Tag Archives: Disney Plus Hotstar

Opportunities for Disney+ Hotstar Platform in Indonesia

Disney announced a strategic move in mid-August by launching Disney+ Hotstar’s Video on Demand (VOD) service (referred to as Disney+) in Indonesia on September 5th. Indonesia became the first country in Southeast Asia to get this opportunity and number two in Asia after India.

Indonesia was chosen due to its large population and high potential for business development in this sector. Over the years, Indonesian consumers prefer television as their primary medium. According to Statista, it is estimated that in 2020 there will be around 35.9 million users of Indonesia’s VOD services (13% of the population) who will contribute up to $275 million (around 4 trillion Rupiah) of revenue this year. The annual increase in these two metrics is quite healthy and there is still room for growth.

In addition, the fact that the Covid-19 pandemic has accelerated the adoption of VOD services becomes one of the main entertainment sources of the community.

In order to support its business in Indonesia, Disney+ partners with Telkomsel (Telkom Group) as the launching partner. This service also made a breakthrough with the availability of more than 300 local content, including the exclusive ones. They understand the value of product localization to attract consumers in this competitive market.

Telkom Group as the first local partner

Gandeng Telkomsel, operator telekomunikasi terbesar di Indonesia
Disney+ Hotstar partners with Telkomsel as a launching partner

Disney+ applies a different approach. In contrary to Netflix, which is confident without any special ceremonial yet offers easy payments outside of debit and credit cards, they try to be more “down to earth”.

In order to reach a wider audience, Disney+ partners with Telkom Group, Telkomsel in particular, as a launching partner. Interestingly, the largest state-owned telco company in Indonesia had blocked Netflix on its network for about 4.5 years for business reasons.

Consumers have an alternative way of paying for services, by charging credit/carrier billing, facilitated with a very competitive first 3-month subscription fee (read: very cheap).

Telkomsel users can enjoy a Pre-Order Special Offer for IDR 15,000 for one month or IDR 30,000 for three months. In addition, Disney+ subscribers can subscribe to Rp39 thousand per month or Rp199 thousand per year.

The price offered by Disney + is clearly competitive compared to other global and regional services. This price is more affordable than the cheapest Netflix package (mobile package) and slightly different from the package offered by Viu.

Then, Disney+ playbook is quite down to earth around here. They understand that Indonesian consumers are very price-sensitive, especially for tertiary services like VOD.

“Indonesia’s dynamic and tech-savvy population has a passion for quality local entertainment content and is also home to some of the biggest Disney fans in the region. We are confident by working with Telkomsel, Disney + Hotstar [..] can capture lots of Indonesian viewers,” Uday Shankar, President of The Walt Disney Company Asia Pacific said.

Original content

 Joko Anwar, Christine Hakim, Dimas Anggara, dan Jefri Nichol dari BLU
Joko Anwar, Christine Hakim, Dimas Anggara, and Jefri Nichol from BCU

The presence of original content, which adapts to local trends, is one of the keys to seizing the Indonesian market. While not unique, Disney+ tries the same approach in a different way.

They tried to present more than 300 Indonesian films. There are seven new Indonesian films to be released exclusively. In particular, Disney+ announced a collaboration with Bumilangit Cinematic Universe (BCU). Through this collaboration, Bumilangit will later be broadcast on its service streaming channel after rolling in theaters.

BCU, often referred to as the Indonesian Avengers, is a storyline that is connected to one another based on characters who are members of Bumilangit, a leading character-based entertainment company in Indonesia that manages more than 1000 characters created by many legendary Indonesian comic artists. BCU made its debut with Gundala which was among the top 10 highest-grossing films in Indonesia last year.

Tight competition in VOD sector

The natural selection occured in the VOD segment, especially in this year, proves that the VOD platform competition is quite intense in the region – including in Indonesia. Hooq was forced to close services, whereas iflix had to sell its business to Chinese digital giant Tencent.

However, this momentum is an opportunity for VOD players to better understand the character Indonesian consumers. Currently, it is a fact that the top three VOD segments in Indonesia are controlled by Viu, Netflix, and Vidio. The three of them carry different segmentations.

Viu represents the audience-oriented in Asia, especially South Korea. Netflix represents global content viewers (although most of them are still dominated by Hollywood content), while Vidio has strength in the local and sports segments.

It is intriguing to observe how compatible Disney+ will be to compete with existing players. The recipe they brought was just about right: availability of local content, a down-to-earth payment system, affordable prices, and engaging global content.

We are waiting for the execution of this recipe to spoil the eyes of the Indonesian audience.


Amir Karimuddin contributed to the writing of the original article in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Menggandeng Telkom Group dan dan bejibun konten lokal, Disney+ Hotstar Indonesia memiliki peluang mengakuisisi konsumen Indonesia dengan resep yang jitu

Peluang Platform VOD Disney+ Hotstar di Indonesia

Disney mengumumkan langkah strategis pertengahan bulan Agustus ini dengan meluncurkan layanan Video on Demand (VOD) Disney+ Hotstar (selanjutnya disebut Disney+) di Indonesia pada tanggal 5 September mendatang. Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mendapatkan kesempatan ini dan nomor kedua di Asia setelah India.

Indonesia dipilih karena besarnya populasi dan tingginya potensi pengembangan bisnis di sektor ini. Selama bertahun-tahun, konsumen Indonesia telah memilih televisi sebagai media primernya. Menurut data Statista, diperkirakan tahun 2020 ini ada sekitar 35,9 juta pengguna layanan VOD Indonesia (13% penduduk) yang menyumbang pendapatan hingga $275 juta (sekitar 4 triliun Rupiah) tahun ini. Peningkatan kedua metrik ini per tahunnya cukup sehat dan masih ada ruang yang luas untuk bertumbuh.

Belum lagi fakta bahwa pandemi Covid-19 mengakselerasi adopsi layanan VOD sebagai salah satu hiburan utama masyarakat.

Untuk mendukung usahanya di Indonesia, Disney+ menggandeng Telkomsel (Telkom Group) sebagai partner launching. Layanan ini juga melakukan terobosan dengan ketersediaan lebih dari 300 konten lokal, termasuk yang bersifat eksklusif. Mereka memahami pentingnya pelokalan produk untuk menggaet konsumen di pasar yang kompetitif ini.

Telkom Group jadi partner lokal

Gandeng Telkomsel, operator telekomunikasi terbesar di Indonesia
Disney+ Hotstar menggandeng Telkomsel sebagai mitra peluncuran

Disney+ mencoba tampil beda. Dibandingkan Netflix, yang percaya diri hadir tanpa seremonial khusus dan belum menawarkan kemudahan pembayaran di luar kartu debit dan kredit, mereka berusaha lebih “membumi”.

Untuk menjangkau khalayak yang lebih luas, Disney+ menggandeng Telkom Group, khususnya Telkomsel, sebagai mitra peluncuran. Menariknya, BUMN telekomunikasi terbesar di Indonesia ini pernah memblok Netflix di jaringannya selama sekitar 4,5 tahun dengan alasan bisnis.

Konsumen memiliki alternatif cara membayar layanan, dengan potong pulsa / carrier billing, dan dipermanis dengan biaya langganan 3 bulan pertama yang sangat kompetitif (baca: sangat murah).

Pelanggan Telkomsel dapat menikmati Pre-Order Special Offer seharga Rp15.000 untuk satu bulan atau Rp30.000 untuk tiga bulan. Selain itu, pelanggan Disney+ umum bisa berlangganan dengan harga Rp39 ribu per bulan atau Rp199 ribu per tahun.

Harga yang ditawarkan Disney+ ini jelas kompetitif jika dibanding layanan global dan regional lainnya. Harga ini lebih terjangkau dibanding paket termurah Netflix (paket mobile) dan hanya berbeda sedikit dibanding paket yang ditawarkan Viu.

Lagi-lagi playbook Disney+ lebih membumi di sini. Mereka paham konsumen Indonesia sangat sensitif dengan harga, apalagi untuk layanan tersier seperti VOD ini.

“Populasi Indonesia yang dinamis dan paham teknologi memiliki keinginan yang besar untuk konten hiburan lokal yang berkualitas, dan juga rumah bagi beberapa penggemar Disney terbesar di wilayah tersebut. Kami yakin bahwa dengan bekerja sama dengan Telkomsel, Disney+ Hotstar [..] akan memikat pemirsa di Indonesia,” kata Uday Shankar, President The Walt Disney Company Asia Pasifik.

Konten original

 Joko Anwar, Christine Hakim, Dimas Anggara, dan Jefri Nichol dari BLU
Joko Anwar, Christine Hakim, Dimas Anggara, dan Jefri Nichol dari BCU

Kehadiran konten original, yang menyesuaikan tren dan selera lokal, menjadi salah satu kunci untuk merebut pasar Indonesia. Meski tidak unik, Disney+ mencoba pendekatan yang sama dengan cara yang berbeda.

Mereka mencoba menghadirkan lebih dari 300 film Indonesia. Terdapat tujuh film baru Indonesia yang akan dirilis secara eksklusif. Secara khusus Disney+ mengumumkan kolaborasi dengan Bumilangit Cinematic Universe (BCU). Melalui kerja sama ini, nantinya Bumilangit akan ditayangkan di kanal streaming layanannya setelah penayangan di bioskop.

BCU, sering disebut sebagai Avengers-nya Indonesia, merupakan jalinan cerita yang tersambung satu sama lain dibuat berdasarkan karakter yang tergabung di Bumilangit, sebuah perusahaan hiburan berbasis karakter terdepan di Indonesia yang mengelola sekitar 1000 lebih karakter ciptaan banyak komikus legendaris Indonesia. BCU memulai debutnya dengan Gundala yang termasuk dalam jajaran 10 film terlaris di Indonesia tahun lalu.

Persaingan ketat pemain VOD

Seleksi alam yang terjadi di segmen VOD, khususnya tahun ini, membuktikan bahwa ketatnya persaingan platform VOD di regional–termasuk di Indonesia. Hooq terpaksa menutup layanan, sedangkan iflix harus menjual bisnisnya ke raksasa digital Tiongkok Tencent.

Meskipun demikian, momentum ini justru menjadi kesempatan bagi para pemain VOD untuk lebih memahami karakter konsumen di Indonesia. Saat ini bisa dibilang tiga besar segmen VOD di Indonesia dikuasai oleh Viu, Netflix, dan Vidio. Ketiganya mengusung segmentasi berbeda.

Viu mewakili penonton yang berkiblat di Asia, khususnya Korea Selatan. Netflix mewakili penonton konten global (meski sebagian besar masih dikuasai konten Hollywood), sedangkan Vidio memiliki kekuatan di segmen lokal dan olahraga.

Menarik untuk diamati, bagaimana nantinya penerimaan Disney+ untuk bersaing dengan para pemain yang sudah ada. Resep yang mereka bawa sebenarnya sudah cocok: ketersediaan konten lokal, sistem pembayaran yang membumi, harga terjangkau, dan konten global yang menarik.

Kita tunggu eksekusi resep ini untuk memanjakan mata penonton Indonesia.


Amir Karimuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini