Tag Archives: David Soukhasing

Pendanaan ANGIN

Platform “Equity & Debt Crowdfunding” Asal Singapura FundedHere Berikan Pendanaan ke ANGIN

ANGIN (Angel Investment Network Indonesia) mendeklarasikan dirinya sebagai platform investasi tahap awal independen. Mereka telah mengelola dana lebih dari 100 investor, mulai dari angel investor, venture capital, impact investor, korporasi, hingga yayasan dari seluruh dunia. Menargetkan pengusaha di berbagai bidang di Indonesia.

Selama empat tahun terakhir, mereka telah mendukung lebih dari 70 startup dan pengusaha, beberapa di antaranya Kitabisa, Kargo, hingga yang terbaru Burgreens.

Tahun lalu, ANGIN berhasil menutup putaran pendanaan awal pertamanya dari 500 Startups dan tiga angel investor meliputi Shinta Kamdani (CEO Sintesa Group), Diono Nurjadin (CEO Cardig International), dan Jefrey Joe (Managing Director & Co-Founder Alpha JWC Ventures).

Baru-baru ini, FundedHere turut bergabung ke jajaran shareholder dengan memberikan pendanaan tambahan untuk ANGIN. FundedHere merupakan platform equity dan debt crowdfunding yang terdaftar di Monetary Authority of Singapore. Model bisnis mereka hampir serupa dengan ANGIN, menghubungkan investor dengan perusahaan rintisan.

“Kami merasa sangat terhormat dapat bekerja sama dengan tim FundedHere. Mereka tidak hanya percaya dengan nilai dan visi kami, tapi juga dapat menghubungkan ekosistem startup Singapura kepada investor dan pengusaha kami di Indonesia. Ini akan mempercepat mutual footprint kami di Asia tenggara,” sambut Managing Director ANGIN David Soukhasing.

Sementara itu, Co-Founder & CEO FundedHere Daniel Lin menyampaikan, “Investasi ke ANGIN akan semakin memperkuat thesis investasi kami [..] Investor di kedua platform kami sekarang akan memiliki eksposur terhadap peluang lintas batas ini.”

Menyimak Minat dan Transparansi Venture Capital Berinvestasi Saat Pandemi

Pandemi yang berkepanjangan telah meruntuhkan beberapa startup secara global. Berubahnya gaya hidup hingga kebiasaan, menjadikan startup yang memiliki model bisnis tertentu, harus gulung tikar karena tidak bisa mempertahankan bisnis dan mendapatkan revenue.

Hal menarik yang kemudian menjadi perhatian adalah, runway timeline yang menjadi faktor penentu keberlangsungan startup dan bagaimana startup bisa beradaptasi dengan realitas baru yaitu ‘new normal’.

Berikut adalah rangkuman startup clinic yang menghadirkan Kolibra Capital, Angin, dan Skystar Capital membahas peluang investasi dan potensi bagi startup untuk bisa survive di saat pandemi.

Inisiatif dan inovasi baru founder

Ketika pendapatan bisa didapatkan dan traksi terus tumbuh meskipun pandemi berlangsung, bisa dipastikan masa depan startup akan menjadi positif. Salah satu cara yang bisa dilakukan startup untuk bisa mencapai semua hal tersebut adalah, mengubah mindset dan model bisnis yang sebelumnya mengandalkan faktor offline atau ketergantungan dengan pengguna secara langsung.

Menurut Teezar Firmansyah Partner dari Kolibra Capital, startup bisa memberikan respons positif saat pandemi berlangsung dan bisa beradaptasi dengan kondisi saat ini, tentunya adalah startup yang bisa survive saat pandemi dan ketika pandemi pada akhirnya usai.

Secara khusus Kolibra yang fokus kepada fundamental dan generate revenue bukan kepada GMV, melihat saat ini menjadi saat yang krusial bagi startup untuk menunjukkan jati diri mereka. Apakah mereka bisa bersaing dan menawarkan inovasi baru kepada pelanggan.

“Salah satu portofolio yang kami miliki yaitu Travelio telah menunjukkan pentingnya untuk bisa beradaptasi. Sebagai platform yang mengandalkan pelanggan dengan sumber daya yang dimiliki, Travelio mampu melakukan inovasi dengan melakukan kolaborasi yang relevan dan menawarkan layanan baru yang dibutuhkan oleh pelanggan,” kata Teezar.

