TikTok dikabarkan tengah bernegosiasi untuk mendapatkan lisensi platform pembayaran di Indonesia. Disampaikan pertama kali oleh Reuters, sumber mengatakan pihak TikTok telah berbincang dengan Bank Indonesia untuk hal ini.
Diketahui, salah satu syarat untuk mendapatkan lisensi pembayaran digital dari BI adalah sebuah perusahaan (asing) harus badan hukum di Indonesia. Hal ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran. Untuk itu, TikTok juga harus membuat PT di Indonesia untuk menjalankan operasionalnya.
Jika berhasil mendapatkan lisensi tersebut, nantinya kreator dan seller bisa melakukan transaksi langsung tanpa harus menggunakan layanan pembayaran pihak ketiga. Ini tentu menguntungkan TikTok, bisa mendapatkan keuntungan dari biaya transaksi yang dibebankan (sebelumnya dikelola oleh pihak payment gateway).
Langkah ini menjadi agenda lanjutan setelah CEO TikTok Shou Chew melakukan kunjungan ke Indonesia pada Juni 2023 lalu dan menyatakan kesiapannya untuk menggelontorkan investasi $10 miliar di Indonesia dan Asia Tenggara.
Adanya sistem pembayaran terintegrasi juga bisa memberikan dukungan lebih lanjut kepada platform e-commerce yang dimiliki TikTok. Seperti diketahui, hampir semua e-commerce populer saat ini telah memiliki layanan pembayarannya sendiri (Shopee dengan ShopeePay, Tokopedia dengan Gopay, Bukalapak dengan Dana, dan lain sebagainya).
TikTok Shop makin populer di Indonesia. Menurut survei yang dilakukan Telkomsel belum lama ini, platform tersebut menjadi top of mind layanan jual-beli di platform sosial yang digandrungi masyarakat Indonesia. Sebanyak 76,75% mengaku mendapatkan harga yang lebih murah, 65% lainnya mengatakan banyak promo di TikTok Shop, dan 52% model live shopping yang ditawarkan lebih intuitif.
Namun demikian tidak dimungkiri, sepak terjang fantastis TikTok juga mendapatkan respons yang kurang sedap di sejumlah negara. Pemerintah Australia dan Kanada bahkan melarang penggunaan TikTok di perangkat pemerintah. Demikian juga di kalangan pemerintahan Amerika Serikat.
Gonjang-ganjing isu Project S juga belum lama ini menjadi perbincangan hangat. Rencana TikTok untuk menjual produk yang diproduksi/disuplai sendiri dari Tiongkok ke pasar TikTok Shop di Indonesia banyak mendapatkan kritik, dinilai bisa mematikan UMKM di sini. Pasalnya berbekal data yang mereka miliki, memungkinkan perusahaan mendapatkan insight berharga mengenai preferensi konsumen dan produk yang akan dijual.
Pemerintah pun lewat Kemendag bergerak cepat, dengan mulai memperbaru aturan mengenai e-commerce. Dari poin rencana beleid yang disampaikan, social commerce mendapatkan perhatian khusus — termasuk terkait perpajakan. Poin lain yang juga disampaikan adalah larangan pengembang platform untuk menjual barang yang diproduksi sendiri (white label).
Perusahaan fintech yang berpusat di Singapura, PayerMax, mengumumkan operasionalnya di Indonesia, setelah memperoleh izin dari Bank Indonesia. Mereka memberikan layanan pembayaran di bawah badan hukum PT Smart Fintech For You.
Direktur Regional PayerMax William Tung menyampaikan rasa antusiasnya dengan kehadiran perusahaan di Indonesia. Menurutnya, sebagai negara dengan ekonomi digital yang berkembang pesat di Asia Tenggara, Indonesia berhasil menarik investasi dari seluruh dunia.
“Kami berkomitmen untuk meningkatkan jaringan dan kemitraan dengan perusahaan-perusahaan berbagai sektor, seperti gaming, e-commerce, dan digital entertaiment, serta menyediakan solusi pembayaran lintas batas yang sesuai dengan aturan dan dapat diandalkan,” ucapnya dalam keterangan resmi.
Menurut data e-Conomy SEA 2022, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai $77 miliar pada 2022 — bakal meningkat dua kali lipat pada 2025 sebesar $130 miliar. Dibalik potensi tersebut, negara ini masih memiliki segudang tantangan sebagai negara kepulauan dengan tingkat populasi yang tidak memiliki akses perbankan yang memadai.
Kondisi ini mendorong pemerintah dan sektor swasta untuk berinovasi dalam industri pembayaran. Hasilnya kini muncul ekosistem yang beragam, produk pembayaran, dan basis pelanggan dengan lembaga perbankan, penyedia uang elektronik, gerai pembayaran offline atau ritel, dan pembayaran operator telekomunikasi yang semua hadir di pasar.
Perkembangan sistem dan infrastruktur pembayaran digital pun kini maju pesat dengan diluncurkannya sistem QRIS dan SNAP. “PayerMax berkomitmen untuk mengatasi tantangan dalam lanskap pembayaran di Indonesia dan menyediakan solusi bagi ekosistem pembayaran.”
Sebagai bentuk keseriusannya di Indonesia, perusahaan mendirikan kantor lokal dan tim lokal terdedikasi untuk bisnis, kepatuhan, pengelolaan risiko, teknologi, dan fungsi-fungsi kritis lainnya.
