Tag Archives: David Fernando Audy

Laporan East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2022 menunjukkan tren positif untuk daya saing digital antarprovinsi di Indonesia yang semakin merata

EV-DCI 2022: Daya Saing Digital Antarprovinsi Makin Merata

Laporan East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2022 menunjukkan tren positif untuk daya saing digital antarprovinsi di Indonesia yang semakin merata. Provinsi di luar Jawa, seperti Bengkulu, Papua Barat, Lampung, Aceh, NTT, dan Kalimantan Tengah, memiliki pertumbuhan skor lebih tinggi dibandingkan provinsi-provinsi di Pulau Jawa.

Laporan ini disusun East Ventures, Katadata Insight Center, dan PwC Indonesia. Tim EV-DCI mengukur perbandingan daya saing digital 34 provinsi dan kota/kabupaten di Indonesia dalam bentuk indeks, yang terdiri dari tiga aspek utama atau sub-indeks, yaitu input, output, dan penunjang.

Sub-indeks input dari pilar pembentuk, Sumber Daya Manusia (SDM), penggunaan TIK, dan pengeluaran untuk TIK. Untuk sub-indeks output dibentuk dari pilar perekonomian, kewirausahaan, dan produktivitas dan ketenagakerjaan. Sementara sub-indeks Penunjang dengan pilar infrastruktur, keuangan, serta regulasi dan kapasitas pemerintah daerah.

Hasil kajian tersebut menunjukkan, skor median indeks secara nasional pada 2022 mendapat skor 35,2 dari 32,1 di 2021 (skala 0-100). Angka ini menunjukkan daya saing digital di Indonesia semakin membaik, terlihat dari spread ekor EV-DCI antarprovinsi selama tiga tahun berturut-turut semakin mengecil.

Pada 2020 dan 2021 spread masing-masing 61,9 dan 55,6. Tahun ini hanya 48,3. Nilai spread, atau selisih antara skor provinsi tertinggi, adalah DKI Jakarta 73,2 dan terendah Papua 24,9.

“Semakin kecil nilai spread ini menunjukkan peningkatan daya saing digital dari provinsi-provinsi di urutan menengah dan bawah,” ucap Panel Expert Katadata Insight Center Mulya Amri saat konferensi pers digital, Senin (7/3).

Masih sama halnya dengan tahun lalu, posisi atas daya saing digital antar provinsi di Indonesia masih cenderung didominasi provinsi di Pulau Jawa. Di posisi tengah disusul provinsi yang umumnya berasal dari Pulau Sumatera dan Kalimantan. Sementara posisi terbawah masih didominasi provinsi yang umumnya berada di kawasan Timur. Kondisi ini masih terlihat konsisten selama tiga tahun berturut-turut.

Peta Sebaran Skor EV-DCI 2022 di 34 Provinsi di Indonesia / EV-DCI 2022

Skor EV-DCI 2022 tertinggi masih dipegang oleh DKI Jakarta dengan skor 73,2. Sementara itu, di posisi kedua dan ketiga ditempati oleh Jawa Barat dan DI Yogyakarta dengan skor 58,5 dan 49,2. Kalimantan Timur menjadi salah satu provinsi di luar Pulau Jawa yang berhasil masuk ke 10 besar di peringkat 7 dengan kenaikan skor 4,5, dengan skor EV-DCI 2022 sebesar 44,0.

Selain Kalimantan Timur, beberapa provinsi di luar Jawa mengalami peningkatan daya saing digital yang cukup baik. Contohnya, Bengkulu yang mengalami peningkatan skor EV-DCI 2022 tertinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 7,8 poin menjadi 39,1. Kenaikan skor tersebut membuat Bengkulu naik tujuh peringkat, menjadi 12. Papua Barat dan Lampung juga menunjukkan peningkatan daya saing digital yang signifikan; masing-masing naik 11 peringkat ke posisi 19 dan enam peringkat ke posisi 20.

Penurunan signifikan terjadi pada provinsi Jawa Tengah dan Jambi. Jawa Tengah turun enam peringkat ke posisi 14 dengan skor 38,0 dari skor 42,6 di 2021. Sementara Jambi turun 10 peringkat dari posisi 20 ke 30 dengan skor 31,9 walaupun skornya pada 2022 (31.9) lebih tinggi daripada pada 2021 (30.9).

