Tag Archives: Dondy Bappedyanto

Biznet Gio rilis layanan NEO WEB, sebuah platform infrastruktur situs web untuk menjangkau pelaku usaha UMKM dan individu yang ingin bertransformasi digital

Biznet Gio Perkenalkan NEO WEB, Layanan Komputasi Awan untuk UMKM

Biznet Gio, anak usaha dari Biznet yang bergerak di bidang penyediaan layanan komputasi awan merilis NEO WEB, sebuah platform infrastruktur situs web untuk menjangkau pelaku usaha UMKM dan individu yang ingin bertransformasi digital. Potensi yang masih luas, terlebih momentum yang pas di tengah pandemi, memutuskan Biznet Gio untuk terjun ke segmen ini.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar hari ini (31/3), CEO Biznet Gio Dondy Bappedyanto menerangkan, NEO WEB adalah infrastruktur terintegrasi bagi UMKM dengan berbagai layanan yang lengkap dalam sebuah ekosistem. Selain performa dan kecepatan, diperlukan rasa aman pada diri pelanggan saat meletakkan datanya pada Biznet Gio.

“Kita lihat jumlah UMKM di Indonesia ada banyak sekali, kalau ingin melakukan transformasi digital sendiri biayanya akan besar sekali. Maka dari itu kami ingin bantu mereka percepat transformasi digital, apalagi sekarang masih pandemi jadi sudah seharusnya go digital,” kata Dondy.

NEO WEB sudah diluncurkan sejak Februari 2021, memiliki ragam fitur seperti NEO Web Hosting, NEO Dedicated Hosting, NEO Domain, NEO DNS, hingga NEO Web Space yang merupakan layanan pembuatan situs secara mandiri dengan model Graphical User Interface dan Drag & Drop. Harga yang dibanderol mulai dari Rp10 ribu per tahun untuk layanan NEO Domain dan Rp20 ribu per bulan untuk NEO Web Hosting.

Walau harga terjangkau, pada layanan NEO Web Hosting, pelanggan sudah mendapatkan nama domain, kapasitas yang besar untuk meletakkan situs web, hingga sertifikat Secure Socket Layer (SSL). Untuk kebutuhan yang lebih besar, pelanggan dapat upgrade ke layanan NEO Dedicated Hosting atau Cloud Server yang dimiliki Biznet Gio dengan merek NEO.

“Target kita ingin menjangkau UMKM yang butuh infrastruktur digital yang berkualitas dengan harga terjangkau karena banyak dari mereka yang ingin transformasi digital tapi bingung caranya bagaimana dan pakai layanan apa,” tambah VP Sales and Marketing Biznet Gio Cornelius Hertadi.

Diharapkan NEO WEB pada tahun ini dapat menjangkau pelanggan baru antara 80 ribu sampai 100 ribu pelaku UMKM, dari posisi saat ini 20 ribu UMKM.

Resmikan pusat data ketiga

Dalam waktu bersamaan, perusahaan juga mengumumkan kehadiran pusat data ketiga yang berlokasi di Banten untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang memerlukan fitur ketersediaan (availability) yang tinggi serta penyimpanan data pada lebih dari satu pusat data. Pusat data pertama dan kedua berada di Jakarta (MidPlaza) dan Jawa Barat (Technovillage, Cimanggis).

“Pengembangan pada pusat data ketiga yang terletak di Banten merupakan bentuk komitmen untuk menjadi pemain komputasi awan lokal yang dapat bersaing dengan pemain-pemain luar yang mulai berdatangan di Indonesia, dengan terus menghadirkan layanan dan fitur yang sesuai dengan standar industri,” tutur Dondy.

Keunggulan lain yang diusung Biznet Gio adalah konektivitas antar pusat data melalui jaringan tertutup (private network) sebesar 10 Gbps tanpa melewati jaringan internet, yang diberikan tanpa biaya tambahan ataupun instalasi tambahan kepada pelanggan.

Dari sisi lokasi, karena terletak di provinsi yang berbeda, pelanggan dapat membuat lingkungan produksi (production environment) pada satu pusat data dan lingkungan cadangan (backup environment) atau Disaster Recovery Site pada pusat data lain dari layanan Biznet Gio.

Sementara dari sisi keamanan, perusahaan baru mengantongi sertifikasi SOC Type II pada awal bulan ini yang menyatakan bahwa Biznet Gio telah menerapkan aspek trust service service categories untuk privasi dan keamanan pelanggan pada layanan komputasi yang ditawarkan. Sertifikasi ini melengkapi yang sebelumnya yakni ISO 27001 dan PCI-DSS.

Dondy menuturkan akan ada pusat data berikutnya yang sedang disiapkan perusahaan untuk menjangkau lebih banyak pelanggan. “Kami juga sedang mempersiapkan sertifikasi keamanan data tambahan lainnya.”

Saat ini perusahaan dan Biznet Group yang lain, tengah mempersiapkan Edge Computing untuk pemerataan akses konten digital di beberapa kota di Indonesia, yang diharapkan rampung pada akhir 2021.

“Dengan meningkatnya kebutuhan akses konten digital yang terjadi di seluruh daerah di Indonesia, kami ingin mendekatkan konten-konten tersebut kepada para pengguna dengan layanan Edge Computing yang sedang kami kembangkan saat ini. Harapannya pengguna internet di daerah akan merasakan pengalaman akses yang sama dengan pengguna yang ada di Jakarta,” tutup Dondy.

Aturan turunan belum mengakomodasi perihal pembayaran pajak dan pelaporan pendapatan untuk Penyelenggara Sistem Elektronik privat asing

Bisnis Pusat Data: Karena Semua Bisa Buat Awan

Pusat data punya peran esensial buat perusahaan, khususnya yang bergerak di teknologi. Karena Indonesia digadang-gadang sebagai negara ekonomi digital terpesat di Asia Tenggara, hal ini membuat perusahaan teknologi global ramai-ramai mengucurkan investasi untuk mendirikan bisnis pusat data.

Nominal dana yang mereka keluarkan tak tanggung-tanggung besarnya. Kabar teranyar datang dari Microsoft kabarnya siap menggelontorkan dana hingga $1 miliar untuk membangun data center. Kompetitornya, Amazon menyiapkan $2,5 miliar (membangun tiga pusat data akan beroperasi awal 2022) dan Google dalam waktu dekat akan merilis pusat di Indonesia, setelah diumumkan pada 2018.

Alibaba Cloud sudah lebih dahulu mendirikan pusat data pada 2018, delapan bulan kemudian merilis lokasi keduanya.

Kenapa mereka semua gencar bangun pusat data di Indonesia? Jawabannya secara praktis untuk memenuhi kebutuhan bisnis. Dari sisi regulasi, Indonesia dianggap lebih longgar dan terbuka untuk inovasi yang datang dari luar.

Dari sisi teknologi pun, pengalaman pengguna akan jauh lebih baik karena latensi rendah, biaya jauh lebih rumah, ada jaminan compliance dan keamanan, compute dan fitur prosesor, dan sebagai alternatif pemulihan bencana (disaster recovery). Semakin dekat mereka dengan pelanggan, maka akan semakin baik pelayanannya untuk kebutuhan aftersales.

Perusahaan pun dapat membawa variasi produk lainnya ke negara tersebut untuk menyesuaikan dengan permintaan di pasar. Sebab bila ditelaah lebih jauh, bisnis pusat data semakin beragam. Dalam komputasi awan, ada beberapa jenis penyimpanan data dari publik, privat dan hybrid. Masing-masing punya membutuhkan karakter dan risiko yang berbeda.

Kemudian, ada yang memfokuskan untuk cloud business process services (BPaaS), cloud application infrastructure services (PaaS), cloud application services (SaaS), cloud management and security services, dan cloud system infrastructure services (Iaas).

Tak hanya itu, layanan tersebut kini dibekali teknologi tertentu sebagai fitur untuk menyesuaikan kebutuhan perusahaan. Misalnya AI, analitik, IoT, dan edge computing. Seluruh inovasi ini, rata-rata sudah dikembangkan oleh pemain global agar dapat melayani seluruh segmen.

Secara strategis, ketiga perusahaan asal Amerika Serikat ini saling berkompetisi satu sama lain. Menurut laporan Catalys, seluruh perusahaan di seluruh dunia mengelontorkan dana $107 miliar untuk membangun infrastruktur komputasi awan pada 2019, naik 37% dari tahun lalu.

Menariknya, hampir sepertiga dari porsi ini dikuasai AWS sebagai pemimpin pasar komputasi awan dengan pangsa pasar 32,3% dari seluruh total belanja yang telah mereka keluarkan. Posisi kedua ditempati Microsoft Azure dengan pangsa pasar 16,8%, disusul Google Cloud 5,8%, Alibaba Cloud 4,9%, dan lainnya 40%.

Lainnya ini terdiri atas IBM, VMware, Hewlett Packard Enterprise, Cisco, Salesforce, Oracle, SAP, dan pemain lokal dari seluruh negara.

Sumber : Catalys
Sumber : Catalys

Karpet merah untuk pemain asing

Saat memimpin rapat terbatas tentang pusat data di Kantor Presiden pada Jumat (28/2), Presiden menyebut pusat data yang fokus dikembangkan di Indonesia akan mendatangkan banyak manfaat bagi perusahaan startup lokal yang saat ini masih banyak menggunakan pusat data di luar negeri.

Presiden tidak ingin Indonesia hanya menjadi pasar dan penonton bagi industri tersebut. Investasi pembangunan pusat data, menurutnya, harus memberikan nilai tambah dan transfer pengetahuan bagi Indonesia.

“Siapkan regulasinya termasuk yang mengatur soal investasi data center yang ingin masuk ke Indonesia. Kita juga harus memastikan investasi data center di Indonesia memberikan nilai tambah baik dalam pelatihan digital talent, pengembangan pusat riset, kerja sama dengan pemain nasional maupun sharing pengetahuan dan teknologi,” ucapnya.

Tim Microsoft bersama Bank Mandiri sebagai mitra perusahaan / Microsoft
Tim Microsoft bersama Bank Mandiri sebagai mitra perusahaan / Microsoft

Pernyataan Presiden keluar setelah pertemuannya dengan CEO Microsoft Satya Nadella yang datang ke Indonesia saat pagelaran Indonesia Digital Summit 2020. Presiden berjanji dalam waktu seminggu untuk merumuskan regulasi sederhana yang mendukung investasi berkaitan dengan data center.

Dalam seminggu lebih, meski di luar target, Menteri Kominfo Johnny G. Plate menerbitkan Rancangan Peraturan Menteri Kominfo (RPM) tentang Tata Kelola Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat telah selesai dan siap diserahkan ke Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM untuk proses penyusunan perundangan selanjutnya.

Aturan ini akan menjadi acuan bagi investor di bidang data dan komputasi awan. Seluruh isinya mengatur lebih teknis dari PP 71/2019 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). Dalam RPM, mengatur teknis hak dan kewajiban, mekanisme dan tata cara perizinaan, tugas, kewajiban, hak, termasuk sanksi.

Sebagai catatan, PP tersebut merupakan hasil revisi dari PP 82/2012. Salah satu pasal yang disebutkan adalah PSTE privat boleh melakukan pengelolaan, pemrosesan, dan/atau penyimpanan sistem elektronik dan data di luar negeri. Pasal kontroversial ini dianggap mencoreng semangat kedaulatan data.

“Data di sektor publik itu hanya 10 persen, berarti 90 persen data kita ada di sektor privat. Ini berarti 90 persen data kita lari ke luar Indonesia. Kalau sudah begitu bagaimana bisa melindungi dan menegakkan kedaulatan data kita ketika datanya di luar yurisdiksi,” terang Ketua Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) Alex Budiyanto.

Penolakan keras pemain lokal

Alex juga mempertanyakan kemudahan yang diberikan pemerintah untuk Microsoft dan kawan-kawan perusahaan asing, apakah karena Indonesia telah menjadi negara kapitalis.

“Kami cukup terkejut begitu mudahnya Presiden RI mengakomodasi permintaan dari Microsoft bahkan menjanjikan kurang dari seminggu regulasi yang diminta akan selesai. Kami belum pernah melihat dukungan yang sama diberikan kepada pemain lokal,” ujarnya dikutip dari CNNIndonesia.

Alex berharap seharusnya Jokowi bisa terlebih dahulu memikirkan nasib pemain di bisnis pusat data dan komputasi awan Indonesia. Seharusnya, Presiden membuat sebuah regulasi yang membuat kondisi lapangan usaha yang adil (a level playing field).

“Jangan sampai dengan hadirnya global player di Indonesia justru membuat ‘anak sendiri’ mati.”

Dalam draf RPM PSE Lingkup Privat, mendefinisikan Penyelenggara Sistem Elektronnik Lingkup Privat adalah penyelenggara Sistem Elektronik oleh orang, badan usaha, dan masyarakat.

