Tag Archives: data sovereignty

AWS Indonesia’s Country Leader Talks on Data Sovereignty and Investment in the Region

Digital service development should not be separated from supporting services such as cloud technology. Amazon Web Services (AWS) as one of the cloud computing service providers in Indonesia revealed to DailySocial on the landscape of cloud business in the country and its challenges.

The cloud services are getting popular since conventional business shifted to digital. However, for several reasons, Indonesia’s adoption of cloud technology is relatively slow. AWS Indonesia’s Country Leader, Gunawan Susanto said, one of the reasons is that business practitioners’ lack of understanding on the importance of public cloud technology.

Susanto said, it was seen from the way digital service providers see how cloud computing works. Some people said the cloud infrastructure requires advance payment with a minimum contract for a few years that once violated can be subject to penalties.

“Cloud computing by definition doesn’t work like that. The system used is to pay as you go,” he said.

Another challenging factor is the quality of talents that haven’t met market demands. He shows concern about the low dissemination of information technology, particularly in the cloud business, affecting the public’s understanding of how important this service is.

AWS investment for the digital ecosystem

Dealing with these various challenges, AWS invests in various kinds of forms. Some of those include the AWS Training Certification program as free digital training for IT workers, including machine learning, artificial intelligence, also big data analysis; AWS Educate as a cloud computing training in educational institutions; AWS Activate as a place of consultation for startup engineers in the country.

He also said the training was mandatory to equally adjust HR skills, especially towards cloud computing. Even so, he admitted the investment was not enough that required a longer commitment.

“Is that enough? No, we want more. We also involved in Bekraf program as speakers in developer day, providing tech materials, collaborated with ITB for training, hackathon, and partnership with local partners and communities to extend cloud skills,” he added.

In another aspect, AWS reiterated their investment commitments in building cloud computing infrastructure in Indonesia. Gunawan explained that they’re soon to have a Region in Indonesia consisting of 3 Availability Zones.

Previously, Amazon has promised $1 billion investment or around Rp14 trillion in September 2018. It was for the next 10 years, said Amazon representative while visiting President Joko Widodo.

Local data center in the late 2021

As a cloud computing service provider, the security level has become the main concern. Susanto said the company focused on building a system for user’s data to stay secure. The plan is to build a local data center by the end of 2021 or early 2022

The important role of a local data center is affecting some businesses to doubt moving to the public cloud. By having data center in the country, they’ll be less insecure due to the protection of government regulations.

“The principle is to always have conversations on all regulations in each country. Therefore, we’ll keep helping our customers to comply with the current regulation. After all, by having data center in Indonesia, AWS customers should have easier access, particularly in the highly regulated industry,” Susanto said.

Regarding this issue, the government has prepared a revision of the Government Regulation No. 82 of 2012 on the Implementation of Electronic Transactions and Systems (PSTE). The latest news said the revised version has signed by the President. There’s one article said that overseas data storage allowed in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Country Leader AWS Gunawan Susanto menjelaskan berbagai tantangan adopsi teknologi cloud di Indonesia dan investasi mereka untuk mengatasinya.

Country Leader AWS Indonesia Bicara Kedaulatan Data Hingga Investasi di Tanah Air

Perkembangan layanan digital tak bisa lepas dari layanan pendukung seperti teknologi cloud. Amazon Web Services (AWS) sebagai salah satu penyedia jasa komputasi awan (cloud computing) di Indonesia kepada DailySocial menjelaskan tentang lanskap bisnis cloud di Indonesia dan tantangan yang mereka hadapi.

Layanan cloud sejatinya sudah populer semenjak bisnis konvensional bergeser ke arah digital. Namun, karena beberapa alasan, adopsi teknologi cloud berjalan lebih lambat di Indonesia. Country Leader AWS Indonesia Gunawan Susanto mengatakan, salah satu sebabnya adalah pemahaman pelaku bisnis mengenai pentingnya teknologi public cloud relatif masih rendah.

Menurut Gunawan, hal itu bisa dilihat dari cara penyedia layanan digital melihat definisi cloud computing itu sendiri. Tak sedikit yang menilai bahwa memakai infrastruktur cloud harus bayar di depan dengan minimal kontrak sekian tahun yang kalau dilanggar dapat terkena penalti.

“Kalau cloud computing by definition harusnya enggak begitu. Seharusnya mereka pakai ya bayar, enggak pakai ya enggak bayar [pay as you go],” ujar Gunawan.

Faktor lain yang menjadi kendala adalah kualitas sumber daya manusia yang belum memenuhi tuntutan pasar. Gunawan memandang rendahnya penyebaran pengetahuan teknologi informasi, khususnya soal cloud, berpengaruh terhadap pemahaman publik akan pentingnya layanan ini.

Investasi AWS untuk ekosistem digital

Menghadapi berbagai macam tantangan tersebut, AWS berinvestasi dalam berbagai bentuk. Sejumlah investasi itu di antaranya adalah program AWS Training Certification sebagai pelatihan digital gratis untuk pekerja IT meliputi machine learning, artificial intelligence, hingga analisis big data; AWS Educate sebagai pelatihan cloud computing di institusi pendidikan; dan AWS Activate sebagai tempat konsultasi bagi engineer startup di Tanah Air.