Pentingnya bagi para founder untuk bisa beradaptasi juga menjadi perhatian khusus dan sangat dianjurkan oleh Michelle Irawan dari Skystar Capital kepada startup yang masuk dalam portofolio mereka. Menjadi hal yang menarik ketika para pendiri startup bisa tampil dengan inovasi dan produk hingga layanan baru kepada pelanggan.

“Bagi kami yang sudah dilakukan oleh Sweet Escape bisa menjadi contoh yang positif. Bisnis mereka yang sangat bergantung kepada traveller tentunya mengalami impact secara langsung. Namun dengan pilihan layanan yang baru dan memanfaatkan momentum social distancing, mereka mampu menciptakan layanan baru untuk pelanggan saat pandemi berlangsung,” kata Michelle.

Sementara itu bagi David Soukhasing Managing Director Angin, portofolio mereka yang menyasar bisnis kuliner, mulai mengadopsi penjualan secara online dan memanfaatkan kegiatan digital marketing. Meskipun tidak menghasilkan pendapatan yang cukup jika dibarengi dengan gerai offline yang dimiliki, paling tidak bisa mempertahankan bisnis agar terus berjalan.

“Di Burgreens saat ini fokus mereka lebih kepada penjualan secara online memanfaatkan online delivery yang ditawarkan oleh pihak terkait. Di saat bersamaan promosi secara digital juga makin gencar dilakukan untuk menarik perhatian pelanggan melakukan transaksi secara online,” kata David.

Runway startup dan minat investor

Di dunia startup, runway atau landasan pacu adalah berapa lama startup dapat bertahan jika pendapatan dan pengeluaran tetap konstan. Ketika startup mengumpulkan uang, mereka berupaya untuk meningkatkan runway.

Runway ini bisa menentukan keberlangsungan perusahaan berdasarkan uang yang mereka simpan usai penggalangan dana. Menurut investor, timeline runway terbaik bagi startup agar bisa survive adalah untuk satu hingga dua tahun. Semakin panjang runway yang dimiiki, semakin besar potensi startup untuk bertahan.

Meskipun tidak semua startup bisa menerapkan cara ini, paling tidak mereka bisa melakukan penghematan dan memangkas pengeluaran yang dirasakan tidak terlalu penting dalam anggaran mereka. Pada akhirnya ‘cash is king’ menjadi hal yang krusial bagi startup untuk bisa bertahan dengan dana yang dimiliki saat ini, sambil mengantongi pendapatan meskipun jumlahnya mengalami penurunan akibat pandemi.

Cara cerdas yang bisa dilakukan oleh startup untuk bisa memperpanjang usia runway adalah, kesepakatan di awal dengan para investor saat melakukan penggalangan dana. Apakah ketika sebelum pandemi berlangsung atau saat pandemi, pastikan kesepakatan terjadi agar startup bisa bertahan.

“Saya juga menyarankan kepada para investor untuk lebih transparan kepada startup. Apakah mereka memang berniat untuk melakukan penggalangan dana atau tidak. Karena masih banyak investor yang kurang transparan atas niat mereka untuk berinvestasi saat ini,” kata David.

Meskipun kesempatan untuk mendapatkan dana segar dari investor saat ini cukup kecil peluangnya, namun tidak menjadikan venture capital enggan untuk memberikan investasi. Namun tidak dipungkiri, proses kurasi yang ketat dan pemilihan startup yang relevan menjadi faktor pertimbangan para investor.

“Bagi kami di Kolibra Capital tidak pernah memilih kategori industri startup yang menjadi favorit kami. Semua startup menjadi perhatian dari kami asal mereka mengusung konsep generate revenue bukan kepada GMV,” kata Teezar.

Diono Nurjadin (Cardig International), Khailee Ng (500 Startups), Shinta Kamdani (Sintesa Group), David Soukhasing (ANGIN) / ANGIN

ANGIN Secures Seed Funding from 500 Startups and Local Angel Investor

ANGIN (Angel Investment Network Indonesia) is officially announced seed round funding from 500 Startups and three national investors: Shinta Kamdani (Sintesa Group CEO), Diono Nurjadin (Cardig International CEO), and Jefrey Joe (Alpha JWC’s Managing Director & Co-Founder). The value is still undisclosed yet the process has been going on since May.

David Soukhasing, Managing Director of ANGIN, explained that this funding will be focused on ANGIN services scale-up in Indonesia. It includes the launching of new feature/service, making improvements for all members of angel investors, and continuing support for startups in Indonesia.

Until recently, ANGIN has accommodated at least 71 angel investors and distributed funding from investors to more than 33 startups within 2 years. ANGIN makes a commitment not only as investment platform but also to have a role in growing entrepreneurship ecosystem in Indonesia through activities and partnerships.

“We’ve been operating ANGIN in bootstrapped since the beginning and our team wants to make a broader impact and reach. We decided to search for an external funding to support expansion,” Soukhasing said.

ANGIN considers the experience of 500 Startups investing globally can provide valuable knowledge in business scale-up.

Since founded in 2013 led by Shinta Kamdani, ANGIN has been growing rapidly. It currently has several services, such as business research, content, technology, and business consultant.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Diono Nurjadin (Cardig International), Khailee Ng (500 Startups), Shinta Kamdani (Sintesa Group), David Soukhasing (ANGIN) / ANGIN

ANGIN Dapatkan Pendanaan Awal dari 500 Startups dan Angel Investor Lokal

Hari ini (06/5) ANGIN (Angel Investment Network Indonesia) secara resmi mengumumkan perolehan putaran pendanaan awal (seed round) dari 500 Startups dan tiga investor nasional: CEO Sintesa Group Shinta Kamdani, CEO Cardig International Diono Nurjadin, dan Managing Director & Co-Founder Alpha JWC  Jefrey Joe. Tidak disebutkan nilai dari pendanaan tersebut, hanya saja prosesnya sudah dilakukan sejak bulan Mei lalu.

Dalam penjelasannya David Soukhasing selaku Managing Director ANGIN menyebutkan bahwa pendanaan ini akan difokuskan untuk memperkuat (scale-up) manuver ANGIN di Indonesia. Termasuk dengan meluncurkan fitur/layanan baru, meningkatkan layanan kepada puluhan angel investor yang tergabung, dan melanjutkan dukungannya kepada startup di Indonesia.

Sampai dengan saat ini, ANGIN sudah mengakomodasi sekurangnya 71 angel investor dan telah menyalurkan pendanaan dari para investor di lebih 33 startup selama 2 tahun beroperasi. ANGIN berkomitmen tidak hanya ingin menjadi platform investasi, melainkan juga ingin memiliki peran menumbuhkan ekosistem kewirausahaan di Indonesia melalui kegiatan dan kemitraan yang telah dijalin.

“Kami menjalankan ANGIN secara bootstrapped sejak awal berdiri dan tim kami merasa ingin memberikan dampak dan jangkauan yang lebih luas. Kami memutuskan untuk menemukan dukungan pendanaan eksternal untuk memberikan bahan bakar guna melakukan perluasan,” ujar David Soukhasing.

Pengalaman 500 Startups berinvestasi secara global dinilai ANGIN dapat memberikan pengetahuan berharga dalam melakukan scale-up.

Sejak didirikan pada tahun 2013, dipimpin oleh Shinta Kamdani, ANGIN secara organik telah mengalami pertumbuhan pesat. Saat ini pihaknya juga telah memiliki beberapa layanan seperti konsultan bisnis, teknologi, konten dan riset.

Fokus Spiral Ventures di Indonesia

Salah satu venture capital yang telah beroperasi sejak tahun 2012, IMJ Investment Partners, saat ini telah berganti nama menjadi Spiral Ventures. Pergantian nama tersebut dilakukan setelah berhasil “melepaskan diri” (dalam bentuk management buyout) dan berdiri secara independen dari IMJ Jepang.

Secara struktural, Spiral Ventures terdiri atas dua perusahaan, Spiral Ventures Asia Ltd dan Spiral Ventures Japan LLP. Tidak ada perubahan yang cukup drastis dalam manajemen. semua portofolio IMJ Investment Partners tetap berada dalam Spiral Ventures, sementara Managing Partner dan General Partner-nya tetap dipegang pejabat terdahulu.

Spiral Ventures di Indonesia

Kepada DailySocial, salah satu Venture Partner Spiral Ventures David Soukhasing, yang juga menjabat sebagai Head of Angel Investment Network Indonesia (ANGIN), mengungkapkan saat ini Spiral Ventures mulai serius melakukan investasi kepada startup Indonesia.

“Posisi saya masih tetap di ANGIN. Di Spiral Ventures sendiri posisi saya sebagai venture partner, pekerjaan yang telah saya jalani selama 2,5 tahun terakhir,” kata David.

Disinggung apakah nantinya bakal ada kolaborasi antara ANGIN dengan Spiral Ventures, menurut David kesempatan tersebut terbuka lebar.

“Di Spiral Ventures sendiri Yasuhiro Seo masih menjabat sebagai Partner dibantu oleh Karrisa Adelaide selaku Investment Analyst. Mereka yang akan me-manage Sipral Ventures secara rutin. Posisi saya sebagai venture partner tidak terlalu banyak terlibat,” kata David.

Karissa sendiri sebelumnya sempat bekerja di ANGIN bersama David Soukhasing. Fokus utama Spiral Ventures selanjutnya adalah mendukung koneksi lokal, portofolio lokal, dan memperlancar proses deal sourcing. Selain itu Spiral Ventures juga akan menyediakan market intelligence yang lengkap.

“Sejak awal Spiral Ventures memang fokus kepada kawasan regional dan saat ini Indonesia tengah kami garap,” tutup David.

Disebutkan Spiral Ventures bakal mengumpulkan penggalangan dana baru hingga akhir tahun 2017. Fokus Spiral Ventures adalah pasar India dan Asia Tenggara.

Mari Elka Pangestu Resmi Bergabung Menjadi “Angel Investor” ANGIN

Setelah menjadi angel investor untuk startup Seekmi, mantan Menteri Perdagangan dan Pariwisata RI Mari Elka Pangestu secara resmi bergabung dengan jaringan angel investor di Indonesia yaitu ANGIN. Keterlibatan Pangestu dalam dunia startup sejak dua tahun terakhir ditunjukkan secara langsung dengan hadirnya beliau dalam berbagai acara yang melibatkan banyak startup dan investor di Indonesia. Melihat peran serta beliau, ANGIN kemudian melakukan pendekatan kepada Pangestu untuk menjadi bagian angel investor di Indonesia.

“Kami dari ANGIN biasanya memang tidak terlalu banyak berbicara tentang proses perekrutan calon angel investor, namun dalam hal ini kami [ANGIN] memang melakukan pendekatan khusus kepada ibu Mari Elka Pangestu,” kata Direktur Angel Investment Network Indonesia (ANGIN) David Soukhasing kepada DailySocial.

Saat ini Mari Elka Pangestu masih menjabat sebagai penasihat di inkubator Plug and Play Indonesia dan Kamar Dagang Indonesia (Kadin). Bergabungnya Mari Elka Pangestu ke dalam jaringan angel investor di ANGIN menambah jumlah angel investor menjadi sekitar 51 orang. Seperti dilansir dari Dealstreetasia, selain Mari Elka Pangestu, turut bergabung angel investor baru lainnya yaitu Samuel Koshan (Direktur Sinar Kharisma Padjajaran), Raya Papp (Co-founder dan partner Challenger 88), dan Wolfgang Hafenmayer (co-founder dan managing partner Challenger 88).

Sebelumnya Venture Partner 500 Startups  Ashraf Sinclair juga bergabung menjadi angel investor di ANGIN.

Menambah jumlah angel investor di berbagai kota

Selama ini ANGIN cukup aktif menambah jumlah angel investor bukan hanya di Jakarta namun di kota-kota besar lainnya. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh ANGIN beberapa waktu yang lalu adalah mengumumkan rencana ekspansi perdananya ke Medan. Untuk mendukung strategi tersebut, ANGIN menempatkan Edy Tan sebagai partner regional dengan posisi Managing Head.

Edy Tan bergabung di ANGIN sejak tahun lalu sebagai investor, bersama beberapa nama lainnya. Edy juga masih tercatat sebagai Managing Director di Medan Inovasi Bersama, sebuah inkubator startup digital di Medan yang menyediakan keterampilan kewirausahaan, pelatihan, pendampingan, dan pendanaan. Edy juga tercatat sebagai Strategic Regional Head di Go-Jek.

