Menemukan pinjaman yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran adalah salah satu tips untuk memilih KPR yang tepat. Jika seseorang ingin membeli atau membangun rumah, bank akan memberikan mereka Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Untuk menghindari masalah di masa depan, menemukan pemberi pinjaman yang terbaik sangat penting karena pembelian rumah adalah masalah jangka panjang. Kamu juga harus mengetahui beberapa tips tentang memilih KPR sebelum membeli rumah.
Apakah kamu tahu apa saja itu? Langsung saja simak ulasannya hingga akhir!
Pastikan kamu mampu membayar
Kemampuan untuk membayar adalah hal utama yang perlu diperhatikan sebelum kamu mulai mengambil KPR. Jika keuangan kamu masih belum terlalu stabil, jangan terburu-buru mengambil KPR.
Sebaiknya kamu menyisihkan tiga puluh persen dari penghasilan untuk mempersiapkan pengambilan KPR. Kamu harus membayar cicilan KPR setiap bulan hingga lunas. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk mengambil rumah KPR, kamu harus mempersiapkan uang sebaik mungkin.
Survei rumah
Jangan malas membandingkan harga pasar rumah satu per satu. Pilih yang sesuai dengan kemampuan. Pastikan lokasi yang akan dipilih juga harus dipertimbangkan. Faktor-faktor seperti kemungkinan banjir di daerah tersebut dan jarak dari lokasi ke kantor. Lihat lingkungan perumahan, jalur transportasi umum, dan fasilitas umum di sekitarnya.
Tinjau kredibilitas developer dengan teliti
Selain itu, untuk memilih KPR yang tepat, lakukan penelitian menyeluruh tentang kredibilitas developer sejak awal. Dengan demikian, kamu tidak perlu tertipu dengan promosi yang berlebihan yang hanya akan berdampak negatif di masa depan.
Oleh karena itu, lakukan rekam jejak developer yang dipilih ketika menjual properti selama beberapa tahun sebelumnya. Selain itu, kamu dapat melihat pencapaian, visi misi, dan kredibilitas developer melalui website resmi mereka atau media sosial.
Teliti tentang program KPR yang disediakan
Setelah memeriksa kredibilitas developer, periksa juga program KPR yang disediakan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan harga yang tidak sesuai dengan keadaan rumah yang sebenarnya. Selain itu, periksa apakah rumah memerlukan banyak renovasi, dan tanyakan riwayat perbaikan sebelumnya.
Tentukan apakah diperlukan perbaikan atau renovasi
Dalam beberapa situasi, informasi tentang harga yang tercantum pada iklan mungkin tidak selalu sesuai dengan keadaan sebenarnya. Jangan sampai setelah kamu membeli, banyak bagian yang perlu diperbarui.
Hal ini pasti sangat berisiko, terutama jika kamu tidak mempersiapkan uang untuk kebutuhan yang tidak terduga. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang kondisi rumah, jangan lupa untuk bertanya tentang sejarah perbaikan selain menentukan apakah mungkin diperlukan renovasi.
Hitung besaran plafon kredit
Untuk menjadi lebih mudah bagi bank untuk memenuhi kebutuhan kamu, sangat penting bahwa kamu mengetahui batas kredit. Plafon biasanya merujuk pada batas maksimal transaksi keuangan yang diizinkan.
Sebaliknya, plafon KPR adalah batas biaya untuk transaksi tertentu. Ini dibuat untuk mengurangi kemungkinan debitur tidak dapat membayar.
Cara menghitungnya adalah dengan mengurangi jumlah uang muka yang kamu bayarkan pada bank dengan harga rumah.
Singkatnya, plafon KPR adalah total utang yang harus kamu lunasi. Misalnya, kamu memilih rumah KPR dengan bunga 30% dan harga total Rp400.000.000. Kamu harus membayar DP sebesar Rp120.000.000, sehingga bank akan memberikan plafon KPR sebesar sekitar Rp280.000.000 kepada kamu.
Pastikan tempo pengajuan dengan serah terima kunci
Masing-masing pihak bank biasanya memiliki kebijakan tersendiri tentang waktu pengajuan KPR. Pengajuan biasanya memakan waktu antara dua minggu dan satu bulan. Oleh karena itu, pastikan untuk menanyakan berapa lama waktu pengajuan agar kamu dapat memenuhi kebutuhan tambahan.
Selain itu, saat memilih rumah yang siap huni, pastikan untuk bertanya kepada developer kapan serah terima kunci pasti akan dilakukan. Jadi, pastikan hak kamu sebagai pembeli dapat dipenuhi dan jangan ragu untuk menyatakan keberatan jika waktu penempatan rumah tidak sesuai dengan kesepakatan awal.
Apakah sekarang kamu lebih termotivasi untuk mendapatkan hunian segera setelah membaca nasihat memilih KPR di atas? Semoga tulisan di atas bermanfaat, ya!
mailtarget, sebuah layanan email API yang ditujukan bagi para developer, telah diumumkan secara resmi pada Rabu, 12 Juli 2023. Perilisan ini menandai langkah maju perusahaan dan dunia per-email-an di Indonesia.
Apakah MTARGET Mengalami Rebranding Lagi?
Awalnya perusahaan memperkenalkan diri dengan nama Mailtarget (dengan huruf M besar), namun kemudian kami memutuskan untuk mengubahnya menjadi MTARGET atas pertimbangan tertentu. Namun sekarang, apakah kita akan kembali menggunakan nama lama tersebut?
mailtarget (dengan huruf m kecil) tidak akan digunakan kembali. Ia lahir sebagai brand baru yang kuat dan berdiri sendiri. Meskipun demikian, di balik brand ini tetap ada tim pencetus yang bertindak sebagai pemikir dan pelaksana serta akan terus berkembang bersama-sama.
Jadi Apa Itu mailtarget?
mailtarget adalah layanan transactional email API yang dirancang khusus untuk para developer. Di dalamnya tersedia solusi pengiriman transactional email melalui Application Programming Interface (API), Simple Mail Transfer Protocol (SMTP), dan Software Development Kit (SDK). Bahasa pemrograman juga didukung dengan cURL, Node.js, PHP, Kotlin Golang Java C#, karena kami memahami bahwa setiap developer memiliki kebutuhan unik mereka sendiri.
Layanan Email API mailtarget menyediakan semua yang dibutuhkan oleh developer. Ini termasuk perlindungan email pengguna melalui SPF, DKIM, dan DMARC yang terintegrasi di dalamnya untuk mencegah ancaman spoofing. Fitur report dan analytic juga disediakan melalui dashboard agar pengguna dapat fokus pada pekerjaan teknis bersama tim dengan gaya coding terstruktur.
SMTP Relay Service
Fitur ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan pengiriman email massal dengan bantuan Layang Technology. Dengan mengkonfigurasikan layanan ini secara sederhana, Anda dapat mengatur skala besar pengiriman email tanpa masalah. Jangan khawatir tentang email yang tidak tepat waktu atau masuk ke folder spam atau tab promosi di inbox.
Software Development Kit (SDK)
mailtarget juga menyediakan Software Development Kit (SDK) sebagai solusi bagi mereka yang ingin menggunakan pre-built components untuk mengembangkan email tanpa harus membangun semuanya dari awal lagi.
Sandbox
Sandbox merupakan fitur penting dari mailtarget, dimana para developer bisa melakukan uji coba pengiriman email sebelum berpindah ke tahap produksi utama. Di dalam sandbox ini, pengguna memiliki batasan harian hingga 300 email/hari dan maksimal 20 alamat penerima sehingga bisa bereksperimen sepuasnya dalam lingkungan aman.
Mengapa Memilih mailtarget?
Selain fitur-fitur yang telah disebutkan sebelumnya, apa yang membuat mailtarget begitu istimewa? Mengapa pengguna harus memilih mailtarget di atas layanan email API transactional lainnya?