Pendaftarannya harus memenuhi kriteria tertentu, salah satunya diatur/diawasi oleh Kementerian atau lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; punya portal, situs, atau aplikasi dalam jaringan internet yang digunakan untuk menyediakan, mengelola, mengoperasikan perdagangan barang dan/atau jasa, dan fungsi lainnya.

alibaba cloud
Alibaba Cloud lancarkan kegiatan khusus untuk startup Indonesia / Alibaba Cloud

Pengajuan pendaftaran PSE Lingkup Privat dilakukan melalui Online Single Submission (OSS). Ketentuan ini juga berlaku buat PSE asing yang melakukan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia.

Menurut draf, mereka hanya perlu menyampaikan informasi soal identitas PSE Lingkup Privat Asing, identitas pimpinan perusahaan dan/atau identitas penanggung jawab, dan surat keterangan domisili dan/atau akta pendirian perusahaan. Syarat legalnya cukup diterjemahkan dari penerjemah bersertifikat.

Draf juga tidak menyinggung pasal soal kewajiban membayar pajak untuk PSE asing sesuai dengan aturan berbisnis di Indonesia, ataupun kewajiban mencatatkan dan melaporkan pendapatan yang mereka peroleh dari Indonesia.

Dengan kata lain, isi draf ini sangat sederhana seperti yang disampaikan oleh Menteri Kominfo Johnny G Plate. Pada saat itu ia menyampaikan, Permen akan dibuat sesederhana mungkin untuk muluskan investasi perusahaan teknologi global yang ingin membangun pusat data di Indonesia.

Kendati demikian, pihak Kemenkominfo membuka konsultasi publik untuk meminta tanggapan dan masukan untuk penyempurnaan naskah hingga 26 Maret 2020.

Pada akhirnya berkolaborasi

DailySocial meminta tanggapan dari pemain sejenis dalam negeri untuk meminta tanggapannya terkait beleid ini. CEO Biznet Gio Cloud Dondy Bappedyanto enggan secara gamblang memberikan pandangannya.

Ia justru menilai dari kacamata bisnis, kehadiran pemain regional seperti Amazon, Google, dan Microsoft adalah peluang buat kolaborasi karena pasar pusat data dan komputasi awan ini punya model bisnis hyperscale.

Hyperscale mengacu pada sistem atau bisnis yang jauh melebih pesaing. Bisnis ini dikenal sebagai mekanisme pengiriman di balik sebagian besar web yang didukung cloud, yang merupakan 68% dari pasar layanan infrastruktur.

Layanan ini mencakup banyak layanan cloud yang hosted dan privat, ada IaaS dan PaaS. Mereka mengoperasikan pusat data besar, dengan masing-masing menjalankan ratusan ribu server hyperscale.

“Karena market hyperscaler dan kita itu sebenarnya beririsan. Ada yang punya irisan sendiri ada yang sharing irisan,” ujar Dondy.

Sejak tahun ini, Biznet Gio menggaet kemitraan dengan AWS dan Google Cloud. Ia mengaku hasil yang bisa diperoleh sejauh ini terbilang lumayan untuk layanan baru. “Sebenarnya lebih ke arah ekspansi market daripada survive. [Kalau] dapat market baru kenapa enggak kita berpartner saja.”

Ia melanjutkan, dengan mengambil posisi ini, Biznet Gio adalah sebagai komplementer. Bukan sebagai penantang langsung karena ia sadar ada perbedaan skala bisnis yang jauh. Sehingga dengan kemitraan, perusahaan bisa menggali lebih dalam solusi yang dibutuhkan pengguna cloud sehingga bisa memberikan solusi tepat guna.

Strategi lainnya adalah meningkatkan pelayanan agar pengguna tetap nyaman untuk memakai layanan Biznet Gio. “Penggunaan cloud pada awalnya ditujukan untuk efisiensi, bisa menjadi pemborosan bila cara menggunakannya tidak tepat. Jebakan ‘bayar jam-jam-an’ kadang menimbulkan nafsu untuk memakai teknologi atau konfigurasi yang sebenarnya tidak amat dibutuhkan.”

“Di sini, kami akan bertidak sebagai konsultan penggunaan cloud yang tepat guna untuk pelanggan, dari pengalaman yang sehari-hari kami hadapi,” pungkasnya.

Open Infra Day

Konferensi “Open Infra Day” Rekatkan Kolaborasi Komunitas dan Industri dalam Pengembangan Teknologi Sumber Terbuka

Seiring perkembangannya, perangkat keras/lunak berbasis sumber terbuka (open source) makin diminati oleh berbagai kalangan, termasuk korporasi. Pemanfaatannya sudah menyebar di berbagai lini, termasuk pada tingkatan infrastruktur — teknologi yang dimanfaatkan sering disebut dengan istilah “Open Source Infrastructure Software/Hardware” (Open Infra).

Kategori produk Open Infra sudah sangat beragam, mulai dari IaaS Cloud, Hypervision, Open Compute, Container, Storage Cluster, hingga Open Networking. Pengembangannya dilakukan secara terbuka oleh komunitas dan telah terbukti mumpuni untuk dijadikan fondasi operasional layanan TI.

Agar pengembangannya terus berlanjut, komunitas membutuhkan dukungan dan kontribusi dari industri. Sehingga sinergi mutualisme sangat berarti untuk diwujudkan. Hal tersebut yang turut diyakini Biznet Gio Cloud, sehingga menginisiasi konferensi bertajuk “Indonesia Open Infra Day”, mempertemukan kontributor open source dan berbagai pelaku industri.

Acara yang berlangsung pada 2 November 2019 di Surabaya tersebut menghadirkan berbagai diskusi membahas berbagai opsi kolaborasi yang dapat dilakukan komunitas dan industri. Selain itu dihadirkan juga sesi keynote speech hingga workshop, untuk memberikan pengetahuan baru bagi para peserta yang hadir.

Tema-tema krusial terkait dengan pemanfaatan teknologi yang makin masif di Indonesia juga dihadirkan. Sebut saja soal kedaulatan data yang disampaikan oleh CEO Biznet Gio Cloud Dondy Bappedyanto. Beragam pemateri dari sektor-sektor bisnis unggulan juga didatangkan, seperti EVP Digital Center of Excellence BRI Kaspar Situmorang yang menyampaikan tema pemanfaatan Open Infra untuk layanan keuangan mikro.

Menjadi konferensi Open Infra pertama di Indonesia, acara ini diharapkan meningkatkan kolaborasi antar pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengembangan dan pemanfaatan infrastruktur teknologi berbasis open source.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner konferensi Open Infra Day

Neo Cloud saat ini didukung fitur multi-region, memungkinkan layanan ditempatkan di dua atau lebih data center

Neo Cloud dari Biznet Gio Kini Dukung Fitur Multi-Region (UPDATED)

PT Biznet Gio Nusantara (Biznet Gio) meluncurkan fitur multi-region untuk layanan mereka Neo Cloud. Fitur baru ini memungkinkan layanan Neo Cloud beroperasi di atas dua atau lebih pusat data yang dimiliki Biznet Data Center yang saat ini berlokasi di Biznet Technovillage, Cimanggis, Jawa Barat dan Midplaza, Sudirman, Jakarta.

