Asia Tenggara hanya menambahkan 7.000 pelanggan baru SVOD (subscription video-on-demand) pada paruh pertama 2023. Angka tersebut turun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 3,7 juta pelanggan, adapun dibandingkan pada paruh kedua 2022, penurunannya jauh lebih tajam sebesar 7 juta pelanggan baru.
Mengutip dari laporan Media Partners Asia (MPA), pada semester I 2022, penurunan tersebut berasal dari tiga aplikasi populer: Netflix, Prime Video, dan Viu, yang hanya mampu menambahkan 1,2 juta pelanggan agregat, berkontribusi terhadap 63% dari total pelanggan baru di antara semua platform SVOD.
Menariknya, MPA menangkap fenomena TikTok yang menjadi pendorong utama pertumbuhan pengguna untuk platform mobile dan web. MPA mencatat terdapat lebih dari 70% pertumbuhan menit streaming selama dua tahun terakhir.
Pada paruh pertama 2023, TikTok mencatat peningkatan streaming hingga 42% menit, naik 20 poin persentase dibandingkan paruh pertama 2021, dan naik 7 poin persentase selama paruh pertama 2022. “Kenaikan aplikasi video pendek tersebut mengurangi pangsa untuk YouTube, yang turun 4% year-on-year, dan premium VOD, turun 2% year-on-year,” tulis laporan tersebut.
Secara total, Asia Tenggara memiliki 47,6 juta langganan SVOD pada akhir paruh pertama 2023. Pertumbuhan pelanggan di Thailand, Malaysia, dan Filipina diimbangi dengan kontraksi di Indonesia, di mana total pelanggan turun sebesar 1,2 juta.
MPA menyimpulkan perlambatan ini terjadi karena tiga faktor, yakni:
Turunnya tingkat churn di Indonesia terjadi karena berakhirnya turnamen sepak bola Piala Dunia FIFA pada Desember 2022 dan akhir musim Liga Inggris 2022-23 pada Mei 2023;
Dampak dari pemasaran lokal dan investasi konten yang berkurang secara signifikan di luar Netflix, Prime Video, dan Viu, yang semuanya berkontribusi pada pertumbuhan regional pada paruh pertama 2023;
Hasil dari kenaikan harga yang diterapkan oleh platform utama.
Investasi konten Asia
Tiga platform yang sedang berkembang – Netflix, Prime Video, dan Viu – semuanya memanfaatkan popularitas drama Korea, satu-satunya kategori konten VOD premium terbesar di Asia Tenggara, meraih 40% penayangan VOD premium di seluruh wilayah pada paruh pertama tahun ini. Pertunjukan teratas selama periode tersebut termasuk The Glory (Netflix) dan Taxi Driver Season 2 (Viu).
Tak hanya konten Korea, semua layanan streaming OTT terkemuka juga berinvestasi dalam konten Asia Tenggara, yang meraih 13% dari pemirsa VOD premium, sementara konten AS menyumbang 21%, anime Jepang 10%, dan konten Tiongkok 9%. Konten Thailand memiliki dampak regional terkuat, dengan film thriller Netflix Hunger menjadi acara yang paling banyak dikunjungi.
“Platform VOD premium terkemuka di kawasan ini berada di tengah-tengah pergeseran menuju pertumbuhan, retensi, dan monetisasi pelanggan yang berkualitas,” kata Direktur Eksekutif MPA Vivek Couto.
Ia melanjutkan, “Netflix telah menurunkan harga dan memperkenalkan langkah-langkah berbagi anggota, sementara Disney menaikkan harga di Indonesia dan Thailand dalam upaya menurunkan tingkat churn dan meningkatkan basis pelanggan ARPU.”
Sementara itu, Vidio menjadi satu-satunya OTT lokal yang punya dampak signifikan di Indonesia, diharapkan dapat kembali memperoleh pelanggan baru seiring kembalinya Liga 1 dan Liga Premier. “Bersamaan dengan daftar lokal yang berdampak dari Netflix dan Amazon, khususnya di Thailand dan Indonesia, menarik pelanggan baru, sementara Viu akan terus mendapatkan keuntungan dari keluaran Korea-nya.”
Sebagai catatan, data mengenai premium VOD tidak termasuk angka untuk YouTube, TikTok, dan streaming game. Laporan ‘Analisis & Wawasan Konsumen Video Online Asia Tenggara’ MPA melacak metrik utama di seluruh kategori video online dengan panel pasif dan pendirian di lima pasar Asia Tenggara: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Pangsa pasar OTT di Indonesia
Secara terpisah, mengutip dari data terpisah yang dirangkum oleh JustWatch, menobatkan Netflix (23%) sebagai aplikasi pangsa pasar terbesar di Indonesia. Netflix bersaing ketat dengan Disney+ Hotstar (21%) dengan selisih hanya 2%. Sementara itu Iflix (+WeTV) (16%) berada di urutan ketiga, tertinggal 5%.
Pada kuartal sebelumnya, baik Netflix maupun Disney+ Hotstar sama-sama menduduki posisi tertinggi sebagai aplikasi dengan pangsa pasar terbesar, masing-masing sebesar 22%.
Di Indonesia sendiri terdapat tujuh layanan OTT yang paling banyak diakses oleh pengguna, di posisi keempat diisi oleh Viu (13%), diikuti Vidio (10%), Prime Video (9%), HBO Go (5%), dan lainnya (3%).
JustWatch juga mencatat perkembangan pangsa pasar para pemain SVOD di paruh pertama 2023 di Indonesia. Hasilnya persis tercermin dengan pencapaian di kuartal II 2023, bahwa Netflix dan Viu memimpin dari segi pertumbuhan. Kedua platform ini menambahkan 1% dalam tiga bulan terakhir. Di sisi berlawanan dari spektrum, Disney+ Hotstar dan HBO Go menderita kerugian 1% di kuartal kedua.
