Tag Archives: Disabilitas

Pro dan Kontra Twitch: Membantu Penyandang Disabilitas vs Konten Seronok

Sama seperti internet — dan semua inovasi baru — platform streaming game seperti Twitch punya dampak positif dan negatif pada masyarakat. Dalam artikel ini, dampak positif yang akan saya bahas secara spesifik adalah bagaimana Twitch membantu penyandang disabilitas untuk bisa mandiri secara finansial dan menemukan komunitas. Sementara itu, dampak negatif yang akan saya bahas adalah bagaimana Twitch justru mendukung tren kontroversial, yaitu hot tub meta.

Pro: Membantu Penyandang Disabilitas

Travis Arthofer adalah seorang veteran Amerika Serikat yang kesulitan untuk bergerak karena tulang punggungnya cedera akibat kecelakaan. Selain itu, dia juga terus merasakan rasa sakit pada bagian kanan dari tubuhnya. Dua hal ini membuatnya merasa kehilangan tujuan hidup. Untungnya, dia menemukan hobi baru: menyiarkan pertandingan FIFA kompetitif di Twitch. Dalam seminggu, pria berumur 52 tahun itu bisa melakukan siaran hingga 5 kali. Arthofer mengaku, hobi barunya ini membantunya untuk kembali menemukan tujuan hidup dan menjadi bagian dari komunitas. Sekarang, sebagai streamer dengan disabilitas, dia ingin bisa membantu penyandang disabilitas lain yang tertarik untuk masuk ke dunia esports.

“Sejujurnya, saya mungkin tidak akan ada di sini jika saya tidak menemukan hobi streaming ini,” kata Arthofer pada Goal. “Ketika para penonton menanti siaran saya, hal itu sangat berarti untuk saya. Dan bagi saya, satu-satunya alasan mengapa saya ingin sukses sebagai streamer adalah karena saya ingin bisa membantu komunitas. Pada akhirnya, tujuan saya adalah untuk menyediakan bantuan pada para veteran, khususnya veteran dengan disabilitas. Karena, orang-orang dengan disabilitas, pikiran mereka mash baik-baik saja. Hanya saja, mereka jadi punya beberapa keterbatasan. Dan mereka harus beradaptasi dengan hal itu.”

Travis Arthofer menjadi streamer dari FIFA. | Sumber: Goal

Arthofer bukan satu-satunya penyandang disabilitas yang menjadi streamer di Twitch. Contoh streamer dengan disabilitas lainnya adalah Carlos “Obsrattlehead” Vasquez. Walau dia adalah seorang tuna netra, dia tetap bisa bermain fighting game dengan apik. Dia mengaku, pada awalnya, dia membuat siaran di Twitch hanya untuk menunjukkan kemampuannya dalam bermain fighting game. Namun, lama-kelamaan, channel-nya berubah menjadi tempat berkumpul bagi fans fighting game, baik yang memiliki disabilitas maupun tidak. Menariknya, para penonton Obsrattlehead akhirnya saling berinteraksi dan belajar dari satu sama lain.

“Sekarang, saya melakukan siaran dengan tujuan untuk memberikan wadah bagi gamers tanpa disabilitas untuk mengenal komunitas disabilitas lebih dalam,” kata Vasquez pada Wired. “Walau kecil, komunitas kami sangat akrab. Dan mereka akan memastikan orang-orang yang menonton siaran saya akan menjadi lebih paham akan pentingnya fitur aksesibilitas.”

Setelah menjadi advokat bagi komunitas gamers dengan disabilitas, Vasquez mendapatkan kesempatan untuk tampil di berbagai event global, termasuk EVO pada 2013 dan Combo Breaker pada 2019. Di Combo Breaker, dia bahkan punya kesempatan untuk berkenalan dengan para developer dari NetherRealm Studio, kreator di balik game Mortal Kombat dan Injustice. Kemudian, Vasquez membantu NetherRealm untuk mengembangkan fitur-fitur aksesibilitas di game-game mereka, seperti suara yang menjadi tanda ketika pemain berada di dekat dengan objek interaktif. Pada awalnya, fitur tersebut hanya ada di game Injustice pertama. Namun, sekarang, fitur tersebut telah ditanamkan di semua game bautan NetherRealm.

Tak hanya menemukan komunitas, Twitch juga bisa membantu para penyandang disabilitas untuk mendapatkan uang dan menjadi mandiri secara finansial. Ialah Mackenzie alias Mackenseize, seorang streamer perempuan yang mengidap epilepsi. Ketika dia berumur 22 tahun, dia mengalami kejang parah yang memaksanya untuk bolos dari dua tempatnya bekerja. Karena dia tinggal sendiri, dia juga tidak sempat menghubungi restoran dan gym tempatnya bekerja. Dan walau kedua perusahaan tahu bahwa Mackenzie punya epilepsi, mereka tetap memecatnya. Tak hanya itu, reputasi Mackenzie pun tercoreng karena dia pernah mangkir kerja tanpa kabar. Hal ini membuatnya semakin kesulitan untuk mencari pekerjaan.