– Integrasi yang mudah dengan tiga langkah sederhana untuk mengirim email: aktivasi akun, pengaturan domain, dan pengiriman email.
– Pengiriman cepat dan aman tanpa adanya keluhan klien terkait penundaan atau penyusupan pada email.
– Tingkat deliverability yang tinggi untuk mencapai jumlah maksimum dari pengiriman email dalam waktu singkat.
– Analisis mendalam yang dapat menyediakan semua informasi performa yang dibutuhkan.
– Peringatan setiap login dan pengiriman agar tidak ada aktivitas tak terpantau.
mailtarget dikembangkan oleh para developer untuk developer. Layanan ini relevan dengan kebutuhan Anda karena perusahaan memahami perspektif Anda sebagai user.
Ingin Lebih Mengenal mailtarget?
Klik tombol di bawah ini untuk menemukan lebih banyak informasi tentang mailtarget, fitur-fiturnya, temukan bagian mana yang akan sangat membantu Anda, cek dokumentasi, atau coba langsung sandbox-nya.
Website atau situs merupakan salah satu hal yang penting bagi perusahaan karena memiliki banyak fungsi, salah satu fungsinya adalah website dapat menjadi sebuah wajah perusahaan. Maka dari itu, penting untuk membuat sebuah website perusahaan yang bagus, menarik, dan fungsional.
Namun, pembuatan website tidaklah mudah. Kamu harus sudah menguasai hal-hal yang cukup rumit untuk mulai dari 0. Kamu harus mengetahui dan mempelajari hosting, domain, SSL/HTTPS, desain UI/UX, dan masih banyak lagi.
Lantas, bagaimana jika kita membutuhkan sebuah website untuk perusahaan apabila kita tidak memiliki skill maupun pengetahuan sama sekali terkait hal tersebut?
Tenang saja, kamu bisa menggunakan jasa Developer untuk mengatasi masalah tersebut. Sehingga, kamu tidak perlu repot-repot mempelajari semua pengetahuan terkait website mulai dari awal.
Apa itu Developer?
Definisi Developer
Developer merupakan seseorang yang dapat melakukan proses pengembangan sebuah website atau software, bahkan membuat sebuah aplikasi.
Lazimnya, Developer adalah seseorang yang sudah menguasai hal-hal yang terkait dengan pemrograman, seperti HTML, CSS, JavaScript, dan lainnya.
Karena perusahaan mulai banyak yang membutuhkan website, maka semakin banyak perusahaan yang mencari Web Developer. Hal ini dibuktikan dengan maraknya lowongan pekerjaan untuk Web Developer.
Walaupun Developer ini memiliki banyak tugas, namun tugas-tugas tersebut tidak hanya dipikul satu Developer saja karena masih ada bagian lagi didalamnya.
Apa saja tugas-tugas Developer yang benar?
Tugas Developer
Karena Developer memiliki tugas yang cukup banyak dan rumit, mereka terbagi menjadi 3 bagian lagi, yaitu:
Front-End Developer
Bagian yang pertama adalah Front-End Developer, bagian ini memiliki tugas untuk mengaplikasikan desain tampilan utama website yang diberi oleh designerwebsite.
Front-End Developer bertanggung jawab untuk membuat sistem dengan kode (coding) yang rapi agar website ataupun aplikasi mudah digunakan oleh pengguna.
Yang harus dikuasai oleh Front-End Developer adalah HTML, CSS, dan JavaScript.
Back-End Developer
Bagian yang kedua adalah Back-End Developer, bagian ini memiliki tugas untuk mengelola server dan kualitas performa agar selalu baik.
Front-End Developer bertanggung jawab untuk memastikan website atau aplikasi selalu berjalan dengan lancar sehingga penggunanya tidak akan mengalami masalah.
Yang harus dikuasai oleh Back-End Developer adalah PHP, SQL, dan Python.
Full-Stack Developer
Bagian yang ketiga adalah Full-Stack Developer, bagian ini memiliki tugas gabungan dari Front-End Developer dan Back-End Developer.
Full-Stack Developer bertanggung jawab untuk mengembangkan tampilan serta memastikan kecepatan dan keamanan website.
Namun, karena masih banyak yang belum terlalu mengenal dunia IT, terutama Developer, hal ini membuat banyaknya orang yang menganggap semua pekerjaan terkait pemrograman disebut dengan Developer.
Padahal, dunia IT juga memiliki Web Developer, Programmer, dan Software Engineer.
Dimanakah letak perbedaan Developer dengan yang lainnya?
Perbedaan Developer dengan Web Developer
Perbedaan Developer dan Web Developer biasanya terletak pada pekerjaan yang mereka lakukan.
Developer bisa melakukan pengerjaan software, aplikasi, maupun website. Sedangkan untuk Web Developer, mereka hanya fokus pada pengembangan website.
Perbedaan Developer dan Programmer
Tugas seorang Programmer adalah fokus kepada kode (coding), memperbaiki bugs, dan mengatur desain website menjadi mudah dibaca oleh sistem komputer. Biasanya, Programmer harus menguasai JavaScript, C#, PHP, SQL Server, dan lainnya.
Sedangkan, walaupun Developer juga dapat mengerjakan kode (coding), tapi Developer tidak hanya fokus kesana saja, Developer juga harus lebih fokus mengembangkan website.
Perbedaan Developer dan Software Engineer
Perbedaan Developer dan Software Engineer juga terletak pada pekerjaan yang mereka lakukan. Namun, mereka tetap berhubungan.
Tugas utama seorang Software Engineer adalah membuat tools untuk mengembangkan aplikasi software untuk Developer mengembangkan websitenya.
Demikianlah penjelasan lengkap mengenai dunia IT, terutama Developer. Jika kamu serius untuk membangun sebuah bisnis, alangkah baiknya untuk membuat sebuah situs untuk bisnismu untuk mempermudah komunikasi dengan pengunjung.
Riset McKinsey dan Bank Dunia mengatakan, untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0, Indonesia membutuhkan sebanyak 9 juta talenta digital; atau 600 ribu talenta setiap tahun selama 2015 hingga 2030. Untuk itu diperlukan berbagai strategi dari hulu ke hilir untuk memastikan adanya pemenuhan kebutuhan tersebut.
Sejumlah startup akhirnya turun tangan mencoba menyelesaikan masalah tersebut, sebagian mencoba di sisi hulu dengan mengupayakan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan industri. Sebagian lainnya bermain di sisi hilir dengan mengupayakan penyaluran SDM terlatih kepada industri.
Salah satu yang bermain di hulu adalah Algobash. Layanan mereka didesain bukan hanya mampu melakukan proses assesment pegawai memanfaatkan teknologi, namun juga menyediakan kompetisi dan kursus coding secara cuma-cuma bagi mereka yang terdampak dari PHK di startup hingga perusahaan teknologi.
Dalam sesi #Selasastartup Co-founder Algobash Elfino Sitompul menyampaikan cara cerdas bagi perusahaan dan calon developer untuk bisa mendapatkan peluang bekerja di korporasi di masa sulit seperti saat ini.
Peluang bekerja di perbankan
Salah satu fakta menarik yang dibagikan oleh Elfino, dulu penyerapan developer paling banyak dari industri e-commerce. Namun kini mulai banyak kalangan perbankan (termasuk bank digital) yang juga secara masif mencari talenta digital. Bukan hanya untuk developer saja, namun juga konsultan risiko dan posisi terkait teknologi lainnya.
Menurut Elfino peluang inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Algobash dan tim, untuk menyediakan talenta yang relevan. Di sisi lain mereka yang sedang mencari pekerjaan baru, juga bisa memanfaatkan kesempatan tersebut.
Proposisi nilai yang ditawarkan dalam platform Algobash adalah memastikan proses rekrutmen yang objektif, nonbias, dan masif melalui solusi coding test dan pre-employment assessment. Hal tersebut tidak hanya membantu perusahaan terhindar dari risiko bad hiring, tetapi juga memastikan kesempatan kerja yang setara dan rata untuk seluruh talenta yang ada.
“Namun demikian karena saat ini makin banyak talentanya, perbankan konvensional hingga bank digital juga menaikan standar assement mereka. Yang pada awalnya mungkin hanya 70 kini menjadi 75 untuk standar mereka,” kata Elfino.
Selain perbankan, perusahaan konsultan yang memiliki keterikatan kontrak dengan pemerintah dan kebanyakan adalah konsultan asing, juga banyak yang memanfaatkan Algobash untuk menemukan talenta digital lokal.
Meskipun saat ini sudah banyak platform asing yang menawarkan produk serupa dengan Algobash, namun dari sisi harga teknologi yang ditawarkan oleh Algobash menjadi lebih kompetitif. Sehingga ideal untuk dimanfaatkan oleh perbankan, perusahaan konvesional hingga startup.
Potensi talenta digital lokal
Terkait dengan potensi dari developer lokal saat ini, menurut Elfino saat ini sudah jauh lebih baik kualitasnya dan tidak kalah dengan talenta asing yang banyak mengisi posisi strategis di startup hingga perusahaan teknologi di Indonesia saat ini.
Namun dari sisi skill, akan lebih baik jika talenta lokal tidak hanya fokus kepada satu framework atau bahasa saja. Namun juga penting untuk bisa mencari ide atau menemukan solusi dari setiap masalah yang ada. Dengan demikian bisa meningkatkan kualitas mereka lebih baik lagi
Sebagai platform pembelajaran, Algobash juga ingin memberikan kesempatan kepada semua yang ingin meningkatkan karier atau ingin mencoba pekerjaan baru mereka di dunia teknologi. Tidak hanya mereka yang memiliki latar belakang pendidikan khusus, namun mereka yang tertarik dan menyukai coding, juga bisa memanfaatkan platform Algobash untuk mencari peluang bekerja di perusahaan yang sedang membutuhkan.
“Secara personal jika mereka belajar sendiri dari berbagai channel, akan jauh lebih menarik buat saya rekrut,” kata Elfino.
Menurut riset Microsoft dan LinkedIn, akan ada 98 juta pekerjaan yang membutuhkan talenta dengan skill digital di bidang software development pada tahun 2025. Pekerja dengan skill digital di bidang cloud atau komputasi awan juga akan semakin banyak dicari, dengan proyeksi 23 juta pekerjaan pada 2025.
Beberapa kata pencarian seperti Web3, Crypto, NFT, dan sejenisnya mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada tahun 2021 hingga 2022, seperti yang bisa kita lihat dari Google Trends. Popularitas ini bukanlah tanpa alasan, melainkan muncul dari banyak keunggulan yang ditawarkan inovasi baru yaitu Web3, yang terlahir dari keluhan pengguna Web2.
Apa itu Web2 dan Web3?
Perbedaan mendasar yang ada pada Web2 dan Web3 adalah berdasarkan kata kunci “desentralisasi”. Lantas, apa itu desentralisasi dan mengapa kata tersebut menjadi jargon yang seringkali digaungkan para pembagun platform Web3?
Pada dasarnya, Web2 adalah internet yang banyak kita gunakan saat ini yang umumnya didominasi oleh perusahaan-perusahaan yang menawarkan jasa-jasa tertentu, seperti Facebook dan Instagram dari Meta dengan data konsumen sebagai nilai tukar gantinya.
Sementara itu dalam Web3, aplikasi berjalan dalam blockchain dan langsung terdesentralisasi. Sehingga, memungkinkan siapa saja untuk berpartisipasi di dalam banyaknya jasa yang ditawarkan pihak Web3 tanpa mengorbankan data pribadi mereka.
Selain desentralisasi, ada beberapa aspek penting lainnya yang mendukung Web3, salah satunya adalah adanya kualitas komposisinya (composability). ayaknya sebuah permainan lego, produk Web3 dapat dibangun secara open-source bersama dengan banyak orang lainnya dan berkembang lebih cepat dibandingkan dengan sistem sentral. Pembangun- pembangun selanjutnya dapat melanjutkan pembangunan sistem, meningkatkan kualitasnya menjadi lebih baik lagi, dan terus mengeliminir bug dan kelemahannya. Hal ini sejalan dengan perkataan Co-Founder Scalar Capital, Linda Xie yang menyebutkan kualitasberkomposisi atau composability adalah sebuah inovasi.
Privasi dan kepemilikan penuh atas data pribadi juga adalah salah satu keunggulan yang dimiliki Web3. Pada dasarnya Web3 tidak memerlukan banyak dokumen pribadi dari pengguna untuk memakai fitur-fitur platform di dalamnya dengan optimal. Kita juga bisa menemukan banyak user Web3 menggunakan pseudonim atau nama samaran saat berinteraksi di dalam ekosistem Web3. Elemen privasi yang kental ini juga telah menjadi budaya yang erat dengan Web3.
Perbandingan Web2 dan Web3
Web2:
Facebook dapat melakukan sensor terhadap sebuah konten atau akun
Bank sentral dapat menahan atau menolak pembayaran untuk akun tertentu
Server Fiverr berpotensi terdampak oleh matinya sistem dan berpengaruh pada pendapatan pekerja.
Web3:
Konten pada Web3 tidak dapat disensor karena kontrol tidak dipegang sistem sentral
Pembayaran pada Web3 tidak dapat dibatasi dan tidak memerlukan data pribadi
Server di Web3 tidak pernah mati, karena memakai jaringan desentralisasi.
Alasan Web3 Begitu Populer Saat Ini
Kamu mungkin sudah tidak asing dengan decentralized finance atau yang sering disebut DeFi. DeFi adalah teknologi populer yang membuat peran bank sentral dieliminir oleh pemakaian buku ledger yang transparan dan jauh lebih aman karena berada dalam blockchain. Uang yang pada konvensionalnya disetor pada bank sentral, kini berada dalam format digital. Umumnya tersimpan dalam digital wallet dan pengguna tidak perlu membayar biaya-biaya yang seringkali ditagihkan bank sentral kepada pengguna dalam memakai jasa jasanya.
DeFi sebagai salah satu kategori produk yang dihasilkan dari teknologi blockchain merupakan inovasi fundamental yang sampai saat ini masih berinovasi dalam meningkatkan kecepatan transfer dana, keamanan, dan berbagai fitur lainnya yang tidak didukung oleh bank sentral.
Hal besar berikutnya dari maraknya penggunaan dan pengembangan platform pada blockchain adalah Non-Fungible Tokens atau yang kita sering dengar sebagai NFT. Simpelnya, NFT ini adalah sebuah token unik yang tidak bisa digantikan oleh token lainnya. Tidak akan ada dua token yang sama. Salah satu koleksi NFT yang paling populer antara lain Bored Ape Yacht Club dan Karafuru.
NFT tentunya memiliki kegunaan, yaitu unsur kegunaan yang diberikan oleh pengembang proyek NFT, seperti Karafuru kepada pembeli NFT atau holder NFT. Ada berbagai macam kegunaan NFT, mulai dari akses eksklusif ke acara-acara tertentu sampai dengan merchandise eksklusif dari brand ternama seperti Hypebeast dan Atmos.
Namun, di antara kegunaan tersebut proyek NFT seperti Karafuru pun pernah mengalami berbagai tantangan dalam perjalanannya meraih peringkat pertama di pasar loka NFT OpenSea. Untuk itu Artpedia menganalisa proyek NFT Karafuru dan mewawancarai founder NFT Karafuru untuk berdiskusi mengenai kegunaan dan pengalaman mendirikan proyek sebesar Karafuru di sini.
Potensi seperti di ataslah yang menjadi alasan mengapa platform Web3 memiliki daya tariknya sendiri. Infrastruktur yang mendukung bebasnya pemakaian dan modifikasi dari data, dana, dan daya guna ini adalah visi utama dari desentralisasi dan Web3.
Peran Web3 dan Potensinya Menggantikan Web2
Peran Web3 sebagai pionir dalam demokratisasi konten dan data pada internet baru saja dimulai. Walaupun banyak proyek-proyek baru dan inovatif yang bermunculan, tidak menggeser pembenahan aspek-aspek Web3 secara konsisten ke depannya.
Tidak hanya itu, proyek-proyek baru yang kian sukses menapakkan kakinya di dunia baru Web3 ini menjadi harapan dan aspirasi banyak pengguna untuk menjadi bagian besar untuk membentuk masa depan Web3 yang terdesentralisasi.
Akan tetapi, potensi Web3 sebagai pengganti Web2 juga masih dalam wilayah abu-abu, penuh dengan perdebatan dengan satu pertanyaan kunci: sanggupkah Web3 yang masih muda ini menggantikan Web2 secara permanen?
Untuk mencari tahu jawaban tentang bagaimana potensi Web3 bisa masuk ke dalam ekosistem teknologi, DailySocial.id membuka sebuah perhelatan yang sayang untuk Anda lewatkan, Web3 Developer Bootcamp by DailySocial.id. Dengan mengusung tema “Building Builder of the Future”, Web3 Developer Bootcamp akan membahas tentang ekosistem teknologi Web3 seperti blockchain, crypto, NFT, DeFi, serta DAO. Tentunya semua materi dan pembahasan ini akan dibagikan oleh keynotes yang sudah ahli dalam bidangnya seperti Antonny Liem (GDP Venture), Intan Wibisono (ArtPop Up, Indo NFT Festiverse), On Lee (GDP Labs), Yohanes Adhi (DailySocial.id), Irzan Raditya (Kata.ai), dan para trainers serta expertise seperti Muqorrobin Marufi (Ansvia), Tata Tricipta (Exclusor), Reza Anwar (Inamart).
Anda juga tidak hanya akan mendapatkan materi pembelajaran tentang Web3 semata, sesuai namanya acara ini akan mengajak Anda mengembangkan program “smart contract” secara langsung di platform website blockchain yang dilengkapi dengan sesi coaching secara one-on-one selama 3 hari secara langsung.
Agar bisa memahami lebih dalam mengenai Web3, DailySocial.id mengajak Anda untuk mengikuti kegiatan Web3 Developer Bootcamp, yang akan menambah pengetahuan Anda seputar Web3 bersama para trainers yang ahli pada bidang tersebut. Selengkapya Anda bisa simak dan mendaftarkan diri di sini. Selain itu, Anda juga bisa bergabung bersama Artpedia NFT Marketplace untuk diskusi terkait ekosistem teknologi Web2 atau Web3 lebih lanjut melalui tautan ini.
—
Artikel ini ditulis oleh Faisal Mujaddid – Artpedia NFT Marketplace.
After channeling investment in local cloud service provider IDCloudHost, in early 2022, Init-6 announced another funding to Showwcase.
Showwcase is a US based startup that specifically provides a professional network designed to connect developers, build communities, and discover new opportunities. Due to the increasing number of developers today, making platforms like Showwcase is considered very relevant.
This is a seed round funding and the value is undisclosed. In total, Init-6 has currently invested in 15 portfolios. Most of them are startups from Indonesia. Showwcase, in fact, has plans to expand in Indonesia.
Init-6’s Partner, Nugroho Herucahyono revealed to DailySocial that they invested in Showwcase because of the lack digital talents. There is an imbalance between supply and demand for tech talents.
“One of the problems that we observe is the lack of solutions that can accommodate the needs of tech talent to connect, share knowledge, showcase technology skills, and find opportunities in the technology community. Seeing that problem, we believe Showwcase can be the answer to represent the needs of technology talent in the market. We believe that the Showwcase platform can bridge the supply and demand gap for technology talent.”
Launched in 2020, Init-6 was founded with focus on investing in early-stage startups. Init-6 made its first investment into the edtech platform Eduka. Throughout 2022, they plan to invest in more startups in Indonesia.
Platfotm for developers
The increasing number of training platforms, such as coding classes and coding bootcamps, has generate more developers in Indonesia. However, there are not many platforms that provide opportunities for them to create networks and broaden their insights. In the future, Showwcase wants to be a forum for developers in Indonesia to establish online connection.
A local platform that prior to offer a similar concept was Dicoding. Since the beginning, Dicoding has utilized its website platform to reach developers and potential developers in Indonesia. There are several activities that can be followed through the website, ranging from developer competitions, developer events, and learning channels with programming topics.
Another platform that offers a similar concept is Kotakode. the platform also functions as a channel for Q&A for programmers.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Setelah sebelumnya berinvestasi di penyedia layanan cloud lokal IDCloudHost, awal tahun 2022 ini Init-6 kembali mengumumkan pendanaan kepada Showwcase.
Showwcase adalah startup asal Amerika Serikat yang secara khusus menghadirkan jaringan profesional yang dibangun untuk developer agar saling terhubung, membangun komunitas, dan menemukan peluang baru. Karena semakin banyak jumlah developer yang hadir secara online saat ini, menjadikan platform seperti Showwcase dinilai sangat relevan untuk mereka.
Putaran pendanaan kali ini adalah pendanaan tahap awal yang diterima oleh Showwcase. Tidak disebutkan lebih lanjut nilai investasi yang diberikan. Secara total saat ini Init-6 telah memiliki sekitar 15 portofolio. Sebagian besar adalah startup asal Indonesia. Saat ini Showwcase memiliki rencana untuk melakukan ekspansi di Indonesia.
Kepada DailySocial.id, Partner of Init-6 Nugroho Herucahyono mengungkapkan alasan mereka memberikan pendanaan kepada Showwcase adalah masih sedikitnya talenta digital saat ini. Ada ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan untuk talenta teknologi.
“Salah satu masalah yang kami amati adalah kurangnya solusi yang dapat mengakomodasi kebutuhan talenta teknologi untuk terhubung, berbagi pengetahuan, menunjukkan keterampilan teknologi, dan menemukan peluang di komunitas teknologi. Melihat masalah itu, kami yakin Showwcase bisa menjadi jawaban untuk mewakili kebutuhan talenta teknologi di pasar. Kami yakin bahwa platform Showwcase dapat menjembatani kesenjangan penawaran dan permintaan untuk talenta teknologi.”
Diluncurkan pada tahun 2020 lalu Init-6 didirikan dengan fokus mereka yaitu berinvestasi ke startup tahap awal. Init-6 memberikan investasi perdananya ke platform edtechEduka. Rencananya sepanjang tahun 2022 ini, akan ada lagi rencana investasi Init-6 untuk startup di Indonesia.
Pertumbuhan platform untuk developer
Makin bertambahnya platform pelatihan seperti coding class hingga coding bootcamp, telah melahirkan developer baru di Indonesia. Namun demikian belum banyak platform yang memberikan peluang untuk mereka membuka jaringan dan memperluas wawasan. Showwcase ke depannya ingin menjadi wadah bagi para developer di Indonesia untuk menjalin relasi secara online.
Platform lokal yang sebelumnya juga menawarkan konsep serupa adalah Dicoding. Sejak awal, Dicoding memanfaatkan platform website yang dimiliki untuk menjangkau pengembang dan calon pengembang di Indonesia. Ada beberapa kegiatan yang bisa diikuti melalui web Dicoding, mulai dari kompetisi developer, acara developer, hingga kanal pembelajaran dengan topik pemrograman.
Platform lain yang menawarkan konsep serupa adalah Kotakode. Kotakode juga berfungsi sebagai kanal tanya jawab dan diskusi para programmer.
Setiap platform gaming punya pasar sendiri-sendiri. Karena, setiap gamer punya platform favorit masing-masing. Sebagian orang sudah puas dengan mobile game dan sebagian yang lain lebih memilih untuk bermain di konsol. Selain itu, juga ada gamers yang menjadi penganut “PC Master Race”. Jadi, salah satu cara bagi developer untuk memperluas target market mereka adalah dengan meluncurkan game di banyak platform.
Hanya saja, membuat game di banyak platform sekaligus bukanlah hal yang mudah. Jika tidak hati-hati, hal ini justru bisa jadi bumerang bagi developer. Contohnya, ketika CD Projekt Red memaksakan untuk meluncurkan Cyberpunk 2077 di konsol last-gen — PlayStation 4 dan Xbox One — mereka diprotes para gamers karena game itu tidak bisa berjalan lancar di kedua konsol itu. Mereka bahkan sempat harus menarik Cyberpunk 2077 dari PlayStation Store.
Namun, jika developer sukses membuat porting game ke platform lain, hal ini akan menjadi sumber pemasukan baru bagi developer. Developer yang sukses melakukan porting game ke banyak platform adalah Rockstar Games dengan Grand Theft Auto V. Pada awalnya, game itu diluncurkan untuk PlayStation 3 dan Xbox 360. Setelah itu, mereka merilis game itu untuk PS4, Xbox One, dan PC. Sekarang, mereka berencana untuk membawa game tersebut ke PS5 dan Xbox Series X.
Serba-Serbi Porting di Game
Sebelum membahas tentang keuntungan dan tantangan dalam melakukan porting game, mari kita bahas definisi dari proses porting itu sendiri. Sederhananya, porting adalah proses untuk menyesuaikan software — dalam kasus ini, game — sehingga ia bisa dijalankan di platform yang berbeda dari platform orisinal ketika game itu dibuat.
Salah satu alasan mengapa developer memutuskan untuk melakukan porting dari game mereka adalah untuk menjangkau audiens baru. Karena, masing-masing platform punya pasarnya sendiri. Secara total, angka penjualan PS3 mencapai 87,4 juta unit dan Xbox 360 84 juta unit. Jadi, ketika Rockstar merilis GTA V untuk PS3 dan Xbox 360, maka target pasar mereka terbatas pada 171,4 juta orang yang memiliki konsol itu. Dengan meluncurkan GTA V ke PS4, Xbox One, dan PC, maka Rockstar juga akan bisa menjangkau gamers dari ketiga platform tersebut.
Dengan memperluas target pasar sebuah game, developer bisa menggenjot pemasukan mereka. Terlepas dari model bisnis yang developer terapkan pada game yang mereka buat — baik model premiun, subscription, ataupun in-app purchase — semakin banyak orang yang memainkan game mereka, semakin besar pula pemasukan yang developer bisa dapatkan, seperti yang disebutkan oleh Know Techie.
Selain itu, jika dibandingkan dengan membuat game yang sama sekali baru, melakukan porting ke platform lain lebih mudah untuk dilakukan. Ketika melakukan porting game, developer juga tidak perlu lagi melakukan validasi pasar. Karena, mereka sudah tahu bahwa game yang hendak mereka porting sudah punya fanbase. Meskipun begitu, melakukan porting game dari satu platform ke platform lain bukanlah perkara gampang.
Miguel Angel Horna, Co-founder dan Lead Programmer dari Blitworks menjelaskan langkah-langkah dalam proses porting. BlitWorks adalah perusahaan asal Spanyol yang dikenal karena telah melakukan porting dari sejumlah game ternama, seperti Fez, Sonic CD, Jet Set Radio, Bastion, Spelunky, dan Don’t Starve. Perusahaan yang didirikan pada 2012 itu telah melakukan porting game ke berbagai platform, mulai dari PS3, PS4, PS5, PS Vita, Xbox 360, Xbox One, Xbos Series X, Steam, Nintendo Switch, sampai iOS dan Android.
“Biasanya, proses porting game terdiri beberapa langkah. Masing-masing langkah itu punya tantangan tersendiri,” kata Horna pada Game Developer. “Langkah pertama adalah membuat game yang hendak kita porting bisa dijalankan di platform yang menjadi target porting. Proses ini kompleks. Masalah yang timbul di bagian ini juga biasanya paling sulit untuk diatasi karena ketergantungan pada libraries atau middleware khusus.”
Horna mengungkap, salah satu hal yang berpotensi memunculkan masalah adalah ketika developer menggunakan closed-source tools untuk membuat game mereka. Artinya, source code dari tools itu tidak bisa diakses oleh sembarang orang. Masalah akan semakin rumit jika tools yang developer gunakan tidak mendukung platform target porting. Dalam kasus ini, developer yang hendak melakukan porting harus membuat ulang game yang ingin mereka porting. “Terkadang, kami harus membuat game dalam bahasa programming baru yang mendukung platform target,” katanya.
Setelah game yang hendak di-porting bisa berjalan di platform tujuan, langkah berikutnya, jelas Horna, adalah untuk menyediakan graphics support yang sesuai. Dia menyebutkan, jika sejak awal pengembangan game developer sudah mempertimbangkan untuk melakukan porting ke platform lain, biasanya mereka akan memisahkan bagian graphics calls dari kode utama. Hanya saja, terkadang, kode graphic calls tercampur dengna kode utama. “Jadi, kami harus memisahkan graphic calls ke library lain, sebelum mengimplementasikannya ke graphics API dari platform tujuan,” katanya.
Tahap berikutnya adalah menyempurnakan game. Karena, di tahap ini, walau game sudah bisa dijalankan di platform tujuan dan grafik game sudah disesuaikan, masih ada bugs dalam game. Menurut Horna, bugs yang muncul dalam game biasanya sulit untuk diduga. Karena itu, penting bagi developer yang hendak melakukan porting untuk memahami cara kerja hardware dari masing-masing platform gaming. Dengan begitu, mereka bisa mengetahui penyebab dari masalah yang muncul dan mencari solusi yang tepat.
“Akhirnya, setelah game berjalan dengan lancar, Anda harus berurusan dengan banyak detail kecil yang memakan banyak waktu,” ujar Horna. “Anda harus mengubah control game agar sesuai dengan platform tujuan porting. Anda juga harus menyesuaikan antarmuka dengan ukuran layar dan resolusi dari platform tujuan.”
Ketika melakukan porting, control game harus disesuaikan karena setiap platform punya metode input yang berbeda-beda. Misalnya, smartphone memiliki touchscreen sementara konsol menggunakan controller. Dan gamers PC biasanya menggunakan mouse dan keyboard, walau mereka juga bisa memasang controller. Dan ketika resolusi game diubah, Horna mengungkap, mereka harus memastikan bahwa semua teks dalam game tidak hanya sesuai dengan resolusi dari platform tujuan, tapi juga bisa dibaca dengan jelas.
Melakukan Porting Game Lama “Lebih Aman” Bagi Developer
Game memang industri yang besar. Dan demokratisasi alat untuk membuat game — seperti game engine — memudahkan orang-orang yang ingin terjun ke dunia gamedevelopment. Masalahnya, membuat game adalah bisnis yang membutuhkan model besar di awal. Dan jika game yang sudah diluncurkan tidak laku, maka developer harus siap menelan rugi. Karena itu, penting bagi developer untuk melakukan riset dan validasi pasar sebelum mereka membuat sebuah game.
Dalam sebuah video Asosiasi Game Indonesia (AGI), CEO Toge Productions, Kris Antoni Hadiputra menjelaskan bahwa ketika developer hendak menentukan game yang mereka mau buat, ada dua pendekatan yang bisa mereka gunakan: market-oriented approach dan product-oriented approach.
Ketika developer menggunakan pendekatan market-oriented, maka sejak awal, mereka memang sudah mencari tahu tentang tren di industri game. Mereka kemudian membuat game berdasarkan tren tersebut. Sebagai contoh, ketika genre battle royale tengah booming, ada banyak developer yang ikut membuat game dengan genre itu.
Sementara itu, dalam pendekatan product-oriented, developer akan menentukan game yang hendak mereka buat terlebih dulu, sebelum melakukan validasi pasar. Kris menyebutkan, saat developer menggunakan pendekatan ini, kesalahan yang biasa terjadi adalah developer terlalu sibuk untuk membuat game yang mereka inginkan, lalu lupa untuk mencari tahu apakah ada orang-orang yang juga mau memainkan game tersebut.
Karena validasi pasar penting, melakukan porting game menawarkan risiko yang lebih kecil daripada membuat game baru. Karena, game yang hendak di-porting pasti sudah memiliki fanbase sendiri. Hal ini juga jadi alasan mengapa belakangan, ada banyak developer yang memutuskan untuk membuat versi remastered atau remake dari game-game mereka.
Alasan lain mengapa melakukan porting game bisa meminimalisir risiko kerugian adalah karena membuat game lama bisa dimainkan di platform baru, hal ini bisa membuat pemain merasakan nostalgia. Dan nostalgia bisa mendorong seseorang untuk mengeluarkan uang; dalam kasus ini, untuk membeli game.
Efek perasaan nostalgia pada kecenderungan seseorang untuk membeli sesuatu dibahas dalam studi berjudul Nostalgia Weakens the Desire for Money. Dalam jurnal itu tertulis, konsumen punya kecenderungan lebih besar untuk menghabiskan uang ketika mereka merasakan nostalgia. Misalnya, ketika Anda melihat sesuatu yang membuat Anda teringat akan masa kecil bahagia Anda bersama teman dan keluarga, Anda akan punya kemungkinan lebih besar untuk terdorong membeli barang tersebut. Contoh lainnya, saya membeli Stardew Valley karena saya punya kenangan manis saat memainkan Harvest Moon.
“Kami ingin tahu, kenapa nostalgia sering digunakan dalam marketing,” tulis Jannine D. Lasaleta, Constantine Sedikides, dan Kathleen D. Vohs — penulis jurnal Nostalgia Weakens the Desire for Money. “Ternyata, salah satu alasannya adalah karena nostalgia melemahkan kendali seseorang akan uang. Dengan kata lain, seseorang punya kesempatan lebih besar untuk membeli sesuatu yang membuat mereka merasakan nostalgia.”
Ketiga penulis itu juga menyebutkan, di masa resesi, konsumen biasanya sangat hati-hati dalam menghabiskan uang mereka. Nostalgia bisa digunakan untuk mendorong konsumen berbelanja, dan pada akhirnya, menstimulasi ekonomi, seperti disebutkan oleh Science Daily.
Membuat porting dari game yang sudah ada tidak hanya “lebih aman” dari segi bisnis, tapi juga dari segi kreatif. Ketika developer berhasil membuat game yang sangat keren, fans akan punya ekspektasi tinggi akan game yang dibuat oleh developer tersebut. Sebagai contoh, berkat kesuksesan The Witcher 3: Wild Hunt, orang-orang punya ekspektasi tinggi akan Cyberpunk 2077, game baru dari CD Projekt. Banyak gamers yang mengira dan berharap, Cyberpunk 2077 akan punya kualitas yang sama, atau bahkan lebih baik dari The Witcher 3. Sebagian orang bahkan menyebut Cyberpunk 2077 sebagai “penerus” dari The Witcher 3. Sayangnya, Cyberpunk 2077 gagal untuk memenuhi ekspektasi fans.
Dari segi bisnis, Cyberpunk 2077 memang terbilang sukses. Buktinya, dalam laporan perkiraan keuangan CD Projekt untuk 2020, total pemasukan perusahaan diperkirakan mencapai US$562 juta, 4 kali lipat dari pemasukan mereka pada 2019, seperti yang disebutkan oleh GamesIndustry. Tak hanya itu, total pemasukan itu juga 2,5 lipat lebih besar dari pemasukan CD Projekt pada 2015 — tahun ketika The Witcher 3 diluncurkan. Meskipun begitu, tak bisa dipungkiri, banyak fans yang merasa kecewa dengan CD Projekt karena gagal memenuhi janji-janji yang mereka buat sebelum Cyberpunk 2077 diluncurkan. Misalnya, janji tentang AI dan NPC di Cyberpunk 2077 yang jauh lebih baik dari kebanyakan game.
Jadi, dengan membuat porting game, tim kreatif sebuah developer tidak terlalu dipusingkan dengan apakah game terbaru mereka akan memiliki kualitas yang tidak kalah dari “masterpiece” mereka sebelumnya. Karena itu, jangan heran jika Rockstar memutuskan untuk membawa Grand Theft Auto V ke PS5 dan Xbox Series X. Saat ini, game tersebut telah terjual sebanyak 155 juta unit, menjadikannya sebagai game dengan total penjualan terbesar ke-2 setelah Minecraft.
Hambatan untuk Membuat Porting?
Membuat porting game dari satu platform ke platform lain memang relatif lebih mudah daripada membuat game dari nol. Namun, hal itu bukan berarti proses porting tidak menawarkan tantangan tersendiri, khususnya ketika developer melakukan porting game ke PC. Berbeda dengan konsol — yang memiliki spesifikasi yang sama — PC punya spesifikasi yang berbeda-beda. Ketika Anda membeli PS5, Anda tahu bahwa konsol itu akan menggunakan AMD Zen 2-based CPU, memiliki custom RDNA 2 sebagai GPU, dengan internal storage berupa SSD custom 825GB, dan memori 16GB GDDR6.
Sementara PC hadir dalam berbagai spesifikasi. Di satu sisi, para sultan bisa membeli PC gaming terbaik, tak peduli berapa banyak uang yang harus mereka habiskan. Yang penting, mereka bisa memainkan game dengan setting rata kanan. Di sisi lain, tidak sedikit gamers yang hanya memiliki laptop/PC kentang. Bagi developer yang hendak melakukan porting game ke PC, keberagaman spesifikasi PC ini jadi momok tersendiri.
“Bayangkan, ada berapa banyak komponen dalam sebuah PC? Masing-masing komponen itu memiliki drivers sendiri-sendiri. Sebagian gamers mungkin sudah memasang update itu, tapi sebagian yang lain belum. Dan masing-masing komponen itu akan saling berinteraksi dengan satu sama lain,” jelas Jason Stark, Co-founder Disparity Games pada PC GAMER. “Membawa game ke konsol memang tidak mudah. Tapi, setidaknya, ketika Anda membuat game untuk konsol, Anda akan tahu bahwa ketika Anda menemukan masalah di Xbox One yang Anda gunakan, masalah itu akan muncul di semua Xbox One lain.”
Melakukan porting game PC dari konsol last-gen juga berpotensi menimbulkan masalahh tersendiri, seperti dalam resolusi dan framerate. Game yang dibuat untuk dijalankan pada 30 fps tidak akan mendadak bisa dijalankan pada 60 fps. Selain itu, sebuah game lawas tidak akan mendadak terlihat seperti baru ketika developer meningkatkan resolusi grafiknya, menjadi 4K. Stark bercerita, terkadang, developer harus mengutak-atik kode dasar sebuah game untuk membuat game bisa dijalankan pada resolusi dan framerate yang lebih tinggi. Dan jika salah, hal ini bisa menyebabkan bug yang mengacaukan gameplay.
Misalnya, dalam game Vanquish, ketika developer membuat game bisa berjalan pada 60 fps, muncul bug yang membuat pemain mendapatkan damage 2 kali lipat dari ketika game dijalankan pada 30 fps. Walau terkesan sederhana, bug ini bisa membutuhkan waktu lama untuk diperbaiki. Sebagai contoh, di Dark Souls II, ada bug yang membuat senjata pemain rusak lebih cepat. Waktu yang diperlukan untuk memperbaiki bug tersebut adalah satu tahun.
Selain menyesuaikan bagian grafik, Stark bercerita, terkadang, developer harus “membuat ulang” sebuah game menggunakan engine baru ketika mereka hendak melakukan porting ke platform baru. Bahkan, jika game yang hendak di-porting memang sudah sangat lawas, developer mungkin harus mempertimbangkan untuk merombak game itu sama sekali, termasuk bagian gameplay dari game.
Mari kita bandingkan Final Fantasy 7 Remake dengan Grand Theft Auto V. Ketika Rockstar membawa GTA V ke PS4, Xbox One, dan PC, mereka tidak merombak gameplay dari game tersebut. Mereka hanya perlu memastikan, GTA V bisa berjalan di ketiga platform tersebut. Lain halnya dengan FF7 Remake.
Ketika Square Enix memutuskan untuk membuat ulang FF7, mereka tidak bisa serta-merta meluncurkan game itu ke PlayStation 4. Pasalnya, FF7 adalah game lawas, diluncurkan pertama kali pada 1997. Square Enix tidak hanya harus memperbarui grafik dari FF7 ketika mereka membuat versi Remake, tapi juga mengubah gameplay dari game itu. Karena, gameplay FF7 orisinal kurang relevan di era modern.
Tak terbatas pada aspek teknis, ketika developer hendak melakukan portinggame ke platform lain, mereka juga harus mempertimbangkan sisi marketing. Nicole Stark dari Disparity Games mengatakan, ketika sebuah game diluncurkan untuk platform baru, maka developer juga harus siap melakukan kampanye marketing baru, seperti menghubungi YouTubers baru atau mengurus fanbase baru.
Kesimpulan
Nilai industri game mencapai lebih dari US$100 miliar. Ironisnya, tidak sedikit developer game — khususnya developer indie — yang justru menjadi starving artists. Misalnya, di Indonesia, pengembangan When the Past Was Around hampir dihentikan karena Mojiken Studio mengalami masalah finansial. Karena itu, penting bagi developer untuk meminimalisir risiko game yang mereka buat gagal. Dan membuat porting game merupakan salah satu cara untuk melakukan hal itu.
Ke depan, proses porting game tampaknya juga menjadi semakin penting. Karena, menurut laporan App Annie dan IDC, cross-play adalah salah satu fitur yang membuat sebuah game menjadi semakin populer. Belum lama ini, Sony juga menyebutkan bahwa mereka akan meluncurkan lebih banyak game di PC. Bahkan, saat ini, bisnis porting game sudah cukup lukratif sehingga ada developer yang memang mengkhususkan diri untuk melakukan porting.
Saat ini, Steam masih menjadi platform distribusi game PC paling dominan. Meskipun begitu, kebanyakan developer game merasa, potongan yang Steam dapatkan dari para developer — sebesar 30% dari total pemasukan sebuah game — terlalu besar. Hal ini diketahui berdasarkan survei yang dilakukan oleh Game Developers Conference (GDC) pada lebih dari tiga ribu pelaku industri game.
Dari survei GDC tersebut, diketahui bahwa hanya 3% responden yang menganggap, Steam dan GOG pantas untuk mendapatkan potongan sebesar 30% dari total pemasukan game. Sebanyak 3% responden lainnya mengatakan, potongan tersebut sudah sangat adil. Namun, sebagian besar responden merasa, platform distribusi digital seperti Steam seharusnya menurunkan potongan yang mereka kenakan pada developer. Sebanyak 43% responden menganggap, platform distribusi seharusnya hanya mengenakan potongan sebesar 10-15%.
Survei yang GDC lakukan merupakan survei tahunan. Pada 2020, survei GDC juga memuat pertanyaan tentang potongan yang dikenakan oleh platform distribusi digital game. Tahun lalu, hanya 7% responden yang merasa bahwa Steam pantas untuk mendapatkan potongan sebesar 30% dari total pemasukan game. Sementara pada 2019, GDC secara gamblang menanyakan pada para responden apakah Steam pantas untuk mengambil potongan sebesar 30% dari para developer game. Saat itu, sebanyak 32% responden menjawab “tidak”, sementara 27% lainnya menjawab “sepertinya tidak”.
Selama bertahun-tahun, potongan 30% yang didapatkan oleh platform distribusi digital game dianggap sebagai standar industri. Namun, beberapa tahun terakhir, muncul diskusi yang membahas tentang apakah platform distribusi game memang pantas untuk menetapkan potongan sebesar 30%. Peluncuran Epic Games Store pada akhir 2018 menjadi pemicu diskusi tersebut. Pasalnya, Epic berani menawarkan potongan yang jauh lebih kecil, hanya 12%.
Strategi Epic Games
Sebenarnya, platform distribusi digital game tidak menetapkan potongan sebesar 30% secara asal. Angka ini didasarkan pada potongan yang diambil oleh penjual retail di era CD, DVD, dan game disc. Ketika itu, penjual retail akan mengambil potongan sebesar 30% dari total penjualan game yang dijual di toko mereka. Walau dapat potongan, para penjual retail tidak bertanggung jawab atas biaya pengiriman dan produksi dari CD/DVD game yang hendak dijual. Berdasarkan laporan IGN pada 2019, toko retail — seperti Amazon, Gamestop, Best Buy dan Walmart — juga masih mengenakan potongan biaya 30% pada developer game.
Berbeda dengan toko fisik, platform digital tidak memerlukan biaya untuk membangun atau menyewa ruangan. Lalu, kenapa developer tetap dikenakan potongan? Alasannya, karena platform distribusi digital tetap membutuhkan biaya untuk membangun dan mempertahankan infrastruktur yang mereka miliki serta mengurus manajemen copy rights digital. Meskipun begitu, seperti yang dibuktikan oleh survei GDC, sebagian developer tetap merasa bahwa potongan sebesar 30% yang dikenakan oleh platform distribusi digital terlalu mahal.
Diskusi tentang potongan yang dikenakan oleh platform distribusi digital pada developer game dimulai ketika Epic Games meluncurkan platform distribusi mereka sendiri, yaitu Epic Games Store (EGS). Ketika itu, EGS berjanji bahwa mereka hanya akan mengambil 12% dari total pemasukan sebuah game. Meskipun begitu, platform distribusi lain tidak serta-merta mengikuti Epic dan menurunkan potongan yang mereka berikan pada developer game. Faktanya, Microsoft baru menurunkan potongan yang mereka kenakan pada developer pada April 2021.
Walau EGS menawarkan potongan yang lebih kecil untuk developer, tak bisa dipungkiri, Steam tetap lebih populer baik di kalangan gamers maupun developer. Berdasarkan survei GDC, hanya 6% developer yang mendapatkan untung besar dari dari EGS. Sebanyak 78% bahkan mengaku, mereka tidak menjual game mereka di EGS. Sementara itu, sebanyak 47% developer mengatakan bahwa lebih dari setengah pemasukan mereka berasal dari Steam. Dan hanya 40% developer yang memutuskan untuk tidak menjual game mereka via Steam.
Selain masalah popularitas, EGS juga masih kalah dari Steam dari segi fitur, apalagi soal konten dari komunitas. Jumlah game yang tersedia di EGS juga jauh lebih sedikit. Alasannya, Epic masih menyaring game apa saja yang boleh masuk ke EGS. Sementara di Steam, semua developer bisa memasukkan game mereka di platform tersebut selama mereka bersedia membayar biaya sebesar US$100. Menurut PC Gamer, Epic berencana untuk membuka akses ke EGS ke lebih banyak developer pada akhir tahun ini. Mereka juga terus menambah fitur baru ke EGS agar tidak kalah dari Steam.
Untuk bersaing dengan Steam, salah satu strategi yang Epic gunakan adalah dengan menyediakan game eksklusif di EGS. Untuk itu, mereka telah menghabiskan ratusan juta dollar. Hanya saja, strategi ini membuat banyak gamers PC berang. Saat ini, EGS juga masih belum bisa mendapatkan untung. Namun, Epic percaya, di masa depan, EGS akan menghasilkan untung walau mereka hanya mengambil potongan sebesar 12% dari para developer game. Jika Epic bisa merealisasikan visi mereka tersebut, tak tertutup kemungkinan, akan ada lebih banyak developer yang tertarik untuk merilis game mereka di EGS.
Microsoft Juga Turunkan Potongan untuk Developer Game PC
Pada April 2021, Microsoft memutuskan untuk mengikuti jejak Epic Games dan menurunkan besar potongan yang mereka kenakan untuk developer game,dari 30% menjadi 12%. Ketentuan baru ini akan berlaku per 1 Agustus 2021. Seperti yang disebutkan oleh Polygon, keputusan Microsoft ini akan menguntungkan developer. Namun, alasan Microsoft melakukan hal ini tidak sepenuhnya altruistik. Dengan menurunkan potongan yang dikenakan pada developer, Microsoft berharap, akan ada semakin banyak developer yang tertarik untuk merilis game mereka di platform milik Microsoft.
“Developers game punya peran penting dalam usaha kami untuk menyediakan game-game hebat pada para gamers kami, dan kami ingin para developer bisa meraih sukses di platform kami,” kata Matt Booty, Head of Xbox Game Studios, Microsoft, seperti dikutip dari The Verge. “Sistem bagi hasil yang jelas berarti para developers akan bisa membuat lebih banyak game berkualitas untuk para gamers dan bisa menjadi lebih sukses.”
Sayangnya, Microsoft hanya menurunkan persentase potongan untuk developer game PC. Jadi, developer game Xbox akan tetap dikenakan potongan sebesar 30%. Microsoft tidak menjelaskan mengapa mereka melakukan hal tersebut. Kemungkinan, alasan mengapa mereka membedakan besar potongan yang dikenakan pada para developer game PC dan Xbox adalah karena model bisnis gaming Xbox yang memang berbeda dari PC.
Selain untuk menarik lebih banyak developer, keputusan Microsoft untuk mengikuti jejak Epic juga akan menjadi pendorong bagi Steam untuk melakukan hal yang sama. Memang, pada November 2018, Steam mengubah kebijakan mereka tentang potongan yang mereka kenakan pada developer. Namun, mereka masih mengenakan potongan sebesar 30%. Persentase potongan di Steam akan turun menjadi 25% ketika pemasukan sebuah game mencapai US$10 juta. Setelah itu, jika sebuah game mendapatkan pemasukan lebih dari US$50 juta, maka potongan yang Steam kenakan akan kembali turun, menjadi 20%.
Berapa Besar Potongan yang Dikenakan Pada Developer Mobile?
Pada awalnya, platform distribusi aplikasi mobile, seperti App Store dan Play Store, juga mengenakan potongan sebesar 30% pada developer aplikasi. Namun, belakangan, besar potongan yang dikenakan pada developer telah turun. Pada November 2020, Apple mengumumkan program bernama App Store Small Business. Program tersebut bertujuan untuk membantu developer kecil.
Program App Store Small Business berlaku per 1 Januari 2021. Untuk ikut serta dalam program ini, para developer harus mendaftarkan diri. Melalui program itu, developer yang pemasukan tahunannya tidak mencapai US$1 juta per tahun hanya perlu membayar potongan sebesar 15%. Namun, ketika pemasukan sebuah developer menembus US$1 juta, mereka akan dikeluarkan dari program ini dan harus membayar potongan sebesar 30%, seperti yang disebutkan oleh The Verge.
Sementara itu, Google mengumumkan bahwa mereka akan mengurangi besar potongan yang mereka kenakan pada developer pada Maret 2021. Sama seperti Apple, Google hanya akan mengenakan potongan sebesar 15% pada developers yang pemasukannya kurang dari US$1 juta. Begitu pemasukan sebuah developer menembus batas US$1 juta, maka mereka harus membayar potongan sebesar 30%.
Menurut laporan VentureBeat, alasan Google dan Apple menurunkan potongan yang mereka kenakan pada developer aplikasi tidak hanya karena tren serupa terjadi di industri game PC. Alasan lain Apple dan Google melakukan hal itu adalah karena adanya ancaman dari pihak ketiga, yaitu Huawei. Tahun lalu, Huawei menawarkan developer bahwa mereka hanya akan mengambil potongan sebesar 0-15%. Hal ini bisa membahayakan keberadaan App Store dan Play Store karena saat ini, Huawei punya lebih dari 530 juta pengguna aktif. Dan setiap tahunnya, ada 384 miliar aplikasi yang dipasang di perangkat buatan Huawei.
Pandemi yang terjadi secara global ternyata tidak menurunkan rencana AngelHack untuk melakukan semua kegiatannya. Platform yang telah berdiri selama 9 tahun ini mengklaim telah menjadi pemimpin untuk penyelenggara kegiatan hackathon, kompetisi, program akselerator, dan meetup. Beragam pengembang yang telah bergabung berasal dari 100 kota di seluruh dunia.
Kepada DailySocial, President & CEO AngelHack Corporation Iwan Suhardjo mengungkapkan, selama pandemi mereka menyelenggarakan sebagian besar kegiatan hackathon dan program inovasinya secara virtual. Dengan demikian memungkinkan lebih banyak pengembang untuk berkumpul dan mencari solusi dari setiap tantangan.
“Selain itu, kami memiliki beberapa perusahaan besar yang terlibat untuk pengembangan komunitas. Salah satu contohnya adalah kolaborasi kami dengan IBM, kami telah meluncurkan kompetisi virtual bagi siswa untuk mempelajari lebih lanjut tentang enterprise computing, yang benar-benar relevan dan dapat menjadi kesempatan bagi siswa untuk bekerja di perusahaan ternama,” kata Iwan.
Lebih lanjut Iwan menambahkan, AngelHack mendorong komunitas yang beragam yang saat ini berjumlah lebih dari 225 ribu lebih. Termasuk di dalamnya para pengembang, desainer, dan entrepreneur untuk menjadi peretas yang menyeluruh. Dengan memperkenalkan teknologi baru dan mentor yang terbaik, AngelHack berharap dapat melahirkan penciptaan teknologi tanpa batas, baik di dalam maupun di luar Silicon Valley.
Fokus AngelHack tahun 2021
Tahun ini AngelHack akan menggelar kegiatan AngelHack’s Global Hackathon Series 2021 secara virtual. Kegiatan ini akan memfokuskan kepada disrupsi yang positif, menantang status quo untuk bisa mengubah dunia menjadi lebih baik lagi. Program pra-akselerator 12 minggu AngelHack, HACKcelerator menghubungkan para peretas yang ambisius dengan pemimpin yang berpengalaman untuk membantu mereka mengembangkan talenta lebih luas lagi.
“Kami akan memulai kembali virtual Seri Global 2021 andalan kami di 9 region tertentu dengan tema positive disruption. Kegiatan ini akan memungkinkan semua orang termasuk korporasi dan pengembang menyesuaikan diri dengan the new normal pasca pandemi,” kata Iwan.
Disinggung seperti apa skill dari talenta digital di Indonesia saat ini, Iwan menyebutkan secara regional di Asia Tenggara dan APAC, Indonesia belum menjadi sumber insource atau outsource untuk software engineer.
Namun diprediksi fenomena ini akan berubah, dengan makin maraknya upaya berkelanjutan di dalam negeri untuk memajukan kota pintar dan inovasi inisiatif dalam beberapa tahun terakhir, dinilai telah membantu memacu minat para software engineer di Indonesia. AngelHack juga ingin memperkuat keberadaan mereka dengan Indonesia dan mengakselerasi kemitraan hingga kolaborasi dengan perusahaan lokal dan startup, agar bisa memberikan kontribusi berdasarkan praktik terbaik dari Silicon Valley.
“Fokus tahun ini sebenarnya adalah untuk mendefinisikan ulang dan melokalkan komitmen kami untuk perusahaan dan komunitas kami, sambil melanjutkan perspektif global. Selain itu kami juga ingin melibatkan duta besar kami serta anggota komunitas kami untuk generasi muda yaitu siswa, agar AngelHack dapat mendukung tumbuhnya lulusan universitas dan sekolah agar berhasil dalam bidangnya menuju perjalanan mereka selanjutnya sebagai entrepreneur,” kata Iwan.