Perkembangan video streaming terus menjadi isu yang menarik bagi Indonesia dengan populasi terbesar keempat di dunia. DailySocial.id mengompilasi berbagai sumber mengenai persaingan platform OTT populer yang banyak digunakan oleh orang Indonesia dan konten apa yang paling banyak dinikmati sepanjang 2022.
Dalam data termutakhir yang dirilis JustWatch, Disney+ Hotstar mendominasi pasar OTT dengan persentase pangsa pasarnya mencapai 23%. Kemudian, secara berurutan disusul Netflix (21%), iflix (15%), Viu (12%), Vidio (10%), Prime Video (9%), HBO GO (7%), dan lainnya (3%).
Vidio kembali menjadi satu-satunya platform OTT lokal, dengan angka dua digit melesat dari tahun sebelumnya.
Angka pangsa pasar ini semakin berbicara jika membandingkan pertumbuhannya dari data di 2021. Saat itu, Netflix jadi pemimpin dengan pangsa pasar 21% dan Disney+ sebesar (22%). Sementara itu, Vidio angkanya masih single digit (5%) berada di urutan ke-7, setelah Prime Video.
Informasi menariknya, meski baru seumur jagung Prime Video mampu mencetak pertumbuhan yang signifikan. OTT ini baru resmi di Indonesia pada 1 Agustus 2022, bersamaan dengan negara ASEAN lainnya, yakni Thailand dan Filipina. Dalam data JustWatch, pada 2021, pangsa pasar Prime Video saat itu berada diangka 7%.
Data regional
Dalam laporan bertajuk “SEA Online Video Consumer Insights & Analytics”, di lima negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand), Netflix dan Viu mengambil posisi tiga teratas dengan jumlah pelanggan berbayar tertinggi dan pangsa pasar gabungan sebesar 52%.
Dipaparkan juga sepanjang tahun lalu terdapat 48,4 juta pelanggan yang membayar layanan SVOD (subscription video on demand), dengan pertumbuhan hampir 4,6 juta pelanggan baru pada kuartal IV 2022. Ini adalah pertumbuhan tertinggi sejak kuartal II 2021 dengan angka 5,1 juta pengguna baru.
Bila dikompilasi pengguna berbayar yang baru bergabung sepanjang 2022 saja sebanyak 11,8 juta orang. Indonesia disebutkan berkontribusi 50% terhadap pertumbuhan di kuartal IV dan 51% untuk keseluruhan tahun 2022.
Sementara itu, Vidio dan Viu menjadi kontributor terbesar dengan menyumbang 51% dari pelanggan baru. “Kedua platform telah membangun corong akuisisi pelanggan yang kuat melalui model freemium, dengan fokus yang berkembang pada konten berbayar dan pelanggan,” kata laporan itu.
Indonesia dan Thailand tetap menjadi pasar SVOD terbesar di Asia Tenggara pada 2022, mempertahankan 75% agregat langganan SVOD. Netflix, Viu, dan Disney memiliki 52% dari total langganan SVOD di Asia Tenggara.
Analis MPA menyampaikan, upaya pelokalan Prime Video di Indonesia, Filipina, dan Thailand sukses membuat daya tarik yang kuat dengan penambahan bersih 400 ribu pengguna baru. Indonesia menjadi pasar terkuat bagi OTT milik Jeff Bezos tersebut, momentumnya didorong oleh konten dari Korea dan lokal.
Tak hanya itu, Prime Video juga meniru strategi awal yang digunakan Disney+, yakni menggandeng eksklusif operator telekomunikasi dengan basis pengguna terbesar di Indonesia, Telkomsel. Dalam kerja sama tersebut, setiap pembelian paket data pengguna dapat menikmati konten di Prime Video tanpa batas. Terdapat pula tim lokal terdedikasi yang bertugas untuk memasarkan konten dengan skala penuh, sehingga pengalamannya benar-benar dilokalkan.
Kendati Amazon agak terlambat memperkenalkan layanannya di ASEAN. Namun, potensi dari industri video streaming yang ditawarkan di kawasan ini sebesar 180 juta konsumen dengan 8 miliar jam konten OTT per bulan di seluruh wilayah, menurut sebuah studi dari The Trade Desk, membuat pencapaiannya cukup mengesankan.
Lokalisasi konten
Menurut laporan Nielsen Streaming Content Ratings, dipaparkan Vidio unggul sebagai OTT lokal yang memproduksi 40 konten seri original dalam setahun. Jumlahnya melebihi gabungan seri yang didanai oleh Netflix hingga Disney+ di Indonesia.
Strategi tersebut sukses mengantarkan OTT milik Emtek ini menjadi OTT dengan pertumbuhan konsumsi tertinggi di luar YouTube. Setelah Vidio, posisi selanjutnya diisi oleh Disney+, Netflix, Viu, RCTI+, iQiyi, dan Vision+. Laporan ini berdasarkan survei terhadap 3.700 individu di lebih dari 11 kota besar di Indonesia. Penelitian dilakukan selama Juni-Agustus 2022.
Nielsen juga memaparkan tiap platform memiliki karakternya masing-masing dalam menarik penonton (data per Juli 2022):
Vidio: konten lokal dan olahraga
Netflix: film dan serial internasional
Disney+ Hotstar: film anak dan keluarga
Viu: konten Asia/Korea
RCTI+: konten olahraga dan sinetron
iQiyi: konten Asia dan barat
Poin menarik lainnya yang diungkap adalah profil pengguna OTT (khususnya SVOD) didominasi oleh kelas atas (60%). Nielsen mengkategorikan SVOD ini adalah Netflix dan Disney+. Kedua, kategori AVOD (advertising video on demand) didominasi oleh kelompok menengah (51%), yang terdiri dari platform Vidio, RCTI+, Vision+, iQiyi, dan Viu. Komposisi kelompok menengah terbesar terpusat di linear TV dengan porsi 58%.
MPA lebih merinci mengenai Vidio. Menurut laporan MPA, di Indonesia, Vidio memimpin interaksi video online premium dengan pangsa 25% pada tahun 2022. Piala Dunia FIFA Vidio adalah kontributor utama pertumbuhan. Setelah Piala Dunia, tingkat churn akan ditentukan oleh permintaan pelanggan akan sepak bola lokal dan internasional baru serta serial drama lokal baru.
Lebih lanjut, laporan tersebut paparkan dari seluruh platform SVOD, konten AS mendominasi dengan pangsa pasar 32%, disusul Korea (25%). Sementara di Indonesia, konten lokal menguasai 23% pangsa pasar pemirsa untuk tahun tersebut di pasar Asia Tenggara.
Direktur eksekutif MPA Vivek Couto memperkirakan tahun 2023 para pemain OTT akan sangat terfokus pada retensi pelanggan, manajemen churn, dan penerapan kenaikan harga, terutama di pasar seperti Indonesia yang padat prabayar.
“Pemain kunci akan terus berinvestasi dalam pelokalan dan pemasaran strategis konten premium Korea, AS, dan olahraga, tetapi dengan latar belakang dan mantra investor efisiensi modal,” tambahnya.
Netflix
Melanjutkan dari laporan MPA, diprediksi investasi konten lokal Netflix mencapai $1,9 miliar pada tahun ini (mewakili 47% pendapatan) akan didorong oleh Korea dan Jepang, diikuti oleh India, Australia, dan sebagian Asia Tenggara. Menurut analis MPA Dhivya T, investasi konten Netflix di APAC ini memiliki dampak global.
“Serial dan anime Jepang, bersama dengan drama dan film Korea, serta film dari Indonesia dan India, telah menempati peringkat tinggi di antara judul streaming teratas secara global selama 12 bulan terakhir hingga Januari 2023,” kata dia.
Sepanjang 2022, Netflix merilis 29 drama Korea eksklusif, enam di antaranya berada di antara 10 judul dengan pencapaian teratas di APAC pada tahun 2022, menurut anak perusahaan MPA, AMPD Research.
Menariknya, laporan ini berpendapat bahwa drama Korea adalah kategori video premium streaming teratas, merebut hampir 32% dari total penayangan. Akan tetapi Dhivya menambahkan, masih perlu dilihat apakah Netflix akan terus berinvestasi sebanyak tiga hingga tujuh drama Korea baru per kuartal karena laba atas investasi yang masih minim, namun biayanya yang mahal.
Sementara, dalam skala regional APAC, disoroti ada empat konten unggul Netflix dari masing-masing negara, seperti Mismatched (India), The Whole Truth (Thailand), Mom, Don’t Do That! (Taiwan), dan The Big 4 (Indonesia). MPA memprediksi di antara delapan pasar terbesar Netflix di APAC, India dan Indonesia akan tetap menjadi pertumbuhan tertinggi.
Pasalnya, pada kuartal IV 2022, terdapat sembilan film original dari India yang berhasil mendorong jumlah tayangan dan pertumbuhan ARPU (average revenue per user) yang kuat.
Disinyalir jadi salah satu cara untuk mendongkrak jumlah pengguna, pada Februari 2023, Netflix menurunkan biaya langganan. Paket Dasar (Basic) dari sebelumnya Rp120 ribu menjadi Rp65 ribu/bulan dan Paket Standar dari Rp153 ribu jadi Rp120 ribu.
Viu
Diversifikasi konten tak hanya dari Korea, juga telah jadi agenda Viu di tengah persaingan yang ketat. MPA mencatat, tiga hingga lima drama Korea eksklusif Viu per kuartal II-IV mendorong pertumbuhan pelanggan. Dikombinasikan dengan konten variety show maupun drama memberikan diferensiasi kompetitif.
“Upaya menghadirkan konten original dan akuisisi konten free-to-air (FTA) juga berdampak dalam mempertahankan pelangggan.”
CEO Viu dan Managing Director PCCW Media Group Janice Lee mengatakan, konten Viu Original diperluas dan kemitraan distribusi yang ditingkatkan pada tingkat lokal dan regional mendorong pertumbuhan pengguna baru Viu, meningkatkan engagement, dan menghasilkan pertumbuhan yang kuat pada SVOD dan pendapatan AVOD pada 2022.
“Melihat ke depan pada tahun 2023, kami terus fokus untuk menghadirkan rangkaian penawaran konten yang hebat kepada audiens kami, dengan sebagian besar pasar kembali ke masa pra-pandemi [..],” papar Lee.
Induk Viu, PCCW Limited, mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 45% menjadi $206 juta sepanjang 2022 dan mencapai EBITDA positif untuk tahun pertama. Pengguna aktif bulanan (monthly active user/MAU) tumbuh 13% year-on-year menjadi 66,4 juta dan pelanggan berbayar tumbuh lebih dari 45% menjadi 12,2 juta. Tidak dijabarkan kontribusi pengguna dari 16 negara di mana Viu beroperasi.
Akan tetapi, diklaim pencapaian tersebut membuat Viu berada di posisi teratas dalam kategori MAU selama 12 kuartal berturut-turut dan peringkat kedua dalam pelanggan berbayar, serta menit streaming di seluruh wilayah Asia Tenggara.
Pada tahun lalu, Viu menyajikan sejumlah Viu Original, seperti Again My Life, The Law Cafe, dan Reborn Rich. Drama terakhir ini juga didistribusikan secara global ke lebih dari 170 negara. Perusahaan menjamu para aktor untuk mengunjungi para penggemar dan berinteraksi langsung. Menurut Lee, aktivitas di luar layar ini akan terus dilakukan dalam rangka meningkatkan engagement secara langsung.
“Memasuki tahun 2023, dengan pertumbuhan yang baik pada MAU maupun pelanggan berbayar, strategi Viu adalah menghadirkan konten yang hebat dan lebih banyak pengalaman tatap muka kepada para penggemar sambil memanfaatkan pertumbuhan yang kuat dalam langganan premium dan pasar iklan digital di seluruh wilayah,” pungkasnya.