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Jambi mengalami peningkatan skor, namun provinsi lainnya meningkat dengan lebih baik dibandingkan Jambi dan berhasil mendapatkan peringkat yang lebih tinggi. Secara umum, meskipun terjadi penurunan peringkat pada beberapa daerah, namun skor indeks pada sebagian besar daerah terutama kelompok daerah menengah dan bawah mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan perbaikan kondisi ekonomi digital daerah di Indonesia.

Operating Partner East Ventures David F. Audy menambahkan, menurunnya peringkat di provinsi bukan menunjukkan terjadi penurunan. Ambil contoh, satu provinsi pertumbuhan ekonominya 5%, tapi ada provinsi lain yang tumbuh lebih tinggi dari itu dan berada peringkat di atas. Provinsi yang tadinya tertinggal, terus mengejar. Sementara provinsi yang besar semakin besar pertumbuhannya pasti makin melambat angka pertumbuhannya.

“Seperti Papua Barat yang sekarang naik 11 peringkat, tapi skornya masih jauh dari DKI Jakarta. Tapi sekarang mediannya makin sempit. Jadi artinya ini makin bagus karena semakin merata, sekarang tinggal menyelesaikan bagaimana bisa lebih cepat lagi adopsi digitalnya,” ucap David.

Pilar infrastruktur yang menjadi pilar tertinggi di tahun sebelumnya juga masih mengalami peningkatan skor pada EV-DCI 2022. Pada EV-DCI 2022, pilar ini meningkat 10,5 poin menjadi 64,8. Spread pada pilar infrastruktur juga mengecil 8,3 poin atau mencapai 79,0 di tahun ini, dibandingkan tahun sebelumnya spread pilar ini sebesar 87,3.

Penurunan kesenjangan daya saing digital di daerah-daerah ini ditunjukkan juga dengan peningkatan skor pada pilar kewirausahaan dan produktivitas. Pilar ini meningkat 10,1 poin menjadi skor 23,6 pada EV-DCI 2022. Selain itu, Pilar regulasi dan kapasitas pemda juga mengalami peningkatan 19,1 poin menjadi 54,6 tahun ini.

EV-DCI 2022
EV-DCI 2022
Tren Bisnis Coworking Space Selama Pandemi

Pemodal Ventura Tatap Masa Depan Bisnis Coworking Space

Era kejayaan bisnis coworking space di Indonesia berbanding lurus dengan popularitas dan bermunculannya startup teknologi. Tidak hanya sekadar menyediakan tempat untuk bekerja, penyelenggara coworking berlomba menghadirkan ekosistem kewirausahaan menyeluruh untuk mendukung tenant di dalamnya. Mulai dari acara edukasi bisnis, akses ke jaringan investor, sampai dengan program inkubasi.

Sejak tahun lalu, bisnis ini terganggu aktivitasnya akibat pembatasan sosial yang diberlakukan semasa pandemi. Belum lagi karakteristik konsumen utama mereka, pekerja di bidang teknologi, yang lebih fleksibel untuk bekerja di mana saja, termasuk melakukan work from home.

Vice President Indogen Capital Kevin Winsen mengatakan, “Secara industri, semua bisnis real estate termasuk coworking space akan terdampak dengan adanya pembatasan sosial […] Namun dari kondisi economic stress ini, saya juga melihat ini adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi bisnis model coworking space mana yang bisa bertahan dan bagaimana para founder merespons tantangan ini. Saya rasa pemain yang bisa bertahan akan menjadi pemenang atau category leader dalam segmen ini untuk jangka panjang.”

Indogen saat ini berinvestasi di GoWork. Sebelumnya mereka termasuk pemegang saham Spacemob sebelum diakuisisi WeWork pada tahun 2017 lalu.

Pendanaan masih terus berlanjut

Menurut data yang DailySocial peroleh, dua pemain besar coworking space lokal mendapatkan pendanaan tambahan di tahun ini. Pertama ada GoWork yang dikabarkan memulai putaran pendanaan Seri C1. Sejumlah investor bergabung, termasuk Gobi Partners lewat Meranti Asean Growth Fund, dan telah mengumpulkan $3,6 juta atau setara 51,8 miliar Rupiah. Kami mencoba menghubungi eksekutif perusahaan untuk mengonfirmasi kabar ini, namun sampai tulisan ini terbit belum mendapatkan respons.

Pemain lainnya yang dikabarkan mendapatkan suntikan dana adalah CoHive. Tahun ini Stonebridge Ventures, East Ventures, Naver, LINE Ventures, dan sejumlah investor mengisi daftar investasi di putaran Seri B dengan nilai mencapai $16 juta atau setara 230,3 miliar Rupiah. Pihak terkait yang kami konfirmasi soal pendanaan ini memilih tidak berkomentar. Investor-investor tersebut merupakan mereka yang telah berinvestasi di tahap sebelumnya.

Operator Pendanaan Tahun Investor Pemimpin Kisaran Nilai
CoHive Seed Round 2017 East Ventures, Insignia Ventures Partners $4,3 juta
Series A 2018 Softbank Ventures Asia $20 juta
Series B 2019 s/d 2021 Stonebridge Ventures $16 juta
GoWork Seed Round 2017 ATM Capital, Convergence Ventures $3 juta
Series A 2018 Gobi Partners, The Paradise Group $10 juta
Series B 2019 undisclosed Undisclosed
Series C1 2021 Gobi Partners $3,6 juta

Keyakinan investor untuk bisnis coworking

East Ventures, yang merupakan pemegang saham penting di layanan coworking space CoHive di Indonesia dan CirCO di Vietnam, memberikan pendapatnya terkait kondisi yang dialami vertikal bisnis tersebut saat ini.

Operating Partner East Ventures David Fernando Audy mengatakan, “Ruang fleksibel atau coworking telah menjadi bagian terintegrasi dari tren pasar perkantoran dan akan terus berlanjut. Diyakini akan ada permintaan yang baik untuk layanan tersebut, ketika pandemi mereda. Tentu saja dalam jangka pendek, pembatasan mobilitas memberikan banyak tekanan pada operator. Oleh karena itu, masuk akal untuk mengharapkan beberapa strategi yang bergeser ke arah konsolidasi pasar.

Sayangnya tidak mudah untuk memprediksi kapan krisis pandemi ini akan berakhir. Demikian juga tren cara kerja di era new normal nantinya – apalagi saat ini beberapa perusahaan teknologi memberikan keleluasaan untuk pegawainya bekerja dari mana saja.

Kevin melanjutkan, “Hipotesis kami melihat bahwa permintaan terhadap coworking space akan bounce back dan tetap bertumbuh secara modest. Kami melihat future of working itu akan hybrid, orang sudah terbiasa dengan produktivitas kerja yang baru selama pandemi tapi secara bersamaan tidak mau kehilangan fungsi sosial untuk bertemu tatap muka. Alhasil akses multi-lokasi dari coworking space akan menjadi strong moat dalam jangka panjang untuk address change of behavior ini.”

Tren selama pandemi

Jika melihat dari tren pencarian dalam beberapa tahun terakhir, terminologi coworking mendapati traksi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Di awal masa pandemi sekitar bulan Juni-Juli 2020, tren tersebut sempat turun drastis kendati secara perlahan mulai merangkak naik.

Menurut laporan “Coworking Space Global Market Report 2021” dari Research and Markets, adanya Covid-19 juga diperkirakan hanya akan membawa pertumbuhan pasar sebesar 2,1%, dari $7,97 miliar di tahun 2020 menjadi $8,14 miliar di tahun 2021.

Pertumbuhan ini disebabkan para penyedia layanan yang melanjutkan operasi mereka dan beradaptasi dengan new normalPasar diperkirakan akan mencapai $13,03 miliar pada tahun 2025 dengan kenaikan pertumbuhan tahunan mencapai 12%.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
EV Growth, joint venture antara East Ventures, SMDV, dan Yahoo! Japan Capital, mengungkapkan sedang mempersiapkan fund kedua yang akan dirilis pada tahun ini

EV Growth Persiapkan “Fund” Kedua Tahun Ini

EV Growth, joint venture antara East Ventures, SMDV, dan Yahoo! Japan Capital, mengungkapkan sedang mempersiapkan fund kedua yang akan dirilis pada tahun ini. Saat ini sudah sedang dalam persiapan dan mendapat komitmen dari jajaran LP.

“Sedang dalam persiapan, sudah ada percakapan, komitmen sudah masuk, tapi belum di-launch, kemungkinan tahun ini,” ucap Managing Partner EV Growth dan Founding Partner East Ventures Willson Cuaca kepada DailySocial, Rabu (6/1).

Willson juga belum bersedia merinci target dana untuk putaran kedua ini. EV Growth mengumumkan fund pertama dengan nilai $250 juta (hard cap) yang diumumkan pada Desember 2019. Angka ini melebihi target awal $150 juta. Sejumlah LP yang bergabung adalah Temasek dan beberapa perusahaan keluarga di kawasan Asia.

Dana investasi tersebut sudah dikucurkan ke berbagai investasi baru dan follow on sepanjang tahun lalu. Misalnya, Waresix dalam pendanaan seri A dan B, KoinWorks untuk pendanaan lanjutan, Traveloka dengan total perolehan dana $250 juta, dan yang teranyar Bibit baru diumumkan kemarin, (5/1).

Rencana tahun ini

(Ki-ka) Mulyono Xu, David Fernando Audy, dan Pascal Christian-Sarana / EV Growth
(Ki-ka) Mulyono Xu, David Fernando Audy, dan Pascal Christian-Sarana / EV Growth

Willson melanjutkan, pada tahun ini EV Growth tetap akan memfokuskan diri sebagai VC yang bermain ke pendanaan tahap lanjut (late stage) seri B ke atas untuk startup Indonesia dan Asia Tenggara.

Sejalan dengan pandemi yang masih berlanjut, terlebih proses vaksinasi akan memakan waktu lebih dari setahun, EV Growth akan terus berinvestasi ke startup-startup yang bisa membawa dampak positif ke ekonomi negara. Terlebih lagi, ia menilai ekosistem startup di Indonesia kini sudah jauh lebih matang dari sebelumnya.

Oleh karena itu pula, kini EV Growth memperkuat tim dengan merekrut lebih banyak talenta dari multi industri yang memiliki skill set mumpuni agar mendapat lebih banyak perspektif. Bersamaan dengan itu, EV Growth mengumumkan tiga talenta profesional. Mereka adalah David Fernando Audy sebagai Operating Partner, Mulyono Xu dan Pascal Christian-Sarana, keduanya sebagai VP of Investment.

David memiliki 18 tahun pengalaman sebagai eksekutif di industri konten dan media. Sebelumnya ia adalah CEO PT Media Nusantara Citra (MNCN). Saat ini, ia merupakan Senior Advisor untuk ThreeBody Capital, dana investasi berbasis di Inggris.

Selanjutnya, Mulyono yang sebelumnya adalah Managing Director BAce Capital. Ia sempat memimpin tiga kesepakatan pendanaan seri A dan beberapa kesepakatan pendanaan tahap lebih awal di Asia Tenggara.

Mulyono pernah terlibat dalam sebagian besar aksi merger, akuisisi, dan kemitraan strategis Alibaba di Asia Tenggara, termasuk Lazada, Tokopedia, dan eWTP. Ia kemudian dipercaya menjadi Country Manager Taobao Malaysia dan mengisi posisi C-level di Lazada Indonesia.

Terakhir, Pascal memiliki tujuh tahun pengalaman mengelola kesepakatan bisnis-lintas negara, investment structuring, dan merger/akuisisi. Sebelum bergabung di EV Growth, dia menempati posisi Direktur Rocket Internet dengan fokus memimpin investasi proptech di Indonesia.

“Kami menyambut David, Mulyono, dan Pascal sebagai anggota baru di tim EV Growth. Mereka membawa pengalaman yang beragam untuk melengkapi tim kami. Ketiganya berbasis di Jakarta dan akan bekerja berdampingan dengan para founder yang berbasis di Indonesia,” ujar Willson dalam keterangan resmi.

RedDoorz secara total mengantongi 630 miliar Rupiah, putaran Seri B dipimpin VC Tiongkok Qiming Venture Partners. MNC Group menjadi salah satu investor baru

MNC Group Jadi Investor Baru RedDoorz di Pendanaan Seri B

RedDoorz mengumumkan telah berhasil mengantongi US$45 juta (630 miliar Rupiah) dalam putaran pendanaan Seri B. Raksasa media Indonesia MNC Group merupakan salah satu investor baru yang memberikan investasinya untuk platform pemesanan online hotel bujet ini.

Sejumlah investor turut serta dalam pendanaan kali ini, dengan VC asal Shanghai, Tiongkok, Qiming Venture Partners menjadi lead investor-nya. Turut berpartisipasi adalah Jungle Ventures, International Finance Corporation, dan Susquehanna International Group (SIG).

RedDoorz berencana memakai suntikan dana ini untuk memperkuat kehadiran mereka di pasar Asia Tenggara.

“Pertumbuhan kita selama 2018-2019 eksponensial. Ini waktu yang penting bagi kami saat kami ingin memasang standar baru dalam segmen penginapan yang terjangkau di Asia Tenggara,” ujar pendiri sekaligus CEO RedDoorz, Amit Saberwal, seperti dilansir dari e27, Senin (29/7).

Presiden Direktur MNC Group David Fernando Audy menilai, model bisnis yang terukur dan solusi yang tepat menjadi kunci RedDoorz seiring pertumbuhan industri pemesanan online pariwisata terus meningkat.

“Kami akan terus mendukung RedDoorz untuk membesarkan namanya di Indonesia dan luar negeri,” ucap David.

Suntikan dana segar ini membuka kemungkinan baru bagi RedDoorz untuk bersaing dengan para kompetitornya, terutama pemain besar lain, seperti Oyo, yang didukung investor besar macam SoftBank. Oyo belum lama membeberkan ekspansi terbaru ke lebih 100 kota di Indonesia dengan investasi sekitar $100 juta untuk lima tahun ke depan.

RedDoorz mengklaim telah berhasil tumbuh lima kali lipat hingga bulan ini dengan jangkauan 52 kota di 4 negara Asia Tenggara. Mereka menargetkan satu juta pemesanan hingga akhir tahun.

Application Information Will Show Up Here

 

iflix

MNC Follows Emtek to Invest in iflix

Today (4/3) iflix video streaming service announces investment from MNC Group with undisclosed amount. It also results in strategic partnership between the two.

One of its realizations, iflix has the right to air 10.000 hours worth of MNC popular content, few hours after its premier on TV. Furthermore, David Fernando Audy as MNC’s CEO also appointed as board of advisory in iflix

“Indonesia has shown to have essential market for iflix. MNC’s resource and influence in this industry will bring advantages to execute our strategy, while we reach for the top position in the Indonesia’s digital entertainment industry,” Mark Britt, iflix’s Co-Founder and Group CEO said.

However, David Fernando also mentioned, “MNC always looking for ways to monetize our content and will be glad to take part in this growing digital monetization by having partnership with iflix. In the meantime, we also choose to invest equity in iflix because we believe this company will rise up in the future.”

This iflix’s second strategic partnership with Indonesian conglomerate. Previously, in March 2016, Emtek has announced the investment to iflix for company’s digital innovation.

The involvement of MNC is also part of iflix’s corporate round. In April 2019, the video on demand company has finalized a similar investment with Yoshimoto Kogyo, a conglomerate based in Osaka, Japan.

In addition, iflix is now available globally, also outside Southeast Asia.


Original article is in Indonesian, traslated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Investasi MNC ke iflix

Setelah Emtek, Giliran MNC Terlibat dalam Pendanaan iflix

Hari ini (03/4) layanan video streaming  iflix mengumumkan perolehan investasi dari MNC Group dengan nilai yang tidak disebutkan. Investasi ini juga menghasilkan kerja sama strategis antara dua perusahaan.

Salah satu realisasinya, iflix akan mendapatkan hak untuk menyiarkan 10.000 jam konten unggulan dari MNC, beberapa jam setelah penayangannya di televisi. Kemudian CEO MNC David Fernando Audy juga ditunjuk sebagai board advisory di iflix.

