Tag Archives: digital credit card

Perkembangan kartu kredit stagnan, perusahaan teknologi jadi kendaraan terbaik untuk menyelesaikan isu tersebut

“PayLater” Perusahaan Teknologi Dongkrak Pertumbuhan Kredit Konsumsi

Kartu kredit merupakan produk keuangan premium, namun punya eksklusivitas yang tinggi. Baru mau mengajukan saja, prosesnya sangat selektif dan memakan waktu. Hal ini wajar karena bank harus prudent dalam menjalankan fungsinya sebagai intermediary.

Regulasi perbankan yang ketat menjadi alasan utama mengapa perkembangan kartu kredit di sini stagnan. Statistik dari Bank Indonesia per November 2019 memaparkan, jumlah kartu kredit yang beredar sebanyak 17,38 juta unit, naik tipis 0,65% secara year on year. Pertumbuhan volume transaksi hanya naik 4,19%, sedangkan secara nilai naik 5,32%.

Kenaikan ini tidak sedrastis dibandingkan transaksi uang elektronik. Jumlah uang elektronik sebanyak 278 juta unit kartu, naik 66,47% secara year to date. Volume transaksinya tercatat mencapai 356,4 juta unit (naik 21,93%), dengan nilai Rp127 triliun (naik 170,21%).

Ketimpangan ini membuat produk kartu kredit digital, atau kini lebih tren disebut PayLater, menjadi sesuatu yang sangat hit selama dua tahun terakhir.

Semua beramai-ramai masuk ke segmen ini, menggaet fintech lending untuk menawarkan kemudahan pengajuan yang singkat dan jargon andalan bunga 0% untuk 30 hari pinjaman semakin sering dipakai.

Traveloka dan perjalanan produk PayLater

Beberapa bulan sebelum GoPay dan Ovo merilis PayLater, Traveloka mencuri start memperkenalkan istilah ini. Premisnya sederhana: ingin mempersingkat durasi konsumen saat memutuskan rencana pembelian tiket perjalanan beserta akomodasinya, tanpa khawatir dengan ketersediaan dana. Solusi yang sebenarnya bisa dijawab oleh kartu kredit.

Dalam konferensi pers (15/1), President Traveloka Group Operations Henry Hendrawan menjelaskan sebelum merilis PayLater, 90% pengguna melakukan pembelian last minute alias kurang dari dua hari sebelum keberangkatan. Dampaknya harga yang harus mereka bayarkan jauh lebih mahal, tidak bisa memilih kursi, dan tidak mendapat akomodasi yang diinginkan.

MoU antara Traveloka dan BRI / Traveloka
MoU antara Traveloka dan BRI / Traveloka

“Saat Lebaran, kita melihat booking biasanya terjadi saat mereka sudah dapat THR. Jadi kita lihat dengan PayLater bisa menjadi alternatif untuk financial planning, merencanakan semua rencana libur dan booking dari jauh-jauh hari karena harganya pasti jauh lebih terjangkau,” ucapnya.

Menurutnya, sejak PayLater diluncurkan medio 2018, penggunaan terbesar PayLater untuk pembayaran tiket perjalanan dan akomodasi hotel. Berikutnya, untuk pembayaran tiket atraksi dan hiburan. Henry tidak bersedia merinci lebih lanjut besaran transaksi terkait hal ini.

Nominal dana yang bisa diperoleh pengguna maksimal saat pertama kali dirilis berkisar Rp2 juta sampai Rp10 juta. Kini limitnya ditingkatkan hingga Rp50 juta dengan tenor sampai 12 bulan. Bunganya dimulai dari 2,14%-4,78% flat per bulan. Hampir seluruh layanan di Traveloka bisa memakai PayLater untuk opsi pembayarannya.

Mitra pertama fintech lending yang digaet Traveloka untuk menyediakan dana pinjaman adalah Danamas. Di situsnya dijelaskan ada tambahan mitra, yakni Caturnusa Sejahtera Finance, yang bertindak sebagai pemberi pinjaman (lender) di Danamas. Bisa diasumsikan dana PayLater yang diberikan ke pengguna Traveloka bersumber dari situ.

Caturnusa yang berlisensi sebagai perusahaan p2p lending juga terafiliasi dengan Danamas, alias masuk ke dalam naungan Sinar Mas Group.

Tepat pada Rabu (15/1), Traveloka menambah mitra lending. Kali ini adalah BNI. Bersama BNI perusahaan berambisi menyalurkan dana pinjaman hingga Rp6 triliun sepanjang tahun ini untuk satu juta pengguna Traveloka.

“Harapannya, [pinjaman PayLater] itu bisa disalurkan kepada sejuta pengguna PayLater pada tahun ini,” ujar Henry.

Direktur Bisnis Konsumer BNI Anggoro Eko Cahyo menjelaskan. melalui kerja sama ini, Traveloka PayLater terhubung dengan produk KTA milik BNI, yakni BNI Fleksi. Otomatis setiap pengguna PayLater akan menjadi nasabah BNI.

“Melalui kerja sama ini diharapkan terjadi peningkatan ekspansi kredit konsumer BNI sekaligus memberikan kemudahan kepada masyarakat luas, termasuk pengguna Traveloka PayLater yang pada akhirnya berpotensi menjadi nasabah BNI,” katanya.

Kembali ke asal sebagai kartu kredit fisik

Sepak terjang BNI dalam menggaet Traveloka menjadi contoh menarik bagaimana perbankan memanfaatkan perusahaan teknologi sebagai “kendaraan” untuk meningkatkan bisnisnya. Anggoro menerangkan keputusan BNI masuk sebagai pemberi pinjaman di Traveloka karena dia melihat adanya kesamaan target konsumen.

Strategi ini juga dilatarbelakangi keinginan perseroan memacu kinerja kredit konsumer di BNI karena Traveloka PayLater ini juga terhubung dengan BNI Fleksi. Ini adalah produk KTA untuk kebutuhan konsumsi bagi pegawai aktif yang punya penghasilan tetap dan gajinya di-payroll oleh BNI.

Pengguna Traveloka yang lolos verifikasi untuk pinjaman PayLater ini, menurut pengakuan Henry, mayoritas belum pernah memiliki kartu kredit. Proses KYC dalam setiap pengajuan aplikasi tergolong simpel. Traveloka membaca kebiasaan transaksi pengguna yang terekam di sistem.

“Lebih sering pakai Traveloka, maka kita akan lebih mudah mengerti pengguna dan mungkin kita akan lebih comfortable kasih limit-nya karena kita tahu siapa penggunanya.”

Anggoro mengungkapkan, sebelum kolaborasi ini dimulai, tentunya pihak BNI melakukan penilaian risiko kredit di dalam sistem Traveloka. Bagaimana mereka KYC, menentukan skoring kredit, dan lain-lain. “Kami sudah pastikan sesuai standar [perbankan].”

“Ini [hasil penilaian] memperlihatkan performa kami secara teknis dalam KYC,” tambah Henry.

Historis transaksi nasabah yang terkumpul di Traveloka, menjadi bank data yang sangat berharga untuk membangun sistem kredit skoring sendiri. Seluruh upaya Traveloka untuk membangun pembiayaan yang berkualitas akhirnya terbayar sudah ketika bank sekelas BNI masuk.

Sebelum BNI masuk, BRI juga menandatangani MoU dengan Traveloka untuk menyediakan PayLater Card. Fasilitas ini ditawarkan untuk pengguna terpilih Traveloka. Kebetulan, DailySocial termasuk salah satunya.

Cobranding kartu PayLater antara Traveloka bersama BRI / DailySocial
Cobranding kartu PayLater antara Traveloka bersama BRI / DailySocial

Kartu PayLater tidak jauh berbeda dengan kartu kredit yang diterbitkan bank pada umumnya. Fasilitas yang bisa dinikmati pengguna adalah bebas biaya tahunan selamanya, pengguna akan menerima notifikasi dari Traveloka setiap ada transaksi dengan kartu kredit untuk mempermudah pemantauan.

Seperti kartu kredit kebanyakan, limit dapat digunakan untuk transaksi online dan offline di luar ekosistem Traveloka, termasuk belanja di luar negeri terutama yang sudah terhubung dengan Visa. Bunga yang diberikan adalah 2,25% per bulan dan tagihan dapat dibayar melalui aplikasi Traveloka.

Ada kenaikan limit kredit yang diterima pengguna ketika meng-upgrade ke kartu fisik. Besarannya tergantung penilaian profil risiko.

Manfaat kemitraan Traveloka antara BRI dan BNI memberi nilai tambah bahwa secara sistem, kualitas perusahaan teknologi dalam penilaian risiko sudah sesuai standar perbankan. Bank pun tidak perlu khawatir.

Di tengah ketatnya regulasi di perbankan, perusahaan teknologi bisa menjadi “kendaraan” mengatasi stagnannya pertumbuhan kartu kredit. Akan ada saatnya penetrasi kartu kredit meningkat dengan cara yang prudent.

Tren cobranding kartu kredit di luar negeri

Apa yang dilakukan Traveloka dengan BRI bukan barang baru bila melihat benchmark di luar negeri. Di Singapura, Grab bersama MasterCard membuat GrabPay Card. Di India, ada Amazon dan perusahaan OTA MakeMyTrip yang menggaet ICICI Bank. Lebih jauh, di Amerika Serikat ada Uber bersama Visa dan Apple bersama Goldman Sachs.

Tren ini diprediksi akan terus berlanjut. Sempat beredar kabar Visa dan Gojek sedang berkongsi untuk merilis PayLater.

Patut dipahami, di Indonesia kebiasaan menggunakan kartu kredit belum terbentuk. Kondisi yang sama juga terjadi di Tiongkok. Di sana kartu kredit kurang peminat, karena ada Alipay dan WeChat Pay yang lebih ramah buat mereka.

Hal ini  berbeda dengan Amerika Serikat dan Singapura. Penetrasi kartu kredit di sana sudah signifikan, sehingga strategi perusahaan teknologi untuk membuat kartu kredit jadi lebih masuk akal.

Menurut laporan PwC, strategi cobranding kartu kredit merupakan strategi win win, baik buat perusahaan dan issuer (bank penerbit). Dari sisi issuer, mereka akan mendapat akses ke basis pelanggan tersegmen, kenaikan rata-rata transaksi, menurunkan tingkat akun dorman, dan meningkatkan “stickiness” dengan konsumen.

Untuk mitra, mereka mendapatkan visibilitas brand yang lebih baik, kontribusi top dan bottom line lewat pendapatan bersama, dan meningkatkan loyalitas konsumen. Sementara untuk pemegang kartu, mereka mendapat penawaran khusus semacam diskon atau voucher, benefit film gratis, perjalanan, menginap, dan manfaat tambahan untuk asuransi, akses lounge, dan lain sebagainya.

Application Information Will Show Up Here
LinkAja masuk ke ranah kartu kredit digital. Segera merilis fitur PayLater bersama Kredivo sebagai mitra perdana

LinkAja Segera Rilis Fitur PayLater, Gandeng Beberapa Pemain Fintech

LinkAja turut masuk ke ranah kartu kredit digital dengan merilis fitur PayLater bersama Kredivo sebagai mitra perdana. Perusahaan akan menggaet pemain lainnya sebagai mitra agar pengguna punya lebih banyak pilihan dalam bertransaksi.

CEO LinkAja Danu Wicaksana saaat ini belum bersedia untuk mengonfirmasi lebih lanjut terkait mitra lain selain Kredivo. Menurutnya, saat ini mereka masih dalam proses integrasi sistem yang masih memakan waktu. “Ditunggu ya update-nya lagi. Butuh waktu integrasi,” ujarnya kepada DailySocial, Selasa (3/12).

Pertimbangan untuk menggaet lebih dari satu pemain agar konsumen semakin diuntungkan karena punya banyak pilihan provider. “LinkAja ingin memberikan berbagai pilihan terbaik untuk penggunanya.”

Danu mengatakan peresmian kerja sama antar kedua perusahaan akan dilakukan bulan ini. Kredivo sudah menjadi opsi pembayaran di aplikasi LinkAja, namun belum bisa digunakan.

Selain Kredivo, LinkAja bakal memungkinkan opsi menambah saldo secara langsung dari kartu debit bank pelat merah, yaitu BTN, BNI, Bank Mandiri, dan BRI.

Dikonfirmasi secara terpisah, Co-Founder & CTO Kredivo Alie Tan belum bisa memberi info detail seperti apa pengalaman yang ditawarkan Kredivo di dalam aplikasi LinkAja.

Sebelumnya dia menuturkan selain merilis produk paylater, perusahaan meningkatkan pengalaman konsumen baru dengan permudah akuisisi pengguna baru tanpa mengunduh aplikasi buat registrasinya. Caranya dengan mendaftar langsung dari aplikasi merchant, misalnya dari situs e-commerce yang sudah bekerja sama.

“Nanti di aplikasi e-commerce-nya bisa langsung daftar Kredivo, proses approval-nya di kita secara real time,” tuturnya.

Dengan penguatan sistem back-end, diklaim proses registrasi di Kredivo hanya membutuhkan waktu satu menit. Pengguna cukup menggunggah KTP dan menghubungkan salah satu akun e-commerce ke Kredivo untuk proses analisis kreditnya.

Hasil Fintech Report 2019

Riset DailySocial menunjukkan fitur pembayaran dengan mencicil tanpa kartu atau paylater yang paling banyak digunakan sepanjang tahun ini adalah milik OVO Paylater. Sebanyak 51,9% responden dari 347 orang menyatakan memakai layanan tersebut. Produk populer berikutnya adalah GoPay PayLater dan Shopee PayLater.

Di sektor multifinance, khususnya yang beroperasi secara digital, Kredivo menjadi satu dari dua platform terpopuler untuk pengenalan dan penggunaan.

Gambaran hasil riset ini memperlihatkan bahwa PayLater menjadi salah satu tren yang menarik perhatian milenial. Wajar jika banyak pemain melirik pengembangan fitur ini karena kemudahan proses untuk mendapatkan limit kredit.

Application Information Will Show Up Here
FinAccel core team / FinAccel

Kredivo Secures Series B Funding Worth Over Rp435 Billion, Ready for Regional Expansion

Fintech startup engaged in online lending service FinAccel (using Kredivo brand) announces Series B funding worth US$30 million (over Rp435 billion) led by Square Peg Capital, with the new investor MDI Ventures and Atami Capital. Existing investors, such as Jungle Ventures, OpenSpace Ventures, GMO Ventures, AlphaJWC, and 500 Startups also participated in this round.

Akshay Garg, Kredivo’s CEO said it’ll be used for new service development outside the loan via e-commerce, regional expansion, and recruiting more talents in engineer and data scientists.

Regarding the target countries, it’s still in evaluation. The three countries in consideration are Thailand, Philippines, and Singapore. In the next six months, FinAccel will announce one of the countries ready for expansion.

“In the next six months, we’ll decide a country for expansion. It’s now being evaluated,” Garg said on Wed (7/25).

He continued that the new product in development will be targeting outside the e-commerce ecosystem, like loan for study, medical, emergency cost, house renovation, and others.

Tushar Roy, Square Peg Capital’s Partner commented in the official release that Kredivo is an institutional-class business in all aspects, through the automation of very complex loan elements, and trusted by Indonesia’s best merchants. Kredivo has a bank-class risk metric and already draw institutional debts.

Kredivo is claimed to have teams with integrity and high experience to be motivated in solving big problems for sellers and consumers in Indonesia, therefore, it’ll support the whole economic growth.

“We’re very proud to support Kredivo’s team vision in allowing a better financial service for the young generation in Indonesia and SEA,” he explained.

Nicko Widjaja, MDI Ventures’ CEO added, Kredivo is a market leader in consumer loan service with an advanced credit scoring process in the industry. Investment in Kredivo will mark MDI Ventures’ first portfolio in fintech lending segment.

“With our participation, we expect to support more underserved segments in this market, where we can access various kinds of credit sources that can use Kredivo technology to fasten the disbursement process,” he said.

Business performance and next plans

Garg said, the company will increase the marketing activities for new customer’s acquisition by setting up some billboards in public. They also raised some initiatives for strategic partnerships with Telkom Group that now involved as Kredivo investors network.

“We choose the leading strategic investors for the next time we can make partnership synergy. There will be many new initiatives to do with Telkom Group, particularly Telkomsel.”

After dua years establishment, Kredivo has become one of the most adopted alternative method for digital credit card by Indonesia’s marketplace. It is claimed to be the only online payday loan that has collaborated with almost 10 e-commerce sites, including Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada, and more than 200 others.

Kredivo’s business growth in GMV (Gross Merchandise Value) reaches 5 times up without any detailed number. The company has evaluated more than 2 million of Indonesia’s consumers and help the online merchants for significant customer retention and revenue.

Around 80% of the transaction every month comes from Kredivo loyal customers with more than 500,000 people in total. In fact, the bad loans ratio is kept under 5% according to the financial industry.

It has 15 companies as lenders that are multi finance and credit funds. Credit funds come from Hong Kong and SEA countries. BFI is still one of the exclusive lenders in Kredivo.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here