Industri hiburan Korea Selatan saat ini memang semakin digandrungi. Baik itu musik maupun seni peran, terkhusus drama berseri. Selain karena visualnya yang tampan dan cantik, tidak bisa dipungkiri drama dari negeri gingseng ini sangat begitu niat diciptakan dengan adegan yang patut diacungi jempol.
Jika di negaranya sendiri masyarakat dapat menikmati melalui televisi, sudah banyak lho bertebaran aplikasi on demand bagi penggemar internasional. Platform ini sendiri beberapa diantaranya memang dirancang dan bekerja sama secara resmi dengan rumah produksi drama-drama tersebut.
Tapi, kalau kamu masih modal gratisan yang bebas bayaran juga ada! Simak sampai habis ya!
Bahkan ada juga yang memuat tayangan gratis drama yang begitu populer. Apa saja? Berikut DailySocial.id sebutkan satu persatu:
Bagi penggemar lama drama Korea, aplikasi ini mungkin udah gak asing. Dapat dikatakan aplikasi VIU adalah surganya Kdrama. Banyak drama populer dimuat dalam aplikasi ini demi memenuhi keinginan penonton secara on demand dan mudah dijalankan.
Sudah menyediakan fitur terjemahan, penonton internasional tidak perlu khawatir akan kendala bahasa. Konten premiumnya sendiri terhitung murah mulai dari 30 ribu rupiah perbulan. Jika kamu pengguna gratis-an, siap-siap ketemu banyak iklan ya. Namun, seringkali VIU mengadakan event seru nonton gratis banyak judul drama, lho.
Tak hanya drama, variety show populer seperti Running Man, My Ugly Duckling, Knowing Brothers dan lainnya juga tersedia. Jadwal tayang yang berdekatan dengan penayangan aslinya membuat penonton gak khawatir tertinggal. Rilis subtitle sendiri cukup membutuhkan waktu 1-2 hari.
Kekurangannya sendiri, VIU termasuk aplikasi yang sering mengalami upgrade dan tidak bisa digunakan jika pengguna tidak segera melakukannya.
Jika dulu Netflix dikenal sebagai platform film dan serial Barat, dengan pesatnya minat hiburan Korea Selatan di kalangan internasional. Netflix mulai bekerja sama dengan industry Hallyu tersebut dan melahirkan beberapa drama original yang sayang untuk dilewatkan.
Beberapa judul seperti Law School, Squid Game, Sweet Home secara eksklusif hanya dapat ditonton melalui Netflix. Sayangnya Netflix tidak memiliki fitur gratis, pengguna dapat mengeluarkan biaya mulai 54 ribu perbulan hanya untuk device smartphone.
Bagi kamu penikmat tayang Asia, iQIYI bisa menjadi pilihan selanjutnya termasuk untuk nonton drama Korea. Subtitle multi bahasa membantu penonton lebih memahami konten video, mendukung cache offline dan proyeksi TV, pengalaman menonton layar besar yang lebih baik.
Bagi pengguna VIP dapat menikmati tayangan tanpa iklan, kualitas tinggi Blu-ray 1080P, dan efek suara Dolby. Melalui fitur histori tontonan penonton tak perlu khawatir menunda tontonan. Jika kamu sedang bingung ingin menonon apa, iQIYI juga menyediakan kolom “Top 10” berisi tayangan yang sedang ramai ditonton.
Sayangnya pengguna sering mengeluhkan tampilan subtitle yang tidak nyaman.
WeTV juga menjadi salah satu platform aplikasi menonton yang dipenuhi drama dari berbagai negara di benua Asia. Bahkan aplikasi video on demand ini cenderung dipenuhi drama dari Indonesia.Namun tidak usah khawatir, berbagai drama populer asal Korea juga dimiliki platform dengan biaya langganan mulai dari 25 ribu rupiah perbulan.
Mudahnya fitur pembayaran, didukung dengan berbagai jenis resolusi menyesuaikan keingian penonton. Serta fitur download sehingga penonton bisa menyimpan tayangan yang ingin ditontonnya nanti. Beberapa tayangan asing bahkan di dubbing ke dalam Bahasa Indonesia.
Pada sistem operasi android, beberapa pengguna mengeluhkan play button terletak diujung dengan ukuran kecil. Hal ini menggangu karena penonton tidak dapat secara mudah menjeda dan memainkan tayangan tanpa keluar dari video yang diputar.
Disney+ Hotstar mungkin sebelumnya dikenal penuh dengan serial Barat. Namun kemunculan drama Korea Snowdrop yang dibintangi Jisoo Blackpink semakin mengenal Disney+ sebagai salah satu aplikasi nonton Kdrama terbaik. Beberapa drama eksklusif diproduksi Disney+ dengan jalan cerita yang cukup unik.
Kamu gak perlu khawatir deh kekurangan tontonan di Disney+. Apalagi susunan tampilannya dibuat senyaman mungkin menyesuai rumah produksi dan asal negara tayangan acara. Begitu selesai dengan satu tayangan, kamu langsung mendapat rekomendasi tayangan sejenis.
Sayangnya Disney+ masih memiliki keterbatasan mengunduh video untuk ditonton offline. Software ini hanya bisa mengunduh 5 video dan menghapus video lama secara otomatis dari penyimpanan aplikasi.
Sesuai namanya, Drakor.id memang diciptakan untuk memenuhi keiginan pecinta drama Korea. Aplikasi streaming ini dapat digunakan kapan saja mengandalkan Wi-Fi atau koneksi data, juga fitur download untuk taynagan offline.
Sebagai aplikasi gratis, Drakor.id sudah cukup unggul dalam beberapa hall oh. Mulai dari fitur Riwayat nonton dan bookmark film, backup Riwayat, serta pencarian berdasarkan genre dan judul.
Namun beberapa pengguna mengeluhkan kesulitan membuka drama tertentu meskipun koneksi internet berjalan baik.
Berdasarkan aplikasi-aplikasi di atas yang direkomendasikan banget, yang mana nih pilihanmu?
Disney+ terus menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam pertemuan tahunan bersama para shareholder, CEO Walt Disney, Bob Chapek, mengungkapkan bahwa jumlah pelanggan layanan streaming video mereka itu sudah menembus angka 100 juta orang secara global.
Prestasi ini cukup membanggakan mengingat Disney+ baru beroperasi selama sekitar 16 bulan sejak diluncurkan pertama kali pada tanggal 12 November 2019. Sekarang, Disney+ sudah tersedia di 59 negara yang berbeda. Di Indonesia sendiri jumlah pelanggannya diperkirakan ada di kisaran 2,5 juta orang per Januari kemarin.
Angka 100 juta ini memang baru sekitar separuh dari total subscriber yang Netflix miliki. Namun Disney sendiri tidak menyangka pertumbuhannya bisa secepat ini. Prediksi awal yang Disney tetapkan adalah sekitar 60 sampai 90 juta pelanggan di tahun 2024, meski tentu saja prediksi tersebut dibuat sebelum pandemi COVID-19 melanda, yang ternyata membantu mendorong pertumbuhan jumlah pelanggannya (dan Netflix) secara signifikan.
Menurut Chapek, kesuksesan Disney+ ini menjadi motivasi bagi mereka untuk menyiapkan dana yang lebih besar lagi untuk pembuatan konten-konten orisinal. Targetnya adalah lebih dari 100 judul baru setiap tahunnya, dan ini mencakup beragam intellectual property (IP) dari Disney Animation, Disney Live Action, Marvel, Star Wars, dan National Geographic.
Baru-baru ini, Disney+ baru saja menyiarkan episode terakhir dari serial populer WandaVision, dan mereka juga telah menjadwalkan tayangan-tayangan unggulan lain sampai di bulan Juli 2021. Yang paling dekat adalah serial berjudul The Falcon and the Winter Soldier (masih dari properti Marvel), yang dijadwalkan tayang mulai 19 Maret.
Yang mungkin masih memicu perdebatan adalah terkait pemasukan. Pada bulan Desember kemarin, Disney melaporkan bahwa sekitar 30 persen dari total pelanggan Disney+ merupakan pelanggan Disney+ Hotstar, termasuk kita semua yang ada di Indonesia. Seperti yang kita tahu, tarif berlangganan Disney+ Hotstar jauh lebih murah daripada tarif Disney+ di beberapa negara.
Itu berarti ada selisih yang cukup besar antara pemasukan yang didapat dari satu orang pelanggan Disney+ Hotstar di Indonesia (Rp39.000 per bulan atau Rp199.000 per tahun) dengan yang didapat dari satu orang pelanggan Disney+ di Amerika Serikat ($6,99 per bulan atau $69,99 per tahun). Netflix di sisi lain juga menerapkan tarif yang berbeda di tiap negara, tapi selisihnya tidak sampai sejauh itu.
Dibandingkan seabrek layanan streaming video yang tersedia di Indonesia, Disney+ boleh dibilang adalah yang paling muda usianya. Di pasar global, layanan tersebut memang sudah tersedia sejak November 2019, akan tetapi ia baru masuk ke Indonesia secara resmi setahun setelahnya, tepatnya pada tanggal 5 September 2020.
Datang terlambat rupanya tidak mencegah Disney+ mendulang popularitas di tengah sengitnya persaingan layanan streaming video di tanah air. Berdasarkan data yang dihimpun oleh JustWatch mengenai market share layanan streaming video di Indonesia, Disney+ rupanya berhasil merebut peringkat pertama dengan pangsa pasar sebesar 22% di kuartal ke-4 tahun 2020 kemarin.
Persis di belakangnya, ada Netflix dengan pangsa pasar sebesar 21%. Melengkapi peringkat lima besar adalah iflix (11%), Viu (9%), dan Vidio (9%). Amazon Prime Video duduk di peringkat ke-6 dengan pangsa pasar sebesar 8%, diikuti oleh CatchPlay dengan 5%, dan menyisakan 15% untuk layanan-layanan lainnya.
Proporsinya memang tidak berbanding lurus dengan laporan jumlah pelanggan versi Media Partners Asia (MPA) yang dipublikasikan pada pertengahan Januari lalu. Di situ disebutkan bahwa Disney+ punya sekitar 2,5 juta pelanggan di Indonesia, disusul oleh Viu dengan 1,5 juta, Vidio dengan 1,1 juta, dan Netflix dengan 850 ribu pelanggan. Kendati demikian, kedua studi sama-sama menempatkan Disney+ sebagai penguasa pasar streaming video di tanah air.
Data dari JustWatch juga menunjukkan bahwa kehadiran Disney+ berdampak langsung pada penurunan pangsa pasar layanan lainnya. Yang paling drastis adalah iflix, yang mengalami penurunan hingga sebesar 25%. 2020 kemarin memang terbukti bukan tahun yang baik bagi iflix.
Kalau ditanya apa rahasia Disney+, jawabannya bisa beberapa. Yang pertama dan paling utama tentu saja adalah tarif berlangganannya yang begitu bersahabat: Rp39.000 per bulan, atau Rp199.000 per tahun. Bandingkan dengan Netflix, yang tarif termurahnya dipatok Rp54.000, dan itu pun khusus untuk konsumsi di smartphone saja. Disney+ juga menawarkan metode pembayaran yang sangat bervariasi, tidak melulu via kartu kredit saja.
Dari segi konten, katalog Disney+ mungkin bisa dibilang belum begitu besar, tapi setidaknya mereka berusaha keras menyediakan koleksi konten yang sesuai dengan selera lokal. Bahkan film-film populer pun juga banyak yang bisa ditonton dengan dialog dalam bahasa Indonesia, termasuk IP orisinal macam The Mandalorian atau WandaVision. Namanya Disney, sudah pasti juga ada banyak konten yang dikhususkan untuk anak-anak.