“Hari ini menjadi momentum bagi kami untuk kembali menegaskan komitmen Biznet dalam berinovasi, khususnya pada produk komputasi awan. Fitur terbaru ini hadir untuk memberikan keleluasaan serta membangun kepercayaan pelanggan dan kalangan industri dalam menggunakan layanan Biznet sebagai penyedia infrastruktur dan layanan teknologi terdepan di Indonesia,” terang Presiden Direktur Biznet Adi Kusuma.

Fitur multi-region yang ada di Neo Cloud adalah skema penanggulangan bencana (Disaster Recovery) yang bisa menjadi pilihan penting bagi pelaku industri yang membutuhkan tingkat ketersediaan layanan yang tinggi.  Fitur baru ini akan bekerja dengan mereplikaasi layanan atau aplikasi dalam dua mesin terpisah untuk meminimalkan dampak kerugian yang mungkin terjadi karena adanya kegagalan di salah satu region.

CEO Biznet Gio Cloud Dondy Bappedyanto menyebutkan bahwa hadirnya fitur multi-region pada Neo Cloud bisa menjadi langkah untuk meningkatkan standar penyedia layanan komputasi awan lokal untuk dapat meningkatkan daya saing dan tetap relevan dengan persaingan kelas dunia.

“Multi-region pada Neo Cloud merupakan fitur penting, terutama sebagai penyedia layanan komputasi awan untuk memberikan keamanan dan keandalan kepada pengguna di Indonesia. Saat ini pelanggan kami dapat secara komprehensif merancang kebutuhan infrastruktur di dua region yang berbeda, dan layanan tersebut dipastikan akan selalu tersedia. Hadirnya multi-region pada Neo Cloud turut meningkatkan standar penyedia layanan komputasi awan lokal untuk dapat meningkatkan daya saing, dan tetap relevan dengan persaingan kelas dunia, terlebih lagi karena data center-nya berada di Indonesia,” terang Dondy.

Pihak Biznet lebih jauh menjelaskan bahwa dengan arsitektur komputasi awan yang memiliki fitur multi-region pihaknya akan mampu memberikan dampak signifikan yang mendukung percepatan bisnis perusahaan. Fitur multi-region ini juga memungkinkan layanan yang didukung  Neo Cloud dapat tersedia secara konsisten (read and write access) dengan latensi yang sangat kecil, sesuatu yang membedakan dengan layanan yang tidak memiliki data center di Indonesia.

Sementara itu untuk rencana ke depan Dondy menyebutkan bahwa Biznet Gio Cloud akan terus berusaha memberikan value yang tidak kalah kompetitif dengan pemain luar. Mulai dari rencana instalasi data center ketiga di kuartal pertama 2019, peluncuran layanan Security Managed Service dan platform yang bisa mengakomodasi UKM seperti digital shop dan website-builder.

 

“Ketika sebuah perusahaan menargetkan ceruk pasar nasional, mempertimbangkan untuk memiliki layanan komputasi awan dengan arsitektur multi-region adalah keputusan positif. Demi keberlangsungan bisnis jangka panjang. Neo Cloud pun selalu hadir untuk terus mengiringi dan memberikan pengalaman terbaik menggunakan teknologi komputasi awan terkini. Layanan ini juga didukung oleh fasilitas jaringan broadband Biznet yang besar memberikan kenyamanan masalah latensi dan pelanggan tidak perlu memikirkan biaya soal interkoneksi,” tutup Dondy.

Update : Tambahan informasi mengenai rencana Biznet Gio Cloud ke depan.

Biznet Gio Hadirkan Platform Cloud untuk Pengembang Aplikasi “NEO Cloud”

Biznet Gio Nusantara meresmikan peluncuran NEO Cloud, platform komputasi awan berbasis open source di Indonesia. Platform ini menyasar pengembang aplikasi yang bekerja di segmen UKM, startup, hingga korporasi sebagai pengguna.

Sasaran pengguna ini cukup berbeda dengan pengguna Biznet Cloud selama ini yang berasal dari kalangan enterprise.

CEO Biznet Gio Dondy Bappedyanto menuturkan perusahaan meluncurkan platform komputasi awan baru karena banyak persepsi di pasar yang menganggap pemain cloud lokal masih tradisional dan layanannya hanya sekadar server saja. Lalu mereka dianggap tidak fleksibel dan hanya menyediakan metode penagihan per bulan.

Masyarakat juga menganggap pemain cloud lokal tidak bisa diandalkan, terlihat dari pemrosesannya yang lama dan rentan terkena gangguan. Isu terakhir adalah tidak terbuka karena hanya bisa diakses dan diatur dalam satu portal.

“Kita mau buat era baru, NEO Cloud itu kita buat secure by default. Kita tidak berikan akses password untuk masuk ke mesin, melainkan username dan sertifikat kunci. Jadi mesin tidak bisa diakses oleh siapapun yang tidak punya kunci,” terangnya, Rabu (1/11).

NEO Cloud dibangun dengan mengadopsi teknologi open source dari OpenStack dan diklaim sebagai layanan pertama yang menawarkan Multiple Availability Zone dan Multiple Region.

Multiple Regions NEO Cloud dibangun di dua pusat data yang dimiliki Biznet Data Center yang berlokasi di Technovillage (Cimanggis) dan Midplaza (Jakarta). Masing-masing region terdapat tiga Availabilty Zone. Jika terjadi kerusakan dalam salah satu Availability Zone, maka file akan langsung dialihkan ke Availability Zone lainnya.

Fitur dan layanan yang dihadirkan NEO Cloud di antaranya Virtual Compute, Flex Storage, Networks, dan Domain. Virtual Compute adalah layanan utama NEO Cloud, yang merupakan Infrastructure-as-a-Service (IaaS) memberikan kemudahan untuk mengatur kebutuhan skala komputasinya, mulai dari 1-32 core vCPU dengan RAM hingga 64 GB.

Sementara, Flex Storage diperuntukkan untuk penyimpanan dana, mencakup layanan Block Storage dan Object Storage. Block Storage terdiri dari Standard Performance yang memberikan performa kecepatan hingga 10 ribu IOPS dan High Performance dengan kecepatan dari 30 ribu IOPS sampai 10 ribu IOPS.

Untuk Object Storage, NEO Cloud menjamin kompatibilitas dengan standar industri S3 dari Amazon Web Service.

Adapun desain UI/UX dari layanan dibuat ringkas dan nyaman, memudahkan pengguna merancang, menjelajah, dan membangun berbagai topologi infrastruktur dalam waktu singkat.

“Kami ingin membawa nuansa baru bagi industri komputasi awan di Indonesia. Selama ini penyedia layanan komputasi awan lokal kerap dipandang sebelah mata karena fitur yang ditawarkan dianggap masih kalah dengan pemain dari luar negeri.”

Selain diklaim sebagai layanan yang ramah untuk para pengembang aplikasi, NEO Cloud juga dianggap ramah untuk industri fintech. Pasalnya, data center Biznet telah mengantongi sertifikasi standar keamanan informasi Payment Card Industry Data Security Standard (PCI DSS).

Industri keuangan di Indonesia cukup ketat. Untuk data center-nya tidak boleh sembarangan, karena harus berlokasi di dalam negeri dan mengantongi sertifikat tersebut.

“Dia [NEO Cloud] itu developer friendly dan fintech friendly. Sebagian besar pemain data center di Indonesia itu tidak developer friendly karena banyak aspek yang kosong. PCI DSS itu agak sulit untuk diperoleh pemain startup fintech, lantaran perlu waktu satu tahun untuk mengurus. Kalau sudah ada yang pegang PCI DSS akan sangat membantu developer fintech,” terang CEO JAS Kapital Indonesia Izak Jenie.

NEO Cloud telah meluncur dalam bentuk beta sejak 1 Oktober 2017 dan telah diuji coba ke lebih dari 1000 pengembang aplikasi. Rencananya, layanan ini akan resmi meluncur secara komersil pada 10 November 2017 mendatang.

Peran Teknologi Cloud dalam Pengelolaan Infrastruktur Startup

Dalam sesi #SelasaStartup minggu keempat bulan Agustus, DailySocial menghadirkan CEO Biznet Gio Dondy Bappedyanto. Sesuai dengan keahlian narasumber, pada sesi kali ini dibahas tentang bagaimana startup mempersiapkan infrastruktur teknologinya. Salah satu bahasan dalam diskusi ini adalah pemanfaatan teknologi komputasi awan (cloud computing) sebagai fondasi produk digital startup.

Layanan komputasi awan banyak dipilih karena cenderung lebih mudah dikonfigurasi dan fleksibel. Bagi perusahaan atau startup bisa jadi sangat membutuhkan server berukuran besar untuk menyimpan data, namun bisa jadi sebaliknya, sehingga fleksibilitas akan sangat membantu. Dengan adanya komputasi awan, startup tidak perlu menyediakan teknologi yang langsung besar, namun dapat diangsur sesuai dengan kebutuhan dan peningkatan bisnis.

Layanan komputasi awan ini sejatinya merupakan kombinasi antara teknologi komputasi dengan pengembangan internet. Pengguna hanya menyediakan sebuah komputer dan perangkat jaringan internet untuk terhubung ke server.

“Saat ini banyak sekali startup mengadopsi layanan teknologi cloud untuk menjalankan berbagai kegiatan, baik itu hybrid cloud, private cloud dan public cloud. Karena sistem ini menawarkan peningkatan dalam beberapa hal dari pengelolaan infrastruktur,” tutur Dondy kepada DailySocial.

Melihat dari efektivitas dari sisi biaya

Perbedaan pada situasi biaya memang harus kritis, terlepas dari pengguna memilih tingkat layanan yang dipilih. Namun, di lingkungan startup dengan mobilisasi tinggi sangat cocok menggunakan layanan cloud ini. Karena bukan hanya fleksibel dalam menampung data berskala besar, tetapi waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan cloud juga lebih singkat dibanding menyiapkan server sendiri.

Apalagi urusan biaya menjadi model bisnis bagi startup yang ingin berlangganan dengan pay as you go, metode ini sangat mirip dengan pembayaran tagihan listrik, hanya dengan membayar resource yang dibutuhkan perusahaan.

Sebaga CEO Biznet Gio, Dondy Bappedyanto menilai, “Masalah kompleksitas saat ini di cloud itu sudah tidak ada lagi, karena kompleksitas adalah ketika kita harus membeli server sendiri itu dimulai dari proses cari spesifikasi yang tepat, cari vendor yang tepat, tawar menawar, lokasi server, pembayaran listrik, internet, instalasi operation sistem, instalasi aplikasi. Masalah biaya itu adalah model bisnis.”

Biznet Kucurkan Investasi Bangun Infrastruktur Telekomunikasi Hingga $100 Juta Tahun Ini

Perusahaan penyedia layanan internet Biznet mengungkapkan kucuran dana investasi yang bakal digelontorkan tahun ini sebesar US$100 juta untuk pembangunan jaringan fiber optic hingga 25 ribu km, dibandingkan posisi tahun lalu mencapai 18 ribu km. Angka invesstasi bisa dibilang meningkat dibandingkan kucuran investasi yang dilakukan perusahaan pada 2015, diklaim sebesar US$70 juta.

Dari target tersebut, Biznet mengaku telah merampungkan sebagian proyek pembangunan dengan penambahan 2 ribu km. Dengan demikian, Biznet telah memiliki jaringan hingga 20 km mencakup di lebih dari 100 kota di Jawa, Bali, Sumatera, dan Batam.

“Kami kucurkan investasi untuk pembangunan fiber optic sekitar US$100 juta. Kami bentuk jaringan yang berbentuk ring, mendekati jaringan yang sudah kami bangun sebelumnya agar tidak ada degradasi layanan. Ditargetkan pada akhir tahun ini bisa capai 25 ribu km, tahun lalu sebesar 18 ribu km,” ucap Brand Manager Biznet Gitanissa Laprina, Kamis (8/6).

Peta jalur pembangunan fiber optic Biznet sepanjang 2017 / DailySocial
Peta jalur pembangunan fiber optic Biznet sepanjang 2017 / DailySocial

Adapun saat ini, Biznet masih memproses pembangunan jalur backbone yang dilakukan dalam beberapa jalur seperti: Jalur Semarang-Kudus-Purwodadi-Bojonegoro-Gresik-Surabaya, Jalur Purwokerto-Kebumen-Purworejo-Yogyakarta, dan Jalur Kepanjen-Lumajang.

Gitanissa juga menargetkan adanya penambahan pengguna, diharapkan bisa mencapai 450 ribu pengguna sampai akhir tahun ini dari posisi saat ini sekitar 400 ribu pengguna home pass.