Di tengah kesulitan untuk mencari pekerjaan, Mackenzie mulai menonton siaran di Twitch. Dia tahu, para streamers di Twitch bisa menghasilkan uang. Dia pun lalu mencoba untuk membuat channel di Twitch dan melakukan siaran. Karena dia memang ingin menjadikan streamer sebagai karir, dia langsung memasang tombol donasi sejak awal. Dia mengaku, pada awalnya, dia bingung akan apa yang harus dia lakukan. Dari menonton streamers lain, dia belajar bahwa para streamers biasanya mengobrol tentang strategi atau tips dan trik dari game yang mereka mainkan. Selain itu, mereka juga terkadang membahas tentang kehidupan sehari-hari mereka.

Mackenzie pada 2015. | Sumber: Twitter

Mackenzie serius membangun karirnya sebagai streamers. Di awal karirnya, dia melakukan siaran selama 60 jam setiap minggu, menurut laporan The Guardian. Dia mengaku, dia pernah melakukan siaran sejak jam 11 pagi sampai 11 malam. Kerja kerasnya berbuah manis. Enam bulan setelah dia memulai karirnya sebagai streamer, dia mendapatkan tawaran untuk bekerja sama dengan Twitch. Hal ini memungkinkan Mackenzie untuk menambahkan fitur berlangganan di channel-nya.

Dalam waktu satu tahun, jumlah penonton dari siaran Mackenzie mencapai 350 orang. Dan sekarang, jumlah followers-nya telah mencapai 36,5 ribu orang. Dia bercerita, pemasukan yang dia dapatkan di awal karirnya tidak menentu. Terkadang, dia bisa mendapatkan pemasukan yang cukup besar, tapi lain kali, donasi yang dia dapat kecil. Meskipun begitu, uang yang dia dapatkan dari pekerjaannya sebagai streamer tetap lebih besar dari gajinya ketika dia bekerja di dua perusahaan dengan upah minimum.

Kontra: Konten Kontroversial

Sejatinya, Twitch dikenal sebagai platform streaming game. Namun, beberapa tahun belakangan, mereka mulai melebarkan sayap dan membuat kategori selain game, mulai dari Just Chatting sampai olahraga tradisional. Faktanya, kategori Just Chatting — yang biasanya hanya menampilkan streamer mengobrol dengan para penonton — merupakan salah satu kategori paling populer di Twitch.

Beberapa bulan lalu, muncul tren baru di Twitch, yaitu hot tub meta. Yang dimaksud dengan hot tub meta adalah ketika para streamers — yang kebanyakan perempuan — melakukan siaran dari kolam karet sambil mengenakan bikini. Sama seperti platform lain, Twitch punya kebijakan ketat soal konten seksual. Para streamers dilarang untuk mengenakan pakaian yang tidak senonoh ketika melakukan streaming. Hanya saja, ada loophole dalam peraturan tersebut. Streamers boleh mengenakan pakaian renang atau bahkan bikini selama mereka memang berada di pantai atau kolam renang. Karena itu, munculah ide untuk mengadakan siaran di kolam karet dengan mengenakan bikini.

Tren hot tub meta memunculkan kontroversi di komunitas Twitch. Karena, pada awalnya, para hot tub streamers biasanya masuk dalam kategori Just Chatting. Hal ini membuat streamers Just Chatting yang tidak mengikuti tren khawatir. Pasalnya, keberadaan hot tub streamers bisa membuat perusahaan-perusahaan enggan untuk memasang iklan di channel Just Chatting karena tidak ingin brand mereka dikaitkan dengan para hot tub streamres. Jika hal ini terjadi, maka pemasukan semua streamers Just Chatting akan turun. Kabar baiknya, Twitch menyadari masalah tersebut. Untuk menyelesaikannya, mereka memutuskan untuk membuat kategori baru, yaitu Pools, Hot Tubs, dan Beaches. Sesuai namanya, kategori itu ditujukan untuk para hot tub streamers.

Meskipun begitu, kontroversi masih berlanjut. Tidak semua streamers puas dengan keputusan Twitch untuk membuat kategori baru bagi para hot tub stremers. Contohnya adalah Félix “xQc” Lengyel, yang merupakan salah satu streamers paling populer di Twitch. Secara terbuka, dia memprotes akan munculnya tren hot tub meta di Twitter, seperti yang disebutkan oleh CNET.

Streamer lain yang juga tidak mendukung tren hot tub meta adalah Imane “Pokimane” Anys. Dia menganggap, keberadaan hot tub streamers layaknya bom waktu yang bisa mengacaukan masa depan Twitch sebagai platform streaming game. Dalam siarannya, dia mengatakan, jika Twitch tidak membuat peraturan yang tegas terkait konten seksual yang menyerempet konten porno, maka para streamers akan terus memanfaatkan loophole yang ada di peraturan Twitch, menurut laporan Clutch Points.

Sementara itu, Doron Nir, Co-founder dari StreamElement menganggap, keputusan Twitch membuat kategori baru untuk para hot tub streamers adalah keputusan yang berani. Alasannya, hal itu merupakan validasi Twitch akan keberadaan para hot tub streamers. Tak hanya itu, jika Twitch rela menyediakan wadah untuk para hot tub streamers — yang siarannya sudah jauh dari inti Twitch, yaitu gaming — maka, tidak tertutup kemungkinan, mereka juga akan rela menampung konten non-gaming lainnya.

Sumber header: Microsoft

Main Game Bareng Komunitas Esports Ability Indonesia di Hybrid Dojo

Kalau Anda menjadi pembaca setia Hybrid.co.id, Anda bisa jadi telah menonton video tentang komunitas Esports Ability Indonesia, sebuah komunitas yang menjadi wadah bagi penyandang disabilitas yang gemar esports alias bermain game kompetitif. Nah, kini EAI akan mengadakan gathering di Hybrid Dojo.

Acara akan gathering ini tentunya akan diisi dengan beragam kegiatan esports, misalnya saja ada turnamen ringan FIFA 20 dan Tekken 7 selain itu juga bisa main bareng PUBGM dan Mobile Legends. Namun tidak seperti turnamen lainnya, ada yang spesial di acara gathering kali ini.

Yang pertama, akan ada para peserta dari komunitas disabilitas yang meski memiliki kekurangan, tetap bisa dan semangat untuk bermain game-game kompetitif yang biasanya dimainkan di kompetisi esports. Anda juga akan bisa belajar bahasa isyarat bersama teman-teman tuli dari Esports Ability Indonesia.

Untuk turnamennya sendiri terbuka untuk umum, artinya semua pemain game FIFA 20 dan Tekken 7 bisa ikut, namun ada syaratnya. Karena lawannya nanti adalah teman-teman disabilitas maka ada syarat tambahan agar level of playing-nya sejajar. Untuk FIFA 20, nantinya akan ada dua bracket, satu bracket untuk disabilitas dan satu lagi non disabilitas. Pemenang dari masing-masing bracket akan saling bertanding. Untuk Teken 7, nanti mainnya tidak akan menggunakan tangan. Menarik bukan? Tutorialnya nanti akan dipandu oleh Elo Kusuma dari channel Youtube Rotti’s Game.

Acara akan diadakan hari Sabtu 19 Oktober 2019, mulai jam 10 pagi sampai dengan jam 5 sore. Lokasi acara di Hybrid Dojo – Kantor DailySocial.id Jl. Kemang Selatan 1D No.2, Jakarta Selatan. Acara gratis tidak dipungut biaya sama sekali dan bagi pemenang akan disediakan hadiah berupa voucher Razer Gold. Anda yang tertarik tinggal hadir saja di lokasi untuk bermain. Untuk kontak bisa ke @ebility.id atau via WhatsApp ke 081233864279.

Shena Septiani dari Esports Ability Indonesia mengatakan bahwa tujuan dari acara ini adalah untuk mempertemukan antara komunitas gamer disabilitas dan non disabilitas. Sesuai misi mereka yaitu untuk mengenalkan budaya disabilitas kepada masyarakat dan menjadi pioneer kesetaraan dalam berkompetisi esports. Shena juga menambahkan bahwa acara ini bisa menjadi salah satu cara untuk meningkatkan eksistensi, inklusifitas, sportifitas, dan kesetaraan dalam eSport. Kedepannya EAI ingin mengusahakan acara ini berlangsung secara rutin demi tercapainya misi kami untuk mewujudkan dunia kompetisi esports yang setara bagi semua kalangan.

Di Hybrid, kami percaya bahwa seperti olahraga umum, esports harusnya bisa dinikmati oleh semua kalangan, jika di olahraga non elektronik ada paragames, semoga saja di esports pun ada wadah serupa, agar teman-teman disabilitas juga bisa merasakan serunya pertandingan esports. Jalannya memang masih panjang, tetapi memulai adalah sebuah langkah realistis untuk menggapai impian, untuk itu kami mengundang pembaca Hybrid untuk berkenalan dengan komunitas disabilitas Esports Ability Indonesia untuk bertukar sapa, diskusi dan tentunya bermain bersama.

Info tambahan bisa cek di poster berikut:

Esports Ability Indonesia

Grab for Good

Grab Perluas Inklusivitas Layanan Lewat Program “Grab for Good”

Grab mengumumkan program terbaru “Grab for Good” di Indonesia. Program sosial ini berisi komitmen mereka untuk membuka pelatihan keterampilan bagi mitra pengemudi dan memperluas kesempatan warga penyandang disabilitas ke dalam ekosistem aplikasi.

“Pada intinya, program Grab for Good ini menciptakan akses ekonomi, akses digital dan kesetaraan untuk semua orang di Asia Tenggara,” ujar Founder & CEO Grab Anthony Tan.

Inklusivitas menjadi perhatian Grab dalam program ini. Sepanjang tahun ini saja mereka mengklaim sudah memiliki 800 mitra pengemudi yang menyandang berbagai jenis disabilitas di seluruh Asia Tenggara. Khusus untuk penyandang tuli, mereka menargetkan bertambah jadi 1000 mitra yang bergabung pada tahun depan.

Ihwal keterampilan, Grab menggandeng Microsoft untuk memberikan pelatihan digital. Pelatihan ini menjadi penting untuk meningkatkan kapabilitas dan literasi digital mitra. Kerja sama ini bersifat regional dan diharapkan membuka jalan bagi kelas pekerja di Asia Tenggara yang memiliki keterbatasan terhadap informasi teknologi.

“Grab dan Microsoft akan bekerja sama untuk meningkatkan kemampuan mitra pengemudi Grab dan menempatkan mereka ke karier teknologi dengan dukungan dari Generation: You Employed, sebuah organisasi nirlaba global,” imbuh Anthony.

Kontribusi ekonomi

Dalam forum yang sama, Anthony mengumumkan bahwa mereka sudah berkontribusi sekitar US$5,8 miliar atau Rp81,5 triliun untuk ekonomi Asia Tenggara per Maret 2019 selama setahun sebelumnya. Managing Director Grab Indonesi, Neneng Goenadi menambahkan, sekitar Rp48,9 triliun di antaranya terjadi di Indonesia.

Mereka menyebut ada 9 juta orang di Asia Tenggara yang menerima pendapatan sebagai wirausahawan mikro yang terhubung di ekosistem Grab. Itu artinya 1 dari 70 orang di seluruh kawasan mendapat dampak ekonomi dari Grab.

“Lebih dari 20 persen mitra pengemudi Grab sebelumnya tidak bekerja, sementara di Indonesia lebih dari 30 persen agen tidak punya pemasukan sebelum bergabung di jaringan Kudo,” pungkas Anthony.

Menteri Keuangan Sri Mulyani yang turut hadir dalam acara tersebut mengapresiasi langkah Grab dalam aspek sosial-ekonomi masyarakat. Namun sang menteri mengaku berharap lebih kepada Grab agar dampak itu bisa lebih besar di daerah-daerah lain selain Jakarta.

“Kami berekspektasi akan ada cerita Rudi yang lain di luar Jakarta. Kisah itu dapat terjadi karena di Jakarta semuanya relatif sudah well established,” tutur Sri Mulyani.

Maka dari itu sebagai bagian dari pemerintah, Sri Mulyani berkata pihaknya berkomitmen mendukung ekonomi digital dengan membangun infrastruktur yang diperlukan seperti ketersambungan listrik, koneksi internet, hingga jalan penghubung antardesa.

Application Information Will Show Up Here

Live Transcribe dan Upaya Google Memberikan Kemudahan Akses Bagi Kaum Difabel

Tak perlu melihat terlalu jauh untuk mengetahui bagaimana hak penyandang disabilitas masih sering diabaikan. Meski banyak pihak – termasuk pemerintah – terus berupaya membangun beragam infrastruktur pendukung, harus diakui bahwa Indonesia saat ini belum menjadi tempat paling bersabahat bagi kaum difabel. Terlebih lagi, kita bahkan belum mempunyai sistem pendataan yang akurat.

Hal terpenting yang dibutuhkan orang-orang dengan keterbatasan fisik adalah kemudahan akses, dan kita tahu, tema ini sudah lama menjadi perhatian Google. Menyediakan aksesibilitas merupakan salah satu misi sang raksasa internet (satu lagi ialah mengorganisir seluruh informasi di Bumi), dan implementasinya dapat dilakukan oleh perangkat universal yang dimiliki hampir semua orang, yaitu smartphone ber-platform Android.

Dari perspektif Google, disabilitas bukan hanya memengaruhi hidup para penderita, tetapi juga orang-orang di sekitarnya, dan pada akhirnya khalayak secara luas. Itu berarti, membuat hidup kaum difabel lebih mudah akan berdampak positif bagi masyarakat umum. Dalam presentasi teleconference hari Selasa kemarin, product manager Google AI Research Group Sagar Savla menggunakan analogi menarik:

Di beberapa negara, juga Indonesia, trotoar kini didesainn landai dan tidak lagi ‘patah’ seperti anak tangga. Awalnya, kondisi ini dibuat agar mereka yang berkursi roda bisa mudah melintas. Namun keadaan seperti ini ternyata memberikan efek positif bagi orang biasa, misalnya para ibu yang harus membawa bayi di stroller, lalu para turis jadi lebih nyaman saat membawa koper beroda mereka. Inilah namanya efek curb cut.

Transcribe 3

 

Yang Google lakukan…

Ada begitu banyak tipe keterbatasan, dan Google sudah memberikan beragam solusi lewat fitur-fitur semisal Select to Speak, TalkBack dan BrailleBack bagi mereka yang kesulitan melihat; serta Switch Access, Voice Access dan menu Accessibility buat penderita cacat fisik. Kali ini, perusahaan bermaksud menawarkan jalan keluar untuk pengidap gangguan pendengaran dan orang-orang yang sulit berbicara normal.

Transcribe 2

Mengacu pada data WHO, Sagar Savla menyampaikan bahwa saat ini penderita tunarungu dan tunawicara mencapai 446 juta jiwa. Jika angka tersebut diibaratkan sebagai penduduk negara, maka populasinya berada di urutan ketiga setelah Tiongkok dan India. Totalnya kurang lebih 1,7 kali lebih besar dari penduduk di Indonesia. WHO turut memperkirakan, jumlah pengidap gangguan berbicara dan mendengar akan melonjak jadi 900 juta jiwa di tahun 2055.

Perlu Anda ketahui bahwa sebagian penderita jenis disabilitas ini bukan karena bawaan lahir, tetapi akibat menurunnya fungsi tubuh dari waktu ke waktu. Kondisi tersebut menyerang sekitar sepertiga manusia berusia 65 sampai 74 tahun. Mereka ini biasanya lebih kesulitan beradaptasi dengan kondisinya dibanding penyandang cacat sejak lahir/kecil karena tidak mudah mempelajari bahasa isyarat secara tiba-tiba. Nenek dari Savla ialah salah satu individu yang menghadapi masalah ini.

Transcribe 1

 

Live Transcribe

Keadaan inilah yang memotivasi Google untuk mengembangkan Live Transcribe, yakni sebuah layanan aksesibilitas khusus para penderita gangguan pendengaran permanen. Disajikan berupa app, Live Transcribe mampu mendengar ucapan lalu menuliskan semuanya di layar smartphone secara real-time. Anda dapat berinteraksi dengan langsung menuliskan respons di sana. Namun di balik kesederhanaannya itu tersimpan teknologi speech recognition mutakhir.

Sagar Savla menjelaskan bagaimana sistem automatic speech recognition di Live Transcribe bersandar pada kecerdasan buatan dan kapabilitas machine learning dalam mendeteksi model akustik, cara pengucapan dan bahasa – termasuk suara, fonem dan huruf. Teknologi di sana memungkinkan Live Transcribe membedakan kata ‘your‘ dan ‘you’re‘ atau ‘too‘ dan ‘two‘ walaupun Anda terbiasa mengucapkannya secara serupa berdasarkan konteks kalimat.

Transcribe 5

Live Transcribe ditopang oleh sistem pengenal suara recurrent neural network berbasis cloud yang terus-menerus mempelajari ucapa orang serta menerapkan auto-correct langsung melintasi tujuh kata. Aplikasi juga sanggup mengklasifikasi 570 tipe bunyi-bunyian, misalnya suara gonggongan anjing atau tangisan bayi. Anda dipersilakan untuk memilih 70 bahasa dan dialek, termasuk bahasa Jawa dan Sunda, serta ada fitur dua bahasa – agar kita tak perlu repot mengubahnya secara manual.

Reproduksi suara dalam teks memang dipengaruhi oleh kualitas mic, dan Live Transcribe siap mendukung mic eksternal baik yang ada di headset kabel, Bluetooth maupun varian USB. Selain itu, pengguna dapat mengaktifkan sistem sinyal haptic feedback, buat memberikan notifikasi jika seseorang memulai atau melanjutkan pembicaraan.

Transcribe 7

App Live Transcribe bisa ditemukan langsung di Google Pixel 3, tetapi semua orang sudah dipersilakan untuk mengunduh versi beta-nya di Google Play. Setelah terinstal, yang perlu Anda lakukan hanyalah menentukan bahasa (serta bahasa sekunder) dan mulai menggunakannya. Di dalam app, Anda akan menemukan lingkaran kecil di pojok kanan atas. Itu adalah indikator input suara vokal versus bunyi-bunyian eksternal.

Dari pengalaman saya menggunakannya, transkripsi yang dilakukan aplikasi ini memang belum akurat 100 persen, boleh jadi disebabkan oleh pengucapan yang kurang fasih atau rendahnya mutu microphone di smartphone entry-level milik saya. Target Google saat ini adalah terus mengulik kemampuan app untuk fokus ke satu pembicara – satu fenomena di kehidupan manusia yang dikenal dengan istilah efek cocktail party.

Transcribe 4

Ingat soal efek curb cut yang sempat saya bahas di awal artikel? Kapabilitas unik Live Transcribe sebetulnya membuka peluang pemakaian di ranah lain. Ambil contohnya saya sebagai jurnalis. Dengan app ini, saya dapat memperoleh kutipan langsung secara tertulis berbekal ucapan narasumber. Untuk sekarang, Live Transcribe memang belum mempunyai fungsi menyimpan teks (dan saya ragu Google akan membubuhkannya melihat dari tujuan awal dibuatnya aplikasi ini), tapi saya bisa saja mengakalinya dengan fitur screenshot.

Sagar Savla menceritakan sedikit kisah unik di belakang pengembangan aksesibilitas bagi penyandang cacat yang dilakukan Google. Jauh sebelum Live Transcribe digarap, pertama-tama mereka harus menentukan perangkat tempat dibangunnya sistem tersebut. Tim sempat mempertimbangkan komputer personal, tablet, hingga unit proyektor mini (dengan pengoperasian yang sangat canggung). Akhirnya, smartphone dipilih karena menurut Google, device ini paling praktis, ringkas dan adopsinya paling merata.

Transcribe 6

Dan buat melengkapi Live Transcribe, Google juga telah meluncurkan Sound Amplifier yang berguna untuk mendongkrak output speaker. Fitur ini bertugas menyaring noise dan memperkuat suara, dengan maksud agar proses mendengar percakapan lebih jadi nyaman dan natural. Sedikit berbeda dari Live Transcribe yang dapat dibuka layaknya app, fungsi Sound Amplifier bersembunyi di menu Accessibility. Seperti TalkBack, Anda perlu mengaktifkannya secara manual.

Live Transcribe mendukung seluruh smartphone Android versi 5 (Lollipop) hingga versi terbaru. App memerlukan internet agar bisa bekerja.

Tidak hanya mengupayakan alat bantu gerak, Diffago juga mencoba membantu akses ke pekerjaan yang layak

DiffaGo Fokus Membantu Penyandang Disabilitas

DiffaGo adalah salah satu startup yang yang ditunjuk The NextDev Academy untuk mengikuti gelaran Singtel Group Regional Future Makers 2019 di Singapura. Startup yang bermarkas di Bali ini mengusung konsep untuk membantu para penyandang disabilitas, mulai dari alat bantu gerak, hingga penyaluran ke dunia kerja.

Beroperasi sejak Februari 2018, DiffaGo sudah menjalankan 5 proyek bantuan untuk kaki palsu di empat kota dan satu sekolah untuk anak autis di Bandung. Mereka juga sudah berhasil mendapatkan 210 pencari kerja disabilitas terdaftar yang tersebar di Sumatra, Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan, dan Lombok.

Startup yang dipimpin Ni Komang Ayu Suriani (Suri) ini juga berhasil mendapatkan tujuh perusahaan yang bekerja sama untuk membuka kesempatan bekerja bagi penyandang disabilitas. Saat ini sudah ada sembilan penyandang disabilitas yang berhasil mendapat pekerjaan melalui DiffaGo.

Sebagai sebuah startup, DiffaGo dijalankan dengan modal pribadi atau bootstrapping. Model bisnis yang saat ini dijalankan adalah menjalankan program per program dengan dukungan dana CSR dari perusahaan-perusahaan yang bekerja sama dengan DiffaGo.

Semangat yang diusung DiffaGo serupa dengan yang disasar Kerjabilitas. Memudahkan dan menghubungkan para penyandang disabilitas untuk terhubung dengan perusahaan yang menyediakan lowongan kerja.

Kepada DailySocial, Suri mengungkapkan, dirinya beserta tim pendiri menyadari adanya permasalahan yang cukup kompleks yang dihadapi penyandang disabilitas, seperti dalam masalah mencari kerja. Atas dasar itulah DiffaGo dikembangkan. Tidak hanya untuk menghubungkan dengan perusahaan tetapi juga bantuan alat bantu gerak dan pelatihan.

“Karena isu disabilitas ini adalah isu kompleks dan besar. Potensi user yang sangat besar dan masih belum banyak dibantu dengan tepat. Kami juga yakin akan visi kami dalam membantu teman-teman disabilitas,” terang Suri mengenai optimismenya menjalankan DiffaGo.

Grab ujicoba GrabGerak layanan untuk penyandang disabilitas

Grab dan Rexona Hadirkan Layanan GrabGerak untuk Penyandang Disabilitas

Grab memperkenalkan GrabGerak bekerja sama dengan Rexona, salah satu produsen deodoran kenamaan. GrabGerak adalah sebuah solusi untuk mendukung mobilitas para penyandang disabilitas. Grab juga disebutkan menjalin kerja sama dengan KitaBisa untuk mendukung DifaBike, layanan transportasi khusus penyandang disabilitas.

Rexona sendiri lebih dulu mengembangkan aplikasi Gerak, sebuah asisten mobilitas suara bagi penyandang disabilitas di Indonesia. Melalui aplikasi mobile ini pengguna hanya cukup berbicara atau chatting, selanjutnya penyandang disabilitas dapat menemukan tempat-tempat ramah disabilitas. Kemudian disempurnakan bersama Grab dalam GrabGerak, menjadi layanan transportasi online dari yang bisa mengantarkan mereka ke tempat-tempat tersebut.

“Mobilitas dan aksesibilitas bukanlah sebuah keistimewaan, namun hak dasar setiap manusia. Kepercayaan inilah yang mendasari konsep dari inisiatif kami. Sebagai platform transportasi terkemuka di Asia Tenggara, inisiatif ini merupakah langkah alamiah bagi kami untuk menjangkau lebih jauh dari apa yang pasar lakukan,” terang Marketing Director of Grab Indonesia Mediko Azwar.

Inisiatif GrabGerak ini meliputi armada Grab dengan stiker khusus untuk membantu para penyandang disabilitas. Saat ini, dalam masa uji coba total ada 118 armada di wilayah Jabodetabek yang siap melayani. Mitra pengemudi juga sudah mendapatkan sertifikasi sehingga memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk membuat pengguna disablititas tetap merasa aman dan nyaman.

“Ini adalah awal bagi perusahaan kami untuk melayani seluruh demografi pelanggan di Asia Tenggara dengan sepenuhnya. Kami akan terus mencari peluang dan meningkatkan layanan kami sehingga semua orang, terlepas latar belakang dan kondisi fisiknya dapat menikmati layanan transportasi terbaik dan meraih aspirasi hidupnya,” tutup Mediko.

Application Information Will Show Up Here

 

Mirip Kacamata, GlassOuse Sebetulnya Ialah Mouse Untuk Penyandang Cacat

Ada jutaan orang di dunia yang tidak bisa menggunakan satu atau kedua tangan mereka. Tangan merupakan organ tubuh terpenting buat berinteraksi, meskipun telah ada teknologi hands-free, ia tetap diperlukan untuk mengoperasikan berbagai device. Tapi berkat GlassOuse, penyandang disabilitas kini bisa lebih leluasa bercengkrama dengan perangkat bergerak.

GlassOuse dibuat oleh seorang inventor muda bernama Mehmet Nemo, terinspirasi setelah seorang teman mengalami cedera tulang punggung, menyebabkannya tidak bisa menggerakan tangan dan kaki. Kejadian tersebut menantang Nemo untuk menciptakan perangkat yang dapat mempermudah hidup sang kawan serta para penderita keterbatasan fisik lain. Singkatnya, GlassOuse ialah controller unik yang memanfaatkan gerakan kepala dan mulut.

Device tersebut mempunyai wujud seperti kacamata, tanpa lensa plus frame tebal di bagian atas. GlassOuse mengubah gerakan kepala menjadi input kendali buat berinteraksi ke layar. Dengan kepala di posisi normal, cursor akan berada di tengah; dan pengguna tinggal mengarahkan kepala untuk mengendalikan cursor.

GlassOuse 1
Mouth piece-nya mirip mic di headset.

GlassOuse memiliki komponen mouth piece, bentuknya mirip mic di headphone, berperan sebagai tombol. Untuk menentukan pilihan, user dapat menggigit atau menekan mouth piece. Bagian ini tersambung ke GlassOuse melalui kabel fleksibel, bisa disesuaikan agar letaknya pas di mulut. Tombol tersebut sudah diuji coba dan lulus tes klik sebanyak 50 ribu kali di bawah tekanan tiga ton, jadi Anda tak perlu mengkhawatirkan kualitasnya.

Perangkat dirancang agar ringan (hanya 49-gram) dan nyaman dikenakan. Ia mempunyai sensitivitas tinggi terhadap gerakan, mampu membaca gerakan di sembilan poros. Buat mentenagai GlassOuse, developer membubuhkan baterai Li-Po 330mAh, mampu bekerja selama 15 jam non-stop, atau tujuh sampai sepuluh hari dalam pemakaian normal. Dan jangan cemas juga soal kebersihan, mouth piece dibekali bahan anti-bakteri, telah lulus serfikasi ROHS.

GlassOuse 3
Meski tampak tebal, bobot GlassOuse hanya 49-gram.

GlassOuse dapat terkoneksi ke bermacam-macam perangkat melalui Bluetooth: PC, TV, smartphone dan tablet; baik platform Windows, Android, Linux serta OS Apple. Proses setup-nya dibuat agar sederhana, Anda tinggal menekan tombol Connect dan menyambungkannya ke ‘CEBA GlassOuse’. Untuk menyesuaikan level sensitivitas, Anda bisa menggunakan menu setting di PC atau handset, atau langsung via GlassOuse.

Di periode crowdfunding melalui Indie Gogo, GlassOuse ditawarkan separuh harga retail, yaitu US$ 150. Dan Anda yang tidak membutuhkannya bisa membantu developer mengumpulkan dana dengan memilih perk non-profit.

Kerjabilitas Jembatani Kebutuhan Karir Penyandang Disabilitas

Kerjabilitas merupakan sebuah platform (mobile dan web) pencari kerja yang dikhususkan bagi masyarakat berkebutuhan khusus (difabel). Sedikit berbeda dengan platform perncari kerja pada umumnya, Kerjabilitas mendesain layanan yang ada menyesukaikan dengan calon penggunanya. Misalnya dengan menambahkan kompatibilitas screen reader untuk penyandang tuna netra dan memasangkan simbol-simbol tertentu untuk mudah dipahami oleh penyandang tuna rungu. Selain itu lowongan pekerjaan yang ditawarkan juga langsung menyasar kepada perusahaan penyedia kerja inklusi.

Kepada DailySocial Rubby Emir selaku Direktur Saujana, lembaga penggagas Kerjabilitas, menjelaskan proyek ini berawal tahun lalu, tepatnya di bulan September. Rubby dan teman-teman melihat sebuah kesenjangan di masyarakat, orang dengan kebutuhan khusus cenderung dianak tirikan oleh lapangan kerja, ketenagakerjaan di Indonesia belum ramah disabilitas. Dari masalah tersebut muncul sebuah ide untuk menjembatani kebutuhan lapangan kerja penyandang disabilias dengan lapangan pekerjaan yang mau menerima.

Pendekatan mobile dipilih karena memiliki aksesibilitas tinggi untuk kaum difabel

Kendati tersedia juga dalam platform web, namun pengembang Kerjabilitas mengatakan bahwa pihaknya akan banyak memfokuskan inovasi produk di platform mobile. Terdapat dua alasan, pertama bagi kaum difabel perangkat mobile lebih mudah diakses dari pada komputer. Kedua, perangkat mobile memungkinkan layanan Kerjabilitas untuk bisa lebih mudah melakukan ekspansi ke seluruh wilayah Indonesia. Kendati saat ini baru difokuskan di kota-kota besar di Jawa, ke depan visi Kerjabilitas ingin merangkul seluruh pengguna di Indonesia.

Untuk menggunakan layanan ini, pengguna perlu mendaftarkan diri dan mengisi profil resume mereka. Tidak seperti layanan pencari kerja pada umumnya, pengguna akan lebih banyak diminta mengisi data diri terkait dengan kemampuan dan keahlian khusus yang mereka miliki. Tim Kerjabilitas merasa jika format resume disamakan dengan yang digunakan masyarakat pada umumnya akan terlihat kosong.

Dengan mendaftarkan diri di layanan Kerjabilitas, antar pengguna juga dapat saling berinteraksi dengan platform sosial yang menjadi bagian dari layanan. Dari pengamatan tim Kerjabilitas, rekan-rekan difabel cenderung aktif di media online. Kebanyakan dari mereka sering berkomunikasi melalui media sosial ala Facebook.

Mendorong perusahaan terhadap pentingnya memberikan porsi untuk pekerjaan inklusi

Tim Kerjabilitas bekerja tidak hanya mengembangkan sebuah platform teknologi. Banyak kegiatan lapangan yang turut dilakukan untuk memaksimalkan pencapaian Kerjabilitas. Salah satunya dengan banyak melakukan konsolidasi dengan perusahaan-perusahaan untuk mau menerima tenaga kerja berkebutuhan khusus.

Tim Kerjabilitas banyak memberikan pemahaman langsung kepada perusahaan bahwa terdapat banyak aspek yang bisa diberikan kesempatannya kepada kaum difabel. Contohnya pekerjaan-pekerjaan yang tidak membutuhkan kemampuan komunikasi atau mobilitas tinggi. Karena secara pendidikan, tak sedikit orang dengan kebutuhan khusus mengenyam pendidikan tinggi.

Sepuluh bulan bekerja, Kerjabilitas saat ini sudah menjangkau lebih dari 700 pengguna, dan menghubungkannya ke lebih dari 100 penyedia lapangan kerja.

Permintaan pekerjaan tinggi, namun kesempatan masih kurang

Tantangan utama yang saat ini masih terus mencoba dipecahkan ialah mencari sebanyak mungkin kesempatan kerja untuk jumlah pencari kerja yang banyak. Di luar Jawa kesempatan yang ada bahkan jauh lebih minim. Kendati sudah ada peraturan standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat (2013), yang mengisyaratkan perusahaan setidaknya memberikan 1% untuk kaum difabel, nyatanya realisasi masih jarang ditemui.

Dari aspek pencari kerja tantangan terbesar bukan pada memotivasi atau mendorong mereka untuk percaya diri di lingkungan pekerjaan, namun lebih kepada cara-cara untuk menjangkau mereka. Kerjabilitas sudah mencoba beberapa cara, salah satunya menggunakan fasilitas online berbayar, misalnya di Facebook, dari total populasi yang ditemui biasanya hanya valid beberapa persen saja. Belum bisa menjangkau keseluruhan secara langsung. Untuk mensiasatinya, strategi yang saat ini digencarkan ialah dengan mendatangi langsung berbagai kegiatan sosial atau yang diselenggarakan khusus untuk kaum difabel.

Menjadi sebuah gerakan sosial, namun harus tetap mencari cara untuk mempertahankan operasional layanan

Saat ini Kerjabilitas sudah mendapatkan beberpa grant dari beberapa pihak, seperti dari Microsoft, Google dan beberapa rekanan lain. Namun tim menyadari bahwa tidak selamanya Kerjabilitas akan terus bertahan dengan sokongan dari pihak lain. Proses bisnis pun sudah disiapkan, karena Kerjabilitas juga memiliki visi ke depan untuk terus berkembang dan bertahan.

Ketika sudah mencapai jumlah pengguna yang banyak, proses bisnis akan dijalankan. Salah satunya dengan menyediakan iklan premium. Selain itu juga akan dibuat konten premium dan layanan pembinaan karir. Bagi perusahaan juga menyediakan jasa konsultasi dan pendampingan untuk menciptakan lingkungan kerja yang ramah untuk orang berkebutuhan khusus.

Saat ini tim Kerjabilitas baru terdiri dari 7 orang. Terbagi atas 3 pengembang, 2 tim administrasi dan sisanya fokus pada konten. Dua di antara anggota tim tersebut juga penyandang disabilitas.

Kerjabilitas memiliki visi besar ke depan, untuk membawa layanan yang ada menjadi sebuah gerakan nasional yang mampu menjangkau seluruh Tanah Air. Berbagai upaya terus dilakukan. Dan dalam beberapa waktu ke depan, tim Kerjabilitas juga akan mengikuti proses inkubasi oleh Google Launchpad Accelerator di Mountain View untuk mematangkan produk. Pihaknya juga berusaha terus menjalin kemitraan dengan rekanan yang memungkinkan membawa Kerjabilitas berkembang.