Tag Archives: Didi Chuxing

Grab Dikabarkan Raih Investasi Baru dari Hyundai Motor

Grab dikabarkan mendapat investasi baru dari perusahaan otomotif asal Korea Selatan, Hyundai Motor Co. dengan nilai yang tidak disebutkan. Investor Grab terdahulu disebutkan turut berpartisipasi dalam putaran kali ini, seperti Didi Chuxing, Soft Bank, dan Toyota Tsusho.

Dalam laporan yang dikutip dari Reuters, Hyundai dan Grab nantinya akan bersama-sama mengembangkan layanan di Asia Tenggara, termasuk mengembangkan mobil elektrik ramah lingkungan seperti IONIQ Electric.

Hyundai sendiri mengaku sedang mempertimbangkan pembuatan pabrik mobil di Asia Tenggara dengan memilih negara seperti Indonesia dan Vietnam sebagai sasarannya.

Sebelumnya pasca perolehan investasi seri G US$2 miliar dari Didi Chuxing dan Softbank di Juli 2017, pihak Grab memang mengungkapkan belum menutup putaran pendanaan dan berharap masih bisa menambah US$500 juta agar putaran kali ini menjadi pendanaan tunggal terbesar di Asia Tenggara.

Diperkirakan masuknya tambahan dana segar dari Hyundai akan melambungkan nilai valuasi Grab dari sebelumnya, di atas US$5 miliar. Bisnis Grab saat ini sudah beroperasi di delapan negara di Asia Tenggara, dengan ekspansi terbarunya di Kamboja.

Di Indonesia sendiri, layanan Grab diklaim telah mencapai 75 kota, tersebar dari Aceh hingga Papua. Saat ini Grab kian aktif menambah inovasi bisnis dengan menggandeng perusahaan lokal. Misalnya dengan Kereta Api Indonesia untuk menempatkan GrabVenue di 49 stasiun wilayah Jabodetabek.

Kemudian, memanfaatkan lisensi e-money dari OVO untuk kembali mengaktifkan GrabPay. Dengan Garuda Indonesia untuk mengintegrasikan program loyalitas agar bisa nasabah dari kedua perusahaan bisa dinikmati secara bersama. Terakhir, bersama PayTren untuk menggaet agen PayTren menjadi mitra pengemudi Grab.

Application Information Will Show Up Here

Grab Umumkan Perolehan Dana Baru 26 Triliun Rupiah dari Didi Chuxing dan Softbank

Grab akhirnya memastikan pihaknya mendapatkan dana segar baru senilai 2 miliar dollar (lebih dari 26 triliun Rupiah) dari layanan on-demand Tiongkok Didi Chuxing (DiDi) dan raksasa teknologi Jepang. Grab sendiri belum menutup putaran pendanaan kali ini dan berharap masih bisa menambah $500 juta lagi (lebih dari 6,6 triliun Rupiah) agar putaran kali ini menjadi putaran pendanaan tunggal terbesar di Asia Tenggara.

Tidak disebutkan valuasi perusahaan pasca pendanaan, tapi perusahaan yang baru saja merayakan ulang tahun kelimanya ini diperkirakan kini bervaluasi di atas $5 miliar (65 triliun Rupiah). Nilai ini membuatnya menjadi startup unicorn paling bernilai di Asia Tenggara.

Pendanaan kali ini tidaklah mengherankan karena kesepakatan ini sudah dirumorkan sejak bulan Maret lalu. DiDi, yang memiliki core business serupa dengan Grab, memperkuat kemitraannya untuk memastikan aliansi melawan Uber yang saat ini kehilangan pemimpinnya. Sementara Softbank adalah pendukung Grab sejak lama dan percaya bahwa layanan ini akan mendominasi kawasan ini.

Di Indonesia sendiri Grab telah berkomitmen untuk membangun R&D di Indonesia dengan nilai investasi total $700 juta (mendekati 10 triliun Rupiah), termasuk baru-baru ini mengakuisisi Kudo.

Co-Founder dan CEO Grab Anthony Tan dalam pernyataannya menyebutkan,  “Dengan dukungan mereka [DiDi dan Softbank], Grab akan menjadi pemimpin pasar yang tak terbantahkan di industri ride sharing, dan membangun GrabPay sebagai solusi pembayaran pilihan utama bagi masyarakat Asia Tenggara. Kami berharap untuk melanjutkan kerja sama yang telah terjalin dengan mitra-mitra yang kami hargai di masa depan.”

Sementara Chairman dan CEO Softbank Masayoshi Son berkomentar, “Grab menggunakan teknologi untuk menjawab tantangan transportasi dan pembayaran, yang merupakan tantangan terbesar di Asia Tenggara, dan kami percaya Grab adalah perusahaan yang sangat menarik yang berada di wilayah yang dinamis dan menjanjikan.”

Application Information Will Show Up Here

Kemenangan Didi Chuxing Atas Uber Bisa Direplikasi Layanan Sejenis Lainnya

Di beberapa negara di dunia laju bisnis Uber menjadi sorotan. Ada sorotan yang berdampak pada penolakan oleh para penyedia jasa transportasi konvensional seperti di Indonesia dan Prancis tempo hari, namun ada juga tanggapan positif dari warga dan wisatawan yang terbantu dengan sistem yang dikelola Uber. Di Tiongkok kondisinya sedikit berbeda, Uber menjadi sorotan karena mendapat tantangan serius oleh produk lokal, Didi Chuxing.

Persaingan bisnis ini menjadi begitu menarik untuk disimak karena menjadi sebuah titik puncak dari persaingan solusi transportasi berbasis teknologi (on-demand) lokal vs luar. Sesuatu yang seharusnya bisa ditiru oleh negara-negara lain untuk bisa memunculkan “Uber” lokal.

Didi Chuxing (selanjutnya disebut Didi) yang sebelumnya memiliki nama Didi Kuaidi dikenal dekat masyarakat setempat karena selain bersaing secara harga, Didi juga disebutkan akan segera menyematkan teknologi-teknologi mutakhir seperti artificial intelligence dan machine learning sebagai kunci untuk lebih memahami pengguna mereka.

Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi dalam keberhasilan Didi dalam persaingannya melawan Uber yakni localization (konten yang didasarkan pada kultur lokal), subsidi, bagaimana Didi memandang teknologi, dan tentu dukungan berupa modal dari perusahaan-perusahaan top dari dalam dan luar Tiongkok.

Untuk masyarakat Tiongkok yang akrab dengan produk-produk lokal macam Weibo untuk media sosial, JD dan Alibaba untuk e-commerce, dan layanan-layanan lain, hadirnya Didi tentu menjadi alternatif yang menarik untuk layanan perjalanan menggantikan Uber. Hingga pada akhirnya Uber benar-benar ‘menyerah’ dan akhirnya menjual operasional mereka yang ada di Tiongkok kepada Didi.

Mungkin apa yang dilakukan Didi di Tiongkok bisa ditiru startup-startup lain di negara mana pun, termasuk Indonesia, namun dengan sedikit penyesuaian. Penyesuaian di sini adalah dengan tidak mengartikan localization yang dilakukan Didi hanya dengan jargon-jargon bernada nasionalis macam “gunakan produk-produk dalam negeri” dan lain sebagainya.

Localization harus lebih dimaknai dengan menambahkan pemahaman terhadap kebiasaan dan budaya-budaya setempat. Salah satunya adalah memastikan para mitra paham rute daerah sekitar sehingga bisa menghindarkan penumpang dari kawasan-kawasan macet dan lain sebagainya. Selain itu, bentuk kerja sama dengan driver juga bisa menjadi faktor sukses lainnya. Misalnya dengan menambah porsi persentase bagi hasil atau bentuk subsidi-subsidi lainnya.

Faktor teknologi menjadi faktor lain. Masyarakat pada umumnya menilai kualitas layanan transportasi online tidak terlepas dari kemudahan akses dan kestabilan aplikasi yang digunakan. Untuk itu membangun infrastruktur dan aplikasi yang baik bisa berpengaruh pada tingkat kepuasan pelanggan, termasuk juga bagaimana menjaga kerahasiaan pelanggan.

Selain beberapa faktor internal, faktor eksternal kesuksesan Didi didapat dari kebijakan pemerintah. Selain mendukung bisnis berkembang kebijakan ketat terhadap pola kepemilikan kendaraan umum dan surat izin mengemudi untuk warganya juga berperan untuk meningkatkan penggunaan transportasi umum, apa pun itu.

Di Indonesia hal tersebut yang masih menjadi masalah. Harusnya jika pemerintah ingin meningkatkan penggunaan transportasi umum untuk mengurai kepadatan kendaraan di jalan mendorong transportasi umum seperti kereta, busway, termasuk juga layanan transportasi online harus dimulai dari sekarang. Karena diakui atau tidak potensi mengurangi kemacetan juga ada pada layanan-layanan transportasi online macam Go-Jek, Uber, Grab dan lainnya.