Saat ini, perusahaan sudah mendukung berbagai metode pembayaran utama di Indonesia, termasuk dompet elektronik, transfer bank, pembayaran dengan kartu, OTC, dan pembayaran operator telekomunikasi.
Tak hanya Indonesia, PayerMax telah memegang lisensi pembayaran di pasar-pasar utama, seperti Hong Kong, Singapura, Uni Emirat Arab, Thailand, dan Filipina yang didukung dengan kehadiran tim lokal di 14 negara.
Dikutip dari Yahoo Finance, Regional Director PayerMax Rinkesh Sharma menyampaikan, saat ini 6 dari 10 orang di Asia Tenggara tetap tidak memiliki akses perbankan atau tidak memiliki layanan perbankan. Teknologi membuka pintu bagi solusi baru untuk memungkinkan inklusi keuangan dan pihaknya berharap transformasi digital perbankan mampu bertumbuh seiring berjalannya waktu.
“Revolusi pembayaran yang sedang berlangsung telah membuka peluang pertumbuhan bagi usaha mikro dan UKM. Untuk membangun ekosistem pembayaran digital yang aman dan andal, kolaborasi adalah kuncinya,” ujarnya.
Di tingkat regional, lanskap pembayaran digital di Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai $1,5 triliun pada 2030. Di Indonesia sendiri, segmen ini dipimpin oleh Midtrans (GoTo Financial), DOKU, dan Xendit.
Google memperkenalkan virtual account (VA) sebagai metode pembayaran baru di Play Store bekerja sama dengan payment gateway DOKU. Kini pengguna dapat membeli konten digital dengan virtual account Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Syariah Indonesia (BSI), dan Bank Central Asia (BCA).
Disampaikan dalam blog resminya, penambahan metode pembayaran baru ini sejalan dengan permintaan masyarakat akan metode pembayaran yang variatif. Selain itu, pembaharuan ini menandakan upaya Google berinovasi karena melihat pertumbuhan transaksi Play Store selama beberapa tahun terakhir.
Sebelumnya, Google Play telah mengakomodasi sejumlah metode pembayaran, termasuk kartu kredit, potong pulsa, dan beberapa platformuangelektronikterdepan.
Menurut Zulfi Rahardian, Head of Google Play Retail and Payments Activation untuk Asia Tenggara, konten hiburan baru selalu bermunculan dan beragam hobi favorit mulai kembali populer.
“Kami terus berusaha menyediakan lebih banyak opsi pembayaran yang sesuai dengan kebutuhan pengguna dan developer di Indonesia. Kami harap para pengguna semakin nyaman ketika membeli konten digital dan bertransaksi,” jelas Zulfi.
Google mengungkap terdapat kenaikan sebesar 210% pencarian kata “gaming” di Indonesia. Sementara, laporan Google Year in Search 2022, minat pencarian terhadap online game meningkat 30%. Pada periode yang sama, tren “main bareng” alias mabar juga ikut melesat, terindikasi dari pencarian kata “mabar” yang mencapai lebih dari 80%.
Berdasarkan riset Statista di 2022, total pendapatan Games di Indonesia diestimasi mencapai $980,9 juta, di mana mayoritas berasal dari pendapatan in-app purchase (IAP) di segmen Games diproyeksi sebesar $629,6 juta.
Adapun, total pendapatan segmen Games di Indonesia diperkirakan menembus $1.457 juta di 2027 dengan CAGR 7,04% (2022-2027). Jumlah konten Games diperkirakan mencapai 3,862 juta unduhan di 2022, dengan rata-rata pendapatan per unduhan sekitar $0,25.
Bank Indonesia bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) meresmikan inovasi fitur terbaru QRIS, dinamai QRIS Transfer, Tarik Tunai, dan Setor Tunai (QRIS TTS) per Jumat (25/11). DANA menjadi salah satu dompet digital yang mewakili Penyedia Jasa Keuangan (PJP) non-bank menjadi peserta demo soft launch QRIS TTS ini.
Inovasi fitur baru dari QRIS ini, memudahkan pengguna untuk melakukan transaksi tarik tunai maupun setor tunai hanya dengan memindai kode QRIS yang ada di mitra merchant QRIS. Sementara melalui QRIS transfer, pengguna juga dapat dengan mudah melakukan transfer antar PJP, cukup dengan memindai kode QRIS pada aplikasi PJP masing-masing pengguna.
Sebagai gambaran penggunaannya, saat peluncurannya di Bali, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo melalui aplikasi DANA berhasil menerima uang dari Ketua Umum ASPI Santoso hanya dengan menunjukkan QRIS di aplikasi DANA yang selanjutnya dipindai oleh aplikasi mobile banking BCA. Hal ini menunjukkan bahwa QRIS TTS menawarkan prosedur yang lebih tepat, transaksi digital yang lebih mudah dijangkau, serta membuka jalan bagi masyarakat untuk memasuki ekosistem digital.
Dihubungi terpisah oleh DailySocial.id, Kepala Grup Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) Bank Indonesia Fitria Irmi Triswati menjelaskan pengembangan fitur dan model bisnis QRIS memang terus dilakukan untuk mengakselerasi inklusi ekonomi dan keuangan digital serta mewujudkan sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal (CEMUMUAH).
“Jadi barangnya sama, yaitu QRIS. TTS adalah salah satu fitur pengembangan yang baru soft launch kemarin,” ucap Fitria.
Sebagai gambaran, lanjutnya, pada awal peluncuran QRIS di 2019, BI meluncurkan fitur QRIS dengan model bisnis Merchant Presented Mode (MPM), yang mana pengguna/konsumen memindai QRIS yang ditampilkan di merchant menggunakan aplikasi pembayaran. Pengembangan sejak itu juga sudah banyak, ada fitur QRIS Tanpa Tatap Muka (TTM), QRIS Consumer Presented Mode (CPM) dan yang terbaru fitur QRIS Antarnegara dengan Thailand, Malaysia, dan Singapura.
Ia menjelaskan satu persatu fitur dari QRIS TTS ini. Untuk fitur transfer, pengirim akan memindai QR penerima untuk melakukan peer-to-peer transfer. Untuk QRIS TTS dengan fitur tarik tunai, pengguna akan memindai QR milik agen TTS untuk transfer uang dan selanjutnya agen TTS akan memberikan uang tunai, atau pengguna memindai QR di ATM untuk tarik uang dari ATM.
“QRIS TTS dengan fitur setor tunai, agen TTS akan memindai QR milik pengguna untuk melakukan transfer dana ke pengguna untuk selajutnya agen TTS menerima uang tunai dari pengguna. Pada ketiga fitur ini, biaya dibebankan kepada user pengirim, penarik uang, dan penyetor uang.”
Sementara itu, bagi DANA dengan menerapkan sistem QRIS TTS ini memungkinkan pengguna untuk melakukan transfer antar PJP dan menerima uang tunai dengan transaksi penarikan dari mitra. Selain penarikan tunai, pengguna dapat melakukan isi ulang saldo dengan cara menyetor sejumlah uang tunai kepada mitra dan memindai QRIS TTS yang tertera.
Kepada DailySocial.id, perwakilan DANA menyampaikan saat ini fitur QRIS belum dirilis sepenuhnya bagi semua merchant. Apabila sudah rilis versi penuh, diharapkan semua merchant DANA yang telah memiliki QRIS tentu bisa melakukan QRIS TTS. “Perlu diketahui bahwa saat ini fitur masih bersifat soft launching, sehingga nantinya di bawah persetujuan Bank Indonesia, fitur ini dapat dinikmati para penguna [merchant],” ucap perwakilan DANA.
Fitria melanjutkan, ketika nanti QRIS TTS ini sudah dirilis penuh, para PJP yang sudah menjadi peserta boleh melakukan pengembangan atau tidak terserah dengan kesiapan masing-masing. Yang terpenting mereka sebelumnya harus memenuhi spesifikasi standar TTS dan jika memang mereka bermaksud untuk mengembangkan bisnisnya dengan QRIS TTS.
“Untuk itu mereka juga harus mengajukan persetujuan fitur baru ini ke Bank Indonesia,” ujarnya.
Rangkaian fitur QRIS
Inovasi QRIS ini dikembangkan bank sentral bersama ASPI dan PJP dalam rangka implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025 yang sudah dimulai sejak 2019. Sejatinya ada empat inovasi QRIS sejauh ini yang sudah diluncurkan. Berikut rangkumannya:
1. Merchant Presented Mode (MPM) A.MPM Statis
Disediakan oleh merchant dan bersifat statis, lebih cocok untuk usaha kecil. Biasanya kode QR yang sudah dicetak diletakkan di kasir karena fungsinya untuk transaksi pembayaran. Konsumen cukup memilih aplikasi pembayaran apa yang akan digunakan dan memindai kode QR. Nama merchant akan muncul di layar smartphone, kemudian masukkan nominal pembayaran, masukkan PIN dan klik bayar. Notifikasi transaksi akan langsung diterima konsumen maupun merchant.
B.MPM Dinamis
Dalam inovasi ini, kode QR akan selalu berubah berdasarkan setiap transaksi yang dilakukan. Konsumen menuju kasir, lalu mereka akan menerbitkan kode QR dari mesin EDC. Selanjutnya, konsumen memindai kode QR tersebut melalui aplikasi pembayaran di smartphone mereka dan nominal akan keluar secara otomatis. Jenis ini cocok untuk merchant skala menengah dan besar atau punya volume transaksi tinggi.
2.Tanpa Tatap Muka (TTM)
Ini merupakan fitur yang memungkinkan pengguna melakukan transaksi hanya dengan memindai gambar kode QR yang tersimpan di galeri smartphone. Dengan demikian, konsumen tidak perlu bertatap muka langsung dengan penjual untuk melakukan pembayaran. Kehadiran fitur ini menjadi alternatif dan melengkapi pilihan metode pembayaran jarak jauh yang memungkinkan pengguna dalam satu aplikasi di smartphone yang digunakan.
3.Customer Presented Mode (CPM)
Konsumen cukup menunjukkan QRIS yang ditampilkan dari aplikasi pembayaran mereka untuk dipindai oleh merchant. QRIS CPM ini lebih ditujukan untuk merchant yang membutuhkan kecepatan transaksi tinggi, seperti penyedia transportasi, parkir, dan ritel modern.
Proses verifikasi dan pembayaran di CPM dinilai lebih aman untuk konsumen karena mereka hanya tinggal menunjukkan kode QR dari smartphone tanpa perlu memasukkan nomminal secara manual. Verifikasi dari kode ini selanjutnya akan dipindai merchant untuk proses transaksi.