“Indonesia terus menunjukkan diri sebagai pasar yang penting untuk iflix. Pengaruh dan sumber daya yang dimiliki oleh MNC dalam industri ini akan membawa keuntungan yang sangat ampuh untuk mengeksekusi strategi kami, selagi kami melanjutkan untuk memperkuat posisi sebagai pemimpin di industri hiburan digital di Indonesia,” sambut Co-Founder & Group CEO iflix Mark Britt.

Sementara itu David Fernando menyampaikan, “MNC selalu mencari berbagai cara untuk memonetisasi konten yang dimiliki dan kami sangat senang dapat ambil bagian dalam ranah monetisasi digital yang sedang berkembang pesat saat ini dengan menjalin kerja sama dengan iflix. Dalam waktu yang bersamaan, kami juga memilih untuk berinvestasi ekuitas di iflix karena kami percaya bahwa perusahaan ini akan berkembang dengan pesat di masa yang akan datang.”

Ini adalah kemitraan strategis kedua antara iflix dengan konglomerasi di Indonesia. Sebelumnya pada Maret 2016 lalu, Emtek juga mengumumkan investasinya ke iflix guna meningkatkan gebrakan digital perusahaan.

Keterlibatan MNC juga merupakan bagian dari corporate roud yang tengah digalakkan iflix. Perusahaan video on demand tersebut pada awal April 2019 lalu juga baru merampungkan investasi serupa dengan Yoshimoto Kogyo, konglomerasi berbasis di Osaka, Jepang.

Selain di pasar Indonesia, saat ini iflix sudah tersedia secara global di banyak negara, termasuk di luar Asia Tenggara.

Application Information Will Show Up Here

KerjaDulu Peroleh Pendanaan Awal dari MNC Grup

Hari ini (1/3) platform jejaring sosial bagi profesional di Indonesia, KerjaDulu, mengumumkan telah menerima putaran pendanaan awal dari MNC Grup. Meski tidak disebutkan jumlahnya, KerjaDulu kini mendapat valuasi 5 juta dollar (sekitar 66 miliar Rupiah). Melalui investasi ini juga, Board of Director MNC Group Media David Fernando Audy bergabung dalam jajaran dewan komisaris KerjaDulu.

Melalui keterangan yang kami terima, CEO KerjaDulu Chris Liu menjelaskan bahwa dana ini akan digunakannya untuk pengembangan produk yang berkelanjutan dan memperluas operasional. Sayangnya Liu tak menjelaskan secara rinci mengenai scale-up operasional yang akan dilakukan KerjaDulu.

“Dengan bergabungnya MNC Grup dalam tim kami, saya percaya KerjaDulu akan menjadi lebih dalam berbagai hal. Kunci yang dibawa MNC Grup ke sini adalah ketajaman dan keahlian bisnis, serta jaringan [mereka] yang kuat. [Sebelumnya] KerjaDulu telah mendapatkan traksi pasar yang kuat karena investasi angel investor kami di bulan Oktober 2014 lalu,” ujar Liu.

Sebagai informasi, di tahun 2014 lalu KerjaDulu telah mendapatkan investasi senilai enam digit US dollar dari angel investor Presiden Komisaris Astra International Budi Setiadharma. Bersamaan proses pengucuran pendanaan tersebut juga Arya Pradana Setiadharma dan Ardi Dwinanta Setiadharma duduk di jajaran direksi dan komisaris KerjaDulu.

MNC sendiri akan memanfaatkan platform KerjaDulu sebagai prioritas mereka untuk mencari talenta-talenta berbakat yang akan direkrut untuk bergabung dengan perusahaan.

David mengatakan, “MNC sebagai perusahaan media dapat membantu promosi pasar dari KerjaDulu. MNC sendiri sekarang mempekerjakan lebih dari 40.000 karyawan dan sangat aktif dengan perekrutan. Kami dapat memanfaatkan platform rekrutmen [jejaring] sosial inovatif KerjaDulu sebagai prioritas kami dalam menyewa orang-orang berbakat untuk bergabung dengan perusahaan kami.”

KerjaDulu adalah platform social rekrutmen yang didirkan oleh Chris Liu dan Bruce Sung dan diluncurkan resmi pada 1 Januari 2014. Sebagai salah satu pionir di ranah ini, KerjaDulu mengklaim telah berhasil memperoleh ratusan ribu pengguna aktif di negara kepulauan terbesar di dunia ini.