Target Biznet Gio Cloud

Dalam kesempatan yang sama juga hadir pihak dari salah satu anak usaha Biznet yakni Biznet Gio Cloud, perusahaan patungan dengan Internet Initiative Japan Inc (IJC). CEO Biznet Gio Dondy Bappedyanto mengungkapkan saat ini pihaknya banyak melakukan inisiatif bisnis baru dalam rangka memperbesar layanannya, di antaranya menambah tiga lokasi server

Satu lokasi yang bakal segera diresmikan berada di MidPlaza, Jakarta pada September 2017. Dua lokasi lainnya masih dalam tahap diskusi. Sementara ini, Biznet Gio Cloud baru memiliki satu lokasi yang ada di Technovillage, Cimanggis.

“Kami rencanakan server Biznet Gio bakal berada di seluruh Biznet Pop yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk sementara ini, kami targetkan total akhir server yang kami miliki berjumlah empat,” ucap Dondy.

VP Sales and Marketing Biznet Gio Cornelius Hertadi menambahkan keberadaan tambahan server menjadi selling point Biznet Gio Cloud dalam menjamin keberlangsungan layanan terus berjalan. Sesuai dengan visi perusahaan yang ingin menjadi layanan cloud computing yang dapat diandalkan dan aman.

“Dengan adanya dua lokasi server, ada redundant jaminan tidak akan terputus. Ketika terjadi kejadian yang tidak menguntungkan konsumen, mereka bisa langung otomatis backup dan server tetap langsung nyala.”

Hal lainnya yang sedang disiapkan Biznet Gio Cloud adalah penyiapan ISO 27001 untuk standar keamanan informasi, melengkapi sertifikasi yang sudah dipegang perusahaan yakni Payment Card Industri Data Security Standard (PCI DSS). Kehadiran tambahan sertifikasi ini akan mengukuhkan tingkat percaya diri perusahaan dalam menggaet konsumen.

“PCI DSS dan ISO 27001 itu adalah dua sertifikasi standar yang umumnya dimiliki perusahaan cloud computing di luar negeri. Di Indonesia sendiri, baru kami yang memiliki PCI DSS, sertifikasi ini sangat berguna untuk menggaet perusahaan fintech. Lima di antaranya sudah memakai layanan kami karena mereka memerlukan penyimpanan data finansial yang penting.”

Perusahaan juga berencana untuk meluncurkan produk baru untuk menjangkau konsumen dari kalangan UKM menengah ke bawah pada September 2017 mendatang. Selama dua tahun berdiri, Biznet Gio Cloud baru menjangkau UKM skala menengah ke atas. Jumlahnya diperkirakan sekitar 300 perusahaan.

Dampak Kompetisi Pengembangan Aplikasi untuk Ekosistem Teknologi Digital

Ajang kompetisi Indonesia Next Apps 3.0 yang digelar Samsung bersamaan dengan peluncuran perangkat Samsung Z2 yang berbasis sistem operasi Tizen telah berakhir kemarin. Dalam kompetisi tersebut, para peserta yang berpartisipasi berlomba untuk menunjukkan inovasi terbaik mereka dalam membuat aplikasi. Namun pernahkan Anda bertanya, dampak apa yang bisa diberikan oleh sebuah ajang kompetisi pengembangan aplikasi terhadap ekosistem teknologi digital?

General Manager Infinys System Indonesia Dondy Bappedyanto yang menjadi salah satu juri untuk kategori Tizen Apps dalam kompetisi Indonesia Next Apps 3.0 (INA 3.0) menyampaikan bahwa kompetisi seperti INA sebenarnya bisa menjadi langkah awal para developer untuk memvalidasi apakah ide mereka bisa dilempar ke pasar atau tidak. Di samping itu, ini juga bisa mengisi kekosongan yang ada sekarang karena kompetisi-kompetisi serupa mulai jarang di Indonesia.

Dondy mengatakan, “Kompetisi seperti INA ini bagus karena yang seperti ini sudah mulai jarang di Indonesia. […] Jadi yang Samsung lakukan ini bisa mengisi kekosongan yang ada sekarang dan para developer di Indonesia bisa memanfaatkannya untuk menunjukkan karya mereka dan mendapatkan apresiasi. […] Setidaknya dengan kegiatan seperti ini mereka bisa melakukan validasi awal, apakah produknya cocok untuk dilempar ke pasar atau tidak.”

CEO Omni VR Nico Alyus yang menjadi juri di kategori virtual reality (VR) pun memberikan pendapat yang tidak jauh berbeda. Nico mengatakan bahwa industri VR yang saat ini masih berada di tahap sangat awal pertumbuhannya mebutuhkan hal-hal seperti kompetisi INA. Alasannya sederhana, kompetisi dianggap Nico bisa menjadi trigger bagi orang-orang untuk mulai membuat konten VR karena dari sini peluangnya bisa terlihat.

“Ini [kompetisi] harusnya bisa encourage orang untuk berani mencoba karena melihat opportunity-nya itu ada kalau memang dia [pengembang-pengembang] benar-benar ingin membuat sesuatu. Jadi, tidak hanya berpikir kalau ‘ini kayaknya seru’ karena itu hanya akan berakhir di situ saja. You have to make it, benar-benar membuatnya dan acara seperti ini bisa menajadi trigger bagi orang-orang untuk membuat apa yang mereka inginkan [di VR]. Ini yang harus di jaga agar ekosistemnya bisa berjalan,” kata Nico.

Nada yang sama juga datang dari CEO Setipa Razi Thalib yang menjadi juri di kategori wearable dalam kompetisi INA 3.0. Razi berpandangan, kompetisi seperti INA bisa memberikan indikasi awal bahwa developer yang mengembangkan aplikasi sudah mulai paham siapa target pasar mereka. Apalagi di ranah wearable yang membutuhkan perhatian dari sisi UI/UX karena memiliki limitasinya sendiri.

Pun begitu, ada satu hal yang masih menjadi perhatian yakni di sisi monetisasi layanan. Baik Razi, Dondy, maupun Nico sepakat bahwa salah satu kendala produk yang lahir dari sebuah kompetisi adalah model bisnis yang umumnya masih belum matang.

“Dari sisi kualitas, aplikasi yang ada itu sudah bagus. Tapi yang menjadi kekurangan, yang juga menjadi bagian dari proses nantinya, adalah maturity dari bagaimana men­-generate business model. […] Ini expected sebenarnya, karena saat ini orang kita memang masih lemah kalau membicarakan model bisnis yang kreatif,” ujar Dondy.

Dondy menambahkan, “Contohnya, kalau paid app itu kan kita sudah tahu susah laku di Indonesia. Sedangkan untuk in-app purchase yang dicari adalah bagaimana caranya agar orang mau melakukannya. Kalau tidak menarik, ya itu juga tidak laku. Hal-hal seperti ini yang saya lihat masih kurang, tetapi kalau dari sisi kualitas aplikasi itu sudah sangat bagus.”

Sementara itu Director at Samsung R&D Institute Indonesia Risman Adnan menyampaikan bahwa jika ada 1000 steps untuk menjadi entrepreneur yang sukses, kompetisi INA ini baru step dari 0 ke 1. Meski demikain, ini merupakan langkah paling penting karena artinya dia sudah mau memulai.

Di sisi yang lain, kompetisi INA 3.0 ini juga menjadi salah satu upaya Samsung untuk membantu melengkapi eksositem Tizen yang mulai dibawa masuk ke Indonesia. Melalui kompetisi ini, Samsung secara perlahan mulai memenuhi aplikasi-aplikasi yang bisa dijalankan di sistem operasi Tizen miliknya.

Lewat kompetisi ini juga, menurut Razi, harusnya para pengembang lokal dapat melihat peluang baru yang terbuka. Ada pasar baru yang bisa digarap jika memang eksositemnya nanti bisa berjalan, bertahan, dan tumbuh dengan subur di Indonesia.

Razi mengatakan, “Dari beberapa yang menang atau [nantinya] sukses dari kompetisi ini [INA 3.0] mungkin bisa menjadi contoh atau panutan bagi beberapa pengembang muda yang lain untuk melihat bahwa ini ada potensi untuk mengembangkannya. Merebut pasar lah istilahnya, daripada kita menunggu game dari luar.”

“Kalau ini bisa menjadi contoh atau panutan, harusnya bisa membantu orang-orang mengambil langkah untuk mengembangkan sesuatu [aplikasi]. […] Kalau nanti pasarnya berkembang, bisnis-bisnis, ide-ide, atau games development yang dibikin sekarang itu bisa menjadi membantu mengurangi barrier seseorang untuk mau mencoba hal yang baru [Tizen OS], “ tandasnya.

Inilah Para Jawara Indonesia Next Apps 3.0

Ajang kompetisi tahunan Indonesia Next Apps 3.0 yang diinisiasi Samsung telah berakhir hari ini (19/10). Bertempat di Jakarta Intercontinental Hotel, Samsung mengumumkan tiga pemenang untuk masing-masing kategori yang dilombakan-Tizen Apps, Virtual Reality, dan Wearable. Jawara untuk kategori Tizen Apps diraih oleh Niji Game Studio, sedangkan jawara kategori VR diraih oleh Mojiken, dan jawara untuk kategori Wearable dimenangkan oleh Rizal Saputra.

Indonesia Next Apps (INA) adalah kompetisi pengembangan aplikasi tahunan yang diinisiasi oleh Samsung. Sedikit berbeda dengan kompetisi sebelumnya, di serinya yang ketiga ini INA 3.0 Samsung menantang para peserta yang terlibat untuk berinovasi di atas platform terbarukan, mulai dari sistem operasi Tizen, perangkat wearable, hingga perangkat virtual reality (VR).

[Baca juga: Mengenal Tizen dan Potensi Pengembangannya]

Samsung sendiri sebelumnya telah menggelar serangkaian acara sosialisasi melalui kegiatan Workshop dan Developer Code Night di kota-kota besar seperti Yogyakarta, Surabaya, Malang, Bogor, Bandung, dan Jakarta. Tujuannya yakni untuk mengenalkan pembuatan aplikasi di platform Tizen dan memberikan konsultasi teknis pada peserta yang akan berpartisipasi dalam INA 3.0.

Dari para peserta di enam kota yang didatangi, terkumpul 209 aplikasi yang berhasil masuk market store dengan pembagian untuk kategori Tizen Apps sejumlah 196 aplikasi, wearable sejumlah 53 aplikasi, dan VR sejumlah 33 aplikasi. Setelah melalui penilaian Samsung Indonesia, terpilihlah lima aplikasi terbaik yang kemudian dinilai kembali oleh tim juri pada hari ini untuk menemukan tiga aplikasi terbaik di setiap kategori.

Tim juri yang menilai terdiri dari tim Samsung, tim DailySocial, dan tim ahli. Mereka adalah Vebbyna Kaunang (Samsung), Risman Adnan (Samsung), Denny Galant (Samsung), Dondy Bappendyanto (Infinys), Nico Alyus (Omni VR), Razi Thalib (Setipe), Wiku Baskoro (DailySocial), Rico Ramadhan (DailySocial), dan Tommy Dian Pratama (DailySocial).

Berikut ini adalah daftar  Top 3 Pemenang Indonesia Next Apps 3.0:

Top 3 Kategori Tizen Smartphone Apps

Top 3 finalis INA 3.0 untuk kategori Tizen Apps / DailySocial
Top 3 finalis INA 3.0 untuk kategori Tizen Apps / DailySocial
Peringkat dan Hadiah Nama Aplikasi dan Pengembang Kategori
Juara 1: Rp40 juta Cute Munchies by Niji Game Studio Game
Juara 2: Rp20 juta Badminton Star by iplayalldaystudio Game
Juara 3: Rp 10 juta Froggy and The Pesticide by None Developers Game

Top 3 Kategori Wearable App/Gear Apps

Top 3 finalis INA 3.0 untuk kategori wearable / DailySocial
Top 3 finalis INA 3.0 untuk kategori wearable / DailySocial
Peringkat dan Hadiah Nama Aplikasi dan Pengembang Kategori
Juara 1: Rp 40 juta Rolling Hams by Rizal Saputra Game
Juara 2: Rp 20 juta Devil in My Heart by Shidec (Soesapto) Game
Juara 3: Rp 10 juta Bezel Frenzy by Agate Jogja Game

 Top 3 Kategori Gear VR Content

Top 3 finalis INA 3.0 untuk kategori Virtual Reality / DailySocial
Top 3 finalis INA 3.0 untuk kategori Virtual Reality / DailySocial
Peringkat dan Hadiah Nama Aplikasi dan Pengembang Kategori
Juara 1: Rp 50 juta Kawaii Pew Pew VR by Mojiken Game
Juara 2: Rp 25 juta Giant Hunter VR by Niji Game Studi Game
Juara 3: Rp 15 juta Orbiz: Lost in VR by Anoman Game

Dondy mengatakan, “Kompetisi [INA] yang diinisiasi Samsung ini bagus [untuk ekosistem pengembang digital], bisa mengisi kekosongan agar pengembang-pengembang Indonesia dapat menunjukkan karyanya dan mendapat apresiasi. […] Ini juga bisa jadi validasi awal mereka sebelum melempar produknya ke pasar.”

Vebbyna menambahkan, “Melalui INA 3.0 ini Samsung ingin membuka kesempatan sebesar-besarnya bagi developer Indonesia untuk menuangkan ide mereka dan menjadi pionir dalam pengembangan ekosistem Tizen di Indonesia dengan aplikasi-aplikasi buatan mereka, sesuai dengan kategori yang dilombakan.”

[Baca juga: Ekosistem Perangkat Berplatform Tizen]

“Kami meyakini bahwa apa yang dilakukan Samsung saat ini dapat memberikan inspirasi serta berkontribusi untuk masa depan teknologi yang lebih baik di Indonesia. Selain itu, tentunya dapat menjawab kebutuhan konsumen akan produk, inovasi, dan layanan terbaik,” lanjut Vebbyna.

Pengumuman INA 3.0 ini sendiri berlangsung bersamaan dengan peluncuran Samsung Z2 yang mengusung sistem operasi Tizen dan menjadi tonggak awal masuknya smartphone Tizen ke Indonesia. Ke depannya, pihak Samsung juga berjanji akan tetap melangsungkan kompetisi INA secara rutin untuk mendukung perkembangan ekosistem Tizen di Indonesia dan juga ekosistem teknologi yang lebih baik.

Startup wajib memperhatikan dan melindungi data penggunanya / Shutterstock

Pentingnya Sebuah Startup Menjaga Data Pribadi Penggunanya

Celah keamanan pada sistem Go-Jek yang diungkapkan ke publik beberapa hari yang lalu menyita banyak perhatian. Salah satu hal yang menjadi fokus utama adanya kemungkinan kebocoran data pribadi para pelanggan Go-Jek. Meski menurut pihak Go-Jek celah keamanan sudah mulai diperbaiki dan data pribadi dinyatakan aman, peristiwa tersebut seolah menjadi pelajaran bahwa melindungi data pribadi adalah kewajiban pengelola layanan berbasis daring dan para penggunanya sendiri.

Celah keamanan yang ditemukan di sistem Go-Jek beberapa waktu mengundang banyak pertanyaan. Salah satunya adalah seberapa penting sebenarnya bagi startup memiliki co-founder yang memiliki latar belakang teknis. Kita ketahui di jajaran co-founder Go-Jek tidak ada yang benar-benar berlatar belakang teknis.

DailySocial berkesempatan memintai pendapat General Manager Infinys System Indonesia Dondy Bappedyanto. Kepada Dailysocial, Dondy mengatakan bahwa memiliki co-founder yang memiliki latar belakang teknis bagi startup merupakan hal yang sangat penting. Bukan hanya mengerti mengenai teknologi dari kulit luarnya saja tapi paham teknologi yang digunakan secara mendetil.

“Seperti yang sudah aku utarakan beberapa saat yang lalu, kalau startup yang dibuat merupakan startup berbasis teknologi, tentu saja sangat penting untuk mempunyai co-founder yang mengerti tentang hal-hal teknis. Bukan cuma dari kulit luarnya saja, tapi paham mengenai teknologi yang dipilih dan digunakan. Seperti permisalan kalau mau buka restoran, kalau founder-nya tidak mengerti tentang bagaimana memproduksi makanan atau mengelola restauran, bisa dibayangkan kan bagaimana restoran itu akan berjalan,” terang Dondy.

Celah keamanan yang terdapat di sistem Go-Jek beberapa waktu lalu menurutnya cukup fatal. Pasalnya data bisa diakses tanpa harus melakukan otentikasi dan otorisasi. Meski hanya orang-orang teknis yang dapat mengeksplorasi celah tersebut, tidak menutup kemungkinan ada orang yang paham secara teknis dan iseng bisa saja mengacaukan operasional Go-Jek dengan data-data fiktif.

Data pribadi dalam layanan daring

Satu yang menjadi sorotan celah keamanan yang terdapat pada Go-Jek beberapa waktu lalu adalah bocornya data pribadi. Sebenarnya tidak hanya Go-Jek saja, berbagai layanan daring lainnya juga menyimpan potensi kebocoran data pelanggan.

Co-founder ICT Watch dan penggiat program Internet Sehat Donny BU menyampaikan startup yang memberikan layanan publik dan membutuhkan syarat data pribadi pengguna untuk penggunaan wajib memperhatikan data pribadi pengguna. Tak hanya soal teknis layanannya, tetapi juga edukasi kepada para mitranya.

Soal penyalahgunaan data pribadi ini pernah ditulis dalam situs pribadi milik Donny. Kala itu Donny menyoroti bagimana mitra ojek daring “mengganggu” penggunanya dengan mengirimkan sms tengah malam. Hal tersebut terkesan sepele bagi sebagian orang, tapi jika data tersebut jatuh ke tangan orang yang berniat buruk bisa merupakan hal yang fatal.

Di dalam tulisannya Donny memberikan sebuah solusi untuk permasalahan data pribadi di layanan daring. Menurutnya untuk meminimalisir penyalahgunaan data pribadi penyedia layanan (dalam tulisan Donny khusus membahas mengenai ojek berbasis daring) bisa memanfaatkan teknologi VoIP atau cloud communication. Singkatnya pengguna tidak perlu mengumbar data sensitif sekalipun untuk menikmati layanan berbasis daring.

Selain dari segi penyedia layanan, kebocoran data juga bisa disebabkan oleh kelalaian pribadi atau diri sendiri. Oleh sebab itu Donny menyarankan sebaiknya sebelum menggunakan layanan berbasis daring harus dipahami dulu kredibilitas layanan dan penyedia layanan yang digunakan.

“Masyarakat sebaiknya pahami dulu kredibilitas dari layanan dan penyedia layanan yang akan digunakan. Jangan tergiur aneka hal yg sifatnya gratis atau memudahkan. Jika barternya adalah data pribadi. pun jika perlu memasukkan data pribadi, batasi benar-benar. Tidak semua data pribadi harus apa adanya. Beberapa hal yg krusial jika bisa, samarkan saja, dan yang penting, masyarakat pengguna harus kritis, memahami untuk tujuan apa data pribadinya diminta dan bagaimana perlindungannya. Sepadan tidak antara layanan yang akan digunakan dengan risiko jika data pribadi tersebut kelak disalahgunakan, sengaja ataupun tidak, oleh pihak lain,” jelas Donny.

Sambil menunggu keluarnya regulasi yang mengatur data pribadi ini, sebaiknya konsumen harus meningkatkan kewaspadaan dalam membagikan data pribadi. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah lebih memperhatikan term of service (informasi layanan) dan privacy policy (kebijakan privasi) sebelum memilih untuk menekan tombol daftar atau submit.