Seperti yang kita tahu, pandemi memukul hampir seluruh industri terkecuali industri streaming. Semakin banyak orang yang berdiam diri di rumah merupakan kabar gembira bagi Netflix dan penyedia layanan streaming lainnya, termasuk halnya Disney.
Langkah berani mereka meluncurkan layanan streaming filmnya sendiri (Disney+) tepat satu tahun yang lalu (12 November 2019) rupanya tidak sia-sia. Per 3 Oktober kemarin, Disney+ tercatat memiliki jumlah pelanggan sebanyak 73,7 juta orang. Memang kecil jika dibandingkan Netflix yang mempunyai lebih dari 195 juta pelanggan, tapi tetap impresif kalau melihat umur Disney+ yang baru satu tahun.
Pertumbuhannya pun juga sangat pesat kalau dibandingkan dengan layanan streaming lain yang juga diluncurkan di tahun 2019 macam Apple TV+ atau HBO Max. Pada kenyataannya, pencapaian Disney+ ini bisa dibilang berhasil melampaui prediksi mereka sendiri. Awalnya, Disney menargetkan bahwa Disney+ bakal menggaet antara 60 sampai 90 juta pelanggan dalam lima tahun pertamanya.
Kalau belum setahun saja sudah 73,7 juta, saya kira tahun depan pun Disney+ sudah bisa memenuhi target tersebut. Dari 73,7 juta pelanggan Disney+ tersebut, sekitar 19 juta sendiri datang dari India dan Indonesia. Seperti yang kita tahu, Disney+ resmi meluncur di Indonesia pada bulan September lalu dengan branding Disney+ Hotstar. Pelanggan-pelanggan baru Disney+ Hotstar ini adalah kontributor terbesar terhadap pertumbuhan Disney+ pada pada kuartal terakhir.
Katalog dan tarif kompetitif jadi daya tarik
Seperti halnya Netflix, daya tarik Disney+ juga berasal dari koleksi konten orisinalnya. Yang paling populer tentu saja adalah The Mandalorian, terutama di kalangan penggemar franchise Star Wars. Selain Star Wars, pastinya Disney+ juga memikat bagi para penggemar film dan serial besutan Marvel Studios.
Lalu buat para penggemar The Simpsons, Disney+ juga punya lengkap dari season 1 sampai season 32 yang sedang berjalan saat ini. Bukan hanya konten luar, konten lokal juga cukup berlimpah di Disney+, bahkan beberapa film lama Warkop DKI pun juga tersedia sekaligus dapat ditonton dalam resolusi HD. Tentu saja berhubung ini properti Disney, koleksi kartun Mickey Mouse dan kawan-kawannya pun juga lengkap.
Selain itu, tarif berlangganan yang sangat-sangat kompetitif menurut saya juga menjadi resep keberhasilan utama Disney+, setidaknya di Indonesia. Layanan ini mematok biaya berlangganan Rp39.000 per bulan, atau Rp199.000 per tahun, sangat terjangkau jika dibandingkan dengan tarif yang dipatok Netflix.
Satu kekurangannya sejauh ini kalau buat saya adalah terkait dukungan aplikasi. Aplikasi Disney+ Hotstar memang sudah tersedia di Android, iOS, Android TV dan Apple TV, tapi belum untuk platform seperti Samsung Tizen atau LG webOS, sehingga sejumlah pelanggan masih harus mengandalkan metode mirroring dari smartphone ke TV. Namun semestinya problem ini dapat diatasi seiring berjalannya waktu.
Sumber: CNET. Gambar header: Mika Baumeister via Unsplash.
Disney announced a strategic move in mid-August by launching Disney+ Hotstar’s Video on Demand (VOD) service (referred to as Disney+) in Indonesia on September 5th. Indonesia became the first country in Southeast Asia to get this opportunity and number two in Asia after India.
Indonesia was chosen due to its large population and high potential for business development in this sector. Over the years, Indonesian consumers prefer television as their primary medium. According to Statista, it is estimated that in 2020 there will be around 35.9 million users of Indonesia’s VOD services (13% of the population) who will contribute up to $275 million (around 4 trillion Rupiah) of revenue this year. The annual increase in these two metrics is quite healthy and there is still room for growth.
In addition, the fact that the Covid-19 pandemic has accelerated the adoption of VOD services becomes one of the main entertainment sources of the community.
In order to support its business in Indonesia, Disney+ partners with Telkomsel (Telkom Group) as the launching partner. This service also made a breakthrough with the availability of more than 300 local content, including the exclusive ones. They understand the value of product localization to attract consumers in this competitive market.
Telkom Group as the first local partner
Disney+ applies a different approach. In contrary to Netflix, which is confident without any special ceremonial yet offers easy payments outside of debit and credit cards, they try to be more “down to earth”.
In order to reach a wider audience, Disney+ partners with Telkom Group, Telkomsel in particular, as a launching partner. Interestingly, the largest state-owned telco company in Indonesia had blocked Netflix on its network for about 4.5 years for business reasons.
Consumers have an alternative way of paying for services, by charging credit/carrier billing, facilitated with a very competitive first 3-month subscription fee (read: very cheap).
Telkomsel users can enjoy a Pre-Order Special Offer for IDR 15,000 for one month or IDR 30,000 for three months. In addition, Disney+ subscribers can subscribe to Rp39 thousand per month or Rp199 thousand per year.
The price offered by Disney + is clearly competitive compared to other global and regional services. This price is more affordable than the cheapest Netflix package (mobile package) and slightly different from the package offered by Viu.
Then, Disney+ playbook is quite down to earth around here. They understand that Indonesian consumers are very price-sensitive, especially for tertiary services like VOD.
“Indonesia’s dynamic and tech-savvy population has a passion for quality local entertainment content and is also home to some of the biggest Disney fans in the region. We are confident by working with Telkomsel, Disney + Hotstar [..] can capture lots of Indonesian viewers,” Uday Shankar, President of The Walt Disney Company Asia Pacific said.
Original content
The presence of original content, which adapts to local trends, is one of the keys to seizing the Indonesian market. While not unique, Disney+ tries the same approach in a different way.
They tried to present more than 300 Indonesian films. There are seven new Indonesian films to be released exclusively. In particular, Disney+ announced a collaboration with Bumilangit Cinematic Universe (BCU). Through this collaboration, Bumilangit will later be broadcast on its service streaming channel after rolling in theaters.
BCU, often referred to as the Indonesian Avengers, is a storyline that is connected to one another based on characters who are members of Bumilangit, a leading character-based entertainment company in Indonesia that manages more than 1000 characters created by many legendary Indonesian comic artists. BCU made its debut with Gundala which was among the top 10 highest-grossing films in Indonesia last year.
Tight competition in VOD sector
The natural selection occured in the VOD segment, especially in this year, proves that the VOD platform competition is quite intense in the region – including in Indonesia. Hooq was forced to close services, whereas iflix had to sell its business to Chinese digital giant Tencent.
However, this momentum is an opportunity for VOD players to better understand the character Indonesian consumers. Currently, it is a fact that the top three VOD segments in Indonesia are controlled by Viu, Netflix, and Vidio. The three of them carry different segmentations.
Viu represents the audience-oriented in Asia, especially South Korea. Netflix represents global content viewers (although most of them are still dominated by Hollywood content), while Vidio has strength in the local and sports segments.
It is intriguing to observe how compatible Disney+ will be to compete with existing players. The recipe they brought was just about right: availability of local content, a down-to-earth payment system, affordable prices, and engaging global content.
We are waiting for the execution of this recipe to spoil the eyes of the Indonesian audience.
– Amir Karimuddin contributed to the writing of the original article in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Disney mengumumkan langkah strategis pertengahan bulan Agustus ini dengan meluncurkan layanan Video on Demand (VOD) Disney+ Hotstar (selanjutnya disebut Disney+) di Indonesia pada tanggal 5 September mendatang. Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mendapatkan kesempatan ini dan nomor kedua di Asia setelah India.
Indonesia dipilih karena besarnya populasi dan tingginya potensi pengembangan bisnis di sektor ini. Selama bertahun-tahun, konsumen Indonesia telah memilih televisi sebagai media primernya. Menurut data Statista, diperkirakan tahun 2020 ini ada sekitar 35,9 juta pengguna layanan VOD Indonesia (13% penduduk) yang menyumbang pendapatan hingga $275 juta (sekitar 4 triliun Rupiah) tahun ini. Peningkatan kedua metrik ini per tahunnya cukup sehat dan masih ada ruang yang luas untuk bertumbuh.
Belum lagi fakta bahwa pandemi Covid-19 mengakselerasi adopsi layanan VOD sebagai salah satu hiburan utama masyarakat.
Untuk mendukung usahanya di Indonesia, Disney+ menggandeng Telkomsel (Telkom Group) sebagai partner launching. Layanan ini juga melakukan terobosan dengan ketersediaan lebih dari 300 konten lokal, termasuk yang bersifat eksklusif. Mereka memahami pentingnya pelokalan produk untuk menggaet konsumen di pasar yang kompetitif ini.
Telkom Group jadi partner lokal
Disney+ mencoba tampil beda. Dibandingkan Netflix, yang percaya diri hadir tanpa seremonial khusus dan belum menawarkan kemudahan pembayaran di luar kartu debit dan kredit, mereka berusaha lebih “membumi”.
Untuk menjangkau khalayak yang lebih luas, Disney+ menggandeng Telkom Group, khususnya Telkomsel, sebagai mitra peluncuran. Menariknya, BUMN telekomunikasi terbesar di Indonesia ini pernah memblok Netflix di jaringannya selama sekitar 4,5 tahun dengan alasan bisnis.
Konsumen memiliki alternatif cara membayar layanan, dengan potong pulsa / carrier billing, dan dipermanis dengan biaya langganan 3 bulan pertama yang sangat kompetitif (baca: sangat murah).
Pelanggan Telkomsel dapat menikmati Pre-Order Special Offer seharga Rp15.000 untuk satu bulan atau Rp30.000 untuk tiga bulan. Selain itu, pelanggan Disney+ umum bisa berlangganan dengan harga Rp39 ribu per bulan atau Rp199 ribu per tahun.
Harga yang ditawarkan Disney+ ini jelas kompetitif jika dibanding layanan global dan regional lainnya. Harga ini lebih terjangkau dibanding paket termurah Netflix (paket mobile) dan hanya berbeda sedikit dibanding paket yang ditawarkan Viu.
Lagi-lagi playbook Disney+ lebih membumi di sini. Mereka paham konsumen Indonesia sangat sensitif dengan harga, apalagi untuk layanan tersier seperti VOD ini.
“Populasi Indonesia yang dinamis dan paham teknologi memiliki keinginan yang besar untuk konten hiburan lokal yang berkualitas, dan juga rumah bagi beberapa penggemar Disney terbesar di wilayah tersebut. Kami yakin bahwa dengan bekerja sama dengan Telkomsel, Disney+ Hotstar [..] akan memikat pemirsa di Indonesia,” kata Uday Shankar, President The Walt Disney Company Asia Pasifik.
Konten original
Kehadiran konten original, yang menyesuaikan tren dan selera lokal, menjadi salah satu kunci untuk merebut pasar Indonesia. Meski tidak unik, Disney+ mencoba pendekatan yang sama dengan cara yang berbeda.
Mereka mencoba menghadirkan lebih dari 300 film Indonesia. Terdapat tujuh film baru Indonesia yang akan dirilis secara eksklusif. Secara khusus Disney+ mengumumkan kolaborasi dengan Bumilangit Cinematic Universe (BCU). Melalui kerja sama ini, nantinya Bumilangit akan ditayangkan di kanal streaming layanannya setelah penayangan di bioskop.
BCU, sering disebut sebagai Avengers-nya Indonesia, merupakan jalinan cerita yang tersambung satu sama lain dibuat berdasarkan karakter yang tergabung di Bumilangit, sebuah perusahaan hiburan berbasis karakter terdepan di Indonesia yang mengelola sekitar 1000 lebih karakter ciptaan banyak komikus legendaris Indonesia. BCU memulai debutnya dengan Gundala yang termasuk dalam jajaran 10 film terlaris di Indonesia tahun lalu.
Persaingan ketat pemain VOD
Seleksi alam yang terjadi di segmen VOD, khususnya tahun ini, membuktikan bahwa ketatnya persaingan platform VOD di regional–termasuk di Indonesia. Hooq terpaksa menutup layanan, sedangkan iflix harus menjual bisnisnya ke raksasa digital Tiongkok Tencent.
Meskipun demikian, momentum ini justru menjadi kesempatan bagi para pemain VOD untuk lebih memahami karakter konsumen di Indonesia. Saat ini bisa dibilang tiga besar segmen VOD di Indonesia dikuasai oleh Viu, Netflix, dan Vidio. Ketiganya mengusung segmentasi berbeda.
Viu mewakili penonton yang berkiblat di Asia, khususnya Korea Selatan. Netflix mewakili penonton konten global (meski sebagian besar masih dikuasai konten Hollywood), sedangkan Vidio memiliki kekuatan di segmen lokal dan olahraga.
Menarik untuk diamati, bagaimana nantinya penerimaan Disney+ untuk bersaing dengan para pemain yang sudah ada. Resep yang mereka bawa sebenarnya sudah cocok: ketersediaan konten lokal, sistem pembayaran yang membumi, harga terjangkau, dan konten global yang menarik.
Kita tunggu eksekusi resep ini untuk memanjakan mata penonton Indonesia.
– Amir Karimuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Disney eventually announced its streaming service in Indonesia. With the same brand as its presence in India, “Disney+ Hotstar”, Indonesian users will be able to enjoy the video streaming application per September 5th, 2020.
There is no further information, including subscription fees or specific collaboration with local partners. However, Telkomsel had previously launched a customer survey related to their interests and responses if Disney + rolled in Indonesia and accessible through Telkomsel’s special package.
In contact with Disney Indonesia representatives, the company is yet to reveal any detailed information for the new platform. They only announced a statement made earlier by Disney CEO, Bob Chapek during a 2020’s third-quarter business exposure, mentioning the plan to launch Disney+ Hotstar service in Indonesia (including in 9 countries outside the United States that were targeted market share).
Previously, the company is said to reach 60.5 million Disney+ customers as of August 3, 2020, after reaching 57.5 million customers at the end of the third quarter, in June 2020. The number increased by 6 million customers from the 54.5 million the company reported on 4 May in the second quarter.
Streaming service competition in Indonesia
In a previous article, DailySocial observed the popular streaming platform in Indonesia. Currently there are dozens of applications that provide similar services. The thing is, it’s a matter of content diversification.
Regarding consumer interest in Indonesia, based on our survey, respondent’s preference on choosing streaming services is based on several factors: easy access (87%), lots of contents (81%), promos (54%), and subscription fees (48%).
The presence of Disney+ Hotstar will be quite prominent, seen from the trends and interests of the Indonesian people who are quite enthusiastic about trying the new US-based video streaming platform.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Disney akhirnya mengumumkan rencana kehadiran layanan streaming mereka di Indonesia. Mengusung merek yang sama dengan kehadirannya di India, yakni “Disney+ Hotstar”, pengguna di Indonesia akan bisa mulai menikmati aplikasi video streaming tersebut per 5 September 2020 mendatang.
Belum ada info lain yang disampaikan, termasuk biaya berlangganan atau kerja sama khusus yang digalakkan bersama mitra lokal. Namun, sebelumnya Telkomsel telah meluncurkan survei kepada pelanggan, terkait dengan minat dan respons mereka jika Disney+ meluncur di Indonesia dan bisa diakses melalui paket khusus di Telkomsel.
DailySocial telah menghubungi perwakilan Disney Indonesia, pihaknya masih enggan merinci rencana kehadiran platform baru tersebut. Mereka hanya menyuguhkan pernyataan yang sebelumnya disampaikan CEO Disney Bob Chapek dalam pemaparan bisnis kuartal ketiga 2020, yang mengatakan rencana peluncuran layanan Disney+ Hotstar di Indonesia (termasuk dalam 9 negara di luar Amerika Serikat yang jadi target pangsa pasar).
Sebelumnya, perusahaan mengungkapkan telah mencapai 60,5 juta pelanggan Disney+ per 3 Agustus 2020, setelah mencapai 57,5 juta pelanggan pada akhir kuartal ketiga pada Juni 2020. Jumlah tersebut meningkat 6 juta pelanggan dari 54,5 juta yang dilaporkan perusahaan pada 4 Mei di kuartal kedua.
Perang layanan streaming di Indonesia
Dalam tulisan sebelumnya, DailySocial mencoba mengulas platform streaming populer di Indonesia. Saat ini ada puluhan aplikasi yang suguhkan layanan serupa. Yang menjadi menarik adalah soal diversifikasi konten yang coba diberikan.
Terkait minat konsumen di Indonesia, berdasarkan survei yang kami jalankan, konsiderasi responden memilih layanan streaming didasarkan pada beberapa faktor: kemudahan akses (87%), kelengkapan konten (81%), promo (54%), dan biaya langganan (48%).
Kehadiran Disney+ Hotstar menjadi menarik untuk diikuti, dilihat dari tren serta minat dari masyarakat Indonesia yang cukup antusias mencoba platform video streaming baru yang berasal dari Amerika Serikat.