Setelah Medan, pihak ANGIN berencana untuk melakukan ekspansi berikutnya di kota lainnya, seiring upaya ANGIN dalam rangka memperkuat eksistensinya sebagai jaringan angel investor di Indonesia.

Mendalami Isu Seksisme di Dunia Startup Indonesia

Beberapa pekan terakhir, Silicon Valley diguncang dengan adanya dugaan pelecehan seksual. Bak bola salju, kabar tersebut lamban laun membuat satu per satu muncul permintaan maaf dan pengunduran diri yang dilayangkan para pelaku, yang adalah petinggi perusahaan dan investor, terkait tindakan yang pernah mereka lakukan untuk rekan kerja perempuan mereka.

Tentu saja, hal ini membuat dinamika antara investor dengan pelaku startup, terutama untuk perempuan, jadi terganggu.

Rendahnya pengakuan hingga penghargaan di dunia startup kepada para eksekutif perempuan, nampaknya tidak hanya terjadi di Silicon Valley, tapi juga di Indonesia. Meskipun demikian, dugaan pelecehan seksual di lanskap startup Indonesia sejauh ini belum pernah terjadi atau setidaknya belum pernah muncul secara publik.

Dari kacamata orang yang sering berkecimpung dengan investor asing, Director ANGIN David Soukhasing mengungkapkan, berdasarkan pengalamannya, tindakan seksisme di Silicon Valley memang terjadi, namun banyak yang menghiraukannya. Kesempatan kerja di VC dan perusahaan teknologi memang mayoritas dikuasai laki-laki. Membuat kesempatan bagi perempuan mendapatkan posisi teratas jadi lebih sulit.

Bagi perempuan di Silicon Valley, mereka pun mengantisipasinya dengan tindakan preventif dengan pengamanan ekstra. Mulai dari menjaga cara berperilaku saat pesta, acara startup, rapat, perjalanan bisnis, dan lainnya. Tentu saja, tindakan ini membuat mereka jadi lebih tertekan dengan berbagai stereotipe tersebut.

Untuk kondisi di Indonesia, dirinya mengaku belum pernah melihat atau mendengar tentang perilaku seksisme, seperti pelecehan seksual yang menimpa startup di Indonesia.

“Terus terang, saya belum pernah melihat atau mendengar tindakan seksisme di startup Indonesia,” katanya.

Untuk mendukung pernyataan Soukhasing, DailySocial pun mencoba untuk menghubungi sejumlah pelaku startup beserta investor untuk mengecek kondisi terkini di Indonesia.

Setidaknya dari jawaban yang dikumpulkan, ada dua alasan yang menyatakan tindakan seksisme belum terdengar di dunia startup Indonesia, yaitu lebih terdengarnya isu kesetaraan gender dan minimnya jumlah perempuan bekerja di startup.

Isu kesetaraan gender

Menurut Partner Patamar Capital Dondi Hananto, kejadian yang menimpa di Silicon Valley jauh berbeda dengan Indonesia. Menurutnya, kondisi di Indonesia lebih mengarah ke arah kesetaraan gender, juga bukan karena diskriminasi. Ini terlihat dari minimnya jumlah perempuan memegang posisi di level senior, baik di VC maupun perusahaan startup pada umumnya.

Tak hanya di Indonesia, sambungnya, kesetaraan gender memang masih menjadi isu di Asia. Jarang ada perempuan yang menduduki posisi sebagai partner di VC. Bahkan di Amerika Serikat pun, diperkirakan posisi senior yang dipegang oleh perempuan hanya sekitar 12% dari seluruh perusahaan teknologi.

“[Di Indonesia] kalau sampai pada pelecehan fisik dan verbal, mungkin enggak ya, atau at least enggak kentara. Mungkin lebih tepatnya gender balance ya. Not sure apakah ini akibat dari intentional sexism atau unconscious gender bias. Gejala yang terlihat adalah jumlah perempuan di level senior dalam VC maupun startup in general [yang minim],” terang Dondi.

Partisipasi perempuan bekerja di dunia startup masih minim

Founder dan CCO Zetta Media Network Aulia Halimatussadiah, yang akrab dipanggil Ollie, mengaku dirinya belum pernah mendengar isu kekerasan seksual perempuan dalam dunia startup Indonesia. Dia malah menekankan isu yang kini masih terjadi di Indonesia adalah masih minimnya jumlah perempuan yang terjun ke dunia startup.

Minimnya partisipasi, menurutnya, kemungkinan besar bukan karena terjadinya diskriminasi. Sebab, dia melihat kondisi saat ini ada banyak pintu karir yang terbuka lebar untuk perempuan Indonesia berkarir di startup. Mulai dari kesempatan belajar dan kesempatan kerja yang sama.

Ollie menilai minimnya tingkat partisipasi perempuan di dunia startup bisa jadi dikarenakan perempuan itu sendiri yang ragu karena dunianya yang jauh berbeda dengan kerja kantoran.

“Belum lagi berbagai ketakutan pribadi karena tidak familiar dengan industri teknologi in general,” ucap Ollie.

Memperkuat pernyataan Dondi dan Ollie, Founder dan CEO Female Daily Hanifa Ambadar mengatakan lanskap startup di Indonesia terbilang kecil, sehingga jika ada kejadian buruk atau kurang menyenangkan akan langsung tersebar ke publik. Menjadi kecil kemungkinannya pelecehan seksual terjadi di dunia startup Indonesia.

“Saya juga cukup dekat dengan perempuan yang di tech industry, so far belum pernah mendapatkan cerita tentang sexism atau pelecehan seksual. Semoga memang tidak ada,” kata Hanifa.

Dia melanjutkan perusahaan digital di Indonesia tergolong sempit karena orangnya itu-itu saja. Semua orang jadi kenal satu sama lain. Tindakan “aneh” dengan instan akan tersebar dan mengancam reputasi mereka sendiri.

Untuk mendukung jumlah partisipasi perempuan dan sekaligus meminimalisir bentuk tindakan negatif, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan investee company-nya menggunakan penilaian kinerja secara profesional untuk seluruh karyawannya.

“Terus terang, kita tidak pernah memilah-milah soal gender, background, pendidikan, dan lainnya. Setiap staf atau founder, kami hormati dengan pantas. Hanya saja, untuk perempuan kami ada perhatian ekstra bila mereka pulang malam,” tutur Willson.

Kondisi startup di Indonesia yang masih minim diisi perempuan, terutama untuk posisi senior dan engineer, dapat dijadikan sebagai kesempatan untuk menekankan sikap profesional dalam hal penilaian kinerja. Jika banyak perempuan menempati posisi tinggi di dunia startup, ke depannya, bisa menjadi upaya efektif dalam meminimalisir terjadinya pelecehan di kemudian hari.


Yenny Yusra berpartisipasi dalam pembuatan artikel ini

Rencana ANGIN Meningkatkan Peran Perempuan di Dunia Teknologi

Permasalahan masih minimnya jumlah perempuan yang berkecimpung dalam dunia teknologi hingga saat ini ternyata mendapat sorotan dari para pelaku startup hingga jajaran eksekutif di perusahaan teknologi di Indonesia. Namun menjamurnya jumlah startup dan meningkatnya lowongan posisi untuk engineer, ternyata tidak disertai dengan meningkatnya jumlah perempuan yang bekerja sebagai engineer.

Dalam tulisan yang dimuat oleh JakartaPost, Head of Product Manager Digital of Tokopedia Devy Pranowo mengungkapkan, dunia teknologi tidak pernah melihat jenis kelamin, artinya semua orang bisa belajar dan mencoba untuk berprofesi sebagai engineer.

Namun demikian faktanya hingga kini dunia startup dan teknologi di tanah air, masih kekurangan peminat yang berasal dari kalangan perempuan untuk terjun menjadi engineer. Salah satu cara untuk bisa menarik perhatian para perempuan untuk tertarik mengisi posisi teknis adalah agar perusahaan lebih terbuka dalam hal perekrutan, bukan hanya fokus kepada engineer pria namun juga perempuan.

ANGIN dan Wonder Tech

Melihat persoalan yang ada Angel Investment Network Indonesia (ANGIN) kemudian menginisiasi kegiatan Wonder Tech. acara yang bertujuan untuk memahami permasalahan dan mencoba mencari solusi terbaik agar lebih banyak lagi perempuan terjun ke dunia teknologi, didukung oleh para pelaku startup di Indonesia.

“Setelah melakukan pertemuan dengan Co-CEO Lazada Florian Holm, Khailee Ng dari 500 Startups dan beberapa teman-teman dari layanan e-commerce, kita memutuskan untuk melakukan sesuatu agar bisa membawa lebih banyak lagi perempuan dalam dunia teknologi terutama di kalangan eksekutif. Florian dari Lazada selalu mengeluhkan sedikitnya jumlah perempuan saat pertemuan eksekutif internal, sebagai langkah pertama kita akan melakukan kegiatan tersebut dalam waktu dekat,” kata Direktur ANGIN David Soukhasing kepada DailySocial.

Dalam kegiatan tersebut akan dihadirkan beberapa tokoh perempuan yang terbilang sukses dengan bisnisnya di Indonesia untuk membahas potensi serta solusi terbaik untuk perempuan di dunia teknologi.

“Kita akan mengundang sekitar 150 orang menghadiri acara sederhana yang nantinya sarat dengan interaksi dan pembahasan menarik tentang isu perempuan di dunia teknologi,” kata David.

Memperluas kerja sama dengan rekanan strategis

Sebagai salah satu jaringan angel investor di Indonesia, ANGIN makin gencar melakukan kerja sama dengan pihak terkait. Selain dengan Garena, Lazada, GO-Jek, dan Facebook, saat ini ANGIN dan 500 Startups telah melakukan kerja sama strategis, salah satunya adalah dengan menempatkan Venture Partner 500 Startups Ashraf Sinclair sebagai angel investor di ANGIN.

“Sebelumnya ANGIN telah melakukan co-invested dengan 500 Startups, berdasarkan rekomendasi dari Khailee Ng (Managing Partner 500 Startups) kami di ANGIN berharap Ashraf bisa menjadi mentor untuk industri fesyen, kuliner, selebriti hingga gaya hidup yang berbasis teknologi dan masuk dalam seed stage,” kata David.

Rencana ke depannya ANGIN dan 500 Startups akan melancarkan kerja samanya dengan mengadakan beberapa kegiatan, salah satunya adalah kegiatan Wonder Tech di Jakarta.

Komitmen ASEAN Angel Investor Bantu Startup Berekspansi di Kawasan Asia Tenggara

Berawal dari sebuah ide untuk mengumpulkan para angel investor di Asia Tenggara, ASEAN Angel Investor secara resmi dibentuk pada awal November 2016. Indonesia yang diwakilkan oleh Angel Investment Network Indonesia (ANGIN) telah mendapatkan penawaran dari Malaysian Business Angel Network (MBAN) empat bulan sebelumnya untuk membuat sebuah platform baru yang bisa berfungsi sebagai agregator para angel investor di seluruh kawasan Asia Tenggara.

“Setelah melalui proses negosiasi dan perbincangan yang cukup intens akhirnya ASEAN Angel Investor di resmikan di Kuala Lumpur dalam acara World Islamic Economic Forum dan MBAN Summit. Turut hadir yang menandatangani kesepakatan tersebut adalah perwakilan ANGIN dan tentunya dari BANSEA,” kata Head of Angel Investment Network Indonesia (ANGIN) David Soukhasing kepada DailySocial.

Dengan dibentuknya AAA, diharapkan bisa memberikan keuntungan lebih untuk startup Indonesia, yang ingin melakukan ekspansi ke kawasan Asia Tenggara. hal tersebut yang kemudian menjadi salah satu fokus dari AAA.

“Bukan hanya membangun platform secara online dan offline AAA juga ingin memfasilitasi berbagai informasi, komunikasi di seluruh kawasan Asia Tenggara terutama para pemain kuncinya,” kata David.

Ditambahkan pula oleh David saat ini sudah banyak entrepreneur yang tersebar di seluruh Asia Tenggara namun masih belum memiliki informasi yang jelas dan transparan tentang hal apa saja yang dilakukan para entrepreneur di masing-masing negara. AAA berkomitmen untuk menciptakan kesempatan lebih untuk berkolaborasi dan berbagi, sebuah platform yang bisa saling menguntungkan.

Terdapat 7 jaringan yang tergabung dalam AAA, diantaranya adalah, Vietnam dengan HATCH Ventures, Cambodia Investors Corporation, The Bangkok Venture Club, Business Angel Network South East Asia (BANSEA) dari Singapura, 1000 Angels asal Filipina, Malaysian Business Angel Network (MBAN) dan Angel Investment Network Indonesia (ANGIN).

Peranan ANGIN untuk AAA

Fokus utama dari ANGIN melalui AAA adalah memperkenalkan startup Indonesia kepada angel investor lainnya di Asia Tenggara dan memiliki kesempatan untuk melakukan ekspansi dengan berbagai dukungan yang bisa dipercaya. Selain itu AAA juga memberikan kesempatan untuk memberikan edukasi yang tepat kepada startup, mengikuti kegiatan akselerator dan inkubator di negara yang tergabung dalam AAA.

Selama ini ANGIN telah mendukung usaha para startup baru untuk mendapatkan funding. Saat ini ANGIN mengklaim telah memiliki 40 angel investor dan telah membina hubungan baik dengan 50 venture capital, private equity dan para angel investor. AAA merupakan kelanjutan dari peranan ANGIN untuk membantu lebih banyak lagi startup Indonesia yang masih kesulitan untuk mendapatkan pendanaan.

“Ketika Anda memutuskan untuk menjadi entrepreneur terutama yang tidak memiliki cukup dana mendapatkan pendanaan untuk memulai usaha merupakan hal yang paling sulit. Terutama jika Anda terkendala dengan bahasa, tidak mengetahui dengan baik proses investasi dan lainnya, untuk itu mendapatkan dukungan dari pihak yang tepat tentunya bisa mempermudah jalannya usaha,” kata David.

Indonesia sudah menjadi negara tujuan para investor untuk berinvestasi, mulai dari venture capital hingga investor individual semua memiliki minat yang cukup besar untuk menanamkan modal di startup asal Indonesia. Kontribusi yang ingin diberikan oleh ANGIN kepada AAA dalam hal ini adalah untuk berbagi pengalaman tentang relasi yang sebelumnya telah dijalin kepada entrepreneur asal Indonesia.

“Saat ini ANGIN telah menyelesaikan deal dengan 15 startup dan telah memberikan fasilitasi kepada 30 startup sebelumnya. Bukan hanya dalam hal pendanaan ANGIN juga senantiasa memberikan strategi penetrasi pasar untuk investor juga portofolio perusahaan. Kami tidak hanya membatasi kepada bisnis ‘brick and mortar‘ yang kebanyakan dicari oleh investor, namun juga kemampuan untuk skalabilitas yang akan menguntungkan dari kolaborasi ini,” kata David.

Selain itu AAA juga ingin menciptakan jaringan angel investor yang berkualitas dan bisa bekerja sama dengan berbagai startup di Asia Tenggara. Salah satu kegiatan yang juga akan diberikan kepada para angel investor adalah pelatihan yang diberikan oleh Alpha JWC, yang diperuntukkan secara khusus untuk para angel investor juga calon pemberi dana.

“Setiap negara di Asia memiliki cara dan proses yang berbeda dalam hal melakukan manajemen bisnis, dalam hal ini semua angel investor yang bergabung dalam AAA bisa mendapatkan esensi yang diperlukan dari masing-masing negara bagaimana menjadi angel investor yang baik,” kata David.

Rencana dan target AAA

Masih banyak target yang ingin dicapai oleh AAA untuk meningkatkan kualitas angel investor dan tentunya startup di kawasan Asia Tenggara. Namun secara spesifik ada beberapa target yang menjadi prioritas dari AAA pasca diresmikan, di antaranya adalah pemberian investasi antar negara, pendanaan yang telah disepakati dan pendanaan yang menguntungkan dari platform dalam hal ini AAA terkait dengan ekspansi pasar.

“Tentunya bukan hal yang mudah untuk dijalani, namun kami berkomitmen untuk menyediakan ekosistem dalam cara yang berbeda, termasuk dalam hal regulasi, kami berusaha untuk bekerja lebih baik lagi,” tutup David.