4.QRIS Antarnegara (Cross-border QR)
Transaksi pembayaran dengan QRIS dapat dimanfaatkan wisatawan mancanegara untuk belanja di tempat wisata di Indonesia. Sebaliknya, turis Indonesia juga dapat belanja dengan memindai kode QR jika mengunjungi negara ASEAN lain, seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia.
Unit bisnis Fazz Financial Group (FFG), Xfers mengumumkan rebrand menjadi Fazz Business. Dalam situs resminya disampaikan, perubahan nama ini menjadikan fokus perusahaan lebih dari sekadar pembayaran, tapi juga tabungan dan kredit. Rangkaian produk keuangan ini diharapkan dapat mendukung dan mengembangkan berbagai bisnis di Asia Tenggara.
“Perubahan ini kami lakukan unutk dapat terus membantu Anda membangun, menjalankan, dan mengembangkan bisnis,” tulis manajemen.
Sementara itu, StraitsX tetap menjadi cabang kripto independen di bawah Fazz Business yang mendukung infrastruktur pembayaran untuk aset digital. StraitsX itu sendiri didirikan pada 2019 sebagai pengembang platform aset digital untuk memajukan ekosistem keuangan terbuka di Singapura yang didukung oleh Zilliqa.
Secara terpisah, kepada DailySocial.id, manajamen perusahaan menyampaikan tak hanya Xfers yang rebrand, nama induk perusahaannya, yakni FFG juga turut diubah menjadi Fazz.
“Fazz sendiri merupakan ekosistem layanan finansial yang terdiri atas: Fazz (akun bisnis di Asia Tenggara), dengan Fazz Business sebagai komponen dari Fazz. Fazz Business merupakan rebrand dari Xfers, yang melayani usaha menengah dan startup-startup dengan pertumbuhan cepat di Singapura dan Indonesia dan StraitsX (infrastruktur pembayaran bagi aset digital),” tulis manajemen.
Didirikan pada tahun 2015, Xfers membawa misi untuk mempercepat akses keuangan di Asia Tenggara dengan memungkinkan bisnis menerima pembayaran dan mengirim uang. Xfers menawarkan berbagai jalur keuangan last-mile, termasuk Xfers Send, Xfers Accept, Xfers Wallet, dan StraitsX.
Di Singapura, Xfers telah mengantongi lisensi yang dikeluarkan oleh Monetary Authority of Singapore untuk penerbitan uang elektronik. Di Indonesia, Xfers menghubungkan bisnis ke berbagai metode pembayaran yang mencakup transfer bank, e-wallet, dan saluran offline seperti jaringan perbankan agen dan toko serba ada.
Sejak Xfers diakuisisi oleh Payfazz, keduanya punya independensi dalam mencapai tujuan. Payfazz akan fokus ke pasar Indonesia karena cakupannya yang luas, sementara Xfers berfungsi sebagai layanan B2B dari FFG (Fazz Financial Group), fokus menghubungkan pelanggan eksternal ke infrastruktur pembayaran dan jaringan pengguna yang sudah dikumpulkan oleh grup.
Selain itu, Xfers juga bakal menjadi kendaraan bagi grup untuk ekspansi ke sejumlah negara di Asia Tenggara, mengingat perusahaan sudah hadir di tiga negara.
Enam tahun Fazz
Pada waktu yang berdekatan, induk grup dari Xfers mengumumkan hari jadinya yang ke-6 yang dirayakan dengan pergantian logo. Dalam paparannya, CEO Fazz Hendra Kwik menyampaikan saat perusahaan dirintis, ia harus mengunjungi warung satu per satu dengan motor. Banyak usaha kecil yang membayar tagihan dengan uang tunai, komputer dengan hardware jadul untuk transfer dan menerima dana, dan mencatat pengeluaran dengan cara kuno, pakai pensil dan kertas.
Solusi yang dikembangkan Fazz diklaim berhasil membantu lebih dari 200 ribu bisnis yang tersebar di Singapura dan Indonesia, permudah pengiriman dan penerimaan dana, pencatatan dan laporan keuangan secara otomatis, menerima kredit, bahkan mengakses blockchain lewat smartphone. “Bagi pemilik bisnis kecil, ini mengubah hidup mereka,” kata Hendra.
Akan tetapi, sambungnya, masih banyak usaha kecil yang belum terjamah. Usaha kecil ini merupakan kontributor penting bagi perekonomian di Asia Tenggara yang mewakili antara 97% dan 99% dari perusahaan dan antara 60% dan 80% dari ketenagakerjaan di negara-negara ASEAN.
“Mereka adalah sumber kehidupan ekonomi Asia Tenggara – dan mereka berada di bawah ancaman. Ketika pemilik usaha kecil terpaksa tutup, ada keluarga di belakang mereka yang kehilangan penghasilan. Jika kita tidak membantu mereka untuk berhasil, kemajuan yang telah kita buat selama ini akan sia-sia.”
Untuk itu, dalam dua tahun mendatang perusahaan akan menjadi periode penting dalam meningkatkan dampak secara lebih luas, melayani lebih banyak kategori bisnis, dan memperluas jangkauan layanan keuangan, mengingat masih banyak ruang yang bisa digarap di industri keuangan.
“Tahun ini, kami memulai dengan kuat memperluas cakupan kami dari Indonesia ke Singapura, memperluas penawaran kategori kami untuk melayani bisnis yang lebih luas, termasuk FMCG, F&B, grosir, distributor, startup e-commerce, startup D2C, memperluas jangkauan layanan keuangan kami ke transfer, kredit, BNPL, manajemen biaya, tabungan hasil tinggi, dan pembukuan,” tutup Hendra.
–
*) Kami menambahkan pernyataan tertulis dari manajemen Fazz, termasuk rebrand FFG menjadi Fazz
PT Bank Sinarmas Tbk (IDX: BSIM) batal berinvestasi ke platform dompet digital DANA. Disampaikan dalam keterbukaan informasi di BEI pada 10 Juni lalu, Bank Sinarmas menyatakan tidak lagi menjadi salah satu calon investor di DANA.
Menindaklanjuti laporan terkait rencana investasi pada 2 Maret 2022, Direktur Utama Bank Sinarmas Frenky Tirtowijoyo mengatakan, terdapat perubahan rencana kepemilikan saham pada PT Espay Debit Indonesia Koe (DANA) melalui PT Elang Andalan Nusantara (EAN). Atas kesepakatan bersama para calon investor, Bank Sinarmas mundur menjadi salah satu calon investor.
“Tidak ada dampak terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha emiten atau perusahaan publik,” demikian disampaikan dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia.
Seperti diketahui, Grup Sinarmas melalui Bank Sinarmas dilaporkan akan berinvestasi ke DANA senilai $25 juta atau sekitar Rp368 miliar pada Maret lalu. Sebelumnya, perusahaan konglomerasi ini melalui anak usaha lainnya, yakni PT Dian Swastika Sentosa Tbk telah menandatangani kesepakatan investasi senilai $200 juta atau lebih dari Rp2,8 triliun ke PT Elang Andalan Nusantara yang diteken pada Februari 2022.
Rencana investasi ini disebut sebagai bagian dari kolaborasi pengembangan bisnis digital kedua perusahaan, dan dapat memberikan dampak positif terhadap pengembangan ekosistem digital yang dimiliki perusahaan.
Perusahaan patungan
Terakhir kepemilikan saham DANA dikuasai oleh Elang Andalan Nusantara. Sebagai informasi, PT Elang Andalan Nusantara merupakan perusahaan patungan (joint venture) yang didirikan oleh EMTEK PT Kreatif Media Karya (KMK) dan Alibaba melalui API Investment Ltd dengan porsi kepemilikan masing-masing 55% dan 45%.
Sejak April 2021, EMTEK tak lagi menjadi pemegang saham pengendali di Elang Andalan Nusantara sebagai induk pengendali DANA. EMTEK melepas 6% saham Elang Andalan Nusantara ke pihak ketiga yang dirahasiakan namanya sebesar Rp76 miliar. Kini EMTEK hanya menggenggam 49% saham Elang Andalan Nusantara.
Adopsi dompet digital
Jika dipetakan, pasar dompet digital Indonesia dikuasai setidaknya oleh lima pemain besar. Mengacu laporan NeuroSensum pada periode November 2020-Januari 2021, ShopeePay tercatat sebagai pemimpin pasar dompet digital dengan pangsa 68%, diikuti OVO (62%), DANA (54%), GoPay (53%), dan LinkAja (23%).
Salah satu alasan utama ShopeePay merangkak dengan cepat adalah kemudahannya untuk bertransaksi mengingat sudah terintegrasi di Shopee, bukan sebagai aplikasi terpisah. ShopeePay sendiri baru beroperasi setahun saat itu dibandingkan pemain inkumben lain yang sudah lebih lama
Dalam catatan kami, pemain dompet digital di Indonesia memiliki afiliasi masing-masing dengan ekosistem kuat. Misalnya, GoPay dalam ekosistem Gojek, Tokopedia, dan Bank Jago. ShopeePay dengan Shopee dan Seabank. OVO dengan Grab dan masih menjadi salah satu opsi pembayaran yang banyak digunakan di Tokopedia.
Sementara, DANA terafiliasi dengan Bukalapak. Berdasarkan data terakhir, DANA kini punya 5.000 mitra merchant online, dengan 100 juta pengguna. DANA menyebut telah mengantongi lebih dari 350 juta total transaksi dengan 31 juta transaksi dari QRIS, serta menggerakkan lebih dari 400 ribu UMKM di Indonesia.
Menurut proyeksi dari laporan AFTECH 2021, pembayaran digital telah mencapai tingkat kematangan paling tinggi dibandingkan layanan fintech lainnya. Hal ini turut dipicu oleh melonjaknya penggunaan aplikasi dompet digital di mana tren cashless economy diperkirakan terus berlanjut.
“Pembayaran digital Indonesia telah mengembangkan kemitraan besar dengan perusahaan e-commerce, ride hailing, bank, dan pemangku kepentingan terkait lainnya di Indonesia, serta mengembangkan basis pelanggan yang solid dengan akuisisi pelanggan yang tinggi, ” ungkap laporan ini.
Jika melihat proyeksi di atas, dapat dikatakan bahwa babak selanjutnya bagi platform pembayaran digital adalah memperkuat posisinya dengan memenangkan pasar di daerah-daerah yang masih belum terjamah akses keuangan. Perluasan ekosistem layanan masih menjadi kunci untuk meningkatkan akses keuangan ke masyarakat.
Pesatnya perkembangan e-commerce ikut membawa pertumbuhan signifikan pada ekosistem pembayaran digital di Indonesia. Karena platform yang dihadirkan dapat berperan signifikan untuk mempermudah transaksi dengan beragam metode pembayaran digital.
Setelah era dompet digital, kini penggunaan paylater semakin dilirik konsumen saat bertransaksi di platform e-commerce. Berdasarkan laporan terbaru Kredivo bertajuk “Perilaku Konsumen E-commerce Indonesia” per Juni 2022, paylater (17%) menjadi metode pembayaran digital yang paling sering digunakan setelah e-wallet (53%) dan transfer bank/virtual account (20%).
Laporan ini juga mencatat pengguna paylater di platform e-commerce meningkat menjadi 38% di 2022 dibandingkan tahun lalu yang sekitar 28%. Adapun survei ini dilakukan pada Maret 2022 pada 3500 responden di seluruh Indonesia.
Dalam temuannya, responden menggunakan paylater karena sejumlah alasan, utamanya untuk membeli kebutuhan mendadak/mendesak (58%), belanja dengan cicilan jangka pendek atau kurang dari satu tahun (52%), dan mendapatkan lebih banyak promo menarik (45%).
Kendati begitu, sebagian responden belum tertarik menggunakan paylater karena alasan utama tidak ingin menambah utang (43%), takut boros (35%), dan takut dengan denda apabila telat melakukan pembayaran tagihan (30%).
“Sebagian konsumen memiliki kekhawatiran dalam mengelola keuangan mereka. Di sini penyedia paylater punya peran untuk membuat strategi pemasaran yang dapat mendorong awareness terhadap pemanfaatan paylater secara bijak. Dengan begitu, mereka dapat mengelola pengeluarannya,” demikian tertulis dalam laporan.
Perilaku konsumen paylater
Dilihat dari perilaku penggunaan, sebanyak 70% responden menyebut fleksibilitas pembayaran sebagai pertimbangan utama memilih paylater, tenor cicilan bervariasi (53%), dapat dipakai di banyak platform e-commerce (49%), dan limit pinjaman yang diberikan besar (35%).
Berdasarkan kategori transaksi, sebesar 90% responden menggunakan paylater untuk berbelanja online, 50% untuk membeli paket data internet, dan 49% untuk tagihan bulanan.
Adapun, hampir 60% pengguna paylater menghabiskan dana kurang dari Rp500 ribu per bulan saat berbelanja online di sepanjang 2022. Rata-rata responden menghabiskan kurang dari Rp250 ribu (29%), Rp250 ribu-Rp500 ribu (28%), Rp500 ribu-Rp1 juta (24%), dan di atas Rp1 juta (19%) untuk bertransaksi dengan paylater.
Potensi paylater
Menurut Global Payments Report yang diterbitkan FIS, perusahaan software fintech berbasis di AS, paylater menyumbang 2,9% dari total transaksi e-commerce global di 2021 dan diproyeksi naik menjadi 5,3% di 2025.
Data tersebut menunjukkan potensi besar paylater sebagai salah satu metode pembayaran digital pilihan konsumen dalam skala global. Hal ini diperkuat juga oleh laporan IDC tentang “How Southeast Asia Buys and Pays: Driving New Business Value for Merchants” yang menunjukkan penggunaan paylater pada transaksi e-commerce di 2020 mencapai $530 juta.
Angka tersebut setara dengan 58% dari total penggunaan paylater di platform e-commerce di Asia tenggara yang sebesar $910 juta pada 2020. IDC memperkirakan nilai penggunaan paylater pada di e-commerce pada kawasan ini mencapai $8,84 miliar pada 2025 atau melambung 8,8 kali dibanding 2020.
Sementara, mengutip laporan e-Conomy SEA 2021, paylater menjadi salah satu opsi untuk meningkatkan akses keuangan mengingat penetrasi kartu kredit di Indonesia masih sangat rendah. Terlebih, paylater menawarkan kemudahan akses dan cara penggunaan karena produknya sudah banyak terintegrasi dalam proses check-out di platform e-commerce.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai e-commerce dan keuangan digital berperan signifikan dalam mendorong penetrasi layanan digital lebih luas di Indonesia. Apabila tren positif ini terus berlanjut, ia meyakini pemerataan ekonomi dapat terealisasi lebih cepat dengan dukungan ekosistem digital.
Bank Indonesia (BI) memperluas kerja sama QRIS antarnegara dengan Bank Negara Malaysia (BNM), ditandai dengan diluncurkannya uji coba interkoneksi pembayaran antarnegara menggunakan QR Code antara Malaysia dan Indonesia.
Sebelumnya, pada pertengahan 2021 BI telah melakukan uji coba dengan regulator Thailand untuk menerapkan QRIS antarnegara secara komersil penuh pada kuartal I 2022.
Inisiatif tersebut terselenggara berkat kerja sama berbagai pemangku kepentingan kedua belah negara di bawah supervisi bersama BI dan BNM, yaitu Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), RAJA (Rintis, Artajasa, Jalin, Alto), dan Payments Network Malaysia Sdn Bhd (PayNet) sebagai switching. Kemudian, bank setelment, yaitu Bank Mandiri, BNI, CIMB Bank Berhad, serta peserta uji coba lainnya yang merupakan Penyedia Jasa Pembayaran, baik bank maupun nonbank dari kedua negara.
Deputi Gubernur BI Doni P Joewono mengatakan melalui inisiatif ini, masyarakat di wilayah Indonesia dan Malaysia dapat melakukan pembayaran ritel dengan menggunakan QR Code pembayaran nasional di Indonesia, yaitu QRIS atau QR Code Pembayaran Malaysia, yaitu DuitNow, pada merchant offline dan online.
Kerja sama ini diawali dengan fase uji coba dan menuju peluncuran fase komersial sepenuhnya pada kuartal III 2022. “Kerja sama ini akan diperluas di masa mendatang dan mendukung pengiriman uang antarnegara secara real-time antara Indonesia dan Malaysia,” ucap dia dalam keterangan resmi, Kamis (27/1).
Lebih lanjut, dia mengatakan inisiatif ini merupakan salah satu wujud implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Di sisi lain, Bank Indonesia menyadari pentingnya interkoneksi pembayaran antarnegara dan akan terus memperluas inisiatif tersebut. Tujuannya untuk memberikan kemudahan dan memperluas pilihan pembayaran bagi masyarakat di kedua negara.
“Pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi transaksi, mendukung digitalisasi perdagangan dan investasi, serta memperkuat stabilitas makroekonomi dengan mempromosikan penggunaan Local Currency Settlement/LCS (penyelesaian transaksi dengan mata uang lokal) secara lebih luas.”
Penggunaan direct quotation nilai tukar mata uang lokal yang disediakan oleh bank-bank Appointed Cross Currency Dealer (ACCD) di bawah kerangka LCS akan meningkatkan efisiensi transaksi, sehingga biaya transaksi menjadi lebih murah. Dengan kata lain, nasabah tetap menggunakan Rupiah dengan sistem QR walau sedang di luar negeri. Mereka dapat berhemat karena tidak ada lagi biaya dan komisi, seperti biaya kurs.
Sementara itu, Deputi Gubernur BNM Jessica Chew Cheng Lian mengatakan, interkoneksi QR Code pembayaran antarnegara ini menandai tonggak penting dalam sejarah panjang kolaborasi antara Indonesia dan Malaysia.
“Perkembangan ini merupakan sebuah langkah besar untuk mewujudkan visi menciptakan jaringan sistem pembayaran ritel yang cepat dan efisien di ASEAN, yang pada akhirnya akan mengakselerasi transformasi digital dan integrasi keuangan untuk kepentingan individu maupun bisnis,” terang Jessica.
Terwujudnya interkoneksi dan interoperabilitas QR Code pembayaran nasional antara Indonesia dan Malaysia menjadi tonggak baru dalam memfasilitasi aktivitas masyarakat kedua negara, khususnya bagi wisatawan. Indonesia dan Malaysia mencatat jumlah pelancong dengan rata-rata 5,6 juta kedatangan tiap tahunnya sebelum pandemi.
Juga, sejalan dengan agenda prioritas Presidensi G20 Indonesia terkait Cross-border Payments Roadmap dalam upaya menjaga momentum yang diinisiasi sejak dua periode Presidensi G20 sebelumnya untuk mengatasi tantangan pembayaran antarnegara.
Secara terpisah, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan BI akan menjajaki Singapura dan Arab Saudi untuk perluasan QRIS antarnegara. “Kami juga sudah mulai kerja sama dengan Thailand, Malaysia dan kemungkinan juga dengan Singapura dan Saudi. Kami akan terus memperluas kerja sama QRIS,” ucapnya dalam raker Komisi XI DPR RI mengutip dari CNBC Indonesia.
Transaksi QRIS di domestik
Di pasar domestik, Bank Indonesia mencatat nilai transaksi QRIS mencapai Rp23 triliun dari 1 Januari sampai 14 Desember 2021. Realisasi ini berasal dari 316 juta transaksi pada periode yang sama. Adapun dari segi pengguna disebutkan telah mencapai lebih dari 13 juta merchant, melampaui dari target awal sebesar 12 juta merchant, mayoritas merupakan UMKM.
Pada tahun ini, BI akan terus mengembangkan fitur QRIS. Salah satunya adalah perluasan penyediaan QR Code untuk pembeli atau customer presented mode (CPM). Sebelumnya, QR Code disediakan oleh merchant atau merchant presented mode (MPM).
Berikutnya, QRIS dapat digunakan oleh para pengguna bukan hanya untuk transfer uang, tapi juga bisa digunakan saat tarik dan setor tunai, serta meningkatkan plaforn maksimal transaksi QRIS dari Rp2 juta menjadi Rp5 juta, tujuannya untuk meningkatkan transaksi di merchant menengah dan besar di pusat perbelanjaan.
DailySocial bersama Head of Strategic Merchant Acquisition ShopeePay Eka Nilam Dari membahas bagaimana peran ShopeePay membantu merchant mengadopsi teknologi yang dapat memudahkan bisnis mereka. Tahun ini ShopeePay memiliki rencana semakin mendorong literasi pembayaran digital di Indonesia.
Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis dan kontribusi sejumlah startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DScussion.
On the previous edition, DailySocial published a series of articles based on a mini survey highlighting QRIS based on the general consumer’s point of view and the transaction experience through digital financial apps. We have published both topics through two different articles, the first and second part.
Related to the previous series, DailySocial, throuh this writing, intend to validate a number of respondents’ assumptions regarding merchants as one of the barriers to QRIS adoption in Indonesia. In addition, the mini survey only represented a small part of the facts and challenges. This writing is part of our efforts to bridge issues in the field to stakeholders.
The mini survey was validated through several interviews with F&B startups in Indonesia, including Kopi Kenangan, Hangry, and Livera, on their perspectives of QRIS adoption in its outlets.
Customer and Merchant Presented Mode
A little reminder, two years after launching, the transaction value of Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) has reached Rp 9 trillion in the first semester of 2021 or grew 214% yearly (YoY). Bank Indonesia (BI) also recorded 8.2 million Indonesian merchants have adopted QRIS. The number has increased by about 3 million since the end of 2020.
Through this achievement, BI seeks to continue increasing the adoption of QRIS to all levels of Indonesian communities. In particular, considering the unprecedented situation due to Covid-19 pandemic, cashless transactions will always be on demand.
One of BI’s efforts is to release the Customer Presented Mode feature to facilitate the use of QRIS in the near future. The Customer Presented Mode allows merchant’s cashiers to scan a mobile user’s QRIS. Merchants will be provided with a scanner from the payment provider.
On the other hand, the Merchant Presented Mode we use enables transactions by scanning QRIS at the merchant and completing transactions through certain payment apps. Before QRIS, users have to submit the phone number on each EDC belonging to the payment service provider.
“In the near future, we will launch the Customer Presented Mode feature following the existing Merchant Presented Mode. We are also piloting QRIS transactions for cross borders, both inbound and outbound,” Bank Indonesia’s Assistant Governor and Head of the Payment System Policy Department, Filianingsih Hendarta said.
Validating QRIS adoption issues on merchant
Based on the QRIS mini survey results, we summarize some of the main reasons respondents are yet to use the QRIS method. First, they think that merchants only use QRIS as a ‘display’ or not properly utilized. Next, QRIS is already available, but not yet activated by merchants.
In addition, the clerk or cashier does not understand how to proceed transactions using QRIS. Also, there are too many QR Code displayed as each payment service provider has its own QRIS. Then, the availability of QRIS at merchants is still limited.
We have tried to validate the above issues by gathering a wider perspective from various F&B startups. However, only Kopi Kenangan, Hangry, and Livera are willing to reveal their perspectives of QRIS implementation. The challenges they experienced were quite different considering that Kopi Kenangan relies on physical outlets, while Hangry and Livera rely on cloud kitchens.
In a statement to DailySocial, Kopi Kenangan Management said as many as 500 of its physical outlets have accepted the QRIS-based payment method. According to the records, the Kopi Kenangan transaction volume using QRIS payment method has increased 98% from May 2020 to August 2021. This growth is in line with the increase in public awareness of the QRIS payment method.
His team denied the assumption about cashiers who did not understand the QRIS terms. It is because Kopi Kenangan always provides education to staff regarding the procedures. Usually, the staff at the booth will ask the customer’s preferred payment method and its promotion.
“To date, the internet connection stability becomes the main challenge. It hinders the QRIS transaction process. Sometimes the barcode does not appear, or unavailable to be scanned,” Kopi Kenangan Management said.
Meanwhile, Hangry’s COO, Andreas Resha admitted that there is no crucial obstacle when his merchant staff processed QRIS transactions. The reason is, most of Hangry’s transaction orders use the delivery rather than take away method.
“We don’t have exact numbers, but we have seen a decline number since the pandemic, especially with many people doing activities at home. Therefore, the non QRIS based delivery methods are more widely used than the takeaway methods,” he said.
Currently, Hangry has implemented the QRIS payment method in 49 outlets across the Greater Jakarta and Bandung areas. Andreas admitted that his team is currently preparing a dine-in restaurant concept which will be opened in the near future and will include the QRIS payment method as well.
From a different perspective, Livera’s Founder and CEO, Marcello Judhandoyo considered that the QRIS adoption seems to be underutilized for F&B business people with cloud kitchen concept. It is because the money for food/beverage purchases via the ride-hailing platform will go directly to the merchant.
In a general note, cloud kitchen is a term used for restaurants that do not provide dine-in services, providing delivery and takeaway only.
“When it comes to the QRIS adoption in the F&B business with cloud kitchen concept, it’s actually not optimal. However, in the case of manual ordering via WhatsApp, it is actually possible. Livera offers payment via QRIS by sending a barcode to consumers. Unfortunately, in this case, most Livera consumers prefer transfer method. In fact, QRIS offer easier method as consumers don’t have to worry about the various bank accounts, let alone having to register one by one in the mobile banking application,” he explained.
Livera just started the business in 2020 and its operations are currently cloud kitchen only. Meanwhile, new product orders are available via delivery on the Gojek, Grab, and Tokopedia platforms as well as manual order via WhatsApp.
Expanding access of QRIS technology
No one thought the world would experience the Covid-19 pandemic where mobility would be very limited. In fact, the Government had just launched QRIS a few months before the first PSBB. This momentum can actually encourage the QRIS adoption, even more significantly than its current achievement.
At the same time, the cloud kitchen trend is developing among F&B businesses to deal with stifling costs and business uncertainty in the midst of a pandemic. People prefer to transact faster and easier without having to meet face to face and do physical interaction.
The government’s act to introduce the Customer Presented Mode can also help accelerate the QRIS adoption. However, it is far more important to expand its implementation, therefore, it does not rely only on modern retail merchants. As many as 87.3% of our respondents expect QRIS to be used at street vendors, markets (81%), government services (76.2%), and public transportation (68.3%). This is actually the most anticipated thing to accelerate a more massive QRIS adoption.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian