Tag Archives: display

Samsung Singkap Eco² OLED, Lebih Irit Daya daripada OLED Tradisional Sekaligus Lebih Ramah Lingkungan

Terlepas dari segala penyempurnaan yang Samsung terapkan pada Galaxy Z Fold3, salah satu hal yang paling mencuri perhatian mungkin adalah fakta bahwa ponsel tersebut merupakan ponsel pertama Samsung yang dilengkapi teknologi kamera di balik layar. Guna mewujudkannya, Samsung rupanya harus mengembangkan panel display jenis baru.

Panel anyar tersebut Samsung juluki Eco² OLED. Sesuai dugaan, label “Eco” pada namanya merujuk pada karakteristiknya yang lebih irit daya daripada panel OLED tradisional, sedangkan “²” melambangkan fungsi gandanya, dan semua ini Samsung realisasikan dengan mengeliminasi lapisan polarizer dari struktur layar OLED.

Secara umum, produsen menempatkan lapisan polarizer di antara panel OLED dan kaca layar demi mengurangi pantulan cahaya dari luar sekaligus meningkatkan kontras. Lapisan polarizer ini sering kali berwarna agak buram (opaque), sehingga panel OLED-nya harus memancarkan cahaya yang lebih terang. Alhasil, ada daya ekstra yang harus dikonsumsi.

Eco² OLED di sisi lain memanfaatkan struktur pixel yang unik untuk meminimalkan refleksi cahaya, sehingga lapisan polarizer pun tidak lagi dibutuhkan. Berhubung tidak ada polarizer, panel OLED-nya jadi tidak perlu bekerja lebih keras, dan Samsung percaya teknik ini mampu menghemat konsumsi daya hingga sebesar 25%.

Lalu apa hubungannya konsumsi daya yang lebih irit dengan teknologi kamera di bawah layar? Well, absennya lapisan polarizer ini rupanya juga meningkatkan transmisi cahaya hingga 33%. Secara teori, ini berarti cahaya bisa masuk ke sensor kamera di balik layarnya dalam jumlah yang lebih banyak, yang pada akhirnya dapat diterjemahkan menjadi hasil foto atau video yang lebih baik.

Fungsi keduanya, teknologi Eco² OLED juga dapat membantu mengurangi penggunaan plastik — yang terkandung dalam lapisan polarizer tadi — dan pada akhirnya membantu melestarikan Bumi. Sejauh ini Eco² OLED baru bisa ditemukan di Galaxy Z Fold3, namun Samsung sudah punya rencana untuk menggunakannya di lebih banyak produk ke depannya.

Sumber: SlashGear dan Samsung.

Teknologi Display MicroLED Besutan Samsung Bakal Dipakai dalam Studio Produksi Film

Serial The Mandalorian memopulerkan tren baru di industri perfilman lewat teknik produksi yang mengandalkan studio virtual. Ketimbang menggunakan green screen, tim produksi The Mandalorian justru membangun studio khusus dengan layar LED sebagai dinding sekaligus langit-langitnya, menyederhanakan alur produksi sekaligus memaksimalkan kemampuan akting masing-masing pemeran.

Tren ini membuka peluang bisnis baru bagi produsen panel display seperti Samsung. Baru-baru ini, Samsung mengumumkan kontrak kerja samanya dengan rumah produksi asal Korea Selatan, CJ ENM, untuk membangun studio produksi virtual yang dibekali teknologi MicroLED besutan Samsung.

Diumumkan di tahun 2018, salah satu keunggulan teknologi MicroLED adalah sifatnya yang modular, yang berarti teknologi ini dapat diaplikasikan menjadi display dalam berbagai bentuk dan ukuran. Dalam konteks studio film, MicroLED dapat diaplikasikan ke dinding atau langit-langit studio yang datar, cekung, ataupun cembung, menyesuaikan dengan rancangan internal studio itu sendiri.

Untuk display utamanya, Samsung dan CJ ENM sudah merencanakan display yang berbentuk oval, dengan diameter 20 meter dan tinggi sekitar 7 meter atau lebih. Kalau mau diukur, Samsung bilang panel ini mempunyai ukuran melebihi 1.000 inci, serta mampu menampilkan konten dalam resolusi maksimum 16K dan format HDR10+.

Juga tidak kalah penting adalah pilihan frame rate yang telah dioptimalkan untuk kebutuhan produksi film, termasuk halnya opsi-opsi populer macam 23,976 Hz, 29,97 Hz, maupun 59,94 Hz. Sebelum ini, CJ ENM juga sudah lebih dulu meneken kontrak kerja sama dengan Epic Games untuk memanfaatkan game engine Unreal Engine dalam proses produksinya, sama seperti yang dilakukan oleh tim produksi The Mandalorian.

Pengamat industri dari Göteborg Film Festival memprediksi bahwa proses produksi virtual semacam ini bakal menjadi standar baru di industri perfilman dalam lima tahun ke depan, dan Samsung pun bukan satu-satunya produsen panel display yang terlibat langsung sebagai pemasok teknologi display untuk studio produksi virtual.

Belum lama ini, Sony juga dikabarkan sudah mulai menggunakan teknologi Crystal LED besutannya dalam membangun studio virtual untuk rumah produksi mereka sendiri, Sony Pictures. Sony bahkan juga sempat membeli saham Epic Games senilai $250 juta.

Sumber: Engadget dan Samsung.

Proyektor 4K Terbaik, BenQ W2700

[Review] BenQ W2700: Proyektor 4K untuk Home Theater Enthusiast

Untuk menonton video, biasanya para enthusiast akan membeli sebuah TV berukuran besar dengan resolusi yang tinggi. Akan tetapi, sebuah TV dengan dimensi dan resolusi tinggi mengharuskan penggunanya untuk merogoh kocek yang lebih banyak lagi. Misalkan saja, sebuah TV dengan ukuran 86 inci dengan resolusi 4K akan memakan biaya sekitar 50-60 juta!

BenQ W2700 Proyektor 4K

4K mungkin merupakan resolusi minimal yang harus dimiliki oleh para enthusiast. Namun, harga TV berukuran besar tersebut juga tidaklah murah. Salah satu cara untuk meredam hal tersebut adalah dengan menggunakan proyektor. Saat ini, BenQ sudah memiliki produk Proyektor 4K yang memiliki tingkat ketajaman yang tinggi. Barangkali bisa jadi sebagai salah satu proyektor 4K terbaik di kelasnya saat ini.

Proyektor 4K tersebut bernama BenQ W2700. BenQ W2700 sendiri menggunakan teknologi DLP (Digital Light Processing) yang memiliki feature HDR10. Teknologi DLP yang digunakan menggunakan chipset buatan Texas Instrument.

BenQ W2700 Proyektor 4K - Shot

Selain HDR10, BenQ W2700 juga menawarkan rentang warna yang lebih luas dari RGB, yaitu DCI-P3. Hal ini akan membuat tampilan video akan setara dengan bioskop. Untuk mereka yang ingin menonton 3D, BenQ juga sudah menyediakan fasilitasnya.

BenQ W2700 memiliki spesifikasi sebagai berikut

Sistem Proyeksi DLP
Resolusi 3840 x 2160
Tingkat Kecerahan 2000 ANSI Lumens
Rasio Kontras 30.000:1
Daya Lampu 245 Watt
Speaker 2x 5W Chamber Speaker
Konsumsi daya Max 350 Watt
Dimensi 380 x 263 x 127 mm
Berat 4.2 kg

Proyektor 4K BenQ W2700 juga datang dengan sebuah remote control yang sangat mudah untuk dioperasikan. Remote control yang dimiliki oleh W2700 sudah memiliki LED sehingga dapat membantu pengguna untuk mengoperasikan pada saat lampu dimatikan. Remote ini pun juga cukup ergonomis saat digunakan.

Desain BenQ Proyektor 4K W2700

Saat dipegang, body dari BenQ Proyektor 4K W2700 ini terasa kokoh. Badannya ini sendiri terbuat dari plastik polikarbonat yang cukup tebal. Hal ini membuatnya terlihat cukup berbeda dengan kebanyakan proyektor yang ada dipasaran.

BenQ W2700 Proyektor 4K - Atas

Pada bagian atasnya terdapat tombol daya, back, menu, source, dan tombol empat arah beserta tombol OK. Semua tombol yang ada cukup mudah untuk ditekan.

Handle untuk mengatur lensa juga dapat dioperasikan dari sisi atas proyektor 4K ini. Pada kotak tersebut, pengguna bisa mengatur zoom yang diinginkan serta dapat melakukan fokus agar gambar menjadi tajam. Selain itu, terdapat dial untuk menyesuaikan lensa agar lebih ke atas atau ke bawah.

BenQ W2700 Proyektor 4K - Lens Dial

Pada bagian bawahnya terdapat tiga kaki. Setiap kaki yang ada dapat diputar untuk dinaikkan atau diturunkan agar dapat menyesuaikan dengan posisi tembakan cahaya. Hal ini tentunya akan memudahkan pengguna pada saat alas yang digunakan tidak lurus, sehingga gambar tidak miring.

Pada sisi-sisi proyektor 4K BenQ W2700 ini terdapat kipas yang memang sedikit bising pada saat digunakan. Akan tetapi saat menonton, suara tersebut akan tertutup dengan suara dari speaker internal yang ada pada proyektor 4K W2700 ini. Didalamnya, terdapat 2 buah speaker dengan daya 5 watt. Speaker yang ada juga memiliki suara yang keras, namun untuk lebih baiknya gunakanlah speaker tambahan yang memiliki suara lebih baik.

BenQ W2700 Proyektor 4K - Belakang

Pada bagian belakang BenQ W2700 terdapat beberapa port. Terdapat port audio 12v, RS-232, mini USB, USB 3.0 untuk media, dua buah HDMI, sebuah USB untuk upgrade firmware, SPDIF, audio out, serta power. Pembaca medianya sendiri bisa untuk menampilkan gambar, musik, dan video. Tentunya semua dapat berjalan lancar saat W2700 mengenali codec-nya.

BenQ W2700 Proyektor 4K - Remote

Remote bawaan dari BenQ W2700 memiliki banyak tombol. Tentunya, tombol-tombol itu akan lebih memudahkan dibandingkan dengan membuka menu dan memilih fungsinya satu-satu. Remote ini sendiri sudah dilengkapi dengan LED backlit, sehingga pengguna tidak akan salah tekan pada saat suasana ruangan tidak bercahaya.

Menu yang dimiliki oleh BenQ W2700 juga sangat mudah untuk dioperasikan. Yang perlu diperhatikan adalah pada saat W2700 dimatikan, semua setting akan kembali seperti semula. Oleh karena itu, pengguna harus melakukan setting kembali.

Pengujian

Oleh karena ditujukan untuk menonton video 4K, pihak BenQ pun juga meminjamkan kepada kami player Bluray untuk memutar 4K. Jadi, suasana yang kami coba akan sedekat mungkin dengan bioskop: lampu dimatikan, menonton bersama-sama, suara dari proyektor 4K itu sendiri, dan jarak antara dinding dengan proyektor kurang lebih dua setengah meter. Dimensi layar yang terbentuk seharusnya lebih dari monitor 100 inci.

Ada tiga buah video yang kami gunakan untuk menguji proyektor yang satu ini. Ketiganya merupakan film papan atas dengan resolusi 4K yang menampilkan adegan cepat.

BenQ W2700 Proyektor 4K - Ambience

Kesan pertama pada saat video dimainkan membuat kami berdecak kagum karena ketajamannya. Warna yang dipancarkan juga memiliki kontras yang sangat baik sehingga terasa bedanya saat menggunakan layar TV 50 inci, yang saat ini masih memiliki rentang warna RGB. HDR-nya pun juga langsung terasa dengan meningkatkan warna yang ada, terutama bagian yang terlihat gelap.

Saat menampilkan gambar muka seseorang, saya bisa melihat detail kumis dan bahkan pori-pori dari mukanya. Bahkan pada film Godzilla, detail kulit sang monster juga dapat dilihat dengan cukup baik. Hal ini tidak berbeda dengan film-film lain yang saya lihat.

BenQ W2700 Proyektor 4K - Low Light

Pada saat terkena cahaya, warna dari tembakan cahayanya memang akan sedikit memudar. Hal ini dapat ditanggulangi dengan mengubah set color gamut. Kadang dengan mematikan HDR juga dapat menolong meningkatkan gambar pada saat terkena cahaya lampu atau matahari. Hal ini tentu saja membuat para penggunanya harus sedikit membiasakan diri dengan suasana yang ada.

Pada saat memutar konten dengan resolusi FullHD, proyektor 4K BenQ W2700 secara otomatis akan menurunkan resolusinya. Mungkin beberapa orang yang menonton video 1080p pada W2700 akan bisa memperhatikan perbedaan gambarnya. Kelemahan dari sumber video resolusi FullHD dengan bitrate rendah pun akan cukup terlihat, seperti pada saat adanya gradasi warna akibat gambar asap yang tidak terlalu mulus.

BenQ W2700 Proyektor 4K -

Setting lampu pada proyektor 4K ini ada tiga, yaitu Normal, Eco, dan SmartEco. Pada saat kondisi ruangan gelap, gunakan saja antara Normal atau SmartEco. Eco akan membuat lampu lebih redup sehingga cukup gelap.

Suara yang keluar dari proyektor 4K ini memang sangat baik. Seringkali kami tidak menyangka bahwa suara sekeras dan cukup jernih tersebut keluar dari sebuah proyektor. Sayangnya, pada saat menonton konten 4K, seringkali suara terdengar terputus. Tentu saja, hal tersebut dikarenakan secara default, konten 4K akan mengeluarkan suara 7.1 yang kadang mematikan suara dari dua speaker utama. Oleh karena itu, ada baiknya untuk menggunakan sistem suara terpisah sehingga kenikmatan menonton akan lebih nyaman lagi.

Verdict

Para penggemar Home Theater yang ada saat ini mungkin sedang mencari perangkat penampil gambar dengan resolusi 4K. Selain membeli sebuah TV dengan dimensi besar yang bakal memakan biaya tinggi, proyektor juga dapat dijadikan bahan pertimbangan. Proyektor 4K Home Theater BenQ W2700 merupakan salah satu pilihan yang lebih terjangkau.

Instalasi proyektor 4K BenQ W2700 memang cukup mudah. Secara default, setingnya sudah bisa digunakan tanpa harus mengubah pilihan-pilihan yang ada. Setting warna yang cukup luas pun dapat mengakomodasi selera penggunanya dan kualitas gambar CinematicColor juga akan memanjakan para penikmat konten audio visual.

Gambar yang dipancarkan dari lampu proyektor 4K ini memiliki ketajaman yang baik. Warna yang dihasilkan juga bakal memukau karena sudah menggunakan DCI-P3. Selain itu, fasilitas HDR10 juga mampu membuat gambar lebih baik lagi.

BenQ menjual proyektor 4k untuk home theater ini dengan harga Rp. 35.000.000. Garansi yang diberikan mencakup dua tahun dan satu tahun untuk lampunya. Oleh karena itu, jika Anda membutuhkan proyektor 4K untuk kebutuhan home theater yang tajam dan memiliki warna yang sangat bagus, BenQ W2700 bisa dijadikan pilihan dalam daftar belanja Anda.

Rangkuman keunggulan proyektor 4K BenQ W2700:

  • HDR10
  • Slot ekspansi yang cukup lengkap
  • Gambar 4K yang tajam
  • Pengoperasian yang mudah
  • Remote dengan LED backlit
  • Suara speaker kencang
  • Kualitas gambar CinematicColor

OPPO Pamerkan Prototipe Smartphone dengan Layar Tanpa Tepi

OPPO punya sejumlah ide inovatif yang siap mereka implementasikan di segmen smartphone dalam waktu dekat. Yang pertama adalah kamera depan di balik layar, yang memungkinkan OPPO untuk menyuguhkan smartphone tanpa bezel, tapi tanpa harus mengandalkan notch ataupun kamera bermekanisme pop-up.

Yang kedua baru saja mereka umumkan, yakni teknologi display bertajuk “Waterfall Screen”. Dari kacamata sederhana, kita bisa menganggap Waterfall Screen sebagai layar tanpa tepi, sebab sisi kiri dan kanan panel layarnya memang melebar sampai ke bagian samping ponsel selagi membentuk sudut vertikal 88°.

OPPO Find X (kiri) disandingkan dengan prototipe ponsel Waterfall Screen (kanan) / OPPO
OPPO Find X (kiri) disandingkan dengan prototipe ponsel Waterfall Screen (kanan) / OPPO

OPPO bilang bahwa ini merupakan kelanjutan dari teknologi Panoramic Arc Screen yang mereka terapkan pada Find X. Jika dibandingkan dengan Find X yang memiliki rasio screen-to-body sebesar 93,8%, ponsel yang mengadopsi Waterfall Screen nantinya bisa mencatatkan rasio screen-to-body sebesar 96,3%. Aspect ratio-nya sendiri tercatat 22,9:9 apabila tepian lengkungannya juga ikut dihitung.

Dari sudut pandang lain, kita sebenarnya juga bisa menganggap Waterfall Screen sebagai versi lebih ekstrem dari layar milik Samsung Galaxy Note 9. Begitu ekstremnya, sampai-sampai Waterfall Screen tidak menyisakan sedikitpun ruang untuk tombol power maupun tombol volume, sedangkan pengguna Note 9 masih bisa menjumpai kedua tombol tersebut di sisi ponselnya masing-masing.

OPPO Waterfall Screen

Konsep desain seperti ini pasti memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Waterfall Screen diharapkan bisa menyajikan pengalaman visual yang lebih immersive, akan tetapi di saat yang sama OPPO juga harus memikirkan alternatif terhadap hilangnya tombol-tombol pada sisi samping smartphone itu tadi.

OPPO memang tidak menyebut kapan mereka berencana merilis smartphone dengan layar seperti ini. Namun kalau melihat sepak terjang OPPO selama ini, terbukti mereka sempat beberapa kali memamerkan prototipe perangkat berteknologi baru sebagai teaser atas ponsel unggulan barunya.

Sumber: The Verge.

Teknologi Layar E Ink Jenis Baru Janjikan Pengalaman Menulis Nyaris Tanpa Jeda

Selama ini kita mengenal teknologi layar E Ink sebagai display andalan perangkat e-reader macam Amazon Kindle. Namun belakangan E Ink juga dimanfaatkan sebagai medium untuk berkreasi lewat tablet seperti reMarkable dan Sony DPT-CP1.

Tren baru ini rupanya dilihat oleh E Ink Holdings selaku pemegang paten teknologi E Ink untuk mengembangkannya lebih lanjut. Buah pemikiran mereka melahirkan JustWrite, display E Ink jenis baru yang dirancang untuk memberikan pengalaman menulis atau menggambar yang begitu alami dan nyaris tanpa jeda (latency).

Rahasianya terletak pada absennya panel TFT pada JustWrite, sehingga komponen elektronik yang dibutuhkannya sangatlah minim (hanya untuk me-refresh layar ketika konten dihapus). Sebagai gantinya, semuanya dibebankan ke stylus, dan pada akhirnya coretan-coretan pengguna akan langsung muncul di layar secara instan.

E Ink bilang bahwa JustWrite dapat diproduksi dengan lebar sampai 90 cm, yang berarti ada peluang baginya untuk diimplementasikan menjadi pengganti papan tulis tradisional. Di saat yang sama, kelebihan-kelebihan layar E Ink standar juga tetap dipertahankan, di antaranya adalah kontras yang bagus, irit daya, serta durabilitas yang tinggi mengingat jenis bahannya dari plastik.

E Ink masih belum menyebutkan kapan JustWrite bakal diproduksi secara massal. Mereka sepertinya masih disibukkan dengan layar E Ink berwarna yang mulai diproduksi sejak bulan Agustus lalu, tapi baru untuk papan display digital, belum e-reader.

Sumber: The Verge dan Business Wire.

Samsung Tengah Mengembangkan Layar Smartphone yang Lentur dan Anti-Pecah

Saat ini para produsen smartphone sedang berlomba-lomba memperlebar rasio layar terhadap tubuh dengan maksud memaksimalkan penyajian konten tanpa membuat ukuran perangkat jadi bertambah besar. Tapi efek negatif dari upaya tersebut adalah semakin tereksposnya bagian terlemah di perangkat bergerak, yakni layar, terhadap hal-hal yang bisa membuatnya rusak.

Salah satu cara produsen meminimalkan dampak buruk dari insiden-insiden tak terduga pada layar smartphone ialah dengan menggunakan Corning Gorilla Glass. Di versi terbarunya, Corning mengklaim kaca mereka bisa menahan benturan saat terjatuh dari ketinggian 1,6m dengan persentase kesuksesan sebesar 80 persen. Namun Samsung telah menetapkan target yang lebih tinggi dari itu.

Sebuah teknologi display baru buatan Samsung dikabarkan sukses melewati uji daya tahan dengan standar yang ditetapkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Begitu tangguhnya panel ini, Samsung berani mengklaimnya sebagai layar ‘unbreakable‘. Kapabilitas begitu mengesankan sehingga selain bisa diaplikasikan pada perangkat komunikasi, display dapat dimanfaatkan di alat transportasi, edukasi hingga perlengkapan militer.

Proses tes dilakukan oleh para ahli di Underwriters Laboratories. Layar tersebut lulus uji coba jatuh dari ketinggian 1,2-meter sebanyak 26 kali. Bahkan saat tinggi drop test ditambah jadi 1,8-meter, display tidak meninggalkan bekas kerusakan – baik di bagian tengah ataupun samping. Panel juga berhasil melewati pengujian temperatur ekstrem serta bisa tetap bekerja normal setelah ditekuk. Lalu dalam video (bisa Anda simak di atas), layar unbreakable Samsung mampu menahan hantaman palu.

Rahasa layar tersebut terletak pada material penyusunnya. Ketika mayoritas display OLED masih mengusung kaca, panel baru Samsung memanfaatkan substrat plastik. Menurut keterangan Hojung Kim selaku GM Communication Team di Samsung Display Company, display berbahan plastik ‘reinforced‘ itu tak hanya cocok buat perangkat elektronik karena tangguh, tapi juga ringan, keras serta efektif dalam menyajikan konten digital karena karakteristiknya hampir serupa kaca.

Saat ini memang tersedia sejumlah pilihan smartphone bertema rugged. Namun karena difokuskan pada ketahanan tubuh; biasanya spesifikasi, desain ataupun kemampuan kameranya dinomor-duakan. Bayangkan jika kapabilitas ini bisa ditemukan di perangkat-perangkat populer yang stylish seperti Galaxy Note atau Galaxy S.

Samsung belum mengabarkan informasi mengenai apakah atau kapan mereka akan mulai menggunakan display plastik tangguh ini di produknya. Tapi terlepas dari premis ‘unbreakable flexible panel‘ itu, perlu kita sadari bahwa pengujian berstandar Departemen Pertahanan AS dilakukan dalam laboratorium. Performa penggunaan sehari-harinya boleh jadi berbeda.

Sumber: Samsung.

Google dan LG Pamerkan Prototipe Display VR Headset Beresolusi Sangat Tinggi

Setahun yang lalu, Google membeberkan rencananya untuk mengembangkan teknologi display beresolusi tinggi untuk VR headset. Untuk mewujudkannya, mereka menggandeng salah satu produsen panel OLED ternama. Dan sekarang kita tahu produsen yang dimaksud adalah LG, sebab Google sudah punya prototipenya, diumumkan melalui sebuah jurnal ilmiah.

Prototipe panel OLED berdimensi 4,3 inci ini mengemas resolusi sebesar 18 megapixel (3840 x 4800), sedikit di bawah yang mereka umumkan dulu, tapi setidaknya masih dengan angka kerapatan pixel setinggi 1.443 ppi. Lebih istimewa lagi, refresh rate-nya mencapai 120 Hz, dan sudut pandangnya cukup luas di angka 120 x 96 derajat.

Sebagai acuan, Google bilang bahwa penglihatan manusia bisa mencapai resolusi sebesar 9600 x 9000, dengan kerapatan pixel 2.183 ppi dan sudut pandang seluas 160 x 150 derajat. Prototipe buatan Google dan LG memang belum selevel itu, tapi setidaknya jauh di atas VR headset yang ada sekarang.

Prototipe panel OLED 4,3 inci beresolusi 18 megapixel yang dikembangkan Google dan LG / Wiley Online Library
Prototipe panel OLED 4,3 inci beresolusi 18 megapixel yang dikembangkan Google dan LG / Wiley Online Library

Contoh yang ada sekarang adalah HTC Vive Pro, yang masih gres dan menjanjikan kualitas display lebih superior ketimbang Vive orisinil. Display perangkat itu terdiri dari dua panel OLED 3,5 inci, masing-masing beresolusi 1440 x 1600 pixel (615 ppi). Refresh rate-nya pun cuma 90 Hz, dan sudut pandangnya tidak lebih dari 110 derajat.

Kendalanya, setidaknya untuk sekarang, adalah keterbatasan performa chipset perangkat mobile, di mana display yang terdiri dari dua panel 18 megapixel ini hanya bisa berjalan di refresh rate 75 Hz. Singkat cerita, display ini masih belum ideal untuk mobile VR headset, dan itulah mengapa Google dan LG masih enggan berbicara mengenai ketersediaannya.

Sumber: The Verge.

Samsung 3D Cinema LED Diklaim Dapat Mengatasi Masalah-Masalah yang Kita Jumpai di Bioskop 3D

Oktober lalu, Samsung meresmikan sebuah bioskop di Thailand yang menggunakan layar Cinema LED buatan mereka, menjadi yang pertama di kawasan Asia Tenggara. Cinema LED istimewa karena ukurannya tidak kalah besar dibanding layar bioskop biasa, akan tetapi kualitas gambarnya lebih superior ketimbang menggunakan proyektor tradisional.

Menurut Samsung, mereka yang sudah merasakan kecanggihan Cinema LED di depan matanya berkomentar bahwa sensasinya serasa menonton film 3D. Tentu saja kesan ini hanya sebatas ilusi, akan tetapi bisa terasa berkat kualitas gambar Cinema LED yang memang di atas rata-rata.

Samsung 3D Cinema LED

Sekarang, Samsung berniat mengubah ilusi tersebut menjadi kenyataan lewat 3D Cinema LED. Sekali lagi Samsung ingin menjabarkan keunggulan 3D Cinema LED dibanding bioskop 3D biasa, dan ini berkaitan dengan dua faktor yang sangat penting untuk sebuah display: tingkat kecerahan dan resolusi.

Samsung mengatakan bahwa bioskop 3D selama ini harus berkompromi soal kecerahan dan resolusi. Layarnya tidak cukup terang, dan ini semakin diperparah dengan diharuskannya penonton menggunakan kacamata 3D, sehingga sensasinya jadi seperti menonton menggunakan kacamata hitam. Problemnya tidak berhenti sampai di situ saja, sebab resolusinya juga turun ketika banyak terjadi crosstalk (gambar untuk mata kiri dan kanan ‘bertubrukan’).

Samsung 3D Cinema LED

3D Cinema LED dirancang untuk mengatasi masalah-masalah di atas. Layar dipastikan tetap terang meski dilihat dari balik kacamata 3D, dan resolusinya bisa dipertahankan berkat algoritma khusus untuk mengeliminasi crosstalk. Sebagai bonus, crosstalk yang minim ini juga membantu mengurangi rasa pusing yang terjadi ketika menonton film 3D.

Selebihnya, 3D Cinema LED masih mempertahankan segala kelebihan Cinema LED standar, utamanya distorsi yang minim meskipun penonton duduk di sisi kiri atau kanan teater. Sebelum diimplementasikan ke bioskop, 3D Cinema LED saat ini tengah dipamerkan di event Integrated Systems Europe yang dihelat di kota Amsterdam.

Sumber: Samsung.

Nvidia Singkap BFGD, Layar Gaming 4K Raksasa 120Hz

Gamer PC diberikan keleluasaan untuk menikmati hobinya itu di berbagai tempat: permainan bisa diakses secara tradisional di atas meja, dalam perjalanan, atau dari ruang kelarga. Tapi begitu Anda mencicipi lezatnya bermain di refresh rate tinggi, kembali ke 60Hz mungkin membuat kepala jadi pusing. Sayangnya belum ada HDTV yang didesain khusus buat gaming.

Nvidia sudah lama berupaya memperluas pengalaman gaming PC ke seluruh penjuru rumah dan secara portable lewat Grid serta Shield. Dan di ajang CES kali ini, perusahaan teknologi grafis asal Santa Clara itu menyingkap perangkat yang tidak kalah unik: Big Format Gaming Display, disingkat BFGD, yaitu layar berukuran raksasa yang dispesialisasikan buat menangani permainan video, menjanjikan kualitas 4K mutakhir.

Bagi gamer veteran, penamaan produk ini sangat menarik karena segera mengingatkan kita pada BFG9000, senjata pamungkas di permainan Doom. Seperti senjata legendaris itu, Big Format Gaming Display mempunyai ukuran sangat besar, mencapai 65-inci. Nvidia juga tak lupa membubuhkan berbagai teknologi yang memastikannya layak jadi perangkat gaming, dari mulai HDR, refresh rate 120Hz, G-Sync, hingga menanamkan fungsi Nvidia Shield.

BFGD 2

BFGD kabarnya dikerjakan secara kolaboratif oleh Nvidia dan AU Optronics selama lebih dari dua tahun. Layar ini menyuguhkan resolusi 4K ‘sempurna’ 3440x1440p dengan tingkat kecerahan maksimal di 1000-nit, ditunjang teknologi Quantum Dot Enhancement Films, color gamut berkualitas sinema DCI-P3, dan HDR yang dioptimalkan untuk PC. Semua ini dimanfaatkan agar BFGD dapat merespons input dengan sigap, menyajikan gambar yang tajam dan jernih, bebas dari blur, tearing dan stuttering.

Lalu saat fitur HDR-nya diaktifkan, teknologi grafis Nvidia di dalam diklaim sanggup menghidangkan kualitas visual high-dynamic range yang super-cerah senyata aslinya. Dan seperti monitor gaming high-end, BFGD juga ditopang teknologi rendah latency sehingga gerakan di permainan tersuguh mulus.

BFGD 1

Ketika tidak sedang bermain game PC, Anda bisa menggunakan fitur Shield built-in di sana untuk menonton video 4K HDR. Shield siap mendukung konten dari Amazon, HBO, Hulu, Netflix, serta YouTube, serta mengakses game-game Android dan kompatibel ke sistem rumah pintar. Tak cuma itu, BFGD turut menyimpan teknologi GeForce Now, GameStream, dan memungkinkan kita melakukan input via Google Assistant.

Proses produksi sepertinya tidak dilakukan oleh Nvidia sendirian. Produk gelombang pertama kabarnya akan dipasok oleh sejumlah perusahaan teknologi terkenal semisal Acer, Asus dan HP.

Nvidia belum mengungkap kapan BFGD akan dirilis dan berapa harga harganya, tapi kita boleh berasumsi angkanya berada di atas HDTV 65-inci standar.

Sumber: GeForce.

Samsung Pamerkan Bioskop Berlayar Cinema LED Pertama di Asia Tenggara

Sungguh beruntung warga Bangkok. Ibukota Negeri Gajah Putih itu resmi menjadi kota pertama di Asia Tenggara yang memiliki bioskop dengan layar Samsung Cinema LED. Ekspansi Samsung ini termasuk cepat, mengingat Cinema LED baru menjalani debutnya di Korea pada bulan Juli lalu.

Mengapa inovasi semacam ini penting? Karena konsumen pada dasarnya dapat menikmati tayangan blockbuster dalam ukuran yang masif tanpa mengorbankan kualitas visual sama sekali. Ini dikarenakan Cinema LED sama sekali tidak mengandalkan bantuan proyektor.

Dibandingkan TV, bioskop sederhananya cuma menang karena ukurannya yang bak raksasa dan sistem audio surround-nya yang memukau. Kualitas gambarnya (detail, warna dll) sendiri mungkin masih kalah dengan yang kita dapati di TV premium dikarenakan keterbatasan proyektor terhadap cahaya di sekitar.

Problem-problem yang dihadapi proyektor dapat diatasi oleh Cinema LED. Selain menyuguhkan gambar dalam resolusi 4K (4096 x 2160), Cinema LED secara default juga mendukung konten HDR yang belakangan sedang ngetren. Namun yang terpenting, tingkat kecerahan maksimumnya mencapai 500 nit – nyaris 10 kali lebih tinggi daripada proyektor tradisional – dan ini sama sekali tidak tergantung pada kondisi pencahayaan di sekitarnya.

Samsung Cinema LED Screen

Pada prakteknya, pengunjung bioskop Cinema LED akan mendapati kualitas visual jempolan, dengan reproduksi warna yang lebih baik dan hitam yang begitu pekat – satu hal yang mustahil dicapai dengan sistem proyektor tradisional. Tidak kalah penting, Cinema LED juga memiliki umur yang lebih panjang ketimbang proyektor.

Satu-satunya kekurangan Cinema LED adalah, ukurannya cuma 10,3 meter. Memang tidak semasif bioskop pada umumnya, tapi toh masih jauh lebih besar daripada TV rumahan, dan yang selalu perlu diingat, kualitas gambarnya tidak kalah.

Di Thailand, Samsung bekerja sama langsung dengan Major Cineplex Group – Cineplex 21-nya Thailand – dalam merombak satu studio berkapasitas 200 orang di Paragon Cineplex menjadi ‘panggung’ untuk Cinema LED. Teknologi ini dijadwalkan bakal merambah bioskop di negara-negara lain dalam beberapa tahun ke depan.

Sumber: Samsung.