Tag Archives: Developer Kit

Menilik Program Devkit Nintendo dari AGI untuk Game Developer Indonesia

Ada informasi yang cukup menarik di ekosistem game developer lokal (Indonesia) beberapa waktu lalu. Informasi ini hadir dari pengumuman yang dirilis oleh AGI yang merupakan Asosiasi Game Indonesia. 

Adalah info terkait program Nintendo Developer Partner yang mencuri perhatian saya. AGI mengumumkan bahwa mereka mengadakan program untuk memfasilitasi game developer tanah air untuk akses atas Developer Kit dari Nintendo Switch.

Prpgram ini untuk membantu para game developer asal Indonesia yang ingin mengembangkan game di Nintendo Switch. AGI berkoordinasi dengan Nintendo untuk menjadi Nintendo Developer Partner. Program ini juga didukung KBRI Tokyo dan BKPM Tokyo. 

Program ini pada dasarnya adalah membantu game developer lokal asal Indonesia untuk mendapatkan development kit atau devkit dengan lebih mudah. Sehingga mereka yang ingin merilis game di Switch bisa mengembangkan langsung tidak harus bekerja sama dengan publisher atau developer asing dari negara asal devkit tersebut. Devkit bisa langsung dikirim ke Indonesia ke alamat game developer terkait. 

Informasi ini tentunya menarik untuk dibahas karena, bagi saya, Switch semacam oase bagi para developer indie atau game developer lokal sebagai lahan untuk merilis game mereka. Di Tengah tingginya persaingan di ranah mobile, Switch bisa jadi sebuah alternatif. Jika konsol atau PC terasa ‘berat’ dari sisi pengembangan, Switch bisa jadi pilihan. Ini bukan berarti game-game di Switch kalah dari game konsol atau PC namun karena karakternya yang unik (bisa digunakan sebagai handheld dan juga konsol – untuk Switch versi tertentu), maka lebih terasa cocok game-game independen atau game yang memiliki story lebih ramah penggunaan handheld.

Pilihan Switch sebagai alternatif juga didukung juga dengan suksesnya beberapa game developer lokal yang merilis game mereka di platform milik Nintendo ini.

Untuk menjawab rasa penasaran, saya mencoba mengontak salah satu pengurus AGI untuk menanyakan beberapa hal dan untuk mendapatkan penjelasan lebih lengkap tentang program AGI bersama Nintendo ini. 

Adam Ardisasmita, Wakil Ketua Umum AGI, memberikan jawaban yang cukup lengkap untuk program ini, saya rangkumkan dan tuliskan ulang agar lebih nyaman untuk dibaca. 

Tentang program AGI terkait publikasi game

Adam menjelaskan bahwa saat ini ada beberapa program AGI yang terkait publishing, yaitu Archipelageek yang merupakan program mengirimkan gamedev Indonesia ke luar negeri untuk business matchmaking dengan publisher dari luar negeri. Beberapa diantara yang sudah berjalan untuk program ini antara lain Gamescom, Tokyo Game Shop, Game Connection America dan lainnya. Untuk program ini didukung oleh Kemenparekraf. 

Selain itu ada pula program IGDX Business, yang merupakan acara business matchmaking di Indonesia dengan mengundang publisher dari luar negeri untuk hadir di sini. Acara ini mendapatkan dukungan dari Kemkominfo. 

Yang terakhir adalah program Devkit Advocation. Ini adalah program yang dijalankan berupa berkomunikasi dengan stakeholders terkait agar bisa memudahkan game developer lokal dalam mendapatkan devkit. Untuk stakeholdernya sendiri ada Kemkominfo, Kemenparekraf, Kemenkeu (Bea Cukai), BKPM, KBRI, sampai dengan pemilik devkit seperti Nintendo, Microsoft, dan Sony.

Lebih spesifik tentang program devkit Nintendo Developer Partner

Untuk program Nintendo Developer Partner, AGI berkoordinasi dengan Nintendo yang juga dibantu oleh BKPM serta kedutaan besar Indonesia yang berada di Tokyo. 

Untuk tahapannya untuk ikut program ini antara lain adalah mendaftarkan diri menjadi Nintendo Developer Partner (NDP). Nantinya AGI akan berperan sebagai jembatan yang memfasilitasi agar developer yang ingin menjadi NDP bisa di-support agar diterima menjadi NDP, hingga membantu memberikan akses kepada devkit Nintendo.

Dijelaskan Adam, proses saat ini prosesnya masih manual, mereka yang tertarik nanti setelah mendaftarkan diri ke NDP bisa langsung menghubungi AGI di contact@agi.or.id. Setelah itu nanti akan diinformasikan tahapan selanjutnya mulai dari cara mendaftar menjadi member AGI sampai dengan proses agar bisa disetujui menjadi NDP dan mendapatkan Devkitnya.

Ketika menggali lagi lebih tentang program ini dijelaskan bahwa AGI tidak menargetkan untuk jumlah pengembang gim yang ikut program ini. Namun informasi yang saya dapat animonya sangat tinggi dan sudah banyak yang ingin dibantu untuk mendapatkan akses DevKit Nintendo. 

Adam juga menjelaskan bahwa AGI ini memfasilitasi agar developer lokal bisa ikut NDP dan memiliki akses DEvkit dari Nintendo, sehingga mereka semakin banyak game lokal yang bisa dijual di Nintendo Switch. Karena tanpa devkit ini pengembang gim lokal tidak bisa membuat dan merilis game di platform ini.  

Karena tanpa devkit tersebut, developer di Indonesia tidak akan bisa membuat dan merilis gamenya di platform tersebut. Support AGI adalah memfasilitasi agar developer lokal bisa menjadi NDP dan bisa memiliki akses ke Devkit Nintendo, yang output-nya adalah semakin banyak game lokal bisa berjualan di Nintendo Switch. Untuk developer sendiri AGI tidak targetkan, so far animonya sangat tinggi dan sudah banyak yang ingin difasilitasi untuk mendapat akses Devkit Nintendo. 

Dukungan atas akses ke publisher ini mengingatkan saya pada era ketika developer game mobile belum seperti sekarang. Merek ponsel yang memiliki ekosistem aplikasi turut serta membantu para pengembang dengan memberikan kemudahan akses termasuk developer kit atau perangkat untuk uji testing. Namun memang tidak sama kondisinya dengan platform konsol atau handheld seperti Switch, yang biasanya lebih sulit karena proses seleksi serta cakupan wilayah juga masih terbatas. 

Seperti yang siinggung sedikit di awal artikel, devkit memang memiliki peran penting bagi pengembangan game di platform tertentu, dan biasanya untuk mendapatkannya ada persyaratan tertentu. Adam menyebutkan bahwa beberapa kesulitan yang dihadapi oleh gamedev lokal untuk mendapatkan devkit, umumnya para developer harus bikin company representative di negara yang sudah masuk daftar devkit, baru membawanya ke Indonesia. Cara lain adalah bekerja sama dengan publisher. Jadi nanti yang mengirimkan devkit ke pengembang game-nya adalah publisher ini.

Tetapi dengan program AGI dengan Nintendo ini, developer lokal tidak perlu lagi membuat kantor cabang di negara yang masuk daftar, akses untuk mendapatkan devkitnya jadi lebih dipermudah. 

Adam juga menjelaskan bahwa untuk akses devkit bersama Nintendo ini bisa dibilang pionir. Salah satu hal yang mendorong AGI untuk menjalankan program ini adalah melihat kondisi game developer Indonesia yang frustasi dengan sulitnya mendapatkan devekit, serta banyak yang meminta bantuan AGI dengan permasalahan kesulitan mendapatkan devkit ini. Inisiatif dari Nintendo juga diharapkan AGI bisa menjadi salah satu alternatif bagi para game developer lokal untuk mendapatkan akses.

Tentang program untuk platform lain 

Tentunya tidak lengkap untuk tidak bertanya ke perwakilan AGI untuk program sejenis tetapi untuk platform yang berbeda. Saya menanyakan apakah AGI juga sudah ada atau sedang menyiapkan program serupa yang membutuhkan devkit untuk pengembang gim tanah air. 

Adam menjelaskan bahwa AGI telah menjalin komunikasi dengan berbagai pemilik platform, termasuk dengan Playstation dan Xbox. Adam juga menambahkan bahwa setiap pemilik platform memiliki mekanisme dan kebijakan yang berbeda, AGI secara kontinyu mencari solusi yang paling baik agar bisa memberikan peluang untuk judul game lokal masuk ke berbagai platform. 

Kita tunggu saja semoga ada update terbaru dari kerja sama devkit setelah program Nintendo Devkit ini. 

Saya juga menanyakan dua pertanyaan penutup pada Adam terkait platform yang menjadi arahan AGI. Adam menjelaskan bahwa dari sisi program tidak ada perbedaan atas platform yang dilakukan AGI. Mulai dari mobile, PC atau konsol. AGI telah memiliki kolaborasi atau setidaknya komunikasi dengan pemilik berbagai platform ini. 

Beberapa contoh yang disebutkan Adam antara lain, di ranah mobile, AGI memiliki kolaborasi dengan Google dan Huawei untuk mendukung game lokal. Lalu dari sisi PC, AGI juga telah menjalin kontak dengan Steam. Sedangkan di sisi konsol, komunikasi juga telah dilakukan dengan Nintendo, Xbox dan Sony. 

Tentang platform pilihan developer Indonesia dan pentingnya kisah sukses

Untuk platform pilihan game developer lokal sendiri, saya sendiri melihat bahwa ada kecenderungan pergerasan beberapa jalur yang dipilih, jika biasanya fokus ke mobile, setelah kehadiran Nintendo Switch, dikarenakan untuk menembus pasar konsol dan PC terlalu ‘berat’ (baik dari sisi biaya pengembangan maupun pasar), makan pilihan jatuh ke handheld lewat Switch. 

Tentang hal ini saya juga menanyakan ke AGI apakah ada informasi terkait pandangan saya di atas. Adam menjelaskan bahwa untuk beberapa waktu ini, tren game developer lokal yang mengincar platform konsol semakin banyak. Adam juga menyebutkan bahwa kisah sukses dari game developer juga menjadi role model bagi developer lain. 

Beberapa game yang sukses di konsol maupun handheld antara lain, Valthirian Arc yang sukses meraup 7 miliar dalam waktu 3 bulan, lalu Coffee Talk yang meraup 7.6 miliar dalam waktu satu bulan saja. Di ranah crowdfunding, muncul lagi developer lokal yang sukses menggalang dana, yaitu Coral Island dengan melampaui target dan mendapatkan 23 miliar dalam waktu sebulan saja. 

Cerita sukses atau role model memang cukup penting bagi ekosistem. Adanya kisah-kisah sukses ini bisa memacu pengembang game lain untuk juga mengembangkan di platform yang sama. 

Adam juga menyebutkan bahwa cerita sukses dari game lokal di ranah global bisa memberikan efek di sisi platform owner. Semakin banyak game lokal Indonesia yang sukses di platform tertentu, maka usaha dari platform tersebut untuk mendukung game akan semakin tinggi. 

Adam mengatakan bahwa;

‘Kita perlu mempersiapkan talenta, modal, dan juga program agar bisa lebih banyak game berkualitas yang muncul dari Indonesia. Satu hal yang bisa kita petik pelajaran adalah Indonesia bisa bikin game yang bagus dan sukses secara finansial. Tidak melulu harus game mainstream, game-game dengan ceruk niche pun sangat besar potensinya. Jadi jangan terpaku dengan apa yang sedang tren saat ini, tapi buatlah sesuatu yang unik dan punya ceruk market yang spesifik’.

Saya termasuk yang ikut memantau dari jauh perkembangan game developer lokal sejak 2012-an. Sempat cukup dekat dengan beberapa developer lokal asal Bandung dan ikut memantau beberapa game hasil karya mereka. Ikut memantau juga perkembangan komunitas game indie di jogja dengan hadir di acara mereka.

Sampai akhirnya sampai pada momen saya mengambil posisi untuk memantau agak jauh perkembangan game developer lokal, karena agak bosan dengan ekosistem yang seperti jalan ditempat. Setidaknya dalam pandangan saya, perbandingannya dengan ekosistem startup yang berkembang sangat pesat dalam 10 tahun ke belakang. 

Namun perkembangan satu atau dua tahun kebelakang sepertinya memberikan angin segar. Pengembang game lokal senior yang telah berkembang telah memiliki modal dan mulai giving back to ecosystem dengan mengakuisisi developer/studio game yang lebih kecil. Munculnya berbagai kisah sukses penjualan dengan angka fantastis dari game rilisan lokal, sampai dengan munculnya platform baru seperti Switch, yang memberikan channel tambahan di tengah kerasnya persaingan ranah mobile. 

Peran asosiasi seperti AGI dengan kepengurusan terbaru pun saya melihat mulai memberikan efek yang cukup signifikan. Peran asosiasi yang sejati bagi saya adalah mengusahakan atau memecahkan masalah-masalah yang tidak bisa dipecahkan sendiri oleh pelaku utama alias game developer. Masalah birokrasi dan kerja sama dengan pemerintah, memberikan sumbangsih atas kebijakan, atau menaikan daya tawar ekosistem – seperti kerja sama dengan pemilik platform lewat penyediaan akses devkit. Selain tentunya mengembangkan ekosistem lewat program-program yang secara langsung memberikan efek pada game developer lokal. 

Semoga saja, titik cerah kebangkitan (kembali) game developer lokal mendapatkan momentumnya, dan ekosistem game di ranah lokal bisa menggeliat dan tumbuh pesat. Tidak kalah dengan ekosistem startup lokal yang berkembang cukup pesat dan telah menghadirkan berbagai unicorn, serta bersaing dan bersinergi dengan ekosistem esports, yang juga telah tumbuh dan menanti semakin banyak game lokal yang masuk jadi bagian besar pasar esports tanah air.

Electroloom Memungkinkan Kita ‘Menjahit’ Baju Via Teknologi 3D Printing

Suatu ketika di masa depan, boleh jadi cara manusia berbelanja pakaian tidak lagi sama. Sesaat, metodenya mirip online shopping, Anda akan browsing sebelum membeli. Namun kita tak lagi harus menunggu karena baju segera dicetak di rumah. Bisakah itu dilakukan? Tim asal San Francisco memberi sedikit gambaran mengenai kemungkinannya via perangkat Electroloom. Continue reading Electroloom Memungkinkan Kita ‘Menjahit’ Baju Via Teknologi 3D Printing

Drone Mungil nan Modular Elf Dibekali Teknologi Virtual Reality

Terbang dan mengambil gambar adalah dua kemampuan umum dalam drone komersil saat ini. Dari sana, produsen mulai memperluas ide mereka. Desain mungil, ada gimbal canggih penjaga kestabilan, kamera non-distorsi, kendali intuitif. Tapi menurut Robi Wang, keterbatasan paling besar terletak pada belum adanya drone yang memberikan ‘pengalaman terbang realistis’. Continue reading Drone Mungil nan Modular Elf Dibekali Teknologi Virtual Reality