi-kompetisi nasional dari berbagai judul mobile esports di negara-negara Asia. Karena mereka mendata popularitas mobile esports berdasarkan negara, mereka tidak menyertakan kompetisi internasional atau turnamen regional. Metrik utama yang mereka gunakan adalah hours watched.
Popularitas Mobile Esports di Asia Tenggara
Di Asia Tenggara, mobile esports yang paling populer adalah Mobile Legends: Bang Bang. Dari semua negara-negara ASEAN, Indonesia memberikan kontribusi paling besar pada total hours watched dari Mobile Legends. Memang, selama ini, Mobile Legends Professional League (MPL) Indonesia telah mencetak berbagai rekor dalam hal jumlah penonton. MPL Indonesia juga sering masuk dalam daftar kompetisi esports terpopuler bulanan. Pada akhir Oktober 2021, jumlah peak viewers MPL Indonesia bahkan sempat menyaingi peak viewers dari League of Legends World Championship (LWC) 2021.
Selain di Indonesia, Moonton juga mengadakan MPL di beberapa negara Asia Tenggara, seperti Filipina, Malaysia, Myanmar, dan Singapura. Tak hanya itu, pada tahun 2021, mereka juga memulai MPL di Kamboja. Menurut Esports Charts, keberadaan MPL membuat ekosistem mobile esports di kawasan ASEAN menjadi lebih matang. Setelah sukses dengan MPL di Asia Tenggara, Moonton juga memutuskan untuk mengadakan MPL di Brasil, menjadikannya sebagai MPL pertama di luar Asia Tenggara.
Selain Mobile Legends, mobile esports lain yang populer di Asia Tenggara adalah Arena of Valor, yang juga memiliki genre MOBA. Hanya saja, fans Arena of Valor tersebar di negara-negara yang berbeda dari Mobile Legends. Walau Arena of Valor kalah pamor dengan Mobile Legends di Indonesia, game buatan Tencent itu sangat populer di Vietnam dan Thailand. Selain itu, Arena of Valor juga menjadi mobile esports paling digemari di Taiwan dan Macau. Untuk Arena of Valor, Vietnam memberikan kontribusi paling besar soal hours watched, yaitu sebesar 14,7 juta jam. Sementara itu, Taiwan hanya berkontribusi 1,2 juta hours watched. Dengan begitu, Taiwan menjadi negara dengan kontribusi terkecil untuk total hours watched dari Arena of Valor.
Dominasi Mobile Legends di Asia Tenggara tidak membuat Riot Games gentar untuk menjajaki industri mobile game MOBA. Setelah bertahun-tahun hanya fokus pada League of Legends, Riot akhirnya meluncurkan mobilegame ber-genre MOBA mereka, yaitu League of Legends: Wild Rift. Bergerak cepat, Riot juga langsung menyiapkan ekosistem esports dari game tersebut. Di kawasan Asia Tenggara, salah satu kompetisi Wild Rift yang Riot gelar adalah SEA Icon Series.
Sayangnya, sejauh ini, Wild Rift belum bisa menyaingi popularitas Mobile Legends atau Arena of Valor. Hong Kong menjadi satu-satunya negara tempat Wild Rift berjaya. Hanya saja, hal ini terjadi karena memang tidak ada turnamen esports besar yang diadakan di negara tersebut. Dari Hong Kong, Wild Rift mendapatkan total hours watched sebanyak 23,5 ribu jam. Sebagian besar, viewership itu datang dari SEA Icon Series 2021 Summer.
Selain MOBA, genre mobile game lain yang populer di Asia Tenggara adalah battle royale. Di Brunei dan Singapura, PUBG Mobile jadi mobile esports paling populer. Kedua negara itu menyumbangkan total hours watched sebanyak 11 juta jam untuk PUBG Mobile.
Satu hal yang harus diingat, dominasi sebuah mobile game di satu negara bukan berarti game itu memonopoli pasar esports di negara tersebut. Misalnya, di Indonesia, Mobile Legends memang jadi mobile esports paling populer. Namun, kompetisi esports dari game-game lain — seperti PUBG Mobile dan Free Fire — tetap diminati. Sebelum ini, Hybrid pernah membandingkan tren penonton liga nasional untuk Mobile Legends, PUBG Mobile, dan Free Fire.
Tren Mobile Esports di Asia Timur dan Selatan
Tiongkok merupakan pasar esports paling besar. Sayangnya, mencari tahu tentang mobile esports yang paling populer di negara itu tidak mudah. Alasannya, karena Tiongkok punya platform streaming game sendiri, seperti Huya dan Douyu. Selain itu, popularitas esports di Tiongkok juga diukur dengan metode yang sangat spesifik. Namun, berdasarkan data dari Esports Charts, mobile esports yang paling populer di Tiongkok adalah PUBG Mobile dan Honor of Kings alias Arena of Valor.
Sementara itu, di Korea Selatan, Clash of Clans menjadi mobile esports favorit. Meskipun game dari Supercell itu menjadi mobile game terpopuler, ia hanya mendapatkan total hours watched sebanyak 12 ribu jam. Tampaknya, walau Korea Selatan punya ekosistem esports yang matang, skena mobile esports di sana masih kurang berkembang jika dibandingkan dengan ekosistem esports untuk PC. Namun, di masa depan, ada kemungkinan ekosistem mobile esports di Korea Selatan akan tumbuh. Karena, Wild Rift cukup digemari oleh gamers di sana. Hanya saja, saat ini, belum ada kompetisi esports nasional untuk Wild Rift.
Di Sri Lanka dan India — dua negara dari Asia Selatan — Free Fire menjadi mobile esports yang paling digemari. Sri Lanka memberikan kontribusi sebanyak 11 ribu jam pada total hours watched untuk game buatan Garena tersebut, sementara India berkontribusi 2,5 juta jam.
Fakta bahwa Free Fire menjadi mobile esports terpopuler di India menarik. Pasalnya, sebelum ini, PUBG Mobile menjadi game esports yang paling digemari di sana. Hanya saja, pada akhir 2020, pemerintah India memutuskan untuk memblokir beberapa game dan aplikasi buatan Tiongkok, termasuk PUBG Mobile. Alasan pemerintah India adalah karena mereka khawatir, game dan aplikasi buatan perusahaan Tiongkok akan menjadi ancaman bagi kedaulatan dan integritas nasional. Alhasil, PUBG Corp memutuskan untuk turun tangan langsung sebagai publisher PUBG Mobile di India. Dan nama PUBG Mobile di India pun diubah menjadi Battlegrounds Mobile India.
Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Esports Charts.
Meski diwarnai oleh caci maki dan teriakan dari para pemain profesionalnya, MPL Indonesia kembali mencetak rekor dalam hal penonton. MPL Indonesia memang sudah jadi ajang kompetititf terpopuler di kawasan Asia Tenggara sejak beberapa tahun lalu namun kali ini MPL Indonesia bahkan berhasil mengalahkan World Championship 2021 dalam hal Peak Viewers.
Meski penting dicatat, World Championship 2021 belum selesai. Mengingat pertandingan di penghujung turnamen biasanya jadi yang paling populer, masih ada kesempatan untuk World Championship 2021 mengalahkan MPL ID S8. Terlepas dari itu, tetap saja cakupan MPL Indonesia hanyalah satu negara. Sedangkan World Championship 2021 adalah turnamen tingkat dunia.
Statistik Penonton MPL ID S8
MPL Indonesia S8 berjalan selama kurang lebih dua bulan, dari pertengahan Agustus sampai akhir Oktober kemarin. Selama turnamen, MPL ID S8 ditonton selama 76.945.678 jam (Hours Watched) dengan total Views 285.192.276 menurut data Pro Esports Charts. Peak Viewers dari MPL ID S8 juga mencapai angka 2.392.579 dengan Average Viewers 447.142.
Menariknya, Peak Viewers tadi tercapai bukan di partai final. Pertandingan Final Lower Bracket antara EVOS dan ONIC adalah pertandingan yang mengundah paling banyak penonton. Sedangkan partai Grand Final antara RRQ vs ONIC berada di posisi kedua dengan 2.387.810 Peak Viewers.
Sedangkan dari sisi bahasa tayangan, bahasa Indonesia menjadi tayangan yang paling banyak ditonton dengan 2.342.973 penonton. Sedangkan tayangan berbahasa Inggris dan Malaysia berada di peringkat 2 dan 3.
Untuk platform tayangan, YouTube masih berada di peringkat pertama dan diikuti oleh Nimo TV kemudian Facebook.
Selain itu, jika di awal tahun ini RRQ yang menjadi tim paling populer, di musim ini mereka harus menyerahkan predikat tersebut ke rivalnya EVOS Esports. Pasalnya, di MPL ID S8, EVOS Esports adalah tim yang paling lama ditonton (Hours Watch) dengan 30,35 juta jam. Di posisi kedua ada ONIC Esports dan di posisi ketiga ada RRQ.
Meski demikian, dalam hal Average Viewers, RRQ masih menempati posisi tertinggi dengan 710,42 ribu. Di posisi kedua ada EVOS dan ada ONIC di posisi ketiga.
Statistik Penonton World Championship 2021
Seperti yang saya tuliskan tadi, MPL ID S8 berhasil mengalahkan Peak Viewers dari Worlds 2021. Pasalnya, jika MPL ID S8 berhasil mendapatkan Peak Viewers di 2.392.579, Peak Viewers untuk Worlds 2021 ada di 2.293.140. Sedangkan untuk total Views, Worlds 2021 ada di 176.990.973.
Meski begitu, dalam hal Average Viewers, Worlds 2021 masih jauh di atas Worlds 2021 dengan 1.174.688. Dari sisi Hours Watched, Worlds 2021 juga masih ada di atas MPL ID S8 dengan 137.438.473 alias hampir 2x lipat lebih lama ditonton. Meski begitu, perbandingan Hours Watched antara keduanya mungkin bukan perbandingan yang adil mengingat durasi setiap pertandingan di LoL memang bisa 2x lipat lebih lama ketimbang di MLBB.
Satu hal yang menarik dari Worlds 2021 adalah dari popularitas tim yang bertanding. Dari sisi Hours Watched, Hanwha Life dan Cloud 9 menjadi 2 tim yang paling lama ditonton. Padahal keduanya sudah tersingkir dan tidak akan bermain di babak semifinal yang akan digelar tanggal 30-31 Oktober 2021. Namun demikian, dari sisi Average Viewers, 2 tim Korea Selatan, T1 dan Damwon Gaming masih menjadi 2 tim yang mengundang paling banyak penonton.
Sekali lagi, World Championship 2021 memang masih belum usai. Masih ada peluang untuk turnamen LoL paling bergengsi di dunia ini akan mengalahkan MPL ID Season 8. Kita lihat saja nanti ke depannya. Saya akan membuat lagi artikel tentang statistik penonton World Championship 2021 setelah turnamen tersebut usai digelar.
Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Esports Charts.
Jepang merupakan negara dengan pasar game terbesar ketiga. Menurut data dari Newzoo, nilai industri game di Jepang mencapai US$20,6 miliar. Tak hanya itu, Jepang juga menjadi rumah dari beberapa perusahaan game ternama, seperti Sony dan Nintendo. Jepang bahkan sempat mendominasi pasar game global pada tahun 1980-an dan 1990-an.
Perusahaan-perusahaan game Jepang menguasai 50% dari pangsa pasar game global sekitar 25 tahun lalu. Namun, sekarang, dominasi Jepang telah mulai luntur. Pertanyaannya: apa yang membuat kejayaan Jepang di industri game runtuh?
Era Kejayaan Jepang di Industri Game
Kesuksesan Jepang di dunia game berawal dari arcade. Game arcade pertama, Periscope, diluncurkan pada 1966. Namun, di Jepang, game arcade baru mulai populer pada 1970-an, ketika Atari meluncurkan game arcade pertama mereka, Computer Space, di 1971. Sejak saat itu, mesin arcade menjamur, ditempatkan di berbagai pusat perbelanjaan dan bar. Sebenarnya, saat itu, para gamers sudah bisa membeli konsol untuk memainkan game di rumah. Hanya saja, seperti yang disebutkan oleh Japan Times, game arcade lebih populer karena ia menawarkan grafik yang lebih bagus.
Salah satu perusahaan Jepang yang menuai sukses dari bisnis game arcade adalah Sega. Dan salah satu game arcade Sega yang dianggap sukses adalah Sega Rally Championship. Game itu bahkan dianggap sebagai game balapan revolusioner karena menawarkan fitur berupa gaya gesek yang berbeda untuk setiap permukaan yang berbeda. Tetsuya Mizuguchi adalah salah satu developer yang mengembangkan Sega Rally Championship.
Mizuguchi bergabung dengan Sega pada 1990, saat dia berumur 25 tahun. Dia mengaku, alasan dia ingin bekerja untuk Sega adalah karena dia kagum dengan mesin arcade yang Sega buat. Contohnya, R360, mesin arcade yang bisa berputar 360 derajat. Kepada Channel News Asia, dia mengaku bahwa ketika dia mengirimkan lamaran pekerjaan ke Sega, dia tidak berusaha untuk mencoba melamar pekerjaan di tempat lain.
Pada tahun 1990-an, Sega berhasil mendapatkan miliaran dollar dengan membuat dan menjual mesin arcade. Hal ini membuat Sega tidak segan-segan untuk mengucurkan banyak uang bagi divisi riset dan pengembangan. Mizuguchi bercerita, pada awal dia bergabung dengan Sega, perusahaan itu punya atmosfer layaknya startup. Pasalnya, kebanyakan kreator game di sana masih berumur 20-an.
“Kami semua tidak punya pengalaman, tapi kami terus berusaha untuk membuat hal baru. Ketika itu, saya merasa, atmosfer perusahaan Sega sangat menyenangkan. Kami mencoba untuk membuat sesuatu yang baru. Kami percaya, kami bisa mencoba untuk melakukan sesuatu walau kami tidak tahu caranya. Dan jika kami gagal, kami akan bisa mencoba lagi,” cerita Mizuguchi.
Sayangnya, pada 2000-an, bisnis arcade mulai lesu. Hal ini terjadi karena berkembangnya bisnis konsol, yang menurunkan minat para gamers untuk bermain di arcade. Lesunya industri arcade bahkan membuat Sega ada di ujung tanduk. Akhirnya, pada 2004, Sega akhirnya memutuskan untuk melakukan merger dengan Sammy Corporation. Sega selamat dari kebankrutan. Namun, setelah merger, atmosfer perusahaan berubah. Perubahan tersebut mendorong Mizuguchi untuk keluar.
“Tadinya, saya bisa mencoba untuk membuat hal-hal baru dan menantang di Sega. Tapi, atmosfer baru di perusahaan membuat saya kesulitan untuk melakukan hal itu,” ungkap Mizuguchi. “Namun, saya rasa, hal ini terjadi di banyak perusahaan.”
Turunnya minat akan mesin arcade memang merupakan kabar buruk untuk Sega. Namun, meningkatnya popularitas konsol menjadi kabar baik untuk produsen konsol, seperti Sony dan Nintendo. Pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, konsol buatan Sony dan Nintendo mendominasi pasar. Sampai saat ini, daftar lima konsol dengan penjualan terbaik diisi oleh konsol-konsol buatan kedua perusahaan Jepang tersebut.
Runtuhnya Dominasi Jepang
Era 2000-an menjadi awal dari memudarnya dominasi Jepang di industri game. Menurut Matt Alt, penulis, penerjemah, dan penulis yang bermarkas di Tokyo, peluncuran Xbox oleh Microsfot merupakan salah satu alasan di balik runtuhnya dominasi Jepang di industri game. Dengan adanya Xbox, developer di Amerika Utara dan Eropa bisa membuat game untuk konsol berbasis Windows. Selain itu, mereka tidak lagi perlu khawatir akan masalah bahasa, mengingat Microsoft adalah perusahaan Amerika Serikat.
Senada dengan Alt, Shin Imai, jurnalis IGN Jepang mengatakan, kemunculan Xbox menjadi awal dari menurunnya penjualan game buatan Jepang di pasar global. Alasannya adalah karena game-game dari developer di luar Jepang juga mulai menarik perhatian gamers. Sementara itu, John Ricciardi, localizergame Jepang, menganggap bahwa meningkatnya biaya untuk membuat game menjadi salah satu alasan mengapa game Jepang menjadi kurang populer di pasar global.
“Ongkos untuk membuat game mendadak meroket, dan proses pengembangan game menjadi kaku serta tidak fleksibel. Dan saya rasa, Jepang terjebak di sini,” ujar Ricciardi. “Di Barat, game engine mulai muncul. Para developer game melakukan semua yang bisa mereka lakukan untuk menyederhanakan proses pembuatan game. Jadi, mereka bisa fokus pada sisi kreatif pembuatan game. Namun, hal ini tidak terjadi di Jepang.”
Sementara dominasi Jepang di industri game mulai lutur, pada 2000-an, industri game Korea Selatan justru mulai tumbuh. Menariknya, budaya game Korea Selatan jauh berbeda dengan Jepang. Hal ini terjadi karena pemerintah Korea Selatan melarang impor konsol dan game dari Jepang. Memang, hubungan antara Jepang dan Korea Selatan kurang baik karena Jepang pernah menjajah Korea Selatan.
Larangan pemerintah untuk menjual game dan konsol Jepang mendorong munculnya format game baru yang unik, yaitu game berbasis teks yang disebut Multi-User Dungeon alias TextMUD. Sesuai namanya, “game” TextMUD tidak punya grafik sama sekali. Sebagai gantinya, pemain bisa berinteraksi dengan satu sama lain dalam dunia virtual dengan mengetikkan perintah sederhana. TextMUD biasanya menggabungkan elemen RPG, hack and slash, PVP, dan online chat. Dan format game ini menjadi awal dari kemunculan game online.
“Dengan kata lain, jika konsol game Jepang mendominasi pasar game Korea Selatan, genre inovatif TextMUD tidak akan pernah muncul,” kata Jong Hyun Wi, President of Korean Academic Society of Games. Di masa depan, popularitas game online juga turut berperan dalam membentuk budaya gaming di Korea Selatan. Jika gamers Jepang lebih suka bermain sendiri, gamers Korea Selatan lebih menikmati bermain bersama teman di game online. Dan hal ini akan mendorong kemunculan esports.
Peran Perusahaan Game Jepang di Tiongkok
Korea Selatan bukan satu-satunya negara yang melarang penjualan konsol buatan Jepang. Pemerintah Tiongkok juga melakukan hal yang sama pada 2000. Ketika itu, alasan Beijing melarang penjualan konsol — baik buatan perusahaan Jepang maupun Amerika Serikat — adalah karena orang tua dan guru khawatir game akan menjadi “heroin digital”. Larangan penjulaan konsol ini juga mempengaruhi pertumbuhan industri game Tiongkok. Karena konsol dilarang, maka di Tiongkok, industri game PC dan mobile tumbuh pesat.
Tiongkok adalah pasar game terbesar di dunia. Lisa Hanson, Games Industry Consultant, Niko Partners mengatakan, Tiongkok menguasai setidaknya 25% pada pangsa pasar game global. “Banyak perusahaan game yang ingin bisa mendapatkan akses ke gamers Tiongkok,” katanya. “Dan halangan pertama yang harus mereka hadapi adalah regulasi. Ada banyak regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk para pelaku industri game. Perusahaan yang ingin bisa masuk ke Tiongkok harus memenuhi regulasi tersebut.”
Lebih lanjut, Hanson menjelaskan, untuk bisa meluncurkan game di Tiongkok, sebuah perusahaan tidak hanya harus mematuhi semua peraturan yang dibuat oleh Beijing, mereka juga harus bekerja sama dengan perusahaan lokal. “Karena, hanya perusahaan lokal di Tiongkok yang bisa mengakses infrastruktur telekomunikasi,” ujarnya.
Kabar baik untuk perusahaan pembuat konsol, pemerintah Tiongkok menghapus larangan impor konsol pada 2015. Setelah larangan untuk menjual konsol dihapus, Nintendo menggandeng Tencent untuk meluncurkan Switch di Tiongkok. Tak mau kalah, Sony juga meluncurkan PlayStation 5 di Tiongkok pada Mei 2021. Dan PS5 laku keras di Tiongkok, membuktikan bahwa gamers Tiongkok punya minat akan konsol.
“PS5 terjual habis dalam waktu singkat. Konsol itu juga mendapat banyak pujian,” kata Hanson. “Gamers Tiongkok punya minat tinggi akan PS5 dan Switch dan Xbox. Memang, tidak semua gamers Tiongkok ingin bermain di konsol. Tapi, orang-orang yang berminat dengan konsol, mereka sangat senang dengan keberadaan konsol.” Dia menambahkan, di masa depan, dengan keberadaan cloud gaming — yang memungkinkan game-game konsol untuk dimainkan di perangkat lain via cloud — hal ini akan membuka kesempatan baru bagi perusahaan konsol.
Meskipun begitu, tidak bisa dipungkiri, kontribusi segmen konsol di pasar game Tiongkok memang sangat kecil. Menurut Alt, kontribusi konsol pada keseluruhan pasar game Tiongkok hanyalah 2-3$. Dia menjelaskan, “Pangsa pasar konsol di Tiongkok sangat kecil karena game PC dan mobile mendominasi. Jadi, apa yang Nintendo, Sony, dan Microsoft coba lakukan adalah membangun audiens konsol yang setia.”
Industri Game Jepang di Masa Depan
Selera gamers Jepang berbeda dengan gamers dari Amerika Utara atau kawasanlain. Imai mengatakan, gamers dari Amerika Utara biasanya menyukai game dengan grafik yang realistis karena budaya menonton film di bioskop cukup kental di sana. Sebaliknya, gamers Jepang lebih terbiasa mengonsumsi media hiburan selain film, seperti manga dan anime. Perbedaan selera ini berpotensi membuat perusahaan game Jepang bingung: apakah mereka harus fokus pada pasar domestik atau global. Pasalnya, industri game Jepang juga cukup besar sehingga sebuah perusahaan bisa tetap sukses meskipun mereka hanya fokus pada pasar domestik.
Menurut Alt, di masa depan, akan semakin banyak game yang menggunakan karakter atau elemen khas Jepang lainnya, tapi dibuat oleh developer dari luar Jepang. Dia menjadikan Pokemon Go sebagai contoh. Walau menggunakan franchise Pokemon, game AR itu dibuat oleh Niantic, yang merupakan perusahaan Amerika Serikat. Alt bahkan menduga, karakter atau trope khas Jepang bisa menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk mencoba teknologi baru.
Sementara itu, ketika ditanya tentang memudarnya dominasi Jepang di industri game, Mizuguchi menjawab bahwa dia tidak merasa pangsa pasar Jepang di bisnis game menurun. Hanya saja, industri game sudah berkembang menjadi jauh lebih besar. Alhasil, pangsa pasar yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan Jepang terlihat menyusut. Selain itu, dia juga merasa, kreativitas developer game Jepang juga masih hidup.
“Kami tidak punya keinginan untuk menguasai pasar game,” ujar Mizuguchi. “Kami lebih mementingkan kreativitas, teknologi, keahlian, dan seterusnya. Saya rasa, developer Jepang akan tetap membuat game sesuai dengan prinsip mereka. Dan jika game tersebut memang sukses, maka jumlah orang yang memainkan game yang kami kuasai akan naik dengan sendirinya.”
Dalam peluncuran Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap bahwa nilai industri game di Indonesia mencapai Rp24,4 triliun. Melihat besarnya potensi pasar game di Indonesia, tidak heran jika pemerintah menunjukkan ketertarikan untuk mendorong pertumbuhan industri tersebut. Apalagi karena game development terbukti sebagai salah satu industri yang tetap bisa bertahan di tengah pandemi sekalipun.
Setiap negara punya kebijakan yang berbeda-beda terkait industri game. Belum lama ini, Tiongkok memperketat peraturan terkait waktu main game untuk anak dan remaja di bawah umur. Sebaliknya, pemerintah Korea Selatan justru menghapus pembatasan waktu main untuk anak di bawah umur 16 tahun. Kebijakan yang dibuat pemerintah tentunya akan memberikan dampak besar pada perusahaan game. Karena itu, kali ini, saya akan mencoba membahas tentang kebijakan yang pemerintah Korea Selatan dan Polandia ambil untuk mengembangkan industri game.
Program Pemerintah Korea Selatan untuk Memajukan Industri Game
Korea Selatan adalah pasar game terbesar ke-4 setelah Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang. Dalam 10 tahun terakhir, tingkat pertumbuhan rata-rata dari industri game di Korea Selatan memang mencapai 9,8% per tahun. Tak hanya itu, game juga sukses menjadi komoditas ekspor. Buktinya, nilai ekspor dari game buatan perusahaan Korea Selatan mencapai US$6,4 miliar per tahun. Semua hal ini membuat pemerintah Korea Selatan berkomitmen untuk mendukung industri game.
Dengan sokongan pemerintah — khususnya Kementerian Kebudayaan — industri game diharapkan akan menciptakan 102 ribu lowongan pekerjaan baru. Selain itu, pemerintah juga berharap, industri game akan bisa mendapatkan pemasukan sebesar KRW19,9 triliun (sekitar Rp240 triliun) pada 2024. Sebanyak KRW11,5 triliun atau sekitar Rp139 triliun diharapkan akan datang dari ekspor
“Menurut perhitungan kami, perusahaan kecil dan menengah akan menjadi kunci untuk mendorong industri game dalam mencapai tujuan yang telah kami tetapkan,” ujar Kim Hyun-hwan, Director General of Content Policy Bureau, yang ada di bawah Kementerian Kebudayaan, seperti dikutip dari The Korea Herald.
Untuk mendorong pertumbuhan industri game, salah satu program yang pemerintah Korea Selatan adakan adalah membuka jasa konsultasi. Selain itu, melalui Kementerian Kebudyaan, pemerintah juga akan membuat sistem informasi tentang pasar game global. Keberadaan sistem informasi itu diharapkan akan memudahkan perusahaan game kecil dan menengah untuk melebarkan sayap mereka ke pasar di luar Korea Selatan. Terakhir, pemerintah juga akan mengembangkan Global Game Hub Center.
Didirikan pada 2009, Global Game Hub Center berfungsi sebagai incubator dari perusahaan game. Mereka juga punya tanggung jawab untuk melatih calon pekerja di industri game. Selain itu, fungsi dari Global Game Hub Center adalah untuk mendukung perusahaan game agar mereka bisa menciptakan produk yang berkualitas. Alasan pemerintah Korea Selatan mendirikan Global Game Hub Center pada 2009 adalah karena mereka ingin mendorong perusahaan game lokal untuk melakukan ekspansi ke pasar global. Pasalnya, ketika itu, pasar game di Korea Selatan dikhawatirkan telah mulai jenuh, menurut laporan Korea IT Times.
Tak hanya mendukung industri game, pemerintah Korea Selatan juga akan menyokong industri esports. Salah satu bentuk dukungan yang pemerintah berikan adalah menetapkan sejumlah PC bang alias warung internet sebagai fasilitas pusat esports. PC bang yang telah ditetapkan tersebut kemudian akan menjadi tempat penyelenggaraan berbagai game events. Semua hal itu diharapkan akan membantu tim dan pemain esports amatir.
Sementara itu, untuk pemain profesional, pemerintah berencana untuk membuat standarisasi kontrak. Tujuannya adalah untuk melindungi para pemain profesional. Di tahun ini, pemerintah juga berencana untuk membuat sistem registrasi pemain. Pada November 2021, pemerintah Korea Selatan juga akan berkolaborasi dengan Jepang dan Tiongkok untuk mengadakan kompetisi esports.
Pendekatan Pemerintah Polandia untuk Industri Game
Polandia memang tidak masuk dalam daftar 10 negara dengan pasar game terbesar. Namun, nilai industri game di Polandia hampir mencapai EUR500 juta (sekitar Rp8,3 triliun). Selain itu, Polandia juga menjadi rumah dari CD Projekt Red, salah satu perusahaan game terbesar di Uni Eropa. Selain CD Projekt, Polandia juga punya beberapa perusahaan game sukses, seperti Ten Square Games, PlayWay, dan 11 bit Studios.
Industri game di Polandia cukup matang. Secara total, ada lebih dari 400 studio game di Polandia. Sementara jumlah pekerja di bidang game mencapai 9,7 ribu orang, menurut laporan The Game Industry of Poland. Berdasarkan data dari Game Industry Conference, sebanyak 39% perusahaan game Polandia mempekerjakan lima atau kurang orang. Sementara 40% perusahaan game memiliki 6-16 pekerja, 10% memiliki lebih dari 40 pegawai, dan 10 perusahaan mempekerjakan lebih dari 200 orang.
Menurut Michał Król, analis di PolskiGamedev.pl, setiap tahun, perusahaan-perusahaan game asal Polandia meluncurkan 200 game untuk PC dan konsol, serta 35 game VR. Dari segi pemasukan, dalam beberapa tahun belakangan, industri game Polandia juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Pada periode 2016-2019, tingkat pertumbuhan industri game di Polandia selalu hampir mencapai 30%, bahkan tanpa menghitung kontribusi dari CD Projekt.
Pendidikan jadi salah satu alasan mengapa industri game Polandia bisa tumbuh pesat. Saat ini, universitas-universitas di Polandia menawarkan 60 jurusan terkait pembuatan game. Dari 60 jurusan itu, sekitar 26 jurusan ditujukan untuk programmer, 17 jurusan untuk para artists, 9 jurusan ditujukan untuk orang-orang yang ingin menjadi game designer, dan sisanya merupakan jurusan bagi musisi, sound engineers, narrative designers, atau studi akan game.
Salah satu alasan mengapa pemerintah Polandia ingin mendukung industri game adalah karena faktor ekonomi. Alasan lainnya adalah karena game kini menjadi bagian penting dari diplomasi budaya. Memang, pada 2020, jumlah gamers mencapai 2,7 miliar, menurut laporan dari Newzoo. Sementara di Polandia, jumlah gamers mencapai 16 juta orang, hampir 50% dari total populasi negara tersebut.
Untuk mendukung industri game, pemerintah Polandia melalui Kementerian Budaya dan Warisan Nasional meluncurkan program Creative Industries Development. Sementara itu, National Research and Development Centre memulai inisiatif GameINN, yang menawarkan subsidi tahunan untuk biaya riset dan pengembangan. Terakhir, Polish Agency for Enterprise Development (PARP) menawarkan dukungan finansial untuk mempromosikan produk Polandia ke pasar luar negeri.
Pasar game global memang jadi incaran perusahaan-perusahaan game Polandia. Faktanya, 96% game Polandia diekspor ke luar negeri. Target ekspor utama dari perusahaan game Polandia adalah Amerika Serikat, yang merupakan pasar game terbesar ke-2 setelah Tiongkok dengan nilai US$42,1 miliar. Dan berbeda dengan Beijing, pemerintah AS tidak menetapkan peraturan yang terlalu ketat terkait game-game asing yang hendak diluncurkan di AS. Selain AS, developer Polandia juga menargetkan pasar Uni Eropa. Sementara Asia bukan prioritas utama developer Polandia. Pasalnya, hanya 10% game Polandia yang diekspor ke Asia.
Tingkat ekspor perusahaan game Polandia begitu tinggi sehingga sejumlah perusahaan mendapatkan pemasukan sepenuhnya dengan mengekspor game mereka, setidaknya dalam satu periode. Ada dua alasan mengapa beberapa perusahaan game Polandia sepenuhnya fokus untuk mengekspor game mereka. Pertama, mereka memang bekerja sama dengan rekan di luar Polandia. Kedua, mereka menganggap, pasar Polandia tidak cukup penting untuk game mereka.
Besarnya volume ekspor dari game-game Polandia menjadi salah satu alasan mengapa industri game dari negara itu bisa hampir mencapai EUR500 juta. Padahal, populasi Polandia hanya mencapai 38 juta orang. Menyasar pasar global memungkinkan developer game Polandia untuk mendapatkan audiens yang lebih luas. Jika dibandingkan dengan Polandia, industri game Indonesia jauh berbeda. Indonesia punya populasi yang jauh lebih banyak, mencapai sekitar 273,5 juta orang. Sayangnya, Average Revenue per User (ARPU) dari gamers di Indonesia relatif rendah, bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga sekali pun.
Total belanja gamers biasanya berbanding lurus dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita. Artinya, semakin besar PDB per kapita sebuah negara, biasanya, semakin besar pula besar spending yang gamer habiskan. Menurut Darang S. Candra, Director for Southeast Asia Research, Niko Partners, ARPU gamer di Indonesia adalah US$4-6 untuk game PC dan US$5-8 untuk mobile game. Sebagai perbandingan, ARPU dari gamers di Malaysia dan Singapura mencapai US$15-20 untuk game PC dan US$25-60 untuk mobile game.
Masalah di Industri Game Lokal: Dana
Dana merupakan salah satu masalah utama bagi developer game di Indonesia. Berdasarkan survei yang diadakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Asosiasi Game Indonesia (AGI) pada 2020, sebanyak 67,8% developer lokal menggunakan dana pribadi untuk mengembangkan game yang mereka buat. Sementara developer yang mendapatkan dana dari angel investor hanya 10%, dari VC 4,8%, dan dari incubator atau accelerator 3,6%.
Kabar baiknya, pemerintah sudah menyadari masalah ini dan berusaha untuk mengatasinya. Salah satu program yang pemerintah adakan untuk mendanai developer game adalah Bantuan Insentif Pemerintah (BIP). Dana tersebut bersifat hibah. Artinya, developer tidak perlu mengembalikan dana tersebut. Hanya saja, developer yang menerika BIP wajib untuk memberikan laporan pertanggungjawaban sesuai dengan proposal mereka di awal.
Pemerintah meluncurkan BIP pada 2017. Ketika itu, jumlah maksimal dana yang bisa didapatkan adalah Rp100 juta. Sekarang, dana maksimal yang pemerintah bisa kucurkan mencapai 2 kali lipat, yaitu Rp200 juta. Satu hal yang harus diingat, BIP sebenarnya ditujukan untuk para pelaku industri kreatif. Artinya, developer game bukan satu-satunya pihak yang bisa mengajukan proposal untuk mendapatkan dana BIP. Pelaku industri kreatif lain juga punya kesempatan yang sama. Industri kreatif yang dicakup oleh BIP antara lain pariwisata, fashion, kriya, kuliner, film dan animasi, serta aplikasi. Jika tertarik, Anda bisa tahu informasi lebih lanjut tentang BIP di sini.
Dalam sebuah sharing session, Mojiken Studio dan GameChanger Studio — yang menerima BIP pada 2019 — mengungkap bahwa sebagian besar dana yang mereka dapatkan dari BIP digunakan untuk membayar pekerja selama proses pengembangan game. Selain memberikan dana secara langsung pada developer untuk membuat game, pemerintah juga bisa membantu publisher mempromosikan game buatan developer lokal, baik melalui media ataupun influencer di dunia game. Pemerintah juga bisa mencoba untuk mengubah persepsi masyarakat, khususnya orang tua, akan game. Pasalnya, masih banyak orang tua yang menganggap game sebagai sesuatu yang buruk.
Soal masalah dana, developer game kini juga bisa mendapatkan pendanaan dari berbagai sumber lain, selain pemerintah. Pada Juni 2021, Toge Productions memperkenalkan Toge Game Fund Initiative, dengan maksimal pendanaan mencapai US$10 ribu atau sekitar Rp142 juta. Sementara pada September 2021, Agate meluncurkan Skylab Fund, yang menawarkan kucuran dana hingga US$1 juta atau sekitar Rp14,2 miliar. Telkom juga bekerja sama dengan Melon Indonesia dan Agate untuk mengadakan Indigo Game Startup Indonesia. Batas maksimal dana yang ditawarkan dari program itu adalah Rp2 miliar. Selain dana, program itu juga menawarkan mentor serta lisensi untuk penggunaan software dan co-working space.
SDM, Internet, dan Penyensoran
Selain masalah dana, masalah lain di industri game Indonesia adalah kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni. Dalam wawancara eksklusif, CEO Agate, Arief Widhiyasa mengatakan bahwa di Indonesia, tidak banyak orang yang sudah bekerja lama di industri game. Alasannya, industri game Indonesia memang relatif lebih muda dari industri game di Jepang atau negara-negara lain yang industri game-nya sudah matang. Untungnya, saat ini, sudah ada universitas dan institusi pendidikan lain yang menawarkan program pendidikan untuk membuat game.
Masalahnya, matematika masih sering dianggap sebagai momok untuk para siswa di Indonesia. Padahal, matematika dan segala ilmu turunannya — seperti vektor, node, dan lain sebagainya — banyak digunakan dalam proses pembuatan game, seperti yang dibahas dalam artikel The Use of Mathematics in Computer Games dari University of Cambridge. Misalnya, untuk membuat agar karakter musuh bisa mengejar karakter pemain menggunakan jarak tersingkat, developer harus menggunakan node, edge, dan graphs. Sementara untuk memperkirakan lintasan lemparan granat, developer harus menggunakan ilmu fisika.
Mengingat tingginya tingkat kompleksitas proses pembuatan game, pemerintah bisa mendorong perusahaan game lokal untuk mulai menjajaki industri game dengan membuat dan menjual aset game. Karena, membuat aset untuk game membutuhkan waktu yang lebih sedikit dan proses pembuatannya pun lebih sederhana. Contoh aset-aset game yang bisa dijual adalah desain karakter, objek, lingkungan, dan kendaraan — baik dalam 2D maupun 3D. Ikon untuk antarmuka pada game juga bisa menjadi aset yang dijual. Untuk para programmer, mereka bisa menawarkan kode untuk AI, special effect, atau pengaplikasian hukum fisika pada game. Sementara untuk para musisi, mereka bisa menyediakan background music atau sound effect.
Hal lain yang bisa pemerintah lakukan untuk mendorong pertumbuhan industri game — dan industri digital lainnya — adalah membangun infrastruktur internet yang memadai. Untuk mencapai hal ini, salah satu program yang pemerintah sudah laksanakan adalah Palapa Ring, yaitu proyek untuk membangun jaringan fiber optic yang menjangkau 440 kota/kabupaten di 34 provinsi di Indonesia. Ide akan Palapa Ring dicetuskan pertama kali pada 2005. Proyek itu sempat muncul pada 2007 sebelum menghilang dan kembali dimulai pada 2015. Pada Oktober 2019, Presiden Joko Widodo meresmikan Palapa Ring.
Proyek Palapa Ring dapat mendorong penetrasi internet ke kawasan pelosok. Sayangnya, proyek tersebut tidak meningkatkan kecepatan internet di Indonesia. Sialnya, jika dibandingkan dengan negara tetangga, kecepatan internet di Indonesia masih lebih rendah. Berdasarkan data dari Speedtest, kecepatan internet mobile Indonesia adalah 23,12 Mbps. Sementara itu, jaringan fixed broadband di Indonesia memiliki kecepatan 27,83 Mbps. Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, Indonesia punya kecepatan internet broadband dan mobile paling rendah.
Internet cepat untuk apa? Pertama, komunikasi. Pandemi memaksa banyak orang untuk bekerja dari rumah. Alhasil, banyak meeting yang dialihkan ke ranah digital. Dan untuk bisa mengadakan meeting virtual yang nyaman, diperlukan internet yang memang mumpuni. Kedua, internet cepat juga bisa memudahkan para pekerja industri game untuk belajar. Ada banyak kelas online tentang membuat game, mulai dari yang gratis hingga berbayar. Namun, sekali lagi, hal itu membutuhkan internet yang memang memadai.
Saat ini, 97% game di Indonesia merupakan game impor. Pemerintah ingin meningkatkan pangsa pasar game lokal di pasar Indonesia. Salah satu hal yang dipertimbangkan oleh pemerintah adalah menetapkan “pembatasan”; membatasi bandwidth untuk mengakses game-game luar sehingga gamers lebih tertarik untuk mengakses game-game lokal. Sebenarnya, kali ini bukan pertama kalinya pemerintah mencoba untuk membatasi ranah dunia maya yang bisa diakses oleh netizen. Kata kunci: mencoba.
Sejak lama, pemerintah Indonesia terus berusaha untuk menghapus konten pornografi. Mesin AIS atau crawling adalah salah satu usaha pemerintah — melalui Kominfo — untuk membatasi “konten negatif”, termasuk pornografi. Mesin itu telah diluncurkan sejak 2018. Untuk mendapatkan mesin itu, pemerintah rela mengeluarkan Rp194 miliar. Idealnya, keberadaan mesin AIS bisa menghentikan netizen Indonesia untuk mengakses konten pornografi.
Namun, kenyataannya, orang-orang Indonesia justru menjadi top fans dari Eimi Fukada, bintang film dewasa asal Jepang. Hal ini menjadi bukti bahwa konten pornografi masih bisa diakses oleh netizen Indonesia, terlepas dari usaha pemerintah untuk memblokir akses ke konten tersebut. Seperti kata pepatah: dimana ada kemauan, di situ ada jalan.
Penutup
Di mana ada gula, di situ ada semut. Wajar jika pemerintah Indonesia tertarik untuk dengan industri game setelah menyadari besarnya potensi industri tersebut. Sebagian pihak terlihat sangsi akan keseriusan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan industri game. Namun, sejauh ini, sudah ada beberapa program nyata yang pemerintah realisasikan untuk mendukung developer lokal. Misalnya, tanpa BIP, When the Past Was Around dari Mojiken Studio tidak akan pernah terealisasi. Selain itu, pemerintah juga pernah mengirimkan sejumlah developer game lokal ke ajang internasional bergengsi, seperti Tokyo Game Show dan Gamescom 2021.
Jadi, kali ini, saya rasa, tidak ada salahnya untuk berbaik sangka pada niat pemerintah. Hope for the best and prepare for the worst.
Viewership dari berbagai platform streaming game pada 2020 naik pesat berkat pandemi COVID-19. Namun, sekarang, kehidupan mulai kembali normal di sejumlah negara. Masyarakat pun bisa kembali beraktivitas seperti semula. Meskipun begitu, secara keseluruhan, viewership di berbagai platform streaming game masih menunjukkan kenaikan. Hal ini membuktikan, tingkat konsumsi masyarakat akan konten streaming game memang naik. Berikut laporan viewership dari Stream Hatchet untuk Q3 2021.
Viewership dari 3 Platform Streaming Game di Q3 2021
Pada Q3 2021, total hours watched dari semua platform streaming game adalah 8,2 miliar jam. Angka ini sedikit turun jika dibandingkan dengan total hours watched pada Q2 2021, yang mencapai 9 miliar jam. Menurut Stream Hatchet, salah satu alasan mengapa viewership pada Q3 2021 sedikit turun dari kuartal sebelumnya adalah karena kantor, restoran, dan tempat hiburan telah mulai dibuka. Hal ini mendorong orang-orang untuk pergi dari keluar rumah. Jadi, waktu yang bisa mereka habiskan untuk menonton streamers berkurang.
Meskipun begitu, total hours watched dari semua platform streaming game pada Q3 2021 tetap lebih tinggi daripada Q2 2020, yang hanya mencapai 7,7 miliar jam. Artinya, masyarakat memang mengonsumsi lebih banyak konten streaming dari sebelumnya. Pada Q4 2021, kemungkinan, viewership dari berbagai platform streaming game akan kembali naik. Pasalnya, ada berbagai game baru yang akan diluncurkan dalam beberapa bulan ke depan, seperti Age of Empires 4, Battlefield 2042, dan Halo Infinite.
Sampai saat ini, industri streaming game masih dikuasai oleh tiga platform, yaitu Twitch milik Amazon, YouTube Gaming, dan Facebook Gaming. Di antara ketiga platform tersebut, Twitch masih menjadi platform nomor satu di dunia. Sepanjang 2021, total hours watched yang didapat Twitch mencapai 18,5 miliar, naik 41% jika dibandingkan dengan 2020. Namun, pada Q3 2021, total hours watched dari Twitch menunjukkan penurunan; dari 6,5 miliar jam pada Q2 2021 menjadi 5,7 miliar jam pada Q3 2021.
Tingginya viewership Twitch bukan berarti platform tersebut bebas dari masalah. Pada 1 September 2021, sejumlah kreator konten mengadakan boikot, bertajuk A Day Off Twitch. Tujuan protes itu adalah untuk mendorong Twitch agar mereka menindaklanjuti berbagai harassment yang terjadi pada para streamers. Menggunakan data dari Gamesight, GamesBeat menyebutkan bahwa boikot itu membuat Twitch kehilangan sekitar satu juta penonton mereka. CEO Gamesight, Adam Lieb menyebutkan, pada hari boikot terjadi, jumlah penonton Twitch mencapai titik paling rendah sepanjang 2021.
Tak hanya itu, pada awal Oktober 2021, Twitch harus berurusan dengan kebocoran data. Mereka mengakui, hacker berhasil mengakses data mereka terekspos ke internet secara tidak sengaja. Mereka menyebutkan, hal ini terjadi karena adanya perubahan konfigurasi pada server. Sejauh ini, hacker membocorkan data berupa source code untuk Twitch, rencana Amazon untuk membuat platform toko game digital layaknya Steam, dan informasi tentang bayaran para kreator, menurut laporan The Verge.
Mari beralih ke YouTube Gaming. Pada 2020, viewership dari platform tersebut meningkat pesat. Secara total, jumlah hours watched untuk YouTube Gaming pada 2020 mencapai 4,3 miliar jam, naik 95% dari tahun 2019. Namun, sekarang, angka itu mengalami penurunan. Hingga saat ini, jumlah hours watched dari YouTube Gaming hanya mencapai 3,8 miliar jam, turun 12% dari tahun lalu.
Sementara itu, dalam tiga kuartal terakhir, jumlah hours watched yang didapat oleh YouTube Gaming juga menunjukkan tren turun. Pada Q3 2021, YouTube Gaming mendapatkan 1,1 miliar jam hours watched, turun 13% dari kuartal sebelumnya. Sementara pada Q2 2021, total hours watched YouTube Gaming adalah 1,3 miliar jam, turun 5% dari Q1 2021. Namun, menurut Stream Hatchet, kemungkinan, viewership untuk YouTube Gaming akan kembali naik pada Q4 2021.
Walau belum bisa menyaingi Twitch dari segi viewership, YouTube Gaming berhasil mendapatkan kontrak eksklusif dengan sejumlah streamers, seperti DrLupo dan TimTheTatman. Keberadaan streamers populer tidak hanya akan meningkatkan viewership YouTube Gaming, tapi juga mengubah persepsi kreator konten akan platform itu. Jika para kreator konten populer mau menjalin kerja sama eksklusif dengan YouTube Gaming, hal ini menunjukkan bahwa YouTube Gaming adalah platform yang cocok bagi orang-orang yang ingin membangun karir sebagai streamer atau kreator konten.
Sementara itu, total hours watched yang didapat oleh Facebook Gaming pada Q3 2021 adalah 3,5 miliar jam, naik 56% dari tahun lalu. Dengan ini, Facebook Gaming menjadi platform streaming game dengan pertumbuhan paling besar jika dibandingkan dengan Twitch dan YouTube. Dalam tiga kuartal di 2021, jumlah hours watched dari Facebook Gaming juga menunjukkan tren naik, seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah.
Salah satu alasan mengapa Facebook Gaming menjadi populer adalah karena platform itu menjadi pilihan banyak streamer mobile game. Pada Q3 2021, konten PUBG Mobile dan Mobile Legends: Bang Bang memberikan kontribusi sebesar 75% dari total viewership yang didapat oleh Facebook Gaming. Kedua game tersebut merupakan dua mobile game paling populer saat ini. Seiring dengan semakin populernya mobile game, maka viewership dari konten mobile game pun akan naik.
Konten Streaming Game Terpopuler di Q3 2021
Di Q3 2021, Just Chatting menjadi kategori konten yang paling banyak ditonton. Kategori itu berhasil mengumpulkan total hours watched sebanyak 708 juta jam. Salah satu alasan mengapa kategori Just Chatting populer adalah karena biasanya, para streamers akan menghabiskan waktu untuk mengobrol dengan para penonton mereka setelah dan sebelum mereka melakukan siaran. Selain itu, tidak sedikit streamers yang berhasil mengumpulkan penonton hanya dengan menyediakan konten Just Chatting.
Dari 10 kategori paling populer pada Q3 2021, tiga di antaranya merupakan mobile game. Free Fire menjadi mobile game dengan konten yang paling banyak ditonton. Game dari Garena itu mendapatkan total hours watched sebanyak 325 jam. Mobile game paling populer ke-2 adalah PUBG Mobile, dengan total hours watched 247 juta jam, diikuti oleh Mobile Legends yang mendapat total hours watched sebanyak 240 juta jam. Mengingat minat akan mobile game masih menunjukkan tren naik, tidak tertutup kemungkinan, viewership dari berbagai mobile game akan tumbuh di masa depan.
Sepanjang Q3 2021, Tencent menjadi publisher terpopuler. Di Twitch, YouTube Gaming, dan Facebook Gaming, total hours watched dari game-game Tencent menembus satu miliar jam pada Q3 2021. Perusahaan asal Tiongkok menjadi satu-satunya publisher yang berhasil mencapai hal tersebut. Dua game yang memberikan kontribusi besar pada viewership untuk Tencent adalah League of Legends dan VALORANT, yang dibuat oleh Riot Games.
Setelah Tencent, Take-Two Interactive menjadi publisher paling populer kedua. Publisher tersebut berhasil mendapatkan 700 juta hours watched. Grand Theft Auto V menjadi kontributor utama dari total hours watched yang didapatkan oleh Take-Two. Pada Q3 2021, sekitar 89% dari total hours watched Take-two berasal dari GTA V.
Streamers Terpopuler di Q3 2021
Dengan total hours watched sebanyak 49 juta jam, xQcOW masih menjadi streamer paling populer pada Q3 2021. Meskipun begitu, jika dibandingkan dengan Q2 2021, total hours watched yang didapatkan oleh xQc lebih rendah 41 juta jam. Tidak heran, mengingat total durasi siaran dari xQc pada Q3 2021 juga turun, 167 jam lebih sedikit dari kuartal sebelumnya. Satu hal yang menarik, empat dari lima streamers paling populer pada Q3 2021 tidak menggunakan bahasa Inggris. Hal ini menunjukkan, audiens untuk konten streaming game tidak terbatas pada negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris, tapi juga negara-negara lain.
Meskipun xQc menjadi streamer paling populer, tingkat engagement-nya di media sosial cukup rendah. Dengan tingkat engagement 0,22, jangkauan xQC di media sosial hanyalah 12,5 juta orang. Dari segi engagement, Auronplay merupakan streamer terbaik. Dia memiliki tingkat engagement sebesar 1,03 dengan jangkauan 50,4 juta orang.
Sementara itu, gelar streamer perempuan paling populer jatuh pada Amouranth, dengan total hours watched sebanyak 12,1 juta jam. Setelah memopulerkan tren Hot Tub stream, dia kini menemukan sukses dengan membuat konten ASMR. Dan seperti yang bisa Anda lihat pada daftar di bawah, tiga dari lima streamer perempuan paling populer merupakan kreator di YouTube Gaming. Hal ini mengimplikasikan, YouTube Gaming merupakan platform pilihan untuk para kreator perempuan.
Sama seperti xQc, walau Amouranth mendapatkan hours watched paling banyak, tingkat engagement-nya di media sosial rendah, hanya 0,02. Jumlah jangkauannya di media sosial hanya mencapai 4,8 juta orang. Sementara Valkyrae — yang merupakan streamer perempuan paling populer ke-3 dengan total hours watched 5,8 juta jam — memiliki tingkat engagement paling tinggi, mencapai 3,3. Total jangkauan Valkyrae di media sosial mencapai 9,9 juta orang. Satu hal yang harus diingat, selain viewership, tingkat engagement menjadi salah satu metrik yang menjadi perhitungan bagi perusahaan untuk menjalin kerja sama dengan seorang streamer.
Buat yang suka menonton streaming di Twitch, Anda harusnya sudah tidak asing lagi dengan Pokimane. Gamer perempuan yang satu ini adalah salah satu kreator konten paling populer di dunia sampai hari ini.
Menariknya, karena kebocoran data dari Twitch yang terjadi di awal bulan ini, penghasilan Pokimane jadi dapat dilihat oleh orang banyak. Data yang bocor dari Twitch meliputi data dari Agustus 2019 sampai Oktober 2021. Dalam kurun waktu 26 bulan tersebut, datanya menunjukkan jika Pokimane adalah kreator konten perempuan dengan bayaran termahal. Meski begitu, Pokimane hanya menempati peringkat 39 dari semua streamer (termasuk streamer laki-laki).
Penghasilan Pokimane dalam kurun waktu 26 bulan mencapai US$1,5 juta atau sekitar Rp21,52 miliar. Penghasilan tersebut termasuk Subscription, Bit Donations, dan pendapatan dari iklan. Namun demikian, angka tadi tidak meliputi donasi langsung, kesepakatan sponsor, atau pendapatan lainnya seperti dari merchandise.
Setelah angka penghasilan tadi terbuka ke publik, Pokimane pun sempat mencuitkan jika setidaknya sekarang orang-orang tidak dapat mengklaim lagi kalau penghasilannya lebih besar dari yang sebenarnya.
at least people can’t over-exaggerate me “making millions a month off my viewers” anymore 🤪
Jika berbicara soal donasi langsung, Pokimane sendiri memang sudah membatasi angka donasi yang bisa diberikan di US$5 pada akhir tahun 2020 lalu.
Meski angka tadi sudah terlihat besar, ternyata Pokimane sendiri mengaku jika penghasilannya dari Twitch adalah bagian terkecil dari keseluruhan penghasilannya. Ia mengklaim jika sponsor, investasi, dan kontrak eksklusif adalah pendapatan yang bisa membuatnya terus bertahan.
Buat yang belum tahu, sebelumnya terjadi kebocoran data di Twitch yang menunjukkan berapakah pendapatan yang diterima oleh sejumlah streamer. CriticalRole adalah streamer yang menempati posisi tertinggi dengan penghasilan terbesar dari Twitch yang angkanya mencapai US$9,62 juta alias Rp135,43 miliar. Sedangkan Shroud, salah satu kreator konten yang sebelumnya pro player ‘hanya’ berada di posisi 25 dengan penghasilan US$2 juta.
Anda bisa melihat daftar lengkapnya di bawah ini.
The gross payouts of the top 100 highest-paid Twitch streamers from August 2019 until October 2021: pic.twitter.com/3Lj9pb2aBl
Hybrid.co.id hadir juga di berbagai media sosial. Temukan konten yang menarik di Instagram atau follow akun Twitter kami. Jangan lupa juga untuk Likes Fanpage Facebook Hybrid.
Sebelum ini, Hybrid pernah membandingkan viewership antara Mobile Legends Professional League (MPL) di empat negara, yaitu Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Singapura. Tahun ini, Moonton mengadakan beberapa perubahan pada MPL. Salah satunya, mereka menyelenggarakan dua MPL baru, yaitu MPL Brasil (MPL BR) dan MPL Kamboja (MPL KH). Selain itu, mereka juga tidak lagi mencampur liga Malaysia dan Singapura. Sekarang, MPL MY/SG terbagi menjadi MPL MY dan MPL SG.
Kali ini, Hybrid akan membandingkan MPL ID Season 8 dengan dua MPL terbaru, yaitu MPL KH dan MPL BR Season 1. Selain itu, kami juga akan membandingkan viewership dari MPL ID dengan MPL MY Season 8 dan MPL SG Season 2. Data viewership yang kami gunakan berasal dari Esports Charts versi Pro.
Durasi Siaran dan Hours Watched
MPL ID S8 dimulai pada 13 Agustus 2021. Sampai saat ini, total durasi siaran dari liga tersebut mencapai 133 jam. MPL BR S1 digelar satu hari setelah MPL ID S8 dimulai, pada 14 Agustus 2021. Namun, total air time dari MPL BR S1 jauh lebih sedikit, hanya mencapai 75 jam. Ada kemungkinan, alasan mengapa air time MPL BR S1 jauh lebih rendah dari MPL ID S8 adalah karena MPL BR baru digelar untuk pertama kalinya. Memang, jika dibandingkan dengan MPL KH S1, yang dimulai pada 28 Agustus 2021, total air time MPL BR S1 tidak jauh berbeda. Sejauh ini, total durasi siaran MPL KH S1 adalah 75 jam.
Sekarang, mari kita beralih ke MPL MY S8 dan MPL SG S2. Meskipun MPL MY sudah memasuki Season 8, liga tersebut sebenarnya baru diselenggarakan secara eksklusif untuk tim-tim Malaysia selama dua musim terakhir. MPL MY S8 dimulai pada tanggal yang sama dengan MPL ID S8. Namun, MPL SG S2 diadakan hampir satu bulan kemudian, yaitu pada 11 September 2021. Karena itu, tidak aneh jika total durasi siaran MPL MY S8 jauh lebih lama. Total air time MPL MY S8 adalah 138 jam, sementara MPL SG S2 hanya 63 jam.
Dengan air time selama 133 jam, MPL ID S8 berhasil mendaaptkan 43,9 juta jam hours watched. Sementara itu, MPL MY S8 — walau memiliki durasi siaran yang lebih lama — hanya mendapatkan 3,87 juta jam hours watched. Satu hal yang harus diingat, populasi Indonesia jauh lebih besar dari Malaysia. Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar ke-4 yang memiliki jumlah penduduk sebanyak lebih dari 271 juta orang. Sementara Malaysia ada di peringkat 44 dengan jumlah penduduk 32,7 juta orang.
Dalam debutnya, MPL BR berhasil mendapatkan 262 ribu hours watched. Jika dibandingkan dengan MPL BR S1, MPL KH S1 memiliki viewership yang jauh lebih tinggi. Total hours watched dari MPL KH S1 mencapai 1,36 juta jam. Sementara itu, MPL SG S2 mendapatkan total hours watched paling rendah, hanya 81,9 ribu jam.
Tidak aneh jika MPL SG memiliki total hours watched paling rendah. Pasalnya, jika dibandingkan dengan empat negara lainnya, Singapura memang memiliki populasi paling sedikit, hanya 5,7 juta orang. Brasil menjadi negara dengan populasi terbanyak setelah Indonesia, dengan jumlah penduduk sebanyak 213,8 juta orang dan Kamboja memiliki populasi sebanyak 15,6 juta orang.
Peak Viewers dan Average Viewers
Selain hours watched, dua metrik lain yang sering dijadikan sebagai tolok ukur untuk menghitung kesukesan sebuah kompetisi esports adalah peak viewers dan average viewers. Dari lima liga yang dibandingkan di sini, MPL ID S8 menjadi kompetisi dengan average viewers dan peak viewers paling tinggi. Jumlah penonton rata-rata MPL ID S8 mencapai 329,1 ribu orang, dengan peak viewers mencapai 1,72 juta orang.
Average viewers dan peak viewers dari empat MPL lainnya — MY, SG, BR, dan KH — jauh lebih rendah dari MPL ID S8. Karena perbedaan yang sangat jauh itulah, saya memutuskan untuk tidak menyertakan MPL ID S8 dalam tabel perbandingan average viewers dan peak viewers di bawah.
Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di atas, jika MPL ID S8 tidak disertakan, MPL MY S8 memiliki peak viewers dan average viewers paling tinggi. Pada puncaknya, MPL MY S8 mendapatkan penonton sebanyak 92,6 ribu orang. Sementara jumlah rata-rata penonton dari liga itu adalah 28 ribu orang. Setelah MPL MY, MPL KH memiliki jumlah penonton rata-rata dan peak viewers paling tinggi, dengan peak viewers sebanyak 66,1 ribu orang dan average viewers sebanyak 18,26 ribu orang.
Menariknya, walau populasi Singapura jauh lebih kecil dari Brasil, jumlah peak viewers dan average viewers dari MPL SG S2 tidak jauh berbeda dari MPL BR S1. MPL SG S2 memiliki average viewers sebanyak 1,3 ribu orang dengan peak viewers 7,6 ribu orang. Sebagai perbandingan, MPL BR S1 memiliki average viewers sebanyak 3,46 ribu orang dan peak viewers sebanyak 8,56 ribu orang.
Platform Siaran dan Statistik YouTube
Moonton menyiarkan MPL ID S8 di tiga platform streaming, yaitu YouTube, NimoTV, dan Facebook. Sama seperti liga di Indonesia, MPL MY S8 juga hanya disiarkan di tiga platform streaming, yaitu Facebook, YouTube, dan TikTok. MPL SG S2 disiarkan di tiga platform streaming yang sama dengan liga Mobile Legends di Malaysia. Hanya saja, di Singapura, Anda juga bisa menonton MPL SG di Twitch. Sementara itu, MPL KH S1 hanya disiarkan di dua platform streaming, yaitu Facebook dan YouTube. MPL BR S1 merupakan liga yang disiarkan di paling banyak platform streaming. Moonton menyiarkan liga tersebut di YouTube, TikTok, Facebook, Twitch, NimoTV, dan BooYah.
Tampaknya, alasan Moonton menayangkan MPL BR S1 di banyak platform adalah karena mereka berusaha untuk mencari platform favorit para penonton Brasil. Memang, penonton di Indonesia, Malaysia, Singapura, Kamboja, dan Brasil punya platform streaming favorit masing-masing. Di Indonesia, Singapura, dan Brasil, YouTube menjadi platform streaming utama. Sementara di Malaysia dan Kamboja, Facebook menjadi platform streaming pilihan para penonton.
Meskipun begitu, versi Pro dari Esports Charts tetap menunjukkan data viewership dari semua MPL untuk YouTube.
Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Esports Charts. Sumber header: IndoEsports.
HyperX mengumumkan bahwa mereka telah menjual lebih dari 20 juta headset gaming sejak meluncurkan headset pertamanya, HyperX Cloud, pada April 2014.
“Sejak peluncuran headset gaming pertama HyperX di tahun 2014, kami terus mengembangkan desain dan pilihan produk kami untuk menjadi pemimpin industri dalam hal kualitas, kenyamanan, dan suara,” tutur Kevin Hague, General Manager HyperX, dalam sebuah siaran pers.
“Seiring popularitas gaming kasual dan kompetitif terus meningkat di platform PC, konsol, dan mobile, kami berusaha untuk terus mengembangkan headset kami ke level baru dan berharap dapat menghadirkan 20 juta headphone berkualitas tinggi yang berikutnya ke konsumen di seluruh dunia,” imbuhnya.
Seperti yang telah disebutkan, HyperX memulai kiprahnya di industri headset gaming pada tahun 2014 melalui sebuah headset bernama HyperX Cloud. Setahun berselang, mereka merilis HyperX Cloud II yang menghadirkan USB Audio Control Box dan Virtual 7.1 Surround Sound.
Lompat ke tahun 2016, HyperX memperkenalkan CloudX Pro sebagai headset gaming berlisensi Xbox pertamanya. Lalu di tahun 2017, mereka menyingkap HyperX Cloud Alpha dengan teknologi Dual Chamber. Pada tahun 2018, HyperX merilis Cloud Mix yang merangkap fungsi sebagai headset gaming sekaligus headphone Bluetooth.
Produk periferal HyperX memang bukan cuma headset saja. Mereka juga punya mikrofon USB, mechanical keyboard, mouse, mouse pad, dan bahkan sejumlah aksesori charging untuk konsol. Namun memang yang paling dikenal oleh kalangan gamer adalah lini headset gaming-nya. Pendapat ini bisa jadi agak bias, sebab saya pribadi sehari-harinya menggunakan headset HyperX, sementara keyboard dan mouse saya dari merek lain.
Popularitas game datang dan pergi. Biasanya, popularitas sebuah game akan memudar seiring dengan berjalannya waktu. Namun, ada beberapa game yang tetap dapat relevan bertahun-tahun atau bahkan berpuluh-puluh tahun sejak ia diluncurkan. Kali ini, saya akan membahas game-game yang berhasil mencetak rekor di dunia. Dua tolok ukur yang saya gunakan adalah total pendapatan dan total penjualan.
1. Space Invaders (1978) – per 2021 – US$34 miliar
Percaya atau tidak, Space Invaders — game yang diluncurkan pada 1978 — memegang gelar game dengan pemasukan terbesar sepanjang masa. Game shooting buatan developer Jepang ini bisa dimainkan di arcade dan juga konsol Atari. Dari penjualan mesin arcade, total pemasukan Space Invaders mencapai US$7,5 miliar pada 1982 atau sekitar US$21,26 miliar pada 2021.
Selain dari penjualan arcade, Space Invaders juga mendapatkan pemasukan dari coin drop. Pada 1983, pemasukan Space Invaders dari coin drop mencapai US$4,4 miliar. Jika Anda menghitung inflasi, angka itu setara dengan US$12,47 miliar pada 2021. Sementara itu, dari konsol Atari, Space Invaders mendapatkan pemasukan sebesar US$151 juta pada 1990, sekitar US$316 juta pada 2021. Jadi, secara total, pemasukan yang didapat oleh Space Invaders adalah US$34 miliar.
2. Pac-Man (1980) – per 2021 – US$27,50 miliar
Peringkat kedua masih diisi oleh game klasik, yaitu Pac-Man, yang diluncurkan pada 1980. Game ini tersedia di arcade dan konsol. Dari penjualan mesin arcade, Pac-Man mendapatkan US$9,34 miliar pada 1982, yang setara dengan US$24,68 miliar. Masih di tahun 1982, Pac-Man mendapatkan US$319,2 juta (sekitar US$905 juta pada 2021) dari penjualan game untuk konsol.
Sementara itu, per 1987, penjualan Pac-Man di PC menyumbangkan US$2 juta (setara dengan US$4,82 juta pada 2021). Nantinya, Pac-Man juga diluncurkan untuk mobile. Dari mobile, Pac-Man mendapatkan US$84 juta per 2012, sekitar US$100 juta jika Anda menghitung inflasi. Jadi, secara total, pemasukan Pac-Man mencapai US$27,5 miliar.
3. Street Fighter II (1991) – per 2017 – US$21,3 miliar
Street Fighter II diluncurkan pertama kali pada 1991 sebagai game arcade. Satu tahun berikutnya, Capcom meluncurkan beberapa versi baru dari Street Fighter II, seperti Street Fighter II: Champion Edition, Street Fighter II Turbo, Super Street Fighter II, dan Super Street Fighter II Turbo. Keempat game itu masih merupakan game arcade. Masih di 1982, Capcom merilis Street Fighter II: The World Warrior untuk Super Nintendo Entertainment System (SNES). Game itu terjual sebanyak 6,3 juta unit.
Pada 1993, Capcom meluncurkan Street Fighter II Turbo untuk SNES dan Street Fighter Special Champion Edition untuk Mega Drive. Setahun kemudian, Super Street Fighter II diluncurkan untuk SNES. Setelah itu, Capcom berhenti untuk meluncurkan Street Fighter II untuk platform apa pun selama 12 tahun. Baru pada 2006, Capcom merilis Street Fighter II untuk PlayStation Portable (PSP) sebagai bagian dari Classics Collection Reloaded. Dua tahun kemudian, pada 2008, Capcom merilis Super Street Fighter II Turbo HD Remix untuk PlayStation 3 dan Xbox 360.
Nintendo meluncurkan Switch pada Maret 2017. Di tahun yang sama, Capcom merilis Ultra Street Fighter II: The Final Challengers untuk konsol Nintendo tersebut. Di tahun yang sama, Capcom juga sempat meluncurkan Super NES Classic Edition untuk SNES. Secara total, pemasukan yang Capcom dapat dari Street Fighter II adalah US$10,61 miliar pada 1991. Dengan inflasi, angka itu naik menjadi US$21,3 miliar.
Sejak diluncurkan pada 2005, Dungeon Fighter Online berhasil mendapatkan total pemasukan sebesar US$15 miliar, berdasarkan laporan keuangan Nexon untuk Q1 2020. Game beat-em up 2D action ini sangat populer di Tiongkok. Meskipun begitu, ia tidak terlalu populer di tingkat global. Buktinya, walau game itu tersedia di Steam, jumlah rata-rata dari concurrent players Dungeon Fighter Online di Steam hanya mencapai 450 pemain. Padahal, menurut laporan MMOS, pada puncaknya, jumlah concurrent players di Tiongkok bisa mencapai 3 juta orang.
Meskipun begitu, spending dari para gamers di Tiongkok sudah cukup untuk membuat Dungeon Fighter Online masuk dalam daftar game dengan pemasukan terbesar sepanjang masa. Setiap bulan, game ini juga sering masuk dalam daftar game PC dengan pemasukan terbesar, menurut data dari Superdata Research.
5. CrossFire (2007) – per 2019 – US$14,2 miliar
CrossFire merupakan game FPS buatan Smile Gate yang dirilis pada 2008. Pada 2008-2009, pemasukan game itu hanya mencapai US$213 juta atau setara dengan US$250 juta pada 2021. Namun, pada 2010, pemasukan CrossFire meningkat pesat, mencapai US$1,2 miliar. Sejak saat itu, setiap tahun, pendapatan dari CrossFire tidak pernah kurang dari US$1 miliar. Per 2019, total pemasukan yang didapat oleh CrossFire mencapai US$14,2 miliar.
6. World of Warcraft (2004) – per 2017 – US$12,05
Menurut data dari Video Games Sales Wiki, pemasukan World of Warcraft pada 2005 mencapai US$250 juta. Angka ini naik menjadi US$597 juta pada 2006 dan menjadi US$843 juta pada 2007. Pemasukan World of Warcraft menembus US$1 miliar untuk pertama kalinya pada 2008. Sampai 2011, pemasukan World of Warcraft terus ada di atas US$1 miliar.
Namun, pada 2012, pendapatan dari game MMORPG ini mulai turun, menjadi US$901 juta. Angka ini kembali turun pada 2013 — menjadi US$805 juta — dan pada 2014, menjadi US$728 juta. Pada 2015, pemasukan World of Warcraft memang sempat naik, menjadi US$814 juta. Namun, pada 2017, total pemasukan World of Warcraft kembali turun, menjadi US$472 juta. Secara total, jika Anda menghitung inflasi, pemasukan World of Warcraft dalam periode 2005-2017 mencapai US$12, 02 miliar.
7. League of Legends (2009) – per 2020 – US$11,866 miliar
Diluncurkan pada 2009, League of Legends adalah game pertama buatan Riot Games. Selama 10 tahun ke depan, League of Legends menjadi satu-satunya game besutan studio asal Los Angeles tersebut. Fokus Riot untuk mengembangkan game MOBA itu tidak sia-sia. Per 2020, total pemasukan yang Riot Games dapatkan dari League of Legends hampir mencapai US$12 miliar. Jika Anda penasaran bagaimana Riot bisa fokus pada League of Legends selama bertahun-tahun, Anda bisa membacanya di sini.
Pada 2012, pemasukan dari League of Legends mencapai US$200 juta. Perlahan tapi pasti, angka ini terus naik. Dalam satu tahun, pada 2013, pemasukan League of Legends melonjak menjadi US$624 juta. Pada tahun berikutnya, pemasukan game itu kembali naik, menjadi US$964 juta. Dan sejak 2015 sampai 2020, pemasukan League of Legends tidak pernah kurang dari US$1 miliar, menurut data Statista. Pada 2017, pemasukan dari League of Legends bahkan menembus US$2,1 miliar.
8. Honor of Kings (2015) – per 2021 – US$10 miliar
Minggu lalu, pemasukan Honor of Kings mencapai US$10 miliar. Dengan begitu, game MOBA tersebut menjadi mobile game pertama yang mendapatkan pencapaian tersebut. Ironisnya, Honor of Kings hanya membutuhkan waktu 6 tahun untuk bisa mendapatkan US$10 miliar. Padahal, League of Legends — yang menjadi inspirasi dari Honor of Kings — membutuhkan waktu 10 tahun untuk mendapatkan US$10 miliar.
9. Lineage (1998) – per 2019 – US$9,635 miliar
Lineaga dirilis pada September 1998. Per 2019, total pemasukan yang didapat game MMORPG asal Korea Selatan ini mencapai US$9,7 miliar, menjadikannya sebagai salah satu game dengan pemasukan terbesar sepanjang masa. Faktanya, Lineage merupakan salah satu franchise game paling populer di Korea Selatan.
Berkat kesuksesan Lineage, franchise itu menelurkan banyak game lain. Misalnya, pada 2003, Lineage II dirilis. Game itu merupakan prekuel dari Lineage, dengan setting waktu 150 tahun sebelum Lineage. Pada 2017, tiga game Lineage diluncurkan sekaligus, yaitu Lineage 2 Revolution, Lineage 2 M, dan Lineage Red Knights. Ketiganya merupakan mobile game. Lineage 2 M — yang merupakan versi mobile dari Lineage II — diluncurkan pada 2019.
10. Monster Strike (2013) – per 2021 – US$9,3 miliar
Monster Strike menjadi mobile game kedua yang masuk dalam daftar game dengan pemasukan terbesar sepanjang masa. Diluncurkan pada 2013, Monster Strike dengan cepat menjadi populer di Jepang. Per Oktober 2018, total pemasukan dari game itu mencapai US$7,2 miliar. Ketika itu, Monster Strike berhasil menjadi mobile game dengan pemasukan terbesar, menggeser Puzzle & Dragons yang sebelumnya memegang gelar tersebut.
Dari daftar di atas, saya mencoba untuk menarik beberapa kesimpulan. Pertama, di era sebelum konsol, penjualan mesin arcade menjadi sumber pemasukan terbesar untuk game. Dan walau tiga peringkat teratas diisi oleh game klasik, hal itu bukan berarti industri game menyusut. Data dari berbagai perusahaan riset menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun, industri game terus berkembang.
Lalu, kenapa tidak ada game modern yang pemasukannya mengalahkan game klasik? Kemungkinan, hal ini terjadi karena banyaknya game yang tersedia di pasar. Jadi, total belanja yang dihabiskan oleh pemain juga terbagi ke jauh lebih banyak game. Sehingga, tidak ada satu game yang berhasil mendapatkan pemasukan yang sangat besar.
Kesimpulan kedua, pemasukan mobile game tidak kalah besar dari pemasukan game-game PC atau konsol. Buktinya, Honor of Kings dan Monster Strike berhasil masuk dalam daftar 10 game dengan penghasilan terbesar sepanjang masa, walau kedua game itu baru diluncurkan pada era 2010-an.
Kesimpulan lain yang bisa ditarik dari kesuksesan Honor of Kings dan Monster Strike adalah jika sebuah game berhasil sukses di pasar game yang besar, maka developer bisa fokus pada satu pasar itu saja. Honor of Kings sangat populer di Tiongkok dan Monster Strike di Jepang. Namun, keduanya tidak terlalu populer di dunia internasional. Meksipun begitu, keduanya tetap dapat meraup penghasilan miliaran dollar. Hal ini bisa terjadi karena Tiongkok merupakan pasar game terbesar, dan Jepang pasar game terbesar ketiga.
Kesimpulan terakhir, 6 dari 10 game dalam daftar di atas merupakan game free-to-play. Hal ini menunjukkan besarnya potensi dari model bisnis ini. Jadi, tidak heran jika sejumlah perusahaan game merombak model bisnis dari franchise lama mereka, seperti Konami yang meluncurkan eFootball sebagai game free-to-play.
Bagi developer game, salah satu daya tarik model bisnis free-to-play game adalah game tetap bisa memberikan pemasukan bertahun-tahun sejak game itu diluncurkan. Sementara jika developer menggunakan model bisnis game premium — jadi Anda cukup membeli game itu sekali dan Anda bisa memainkannya selamanya — mereka hanya punya dua kesempatan untuk mendapatkan pemasukan. Pertama, ketika mereka pertama kali meluncurkan game mereka. Kedua, saat mereka meluncurkan DLC.
10 Game dengan Angka Penjualan Terbesar
Selain total pemasukan, metrik lain untuk mengukur kesuksesan sebuah game adalah menghitung angka penjualan game tersebut. Berikut 10 game dengan angka penjualan tertinggi.
1. Tetris – 500+ juta unit
Menghitung angka penjualan Tetris tidak mudah, mengingat game ini pertama kali diluncurkan pada 1984. Menurut Digital Trends, penjualan fisik dari Tetris mencapai 70 juta unit. Sekitar 35 juta unit berasal dari paket bundling Tetris dengan Nintendo Game Boy. Setelah itu, Tetris diluncurkan di mobile, yang mendorong angka penjualan. Pada 2014, VentureBeat melaporkan bahwa game Tetris yang berbayar telah diunduh sebanyak 425 juta kali. Angka ini tidak mencakup versi gratis dari Tetris. Jadi, kemungkinan, total penjualan Tetris bahkan lebih tinggi dari 500 juta unit.
2. Minecraft – 238+ juta unit
Ketika pertama kali diluncurkan pada 2009, Minecraft bisa dimainkan dengan gratis. Beberapa bulan kemudian, Minecraft dijual dengan sistem pre-order. Sekarang, Anda bisa memainkannya dengan gratis. Namun, jika Anda ingin memainkannya di PC atau konsol, Anda harus membelinya. Total penjualan dari Minecraft dari PC, konsol, dan mobile diperkirakan mencapai lebih dari 200 juta unit.
3. Grand Theft Auto V – 150+ juta unit
Berdasarkan laporan keuangan Take-Two pada Q1 2020, sejak diluncurkan pada 2013, Grand Theft Auto V telah terjual sebanyak 135 juta unit. Sebanyak 15 juta unit terjual pada 2020. Per Agustus 2021, total penjualan GTA V menembus 150 juta unit. Angka ini mencakup penjualan GTA V di semua platform.
4. Wii Sports – 82,9 juta unit
Total penjualan Wii Sports mencapai 82,9 juta unit, menjadikannya sebagai salah satu game paling laris sepanjang masa. Namun, angka penjualan itu tidak menggambarkan kesuksesan game tersebut. Pasalnya, game itu memang dijual bersamaan dengan konsol Wii. Jadi, setiap orang yang membeli Wii akan mendapatkan game Wii Sports, tidak peduli apakah dia ingin membeli game tersebut atau tidak.
5. PUBG – 70+ juta unit
PlayerUnknwon’s Battlegrounds (PUBG) pertama kali diluncurkan pada 2017. Hanya dalam waktu 4 tahun, game tersebut berhasil terjual sebanyak 70 juta unit. Dan angka penjualan PUBG masih menunjukkan angka naik. Tak hanya itu, PUBG juga cukup populer di mobile. Versi mobile dari PUBG telah diunduh sebanyak lebih dari 1 miliar kali. Hal ini menjadikan PUBG Mobile sebagai salah satu mobile game terpopuler sepanjang masa.
6. Super Mario Bros. – 48,24 juta unit
Super Mario Bros. diluncurkan pertama kali untuk Nintendo Entertainment System (NES). Ketika itu, game tersebut berhasil terjual sebanyak 40 juta unit. Setelah itu, game ini juga dirilis untuk beberapa konsol buatan Nintendo lainnya, seperti Game Boy Color, Game Boy Advance, dan Wii Virtual Console. Di ketiga platform tersebut, Super Mario Bros. terjual sebanyak 8 juta unit.
7. Pokemon Gen. 1 – 47,52 juta unit
Game Pokemon generasi pertama hadir dalam empat versi: Red, Blue, Yellow, dan Green. Di Jepang, ada dua game Pokemon generasi pertama, yaitu Red dan Green. Namun, untuk peluncuran global, Nintendo merilis tiga varian, yaitu Red, Blue, dan Yellow. Secara total, keempat game Pokemon generasi pertama terjual sebanyak 47,52 juta unit. Menurut Digital Trends, sekitar 46 juta unit dari game Pokemon generasi pertama terjual di Game Boy. Sementara sekitar 1,5 juta lainnya terjual melalui Nintendo 3DS Virtual Console.
8. Mario Kart 8/Deluxe – 45,53 juta unit
Mario Kart 8 adalah game Wii U dengan angka penjualan tertinggi. Meskipun begitu, total penjualan Mario Kart 8 di Wii U hanyalah 8,45 juta unit. Hal ini tidak aneh, mengingat Wii U hanya terjual sebanyak 13,56 juta unit per Desember 2019. Angka penjualan Mario Kart 8/Deluxe naik ketika Nintendo meluncurkan game itu di Switch. Di konsol itu, Mario Kart 8 Deluxe terjual sebanyak 37,08 juta unit, menurut Nintendo.
9. Wii Fit dan Wii Fit Plus 43,8 juta unit
Wii Fit dijual bersama aksesori Balance Board. Sesuai namanya, Wii Fit mengintegrasikan kegiatan olahraga ke dalam game, mendorong para pemilik Wii untuk menggerakkan badan mereka. Dan ternyata, “gameplay” ini terbukti populer. Wii Fit terjual sebanyak 22 juta unit. Sementara Wii Fit Plus — yang memiliki lebih banyak olahraga — terjual sebanyak 21 juta unit. Dengan begitu, Wii Fit menjadi game terpopuler ke-2 di Wii, hanya kalah dari Wii Sports.
10. Red Dead Redemption 2 – 38 juta unit
Red Dead Redemption 2 adalah salah satu game paling ambisius buatan Rockstar. Dan Rockstar berhasil membuat game open world dengan karakter yang realistis dan detail visual yang fantastis. Menurut ScreenRant, per Agustus 2021, game itu telah terjual sebanyak 38 juta unit.
Dari daftar kali ini, salah satu hal yang bisa saya simpulkan adalah game klasik sekali pun tetap bisa populer jika ia diluncurkan di platform yang sesuai. Selain itu, angka penjualan sebuah game bisa didorong jika game tersebut diluncurkan di banyak platform, seperti yang dibuktikan oleh Minecraft dan Grand Theft Auto.
Selain menjadi salah satu game dengan angka penjualan terbanyak, GTA V juga merupakan salah satu game yang paling laris dalam waktu paling singkat. Ketika diluncurkan untuk PlayStation 3 dan Xbox 360, game itu terjual sebanyak 11,21 juta hanya dalam waktu 24 jam. Menariknya, Monster Hunter Rise menjadi salah satu game yang terjual dengan cepat. Dalam waktu 3 hari, game itu terjual sebanyak 4 juta unit. Padahal, game tersebut hanya tersedia untuk Switch, setidaknya untuk saat ini.
10 Mobile Game dengan Pemasukan Paling Besar
Jika dibandingkan dengan jumlah gamers PC dan konsol, jumlah mobile gamers jauh lebih banyak. Namun, spending yang dikeluarkan oleh para mobile gamers belum tentu sebesar total belanja dari gamers konsol dan PC. Karena itu, di segmen ini, saya ingin fokus pada mobile game untuk melihat berapa banyak pemasukan yang bisa didapat oleh mobile game.
1. Honor of Kings (2015) – US$10 miliar
Seperti yang sudah saya sebutkan, Honor of Kings merupakan mobile game pertama yang mendapatkan pemasukan lebih dari US$10 miliar. Saat ini, game itu merupakan game paling sukses dari Tencent. Dan ke depan, Honor of Kings akan tetap berkontribusi pada pemasukan Tencent. Pasalnya, sampai saat ini, game tersebut masih punya 100 juta pemain aktif harian.
Honor of Kings sangat sukses di Tiongkok. Pada 2018, 98% pemasukan dari game ini berasal dari gamers di Tiongkok. Begitu suksesnya Honor of Kings sehingga ia disebut sebagai sebagai “candu”. Dan hal ini mendorong pemerintah Tiongkok untuk memperketat regulasi terkait waktu bermain anak dan remaja di bawah umur.
2. Monster Strike (2013) – US$9,3 miliar
Monster Strike diluncurkan pada Agustus 2013 oleh developer Jepang Mixi. Game ini merupakan game RPG dengan elemen puzzle serta fitur multiplayer. Monster Strike sangat populer di Jepang. Selain di Jepang, game ini juga diluncurkan di Amerika Utara, Taiwan, dan Korea Selatan. Hanya saja, Monster Strike tidak begitu populer di negara-negara itu.
Namun, spending dari para gamers di Jepang sudah cukup untuk membuat Monster Strike menjadi salah satu mobile game dengan pemasukan terbesar speanjang masa. Faktanya, pada 2014, game itu menjadi mobile game dengan pemasukan terbesar. Mixi — yang dulunya dikenal dengan nama XFLAG — bahkan mengaku bahwa Monster Strike menyelamatkan mereka dari kebangkrutan.
3. Clash of Clans (2012) – US$7,7 miliar
Clash of Clans pertama kali diluncurkan untuk iOS pada Agustus 2012. Satu tahun kemudian, Supercell meluncurkan game ini di Android. Clash of Clans adalah game buatan Supercell yang paling sukses. Faktanya, kesuksesan Clash of Clans yang membuat nama Supercell menjadi sangat dikenal seperti sekarang. Setelah sukses dengan Clash of Clans, Supercell meluncurkan empat game spin-off dari game tersebut, yaitu Clash Royale, Clash Mini, Clash Quest, dan Clash Heroes.
4. Candy Crush Saga (2012) – US$6,4 miliar
Pada awalnya, Candy Crush Saga diluncurkan sebagai broswer game. Kemudian, game ini diluncurkan di iOS pada November 2012 dan di Android pada Desember 2012. Candy Crush dianggap sebagai salah satu mobile game dengan model freemium yang paling sukses. Memang, Anda bisa memainkan game match-three puzzle ini tanpa harus mengeluarkan uang. Namun, para pemain tetap terdorong untuk membeli item dalam game karena item membantu membantu mereka untuk melalui level yang sulit.
5. PUBG Mobile (2018) – US$6,2 miliar
PUBG adalah salah satu pelopor genre battle royale. Versi PC dari PUBG dirilis pada 2017. Satu tahun kemudian, pada Maret 2018, PUBG Mobile diluncurkan. Pada awalnya, PUBG menghadapi persaingan ketat dengan Fortnite, yang juga mengadopsi genre battle royale. Namun, PUBG berhasil bertahan dan menjadi salah satu game battle royale paling sukses di mobile.
Di Tiongkok, Tencent menjadi publisher dari PUBG. Pada awalnya, mereka juga menghadapi masalah. Pasalnya, regulator Tiongkok tengah memperketat peraturan terkait peluncuran dan monetisasi game baru. Tencent dilarang untuk memonetisasi PUBG Mobile karena game itu dianggap melanggar peraturan terkait kekerasan dalam game. Pada akhirnya, PUBG Mobile ditarik dari Tiongkok dan diluncurkan kembali dengan nama Peacekeeper Elite atau Game for Peace.
Tak hanya di Tiongkok, PUBG Mobile juga mengalami masalah di beberapa negara lain, termasuk India, yang merupakan salah satu pasar terbesar untuk PUBG Mobile. Alasan pemerintah India menarik PUBG Mobile dari App Store dan Play Store adalah karena mereka khawatir akan keamanan siber dari game itu. Selain itu, mereka juga khawatir Tiongkok akan menyadap data pemain PUBG Mobile, mengingat game itu dinaungi oleh Tencent sebagai publisher. Hal ini mendorong Krafton untuk menjadi publisher dari PUBG Mobile di India. Setelah PUBG Mobile dilarang, Krafton meluncurkan kembali game itu dengan nama Battlegrounds India Mobile.
6. Puzzle & Dragons (2012) – US$5,6 miliar
Sejak diluncurkan pada Februari 2012, Puzzle & Dragons itu telah diunduh sebanyak 80 juta kali. Tidak hanya itu, game ini juga merupakan mobile game pertama yang berhasil mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 miliar. Jepang memberikan kontribusi terbesar pada pemasukan dari Puzzle & Dragons. Saat ini, pemasukan game ini memang menunjukkan tren turun. Namun, setiap bulan, pemasukan Puzzle & Dragons tetap mencapai puluhan juta dollar.
7. Fate/Grand Order (2015) – US$5,4 miliar
Fate/Grand Order adalah game RPG buatan Aniplex yang didasarkan pada franchise Fate/stay night dari Type-Moon. Game ini pertama kali diluncurkan untuk Android di Jepang pada Juli 2015. Dua minggu kemudian, game tersebut dirilis untuk iOS. Versi bahasa Inggris dari game ini diluncurkan pada Juni 2017.
Game Fate/Grand Order sangat populer di Jepang. Faktanya, gamers Jepang memberikan kontribusi 82% dari total pemasukan game itu. Pemasukan Fate/Grand Order mencapai lebih dari US$5 miliar, menjadikannya sebagai salah satu mobile game Sony yang paling populer. Pasalnya, Aniplex merupakan bagian dari Sony Music Entertainment di Jepang.
8. Pokemon Go (2016) – US$5,2 miliar
Diluncurkan pada Juli 2016, Pokemon Go dengan cepat menjadi fenomena di seluruh dunia. Salah satu daya tarik dari game ini adalah elemen Augmented Reality yang developer Niantic integrasikan pada game ini. Gameplay Pokemon Go juga mendorong para pemainnya untuk berjalan-jalan dan menjelajah di dunia nyata. Hal ini berkebalikan dengan kebanyakan mobile game, yang biasanya membuat para pemainnya duduk diam.
9. Fantasy Westward Journey (2015) – US$4,7 miliar
Fantasy Westward Journey merupakan mobile game yang diadaptasi dari game MMORPG untuk PC dengan judul yang sama. Versi PC dari game itu diluncurkan pada Desember 2001. Sementara versi mobile dari Fantasy Westward Journey dirilis untuk iOS dan Android pada Maret 2015.
Pada 2016, Fantasy Westward Journey berhasil menjadikan developer NetEase sebagai perusahaan mobile game dengan pemasukan terbesar. Sampai sekarang, game itu tetap memberikan kontribusi besar pada pemasukan NetEase. Faktanya, di Tiongkok Fantasy Westward Journey sering masuk ke dalam daftar game dengan players spending setiap bulan. Biasanya, game ini ada di peringkat 2, kalah dari Honor of Kings.
10. Lineage M (2017) – US$3,5 miliar
Lineage M diriliis pada 2017. Game ini merupakan versi mobile dari MMORPG Lineage yang diluncurkan pada 1998. Di Korea Selatan, Lineage adalah salah satu franchise paling populer. Jadi, tidak heran jika hanya dalam waktu tujuh jam sejak ia diluncurkan, Lineage M berhasil menjadi game paling populer di App Store Korea Selatan.
Dalam waktu sebulan sejak peluncuran, Lineage M berhasil mendapatkan US$233 juta. Pemasukan game itu menembus US$1 miliar pada Juni 2018. Seperti yang disebutkan oleh Pocket Gamer, sampai sekarang, Lineage M adalah salah satu game paling menguntungkan untuk developer NCSoft.
Dalam daftar mobile game dengan pemasukan terbesar sepanjang masa, umur mobile game yang masuk dalam daftar tersebut relatif lebih singkat jika dibandingkan dengan game-game dalam daftar game dengan pemasukan terbesar. Tidak heran, mengingat mobile adalah platform yang relatif baru dari konsol atau PC. Meskipun begitu, semua mobile game itu memiliki pemasukan lebih dari US$1 miliar.
Hal menarik lainnya yang dapat disimpulkan dari daftar mobile game dengan pemasukan terbesar adalah beragamnya genre dari game yang masuk daftar tersebut. Di satu sisi, game-game seperti Honor of Kings, PUBG Mobile, dan Lineage M merupakan game dengan gameplay yang ditujukan untuk hardcore gamers. Di sisi lain, game-game kasual — seperti Monster Strike, Candy Crush Saga, dan Puzzle & Dragons — juga berhasil masuk dalam daftar. Hal ini menjadi bukti bahwa game kasual pun punya pasar yang tidak kalah besar.
Apple memang tidak pernah mengklaim dirinya sebagai merek yang berafiliasi dengan dunia gaming. Namun data baru malah menunjukkan bahwa brand asal Amerika Serikat ini memperoleh keuntungan besar dari video game. Padahal Apple tidak pernah mengembangkan konsol, game, atau bahkan gadget khusus untuk gaming.
Dari data yang dirilis oleh The Wall Street Journal, Apple dilaporkan telah meraup keuntungan sebesar US$8,5 miliar atau sekitar Rp120 triliun pada 2019 lalu. Angka fantastis tersebut bahkan mampu mengalahkan keuntungan gabungan yang diperoleh Sony, Microsoft, Activision, dan Nintendo.
Seperti yang dikatakan sebelumnya, Apple tidak pernah membuat video game ataupun perangkat khusus untuk video game. Sehingga, keuntungan terbesar Apple berasal dari distribusi game-game pihak ketiga yang masuk ke dalam marketplace digital milik mereka yaitu App Store.
Apple memang bertindak sebagai perantara antara para penyedia game dengan konsumen yang meminta potongan 30% pada setiap transaksi yang terjadi pada App Store. Bila potongan tersebut dikalikan dengan lebih dari 1 miliar pengguna aktif iPhone di seluruh dunia, maka angka keuntungan sebelumnya masuk akal.
Dominasi Apple dalam pasar video game memang tidak datang dalam waktu semalam. Namun semuanya telah dimulai sejak Apple meluncurkan iPhone pertamanya pada 2007. Seiring perkembangannya CEO Apple, Steve Jobs dan timnya menyadari bahwa marketplace digital tersebut bisa jadi tambang emas baru bagi mereka.
Pasar mobile gaming berkembang menjadi pasar yang paling konsumtif dengan kecenderungan 50% gamer mobile cenderung mau mengeluarkan uang untuk di dalam game menurut data dari App Annie. Dilaporkan bahwa para pemain ini mengeluarkan uang hingga US$45 miliar atau sekitar Rp641 triliun hanya di App Store selama tahun 2020 lalu.
Dua negara yang menyumbang paling besar terhadap keutungan tersebut adalah Tiongkok dan Amerika Serikat. Menariknya, 1% dari total para gamer yang mengeluarkan uangnya di App Store bahkan berperan dalam 64% angka penjualan dengan rata-rata mengeluarkan $2,694 atau sekitar Rp38 juta per tahunnya.
Namun dominasi Apple di pasar game mobile tengah terancam pasca perseteruannya dengan Epic Games. Meskipun putusan akhir berhasil membantah tuduhan bahwa Apple memonopoli pasar game mobile namun Apple juga diwajibkan membuka jalan bagi pihak-pihak lain untuk mendapat keuntungan dari transaksi yang terjadi di App Store.
Hybrid.co.id hadir juga di berbagai media sosial. Temukan konten yang menarik di Instagram atau follow akun Twitter kami. Jangan lupa juga untuk Likes Fanpage Facebook Hybrid.