Gunawan menyebut pelatihan tersebut dibutuhkan guna pemerataan kemampuan SDM terutama mengenai komputasi awan. Kendati begitu, ia mengaku investasi itu belum cukup sehingga butuh komitmen lebih panjang.

“Apakah cukup? Belum, kami mau lebih banyak lagi. Kami juga ikut program Bekraf sebagai pembicara di developer day, memberi materi khusus, bersama ITB membuat training, hackathon, dan kerja sama dengan local partner dan komunitas untuk memperluas skill cloud lebih banyak lagi,” imbuh Gunawan.

Di aspek lain, AWS mempertegas komitmen investasi mereka dalam membangun infrastruktur komputasi awan di Indonesia. Gunawan menjelaskan pihaknya segera memiliki Region di Indonesia yang terdiri dari 3 Availability Zones.

Perlu diketahui sebelumnya, Amazon menjanjikan investasi sebesar $1 miliar atau sekitar Rp14 triliun pada September 2018. Komitmen investasi untuk 10 tahun ke depan itu disampaikan perwakilan Amazon ketika mengunjungi Presiden Joko Widodo.

Data center lokal akhir 2021

Sebagai penyedia layanan komputasi awan, tingkat keamanan jadi salah satu perhatian utama. Gunawan menegaskan bahwa pihaknya banyak berinvestasi membangun sistem agar data yang disimpan oleh pelanggan aman. Rencananya data center di dalam negeri ditargetkan beroperasi pada akhir 2021 atau awal 2022.

Pentingnya data center di dalam negeri ditengarai jadi salah satu faktor sejumlah entitas bisnis ragu untuk berpindah ke layanan public cloud. Dengan berada di dalam negeri, mereka merasa datanya lebih terjamin berkat perlindungan regulasi pemerintah.

“Prinsipnya kami selalu berdialog untuk comply semua peraturan di tiap negara. Jadi kami akan selalu membantu customer kami untuk comply mengenai apa pun regulasi yang berlaku di setiap negara. Toh dengan nanti AWS punya data center di Indonesia, harusnya bisa mempermudah customer–customer terutama di industri yang regulasinya ketat,” tutur Gunawan.

Sebagai informasi, Pemerintah menyiapkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). Kabar terakhir menyebutkan revisi PP PSTE sudah ditandatangani presiden. Ada satu pasal yang memperbolehkan penyimpanan data di luar wilayah Indonesia.

Data Sovereignty on BPJS Kesehatan System Improvement

Coordinating minister for maritime affairs, Luhut Binsar Pandjaitan initiates an idea to improve the Health Facilities Information System (BPJS Kesehatan) performance, in terms of premium collection. It is for China’s tech giant, Ping An, to support efficiency in the technology system.

He said Ping An would do at least two things for the BPJS Kesehatan, to evaluate the information system and fix the crack. From his statement, Ping An is said to offer the collaboration first.

“They didn’t sell hardware, only software used in 282 cities in China. One of the most efficient companies in China,” he said as quoted by CNN Indonesia.

Ping An is the biggest insurance company in China with market capitalization reached up to $220 billion. It’s a subsidiary of PA Group, a financial holding includes insurance, banking, and investment.

The helping hand aims to solve some issues on BPJS Kesehatan, such as outstanding payment and increasing financial deficit.

Per June 30th, 2019, the collectibility rate has reached 94.04% from Non-Wage Workers (NWW) and 89.03 from registered citizens in the region. In fact, the deficit number is increasing, from Rp1.9 trillion in 2014 to Rp19.4 trillion in 2018. Outstanding payment and the small amount of premium considered as the fundamental issue.

The risk of foreign access

Ping An involvement in the HFIS’ IT system improvement draws negative feedback, in terms of data sovereignty. Timboel Siregar from BPJS Watch seen this collaboration as a possibility for the foreign party to access citizen’s data.

“If it includes foreign party, the big data might be accessed by them. This is very risky related to our national security. They will have Indonesia’s health statistic data, including armies and police officers,’ he said in the official release.

BPJS Kesehatan’s Principal Director, Fachmi Idris once said the company owns the biggest data in Indonesia. A sample might work for the utilizing method. Researchers, academics, even the BPJS Kesehatan itself capable of using the data for the policymaking in the national health insurance program.

The government has realized the significance of medical records. It’s stated under Article 6 paragraph 3 on Personal Data Protection Bill which includes medical records in terms of personal data. For the record, BPJS Kesehatan members have reached 222.5 million. Therefore, there are at least 222.5 million personal data sets and health data belonging to participants.

He also added on the idea to improve the IT system is not a solution for public compliance to pay the premium on time. He afraid this could be an opportunity for Ping An to get into BPJS Kesehatan data which is a lot more sensitive.

“In terms of premium, there should be regulations, it’s not about the system. Let’s say we have good IT but weak regulation, there will be no difference,” he said.

Iqbal Anas Ma’ruf, BPJS Kesehatan’s PR confirmed the potential data management by Ping An in the collaboration. However, he also guarantees the plan is still on exploration.

“There will be follow-up because we’re all under regulation, it’s too early to go that far,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
BPJS Kesehatan melakukan pertemuan awal dengan perusahaan asuransi Tiongkok Ping An soal potensi bermitra. Isu penting dikemukakan soal kedaulatan data

Mempertahankan Kedaulatan Data Jadi Isu Penting Saat Perbaikan Sistem BPJS Kesehatan

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan melempar usulan untuk memperbaiki performa BPJS Kesehatan, khususnya dalam penagihan iuran. Luhut menyarankan raksasa asuransi asal Tiongkok, Ping An, akan membantu sistem teknologi BPJS Kesehatan agar lebih efisien.

Menurut Luhut, Ping An setidaknya akan melakukan dua hal dengan BPJS Kesehatan yakni mengevaluasi sistem teknologi informasi dan memperbaiki celah sistem tersebut. Dari penuturan Luhut diketahui pihak Ping An yang menawarkan diri untuk membantu BPJS Kesehatan.

“Mereka tidak jualan hardware, hanya software yang sudah dipakai 282 kota di Tiongkok. Salah satu perusahaan yang paling efisien di Tiongkok,” ucap Luhut seperti diwartakan CNN Indonesia.

Ping An adalah perusahaan asuransi terbesar di Tiongkok dengan kapitalisasi pasar mencapai hampir $220 miliar. Ia merupakan anak perusahaan dari PA, sebuah holding jasa keuangan yang meliputi asuransi, perbankan, hingga investasi.

Uluran tangan Ping An ditujukan untuk menyelesaikan sejumlah masalah yang membelit BPJS Kesehatan seperti tunggakan iuran peserta dan defisit keuangan yang terus membengkak.

Data per 30 Juni 2019 diketahui kolektibilitas iuran mencapai 94,04 persen dari kelompok Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan 89,03 persen dari penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah. Adapun defisit yang diderita oleh BPJS Kesehatan terus meningkat, dari Rp1,9 triliun pada 2014 hingga Rp19,4 triliun pada 2018. Tunggakan iuran peserta dan besaran iuran peserta yang terlalu kecil ditengarai penyebab utama besarnya defisit BPJS Kesehatan.

Berisiko diakses pihak asing

Wacana pelibatan Ping An dalam pembenahan sistem TI dari BPJS Kesehatan mengundang kritik, terutama dalam hal kedaulatan data pribadi masyarakat. Timboel Siregar dari BPJS Watch memandang rencana kerja sama itu memungkinkan data masyarakat yang terhimpun dalam sistem BPJS Kesehatan diakses pihak asing.

“Kalau ada pihak asing yang ikut terlibat maka data besar tersebut akan berpotensi terakses oleh pihak asing. Ini sangat berbahaya karena terkait dengan ketahanan bangsa kita. Nanti asing akan mendapat data statistik kondisi kesehatan rakyat Indonesia termasuk data tentang TNI dan Polri kita yang sakit,” ujar Timboel dalam keterangan resminya.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris pernah menyampaikan bahwa pihaknya merupakan pemilik data kesehatan terbesar di Indonesia. Data sampel dapat menjadi metode pemanfaatan data tersebut. Peneliti, akademisi, maupun BPJS Kesehatan sendiri dapat menggunakan data sampel tersebut yang nantinya dapat digunakan untuk pengambilan kebijakan dalam program jaminan kesehatan nasional.

Pemerintah sebenarnya sudah menyadari pentingnya data kesehatan. Hal ini tertuang dalam Pasal 6 ayat 3 RUU Perlindungan Data Pribadi yang memasukkan data kesehatan ke dalam kategori data pribadi. Sebagai catatan, jumlah peserta BPJS Kesehatan berjumlah 222,5 juta jiwa. Dengan demikian bisa disimpulkan setidaknya ada 222,5 juta set data pribadi dan data kesehatan milik peserta.

Timboel melanjutkan bahwa usulan memperbaiki sistem TI BPJS Kesehatan bukan solusi untuk kepatuhan dalam membayar iuran yang masih rendah. Ia khawatir dari perbaikan sistem teknologi, Ping An dapat menjamah data peserta BPJS yang sifatnya lebih sensitif.

“Soal penagihan iuran itu sebenarnya kan tinggal dilakukan penegakan hukum, bukan masalah TI-nya. Kalaupun TI bagus, tapi penegakkan hukum lemah, ya sama seperti ini,” imbuh Timboel.

Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf mengamini bahwa ada potensi pengolahan data oleh Ping An dalam rencana kerja sama mereka. Akan tetapi ia meyakinkan bahwa rencana tersebut masih berusia dini dan masih terus mereka pelajari.

“Itu tentu perlu tindak lanjut lebih dalam karena kita tunduk pada regulasi yang mengatur, tapi ini kan baru permulaan belum sampai dalam seperti itu,” pungkas Iqbal.

Application Information Will Show Up Here