Tag Archives: dbs foundation

Tridi Oasis

Upaya “Tridi Oasis” Daur Ulang Sampah Plastik Agar Bernilai Ekonomi

Mengutip data Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia masuk urutan kedua penyumbang sampah plastik sedunia pada 2019 dengan 3,21 juta metrik ton per tahun. Posisi pertama ditempati Tiongkok dengan 8,81 juta metrik ton per tahun. Sudah produsen terbesar, Indonesia juga tidak mampu mengolah sampah. Menurut Indeks Pengelolaan Plastik, Indonesia secara umum masih kalah dari Vietnam, Thailand, dan Malaysia.

Berbagai anggapan negatif sudah pasti menonjol ketika melihat kondisi di atas. Tak heran, kalau pemerintah memberlakukan larangan pemakaian plastik sekali pakai di sejumlah daerah untuk menekan laju sampah plastik. Namun ada sisi positif yang bisa diangkat dari permasalahan di atas, yakni mengangkat sampah agar memiliki nilai ekonomi yang dapat memberdayakan masyarakat. Dengan pandangan tersebut, melandasi Dian Kurniawati (CEO) dan Dinda Utami Ishah (COO) untuk mendirikan Tridi Oasis pada 2016.

Secara personal, Dian memiliki ketertarikan untuk mengelola limbah plastik, meski ia sendiri tidak punya latar belakang di dunia sirkular. Sebelumnya, Dian bekerja sebagai konsultan di sejumlah perusahaan multinasional.

“Saya lihat sampah sebagai bahan baku, masalah yang jadi peluang di mana ada kesempatan dari segi ekonomi yang bisa menciptakan ekonomi baru punya dampak sosial dan lingkungan,” kata Dian dalam kunjungan pabrik Tridi Oasis di Tangerang, Selasa (25/10).

PT Tridi Oasis Group berfokus pada daur ulang PET (polietilen tereftalat), seperti botol plastik diubah menjadi berbagai serpihan PET daur ulang berkualitas tinggi. Serpihan tersebut dibutuhkan untuk kemasan dan tekstil berkelanjutan yang dibutuhkan oleh industri kemasan makanan dan tekstil. Seluruh proses daur ulang dilakukan di pabrik Tridi Oasis yang berlokasi di Tangerang.

Ia memilih PET karena berdasarkan potensi pasarnya yang menjanjikan. Mengutip dari berbagai sumber yang ia rangkum, secara global, bahan input diestimasi bertambah 0,7 juta ton per tahun. Kemudian, nilai pasar plastik daur ulang global diproyeksikan mencapai $50,356 juta pada tahun 2022, dengan CAGR sebesar 6,4% dari 2017 hingga 2022. Terakhir, pengemasan adalah segmen pasar plastik daur ulang yang tumbuh paling cepat, berdasarkan industri penggunaan akhir, diikuti oleh industri otomotif, listrik, dan elektronik.

Sampai saat ini, Tridi Oasis telah mengumpulkan, memilah, dan mendaur ulang lebih dari 5 ribu ton limbah botol. Secara rata-rata, perusahaan mendaur ulang 500-700 ton sampah botol per bulannya. Hasil daur ulang ini sebanyak 90% diekspor ke luar negeri, misalnya Eropa, Vietnam, dan Amerika Serikat. Diestimasi perusahaan menggunakan 20 truk kontainer berbagai ukuran per bulannya, dengan berat mulai dari 20 ton per truk untuk ekspor hasil daur ulang.

Bahkan, kini untuk memenuhi standardisasi internasional, perusahaan sudah mengantongi sertifikasi Ocean Bound Plastic (OBP), yang dikembangkan oleh Zero Plastic Oceans berbasis di Prancis. Standardisasi ini memungkinkan Tridi untuk mendistribusikan serpih PET bersertifikat polietilen tereftalat (PET) melalui jaringan perdagangan globalnya.

Tak berhenti di situ, perusahaan mulai memikirkan daur ulang limbah plastik lainnya di luar botol. Setelah meriset lebih jauh, sampah kemasan sachet (MLP/multi layered plastics) punya isu yang tak kalah besar karena sulit untuk didaur ulang sehingga tingkat pengumpulannya rendah. Ditambah lagi, sebagian besar 90% sampah jenis ini berakhir di lautan, secara global hanya 9% plastik yang didaur ulang, dan sumber bahan baku banyak dan biaya rendah.

Adapun dari segi prospeknya, pemain yang mendaur ulang di limbah jenis ini sedikit karena sebagian besar daur berfokus pada plastik keras, terutama PET dan HDPE (High-density polyethylene).

Hasil daur ulang dari limbah sachet ini adalah palet. Palet adalah alas yang digunakan dalam proses pengiriman berbagai barang, yang berfungsi sebagai pelindung dan alat bantu untuk mempermudah proses pengangkatan hingga penyusunan selama di gudang dan kontainer. Prospek penggunaan palet juga besar karena berkolerasi erat dengan industri logistik yang terus bertumbuh.

Diestimasi, pangsa pasar palet akan mencapai $110.565,7 juta pada 2027, dari $79.008,6 juta pada 2019, tumbuh pada CAGR sebesar 5,1% dari 2020 hingga 2027. Untuk menyeriusi sektor ini, perusahaan membentuk perusahaan patungan dengan ALBA Group, perusahaan spesialis daur ulang, bernama PT Tridi Plastics Recycling (ALBA Tridi).

“Baru Agustus ini pembentukan badan hukum telah selesai. Kami akan pakai fasilitas pabrik di Kendal, Jawa Tengah untuk daur ulang limbah sachet ini. ALBA akan bantu dari sisi teknologinya yang sudah mutakhir.”

Disebutkan ALBA Tridi telah mengelola sampah sachet sebanyak lebih dari 400 ton sejak Januari hingga September 2022, naik 300% dibandingkan dengan 130 ton yang dihasilkan selama tahun sebelumnya. Pihaknya didukung oleh inisiatif pengumpulan yang dibangun bersama 50 mitra, yakni warung, bank sampah, pengepul, dan warga perumahan.

Menciptakan nilai ekonomi berkelanjutan

Dian menjelaskan, dalam rangka memberdayakan ekonomi berkelanjutan, perusahaan menetapkan proses pengumpulan sampah botol yang melibatkan lingkungan sekitar, seperti pengepul dan masyarakat lokal. Khusus untuk masyarakat lokal, perusahaan membuat program edukatif “Beberes”, kolaborasi dengan CleanHub, perusahaan sejenis asal Jerman.

Program tersebut dilakukan untuk membantu proses manajemen persampahan dan memungkinkan masyarakat setempat untuk menghasilkan sampah daur ulang bernilai tinggi. Saat ini, program Beberes telah diikuti oleh lebih dari 50 mitra yang mencakup warung, bank sampah, pengepul, dan warga perumahan sekitar.

Salah satunya adalah warga di wilayah Cibodasari, Tangerang. Miftah, Ketua RT 05 Perumnas I Cibodasari, menyampaikan dirinya antusias dengan program tersebut karena kekhawatiran terhadap sampah menumpuk dan banjir yang terus terjadi bila musim hujan tiba.

Sejak awal tahun ini ia berinisiatif untuk mulai mengumpulkan limbah botol dan sachet yang ditaruh di lingkungan RT. Bersama 10 warga terpilih lainnya, secara rutin mengumpulkan sampah yang ditaruh ke dalam satu tong plastik ukuran 50 liter. Masing-masing warga diberikan satu tong tersebut di rumahnya, biasanya sampah tersebut seberat 3-5 kg.

“Satu minggu sekali sampah diambil pihak Tridi. Ada pencatatannya tiap minggu dan diukur beratnya. Dalam sebulan, setelah empat kali pengambilan sampah, warga akan dapat sembako dari Tridi. Karena itu, warga jadi semangat.”

Proses pengambilan sampah dari masyarakat ini menggunakan aplikasi sederhana dengan fitur mencatat rutin sampah yang diangkut Tridi per mingggunya. Tiap warga sudah dilengkapi dengan kode barcode tersendiri yang perlu di-scan oleh petugas Tridi.

Adapun untuk limbah botol, Miftah secara pribadi mengumpulkannya dibantu warga untuk kemudian dijual ke pengumpul di Legok. Dalam dua bulan, ia bisa mengumpulkan 50-70 kg limbah botol yang dihargai per kilonya mulai dari Rp6 ribu, tergantung jenis botolnya.

“Saya simpan hasil penjualan ini untuk kas RT karena saya tidak mau memberatkan warga harus setor uang terus. Sebelum dijual ke pengepul, saya juga berdayakan karang taruna di sini untuk bantu bersih-bersih.”

Dian mengaku, pihaknya bekerja sama dengan para pengepul di sekitar Tangerang sebagai pemasok. Adapun, tim Tridi Oasis kini berjumlah 140 orang.

Didukung dana hibah dari DBS Foundation

Dalam mendukung seluruh rencana Tridi Oasis, perusahaan ikut serta dengan program hibah yang diselenggarakan oleh DBS Group melalui DBS Foundation pada tahun lalu. DBS Foundation Social Enterprise Grant diberikan kepada Tridi untuk mendukung penerapan ekonomi sirkular.

Secara total, DBS Foundation menyalurkan dana hibah sebesar SG$3 juta bagi pelaku usaha yang bisnisnya memberikan dampak bagi sosial dan lingkungan. Dari 19 penerima hibah di Asia, dua di antaranya dari Indonesia, yakni Tridi Oasis dan Waste4Change. Meski tidak bisa dirinci nominal yang didapat penerima hibah, namun nominalnya maksimal SG$250 ribu (sekitar 2,7 miliar Rupiah).

Dian bilang, dana hibah tersebut digunakan untuk melanjutkan studi kelayakan, riset pasar, dan menyelesaikan penelitian dan pengembangan terkait proses daur ulang kemasan plastik multi-lapis (MLP) atau sampah kemasan sachet, sebuah jenis plastik yang paling sedikit didaur ulang namun paling umum berakhir di lingkungan.

Berbeda dengan proses penyaluran dana hibah dengan perusahaan lainnya, DBS Group memantau secara rutin setiap perkembangan yang terbagi ke dalam beberapa milestones. Hal ini dimaksudkan bahwa DBS menginginkan perusahaan yang didukung itu dapat tetap bertumbuh dan berkembang.

“Kita ingin menumbuhkembangkan bisnis kewirausahaan ini agar mereka berkembang dan menciptakan lebih banyak dampak sosial dan lingkungan. Untuk itu dalam proposal harus disampaikan uang hibah untuk apa saja, bagaimana milestone-nya, dan butuh berapa lama capai tiap milestone-nya,” terang Head of Group Strategic Marketing & Communications Bank DBS Indonesia Mona Monika.

Dia melanjutkan, “Dukungan bagi wirausaha sosial di Indonesia ini sejalan dengan pilar sustainability ketiga kami, yakni Impact Beyond Banking atau komitmen kami dalam menciptakan dampak positif. Ke depannya, kami berharap dapat bekerja sama dengan lebih banyak wirausaha sosial yang memiliki misi sosial baik untuk lingkungan, edukasi maupun pemberdayaan masyarakat.

Ini adalah dana hibah kedua yang diterima Tridi Oasis. Sebelumnya, perusahaan mendapat dana dari Korea International Cooperation Agency (KOICA) sebesar $50 ribu pada Agustus 2020.

Pada tahun tersebut, perusahaan juga mengantongi pinjaman utang (debt financing) dari Circulate Capital, perusahaan manajemen investasi yang berbasis di Singapura. Tidak disebutkan nominal yang diterima Tridi. Selain Tridi Oasis, ada satu perusahaan asal India yang mendapat pinjaman dengan total $6 juta ini.

 

Two Indonesian Startups Receives Grants Funding from DBS Bank Singapore

DBS Singapore pours grants funding for 14 startups engaging in social
enterprise from Hong Kong, Tiongkok, India, Indonesia and Taiwan. The two
startups from Indonesia are Du’Anyam Weaving Goods and Pandawa Agri
Indonesia.

Fund distribution is a part of DBS Foundation’s CSR program. Total grants
fund prepared by DBS has reached US$825K, by approximately US$37.500 to US$120.000 fund received.

The selected startups represent each DBS’ operational main business
countries. They are chosen by its skill in identifying and handling social
needs, ongoing business model and fascinating innovation.

Quoted from e27, DBS Bank stated that this fund can be used by all startups
for escalating business and commercialized its solution. It also provides job
opportunity for those in need, create an eco-friendly solution related to
food processing and waste.

“As an objective-based organization, we believe in the importance of creating
banking outside-effect. Besides, we are willing to cooperate for their better
performance, by sharing insights or giving procurement chance with DBS,” said
DBS Foundation’s Head of Group Strategic Marketing & Communication and Board Member Karen Ngui.

DBS Foundation was established in 2014. It has given 260 social companies of
US$2,6 millions in total.

Du’Anyam Weaving Goods is an e-commerce helping weaver which mostly females located in Indonesia’s villages, to sell its products in Du’Anyam platform.
Up to this moment, the startup has helped more than 400 female weavers and
targeted to reach 2 thousands in the next 2020.

Meanwhile, Pandawa Agri Indonesia (PAI) is a startup engaged in agriculture
with ambition to make half of Indonesia’s agriculture using synthetic
products. By creating product as eco-friendly pests and weed killers solution
claimed to save farmer’s expense to 30%. PAI will use the grants fund to
build new production facility.

Besides both startups, there are Caption Cube (Singapore), Edible Garden City
(Singapore), UglyGood (Singapore), Pure Milk Co. (Taiwan), Knight Digital
Technology (Taiwan), Justwin (Taiwan), Agriforward (Taiwan), Eco-Greenergy
Limited (Hong Kong), Fantastic Dream (Hong Kong), HarvestWild Organic
Solutions (India), Kheyti (India), dan Tomoroe (China).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Dua Startup Asal Indonesia Terima Dana Hibah dari Bank DBS Singapura

Bank DBS Singapura memberikan dana hibah untuk 14 startup yang bergerak di sosial enterprise berasal dari Hong Kong, Tiongkok, India, Indonesia, dan Taiwan. Dua startup asal Indonesia yang mendapatkan dana hibah tersebut adalah Du’Anyam Weaving Goods dan Pandawa Agri Indonesia.

Pemberian hibah ini merupakan bagian dari program CSR DBS Foundation. Total dana hibah yang disiapkan Bank DBS mencapai US$825 ribu, dengan kisaran dana yang diterima mulai dari US$37.500 sampai US$120 ribu.

Startup terpilih mewakili masing-masing negara utama bisnis di mana Bank DBS beroperasi. Mereka dipilih karena kemampuannya dalam mengidentifikasi dan menangani kebutuhan sosial, model bisnis yang berkelanjutan, dan inovasinya yang menarik.

Dikutip dari e27, pihak Bank DBS menyatakan dana hibah ini dapat dipakai oleh seluruh startup untuk eskalasi bisnis dan mengomersialkan solusinya. Juga menciptakan lapangan pekerjaan untuk para talenta yang kurang mampu, serta membangun solusi ramah lingkungan berkaitan dengan pengelolaan makanan dan limbah.

“Sebagai organisasi berbasis pada tujuan, kami percaya sangat penting untuk menciptakan dampak di luar dunia perbankan. Di luar itu, kami berharap dapat bekerja sama agar mereka dapat bekerja dengan baik, lewat bimbingan berbagi pengetahuan dengan pihak lain, atau memberikan kesempatan bisnis procurement dengan DBS,” kata Anggota Dewan DBS Foundation dan Head of Group Strategic Marketing & Communications Karen Ngui.

DBS Foundation didirikan pada 2014. Secara total DBS Foundation telah memberikan kepada 260 perusahaan sosial dengan total nilai US$2,6 juta.

Du’Anyam Weaving Goods adalah startup e-commerce yang ingin membantu penganyam tenun, kebanyakan merupakan perempuan berlokasi di pedesaan Indonesia, menjual produknya di platform Du’Anyam. Hingga saat ini, startup tersebut telah membantu lebih dari 400 penganyam perempuan dan ditargetkan jumlahnya dapat mencapai 2 ribu pada 2020 mendatang.

Sedangkan Pandawa Agri Indonesia (PAI) adalah startup yang bergerak di agrikultur dengan ambisinya ingin setengah pertanian di Indonesia memakai produk sintesis. Caranya dengan mengeluarkan produk sebagai solusi pembasmi gulma dan halma ramah lingkungan yang diklaim dapat menghemat pengeluaran petani hingga 30%. PAI akan menggunakan dana hibah yang didapatnya untuk mendirikan fasilitas produksi baru.

Selain kedua startup tersebut terdapat pula Caption Cube (Singapura), Edible Garden City (Singapura), UglyGood (Singapura), Pure Milk Co. (Taiwan), Knight Digital Technology (Taiwan), Justwin (Taiwan), Agriforward (Taiwan), Eco-Greenergy Limited (Hong Kong), Fantastic Dream (Hong Kong), HarvestWild Organic Solutions (India), Kheyti (India), dan Tomoroe (Tiongkok).