Tag Archives: Doogether

Startup yang bermain di segmen wellness DOOgether mengumumkan perolehan tambahan dana pra-Seri A dipimpin oleh Living Lab Ventures

Startup Wellness “DOOgether” Peroleh Tambahan Dana Pra-Seri A, Perbanyak Lokasi Olahraga Offline

Startup yang bermain di segmen wellness DOOgether mengumumkan perolehan tambahan dana pra-seri A dengan nominal dirahasiakan. Putaran ini dipimpin oleh Living Lab Ventures (afiliasi dari Sinarmas Land Group) dan Aldo Henry Artoko (CEO PT Arkora Hydro Tbk), diikuti investor sebelumnya, yakni Asiantrust Capital, Prasetya Dwidharma, dan lainnya.

Kedua investor yang sudah ada ini sebelumnya berpartisipasi dalam putaran tahap pertama yang diumumkan pada April 2021. Alexander Rusli (eks Dirut Indosat) juga serta dalam putaran tersebut.

Dana segar ini nantinya akan dimanfaatkan perusahaan untuk memperbanyak jumlah DOOspace, ruang kesehatan dan kebugaran offline, hingga enam titik di kuartal III 2023 mendatang. Lokasinya bakal tersebar di area Jabodetabek, salah satunya di BSD City.

Co-founder dan CEO DOOgether Fauzan Gani menyampaikan pihaknya bangga karena telah membangun bisnis yang kuat, berkelanjutan, berhasil bertahan melewati pandemi dan gejolak ekonomi. Namun, melihat data saat ini, ia percaya bahwa aktivitas online akan tetap berperan penting di industri kesehatan dan kebugaran, terutama untuk memenuhi permintaan komunitas olahraga.

Menurut data yang ia kutip, industri kesehatan dan kebugaran yang digelutinya ini bernilai $36,4 miliar di Indonesia, dan diperkirakan akan tumbuh 7,9% setiap tahunnya.

DOOspace

Perusahaan meluncurkan DOOspace untuk memenuhi permintaan dan membantu mitra fasilitas kebugaran yang kesulitan karena situasi yang sedang berlangsung. Melalui DOOspace, perusahaan mendukung mitra fasilitas kebugaran yang masuk sebagai operator, membantu rebranding seluruh fasilitasnya menjadi DOOspace by DOOgether.

Fauzan melanjutkan, DOOspace mendukung mitra fasilitas kebugaran yang sedang melewati masa kritis karena pandemi dengan menjadi operator fasilitas, menghadirkan pakar ternama dari industri olahraga, menstandardisasikan kualitas pengalaman pelanggan fasilitas kebugaran, dan memastikan pertumbuhan bisnis fasilitas kebugaran tersebut.

“Para mitra juga akan mendapatkan keuntungan dari ekosistem digital kami yang sudah mapan, dari pengarahan lintas pengguna dari aplikasi kami ke fasilitas kebugaran, hingga data demografis dan tren olahraga di wilayah mereka,” ucap Fauzan.

DOOspace menawarkan ruang kesehatan dan kebugaran bagi komunitas yang berkumpul, memiliki berbagai pilihan olahraga, mulai dari zumba, pilates, yoga, muay thai, berenang, dan latihan otot dan kekuatan. Layanan ini mulai diperkenalkan ke publik sejak Agustus 2022 dengan lokasi pertamanya di Senopati, Jakarta.

Perusahaan sendiri sudah dirintis sejak 2016. DOOgether berawal dari produknya yang bernama DOOfit, menyediakan layanan pemesanan kelas olahraga online dan offline ke fasilitas kebugaran di lebih dari 350 fasilitas olahraga, trainer, dan komunitas di Jabodetabek, Surabaya, dan Bali. Kelas olahraga yang ditawarkan mencapai lebih dari 30 ribu kelas, seperti zumba, boxing, barre, yoga, bootcamp, wall climbing, dan masih banyak lagi. Tak hanya itu, juga tersedia video latihan gratis di dalam situsnya.

Application Information Will Show Up Here

Doogether Secures Pre Series A Funding, to Release a New Feature

Doogether, a startup engaged in the wellness segment, announced the pre-series A funding with an undisclosed value from Asiantrust Capital, Prasetia Dwidharma, Alexander Rusli, and others. The fresh money will be used for the development of optimization, innovation and improvement of products and services.

Prasetia Dwidharma was Doogether’s previous investor involved in the seed round in April 2019. Also, Alexander Rusli entered in the following round. The seed round was led by Gobi Agung, with participation of Everhaus, Prasetia, and Cana Asia.

In an official statement, Doogether’s Co-Founder & CEO Fauzan Gani expressed his gratitude to the ranks of investors who participated in this round. “The series of funding received by Doogether will be used for optimization, innovation and improvement of products and services offered by the company or its applications,” he said, Tuesday (27/4).

Doogether is a startup vertical with blessing in disguise due to pandemic. Since the WFH policy, Doogether has released a live streaming online sports class, Doolive in April 2020. Active users grew by 77 times from early 2020 to Q1 2021. The service has held more than 80 thousand hours of sports class sessions.

“I applaud the Doogether team for using an opportunity during this pandemic and quickly adjusting its business model. It is not easy to see an opportunity in this difficult time, but Doogether managed to do it,” Alexander Rusli added as now serving as Advisor at Doogether  .

Doolive / Doogether

In order to maintain this performance, the company plans to held virtual sports activities together on a regular basis to encourage people to stay active. Doolive is also available for free containing dozens of sports training videos.

Since 2016, Doogether has operated two main products, Doofit for sports classes, and Doofood for healthy catering in collaboration with dozens of vendors and in accordance with users’ personal health goals.

Currently, the company has collaborated with more than 350 sports studios, trainers, located in Greater Jakarta, Bandung and Bali. There are more than 30 thousand sports classes, such as zumba, boxing, barre, yoga, bootcamp, wall climbing, ice skating, and others.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Founder DOOgether / Doogether

Doogether Raih Pendanaan Pra-Seri A, Segera Rilis Layanan Baru

Doogether, startup yang bermain di segmen wellness, mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A dengan nominal dirahasiakan dari Asiantrust Capital, Prasetia Dwidharma, Alexander Rusli, dan lainnya. Dana segar akan dimanfaatkan untuk pengembangan optimalisasi, inovasi, dan peningkatan produk dan layanan.

Prasetia Dwidharma adalah investor Doogether sebelumnya yang masuk dalam putaran tahap awal pada April 2019. Begitu pula Alexander Rusli yang masuk pada putaran sebelumnya lagi. Dalam putaran tahap awal itu dipimpin oleh Gobi Agung, didukung Everhaus, Prasetia, dan Cana Asia.

Dalam keterangan resmi, Co-Founder & CEO Doogether Fauzan Gani menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada jajaran investor yang berpartisipasi dalam putaran kali ini. “Rangkaian pendanaan yang diterima Doogether akan digunakan untuk optimalisasi, inovasi, dan peningkatan produk dan layanan yang ditawarkan oleh perusahaan atau aplikasinya,” ucapnya, Selasa (27/4).

Doogether adalah sekian vertikal startup yang menerima berkah dari pandemi. Sejak kebijakan WFH, Doogether merilis kelas olahraga online melalui live streaming, Doolive pada April 2020. Pengguna aktif tumbuh hingga 77 kali lipat dari awal 2020 hingga Q1 2021. Layanan ini telah mengadakan lebih dari 80 ribu jam sesi kelas olahraga.

“Saya salut dengan tim Doogether yang dapat melihat kesempatan pada masa pandemi dan dengan cepat melakukan penyesuaian bisnis model. Tidak mudah untuk melihat suatu kesempatan di masa sulit ini, tapi Doogether berhasil melakukannya,” tambah Alexander Rusli yang kini menjabat di Doogether sebagai Advisor.

Doolive / Doogether

Untuk mempertahankan kinerja tersebut, rencananya perusahaan akan membuat kegiatan virtual olahraga bersama secara rutin untuk mendorong orang-orang tetap aktif berolahraga. Doolive juga tersedia secara gratis berisi puluhan video latihan olahraga.

Beroperasi sejak 2016, Doogether memiliki dua produk utama, yakni Doofit untuk pemesanan kelas olahraga, dan Doofood untuk pemesanan katering sehat bekerja sama dengan puluhan vendor dan sesuai dengan goal kesehatan pribadi pengguna.

Saat ini perusahaan telah bekerja sama dengan lebih dari 350 studio olahraga, trainer, yang berlokasi di Jabodetabek, Bandung, dan Bali. Kelas olahraga yang ditawarkan ada lebih dari 30 ribu kelas, seperti zumba, boxing, barre, yoga, bootcamp, wall climbing, ice skating, dan lainnya.

Application Information Will Show Up Here

How These Early-Stage Startups Can Survive Despite Pandemic

There are many reasons why startups in the early stages have so many difficulties. Obstacles in finding the right talent, building solid team communication, product exploration, also penetration on the target market.

During this pandemic, these obstacles converge to several more fundamentals. Maintaining cash flow and seeking new funding to secure business continuity are two of them.

We spoke with three startups in the early phase (seed) to find out tips and strategies for dealing with this pandemic. They generally don’t have the flexibility of a more mature startup. However, it is not impossible. They have taken various initiatives to survive this abnormal situation.

Focus not only to a single market

It still remains the memory of the early months when the pandemic hit so many businesses until some are collapsed. The sectors most affected, such as hospitality, restaurants, import-export logistics, transportation, experienced the hardest hit. Large-scale social restrictions (PSBB) to reduce the level of transmission of the outbreak forced the sector to hold back for a while.

Stoqo is one of the victims. The discontinuity of thousands of restaurants and shopping centers caused their income to drop significantly. Stoqo announced shutdown in April.

Startup Izy.ai, which business is closely related to hospitality, learned from this situation. The CEO, Gerry Mangentang does not want the startup he founded to have the same fate.

Izy started its operation in 2018, relies on the sustainability of hotels and accommodations. Its platform helps hotels and accommodations digitize services and increase guests. Gerry realized that his party could not continue to rely solely on the hospitality business. Moreover, the local situation indicates that the pandemic will last longer.

“We have to pivot into another direction and must not depend only on accommodations. We have plans to enter the residential and retail [markets],” Gerry said.

Izy’s core business actually lies in fulfilling the digitization of hotel services through a subscription model. Services such as ordering food in the hotel, room service, laundry, and others. With the same principle, they are trying to open new markets by penetrating modern retail and residential settlements.

“We are an on-demand platform, with this retail we can be considered light e-commerce, but for malls and retail. The focus will be on Jakarta, Bandung, and Bali,” Gerry added.

Efficiency and other initiatives

If Izy decided to pivot in order to survive this crisis, Crowde and Doogether prefer efficiency strategy.

Crowde’s Head of Impact Investment, Afifa Urfani admitted, at the beginning of the pandemic, her team experienced a strong impact in order to survive until public acceptance of its products. Therefore, Afifa thought Crowde is more selective with every step of the way.

“We chose to slow down, to speed up later,” she said.

Crowde carefully calculates the costs in and out of the company, tightens expenses, and changes the company’ss culture to do all its activities digitally. This method is the compensation that Crowde chose, therefore the acquisition and maintenance process of their capital project continues.

Crowde’s core business is actually capital risk control in the agricultural sector. Since the pandemic began, Afifa said the company has made several initiatives to adjust to the situation. One of these initiatives is to link market access with tonnage purchases.

“What is different is that in the past we focused on the hospitality business (hotels, restaurants, cafes/catering), now we are open to multi-layer market potential,” she added.

Doogether has similar strategies. The wellness platform fronted by Fauzan Gani admits Doogether has made many adjustments to expenses.

From an initiative aspect, Doogether focuses on enriching its service features. One of them is by launching a live streaming-based class to be ordered through the application. This strategic step was taken to target people who now exercise more at home.

“In addition, we also add a verification feature for our partners who have opened their facilities and comply with the SOP from the government,” Doogether’s CEO, Fauzan Gani said.

New funding is still an option

Extending the runway is the focus of all startups in these situations. Apart from previous strategies, funding is a clearly available option. However, funding is not an easy choice because it involves many other factors.

Fauzan said that the obstacle to raising a new funding round is the unstable economic situation in Indonesia. He thought, the availability of vaccines is hope for getting out of the pandemic crisis and the adoption of the community for the industry they are in.

Fauzan admitted that his team had no plans to raise new funds. He believes the Doogether runway is still sufficient to survive the pandemic crisis since they have succeeded in getting extension funding from its investors.

“However, as a startup, we must always be ready for a new round of funding,” he said.

Afifah has quite similar answer. Attracting investors for new funding is clearly more challenging. That’s why deploying Series A funding is the second priority. Crowde’s first priority, she mentioned, is to optimize the scheme and business model in order to finance operational expenses, even though the profits they earned were thin.

We strongly believe that the runway is still long enough to survive the company, Crowde is determined to get through this crisis with their own business.

“Certainly our choice is to run a healthy business in order to ensure investment possibilities,” Afifa said.

Meanwhile, Izy is racing against time. The recent seed funding gave them a one-year runway. With hospitality and accommodation conditions still far from normal, their pivot plan will play a big role in the company’s future.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup di fase awal punya banyak tantangan, terlebih mereka di sektor yang terdampak kuat oleh pandemi. Tiga startup berbagi pandangan untuk menghadapinya.

Bagaimana Beberapa Startup Fase Awal Ini Bertahan dari Pandemi

Ada banyak alasan mengapa startup di tahap awal punya banyak kesulitan. Kendala mencari talenta yang tepat, membangun komunikasi tim yang solid, eksplorasi produk, hingga menembus pasar yang dituju.

Di masa pandemi ini, kendala tersebut mengerucut ke beberapa hal yang lebih fundamental. Menjaga cash flow dan mencari pendanaan baru untuk mengamankan keberlangsungan bisnis adalah dua di antaranya.

Kami berbicara dengan tiga startup di fase awal (seed) untuk mengetahui bagaimana kiat dan strategi mereka menghadapi pandemi ini. Pada umumnya mereka tidak punya fleksibilitas seluas startup di fase yang lebih matang. Namun bukan berarti tanpa harapan. Berbagai inisiatif mereka lakukan agar selamat dari situasi tidak normal ini.

Tidak terpaku ke satu pasar

Masih lekat di ingatan bagaimana di bulan-bulan awal pandemi menghantam begitu banyak bisnis runtuh. Sektor yang paling terpengaruh seperti hospitality, restoran, logistik ekspor impor, transportasi, jelas kena imbas paling keras. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menekan tingkat penularan wabah memaksa sektor tadi gigit jari untuk sementara waktu.

Stoqo adalah salah satu korbannya. Tutupnya ribuan restoran, rumah makan, dan pusat perbelanjaan menyebabkan turunnya pendapatan mereka turun drastis. Stoqo mengumumkan berhenti beroperasi pada April lalu.

Startup Izy.ai, yang bisnisnya bersinggungan erat dengan hospitality, belajar dari keadaan tersebut. CEO Gerry Mangentang tidak ingin startup yang ia dirikan bernasib serupa.

Izy yang mulai beroperasi pada 2018 menggantungkan bisnisnya pada keberlangsungan hotel dan akomodasi. Platform-nya membantu hotel dan akomodasi dalam mendigitalisasi layanan dan meningkatkan konsumsi tamu. Gerry sadar pihaknya tak bisa terus-menerus hanya bersandar pada bisnis hospitality. Terlebih situasi di dalam negeri mengindikasikan pandemi masih akan berlangsung lebih lama.

“Kita harus pivot ke arah lain dan tidak boleh bergantung ke hotel saja. Kita ada rencana masuk ke [market] residensial dan ritel,” ujar Gerry.

Fokus bisnis Izy sejatinya terletak pada pemenuhan digitalisasi layanan hotel lewat model berlangganan. Layanan itu seperti pemesanan makanan di dalam hotel, room service, binatu, dan lainnya. Dengan prinsip yang sama, mereka berupaya membuka pasar baru dengan merambah ritel modern dan permukiman residensial.

“Kita ini platform on demand, kalau dengan ritel ini kita bisa dianggap light e-commerce-lah, tapi untuk mall dan ritel. Fokusnya akan ada di Jakarta, Bandung dan Bali,” ujar Gerry.

Efisiensi dan inisiatif lainnya

Jika Izy memilih pivot sebagai jalan untuk terus bertahan dari masa paceklik ini, Crowde dan Doogether lebih memilih jalan efisiensi.

Head of Impact Investment Crowde Afifa Urfani mengakui, di awal pandemi pihaknya mengalami dampak yang kuat dalam kekuatan untuk bertahan sampai penerimaan publik terhadap produknya. Itu sebabnya, menurut Afifa, Crowde lebih berhitung dalam setiap langkahnya.

“Kami memilih untuk slowing down, to speed up kemudian,” tutur Afifa.

Crowde menghitung baik-baik biaya keluar-masuk dari perusahaan, mengetatkan pengeluaran, hingga mengubah kultur perusahaan untuk melakukan segala kegiatannya secara digital. Cara tersebut merupakan kompensasi yang dipilih Crowde agar proses akuisisi dan maintenance proyek permodalan mereka tetap berjalan.

Bisnis inti Crowde sejatinya berporos pada pengendalian risiko permodalan di sektor pertanian. Sejak pandemi berlangsung, menurut Afifa, perusahaan membuat sejumlah inisiatif untuk menyesuaikan keadaan. Inisiatif tersebut salah satunya menghubungkan akses pasar dengan pembelian tonase.

“Yang berbeda hanyalah jika dulu fokus terhadap bisnis horeka (hotel, restoran, kafe/katering), kalau sekarang kami terbuka dengan potensi pasar multi-layer,” terang Afifa.

Doogether punya kiat tak jauh berbeda. Platform wellness yang digawangi Fauzan Gani ini mengakui Doogether melakukan banyak penyesuaian untuk pengeluaran.

Dari aspek inisiatif, Doogether fokus memperkaya fitur layanan mereka. Salah satunya dengan meluncurkan kelas berbasis live streaming yang dapat dipesan melalui aplikasi. Langkah strategis ini diambil untuk menyasar masyarakat yang kini lebih banyak berolahraga di dalam rumah.

“Selain itu pun kita menambahkan fitur verifikasi untuk para mitra kami yang sudah membuka fasilitas mereka dan mematuhi SOP dari pemerintah,” jelas CEO Fauzan Gani.

Pendanaan baru tetap jadi opsi

Memperpanjang napas menjadi fokus semua startup di situasi seperti ini. Di luar yang telah dilakukan tadi, pendanaan jelas jadi opsi yang tersedia untuk mereka. Namun pendanaan bukan pilihan mudah karena melibatkan lebih banyak faktor.

Fauzan berpendapat, kendala untuk menggelar babak pendanaan baru adalah situasi ekonomi Indonesia yang belum stabil. Ketersediaan vaksin sebagai harapan keluar dari krisis pandemi serta adopsi masyarakat terhadap industri yang mereka geluti menurutnya adalah faktor penentu.

Fauzan mengakui pihaknya belum ada rencana menggalang dana baru. Ia yakin runway Doogether masih cukup untuk selamat dari krisis pandemi semenjak mereka berhasil mendapatkan extension funding dari para investornya.

“Namun sebagai startup kita harus selalu siap melakukan babak baru pendanaan,” ungkapnya.

Afifah memiliki pendapat yang sama. Menarik minat investor untuk pendanaan baru jelas lebih menantang. Itu sebabnya menggelar pendanaan Seri A jadi proritas kedua. Prioritas pertama Crowde, menurutnya, adalah mengoptimalkan skema dan model bisnis agar bisa membiayai pengeluaran operasional, meski profit yang mereka peroleh tipis.

Dengan keyakinan runway dari pendanaan sebelumnya masih kuat menopang keberlangsungan perusahaan, Crowde bertekad melalui situasi krisis ini dengan bisnis mereka sendiri.

“Pastinya pilihan kami adalah menjalankan bisnis yang sehat agar bisa meyakinkan kemungkinan investasi,” pungkas Afifa.

Sementara itu Izy sedang berpacu dengan waktu. Pendanaan awal yang diperoleh belum lama ini membuat mereka memiliki runway hingga setahun ke depan. Dengan kondisi perhotelan dan akomodasi yang masih jauh dari normal, rencana pivot mereka akan berperan besar untuk masa depan perusahaan.

Solusi digital di sektor wellness bisa menjangkau target pasar yang lebih besar karena tidak ada batasan geografis

Pandemi Dorong Hadirnya Solusi Digital Jangka Panjang di Sektor “Wellness”

Pandemi Covid-19 ini menyerang satu hal yang terkadang tidak dianggap serius oleh sejumlah orang, yaitu kesehatan tubuh. Banyak orang yang kini lebih peduli dengan kesehatan mereka dan mulai mau menyisihkan uang demi menjaga kebugaran. Namun, pembatasan interaksi fisik memaksa mereka untuk menjalankan workout atau olahraga di rumah. Hal ini cukup berdampak pada beberapa pemain di industri wellness tanah air, seperti Doogether dan FITCO.

Dirangkum dari penelitian Researchandmarkets bertajuk Corporate Wellness – Global Market Trajectory & Analytics, di tengah pandemi dan resesi ekonomi yang membayangi, pasar global untuk Corporate Wellness diperkirakan mencapai $55,5 miliar pada tahun 2020, tumbuh pada rasio peningkatan tahunan (CAGR) 5,4% selama periode analisis 2020- 2027.

Fauzan Gani, Founder dan CEO DOOgether, menyampaikan, “Covid-19 telah mendorong kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan secara fisik juga mental, terutama ketika diharuskan untuk tetap di rumah. Peningkatan kesadaran ini terjadi secara global dan mendorong adopsi teknologi untuk membantu serta memudahkan pengguna dalam menjalankan gaya hidup sehat. Tim kami pun termotivasi untuk berfikir cepat dan agile dengan perubahan yang ada.”

Tantangan terbesar

Seperti yang diketahui, tempat gym dan pusat kebugaran merupakan salah satu sektor bisnis yang belum mendapatkan izin untuk beroperasional kembali hingga kini. Adanya protokol baru turut mempengaruhi kegiatan operasional yang ada. Sebagai contoh, kebijakan untuk mengurangi kapasitas member yang berlatih di studio gym turut mempengaruhi jumlah transaksi.

Sementara itu, mulai banyak konten olahraga tersedia di berbagai platform yang bisas diakses secara gratis. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi pelaku bisnis dalam industri wellness. 

Menanggapi hal ini, Jeff Budiman, Co-Founder dan CEO FITCO, mengatakan, “Preferensi setiap orang tentunya berbeda-beda. Ada orang-orang yang merasa cukup melakukan olahraga dengan hanya mengikuti gerakan yang ditunjukkan di internet, namun ada juga yang mengutamakan kenyamanan dan keamanan jika dipandu langsung oleh pengawas profesional seperti seorang personal coach.”

Sebuah insight dari representatif ClassPass untuk APAC menunjukkan bahwa kelas berbayar cenderung menciptakan komitmen yang lebih kuat serta mendorong Anda untuk lebih berusaha hadir. Dengan kata lain, akan jauh lebih mudah untuk menghindar dari konten-konten gratis di media sosial karena tidak ada pengorbanan di dalamnya.

Solusi digital jangka panjang

Sesungguhnya, konsep live streaming sendiri bukan yang pertama terjadi di Indonesia. Sebelumnya, telah ada acara khusus yang menayangkan instruktur olahraga di beberapa stasiun televisi. Konsepnya kurang lebih sama, hanya saja dengan akses yang berbeda.

Doogether mencoba menjawab tantangan ini dengan menambah dua fitur baru yaitu platform video on-demand yang dibuat mitra berpengalaman dan kelas olahraga virtual “Doolive” yang bisa dipesan melalui aplikasinya.

“Kelas-kelas virtual kami diadakan oleh para mitra yang memiliki brand dan quality yang tinggi. Dengan memberikan real value terhadap customer kami, kami yakin dapat menggaet dan mempertahankan customer kami lebih banyak lagi,” tambah Fauzan.

Selain itu, solusi digital ini dianggap bisa menjangkau target market yang lebih luas. Tidak ada lagi batas geografi yang menghalangi para gym-goers untuk bisa menikmati olahraga dengan instruktur berkualitas. Aktivitas ini pun bisa dilakukan di mana saja, tidak terpusat pada satu tempat.

“Setelah kita meluncurkan inisiatif di masa pandemi, ada kenaikan secara organik pada jumlah pengguna di aplikasi DOOgether di beberapa kota besar. Hal ini turut membantu para mitra kami mendapatkan customer awareness dari kota-kota lain,” ujar Fauzan.

Di sisi lain, sebagai wellness tech startup yang memiliki ekosistem wellness secara holistik, FITCO telah mengembangkan berbagai subvertikal bisnis mereka. Selain 20Fit sebagai core business yang sementara beralih menjadi layanan virtual, mereka memiliki fitur Shop yang menyediakan home gym equipment untuk mendukung kemudahan masyarakat yang ingin tetap aktif meski sedang berada di rumah.

Disinggung mengenai rencana bisnis di sisa tahun ini, Jeff menyampaikan, “Untuk saat ini, kami fokus untuk terus meningkatkan kualitas layanan virtual dan home service yang telah kami jalankan. Rencananya layanan ini juga akan terus kami adakan saat nanti studio gym dan pusat kebugaran sudah diizinkan untuk beroperasi kembali. Harapannya, seluruh ekosistem wellness ini dapat memudahkan masyarakat yang ingin meningkatkan imunitas tubuhnya khususnya di masa pandemi.”

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Wellness Startups Offer Various Online Activities Amidst the Current Pandemic

The Covid-19 outbreak has refrained people from their routine, forced them to stay at home, even distance themselves from one another. Even though, stay at home doesn’t mean you have nothing to do. We can still be well and healthy at home with nutritious food and in-house sport.

Here are some list of wellness startups available to use for those who intend to keep up the wellness and healthiness at home.

Doogether

wellness content and services at home by Doogether
wellness content and services at home by Doogether

Since its debut, the startup led by Fauzan Gani has been focused on wellness platform by providing booking access to sport spaces or classes. Amidst the pandemic, Doogether offers Doolive service.

Accessible via dirumahaja.doogether.id page, they offer online wellness activity through live video streaming. It’s kind of adjustment for those who intend to keep their training classes going but forced to stay home at this time of the pandemic.

In addition, Doogether also provides Doofood, a service that allows its users to order healthy food through app. Therefore, Doogether can still provide a solution for those who want to consume healthy food along with virtual exercise sessions.

FitCo

An app under development of The Fit Company, FitCo, can be an option to keep your body healthy at home. The Fit Company, led by Jeff Budiman, has been always committed to providing a healthy and active lifestyle for people.

In the whole ecosystem, FitCo offers some services for its users to stay healthy and active. In terms of exercise, they offer direct booking feature with guidance for exercise sessions. Moreover, there are some supporting features, such as VirtuFit from 20 Fit and Workout From Home.

Various healthyfood and sport equipment online
Healthy food variants and sports equipment online

In addition, FitCo ecosystem is getting better furnished with FitShop that sells various kinds of sports equipment, healthy food, and other basic needs of healthy lifestyle. Last 2019, FitCo has acquired Slim Gourmet to provide FitGourmet, healthy food catering. Thus, FitCo has become a platform with the most complete services for healthy and active lifestyle in Indonesia.

There are also other startups offering similar services to keep up the healthy lifestyle during the stay at home period, such as Lemonilo, the e-commerce that sells healthy food, also healthy food catering, Gorry Gourmet and YummyCorp.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Aplikasi Kebugaran

Di Tengah Pandemi, Startup Wellness Tawarkan Berbagai Aktivitas dan Layanan Kebugaran Online

Adanya pandemi Covid-19 memaksa banyak orang untuk mengubah rutinitasnya, membatasi waktu keluar rumah, atau bahkan tidak keluar rumah sama sekali. Kendati demikian di rumah bukan berarti tidak melakukan apa-apa. Di rumah pun bisa tetap sehat dan bugar dengan asupan makanan sehat dan olahraga.

Berikut layanan startup wellness yang bisa dimanfaatkan bagi mereka yang ingin tetap bugar dan sehat selama di rumah saja.

Doogether

Layanan dan konten aktivitas kebugaran yang bisa dilakukan di rumah
Layanan dan konten aktivitas kebugaran yang bisa dilakukan di rumah

Startup yang dinahkodai Fauzan Gani ini memang sejak awal kemunculannya fokus sebagai platform wellness dengan menyediakan akses pemesanan ke tempat atau kelas olahraga. Kini di tengah pandemi, Doogether memiliki Doolive.

Bisa diakses di laman dirumahaja.doogether.id mereka menawarkan kelas olahraga langsung melalui live video streaming. Semacam bentuk penyesuaian bagi mereka yang tetap ingin hadir di kelas olahraga tetapi kondisi memaksa mereka di rumah aja.

Selain itu Doogether juga memiliki Doofood, layanan yang memungkinkan penggunanya bisa mendapatkan makanan sehat melalui aplikasi. Jadi kendati di rumah Doogether bisa tetap menjadi solusi untuk tetap mendapat asupan makanan bergizi dan bugar dengan sesi kelas olahraga virtual.

FitCo

FitCo, aplikasi yang dikembangkan oleh The Fit Company bisa jadi salah satu pilihan untuk tetap sehat dan bugar di rumah. The Fit Company yang dipimpin Jeff Budiman sejak awal memang memiliki komitmen untuk menciptakan gaya hidup aktif dan sehat bagi masyarakat.

Di ekosistem FitCo sendiri banyak pilihan bagi pengguna untuk tetap sehat dan bugar. Untuk olahraga misalnya, ada fitur untuk booking kelas olahraga langsung juga ada panduan untuk menjalankan olahraga. Kemudian ada fitur atau layanan pendukung lainnya seperti VirtuFit dari 20 Fit dan Workout From Home.

Beragam produk makanan sehat dan perlengakapan kebugaran dijual online
Beragam produk makanan sehat dan perlengakapan kebugaran dijual online

Selain itu ekosistem FitCo semakin lengkap berkat adanya FitShop yang menjual berbagai macam keperluan olahraga, makanan sehat, dan juga keperluan gaya hidup sehat lainnya. Di 2019 silam FitCo mengakuisisi Slim Gourmet untuk menghadirkan Fit Gourmet, catering makanan sehat. Dengan demikian FitCo menjadi salah satu layanan dengan ekosistem sehat dan bugar yang lengkap di Indonesia.

Untuk pilihan lainnya ada beberapa nama startup yang bisa jadi pilihan untuk tetap menjalankan gaya hidup sehat meski di rumah, antara lain Lemonilo e-commerce yang menjual produk makanan sehat, serta layanan katering makanan Gorry Gourmet dan Yummy Corp.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Startup Wellness Doogether

Memperkenalkan Industri “Wellness” Lewat Teknologi

Kesadaran masyarakat urban akan pola hidup sehat terus meningkat, menjadikan pusat aktivitas kebugaran dan produk penunjang kesehatan makin diminati. Karena diminati, kehadirannya makin mudah ditemukan, terutama di kota-kota besar.

Topik ini menarik, memunculkan istilah industri wellness karena ada pendekatan digital untuk menghubungkan seluruh kebutuhan tersebut. DailySocial belum lama ini juga merilis riset khusus terkait ini, dengan cakupan responden dari Jakarta.

Kali ini dalam #SelasaStartup edisi pekan kedua November 2019, mengundang Founder & CEO Doogether Fauzan Gani sebagai pembicara. Dia banyak berbagi pengalaman merintis Doogether dan bagaimana memperkenalkan industri wellness ke masyarakat luas.

Doogether adalah startup pemesanan pusat kebugaran yang dirintis sejak 2016. Perluasan vertikal bisnis yang sudah dirambah adalah pemesanan katering sehat dan merchant global distribution untuk segmen B2B.

Potensi industri wellness

Dalam riset DailySocial, wellness didefinisikan sebagai proses aktif yang mengarahkan pada pilihan, kegiatan, dan gaya hidup menuju kondisi kesehatan menyeluruh, baik kesehatan fisik, mental, dan emosional. Aktivitas kebugaran, produk kecantikan, atau produk makanan sehat, termasuk contoh elemen di dalamnya.

Dari 600 responden yang disurvei, menyebutkan produk wellness yang paling banyak diketahui adalah obat-obatan 73,5%, suplemen kesehatan 70%, suplemen makanan 69,2%, dan layanan kebugaran 57%.

Menurut Global Wellness Institute, potensi secara global dari industri ini mencapai $4,2 triliun. Melihat salah satu irisan produknya, makanan sehat berpotensi $702 miliar, dan fitness $595 miliar.

Dari data yang Fauzan kutip, dia menjelaskan tren investasi di Asia untuk industri wellness, Indonesia sedikit tertinggal sejak beberapa tahun belakangan. Namun, Indonesia mampu mengejar ketertinggalannya, malah kini dianggap berada di waktu yang tepat buat industri wellness menunjukkan taringya.

Diproyeksikan Indonesia akan memiliki 3 juta konsumen pada tahun 2025. Sementara, Tiongkok 6 juta dan India 4 Juta.

Kabar mengenai akuisisi perangkat hardware Fitbit oleh Google, semakin meyakinkan bahwa industri wellness ini akan menjadi industri yang terpisah dari kesehatan pada beberapa tahun mendatang. Sama seperti industri OTA yang kini menjadi industri terpisah dari transportasi.

Awal tahun sebagai pembelajaran

Potensi memang besar, tapi bagaimana perjalanan awal Doogether? Fauzan menceritakan pada 2016 hingga 2018 adalah tahun pembelajaran buat Doogether. Dia mengakui baru tahun ini Doogether punya pamor.

Pada tahun pertama hingga sekarang, banyak pembelajaran dari internal Doogether. Bagaimana bisa mengomunikasikan gaya hidup sehat untuk konsumen, mengingat wellness belum dikenal sama sekali.

Kompetitor pun pada saat itu hanya ada satu, itupun dari luar negeri. Kondisi tersebut membuat investor sangsi dengan potensi wellness. Lantaran, bila memang potensi besar, mengapa pemain lokal hanya ada Doogether saja?.

Makanya pendekatan awal adalah menyediakan platform pemesanan pusat kebugaran dan olahraga. Insipirasinya cukup simpel, melihat dari tren car free day (CFD) di Jakarta makin lama ramai peminatnya.

“Kita berubah terus, tahun 2016 mulai kita selalu mengikuti apa maunya konsumen. Hingga 2017 selalu ketemu hal-hal baru.”

Tiga tahun pertama, perubahan tampilan kerap terjadi, demi menyesuaikan dengan keinginan konsumen. Traksi pun diakui benar-benar masih minim hingga akhirnya pada 2019 ada titik perubahan produk yang membuat pertumbuhan sangat terdongkrak.

“Ada juga kondisi di industri yang trennya mengikuti industri wellness, seperti Go-Food yang menyediakan merchant berjualan katering sehat. Ini yang menyebabkan juga kenapa kami merilis DooFood.”

Aplikasi Doogether kini menyentuh unsur interaksi sosial antar pengguna. Ini bertujuan untuk menjaga loyalitas mereka dan mengurangi churn rate. Beberapa fitur sosial tersebut, antar pengguna bisa saling cek timeline di mana mereka berolaharaga dan menandai kedatangan mereka di satu tempat gym.

“Fitur tersebut ada setelah kita wawancara dengan responden. Kita temui langsung mereka dan tanya apa saja yang mereka ingin Doogether sediakan.”

Taktik mengurangi strategi bakar duit

Fauzan mengungkapkan bahwa Doogether termasuk startup yang minim melakukan strategi ‘bakar duit’ untuk menarik konsumen baru. Dia meyakini sedari awal perusahaan harus didesain sebagai perusahaan yang profitable untuk menciptakan industri yang sehat.

“Sebenarnya kita baru start spending [marketing] pada kuartal dua tahun ini, sebelumnya enggak pernah. Kita ingin smart spending, harus tahu spend di mana dan dapat apa. Jadi jelas efektifnya.”

Sebelum mulai menganggarkan dana untuk pemasaran, perusahaan memilih strategi kerja sama dengan berbagai pihak. Cara ini dianggap efektif untuk menekan keinginan untuk ‘bakar duit’.

Perusahaan justru menganggarkan dana pemasaran untuk mewawancarai konsumen. Ingin tahu lebih dalam mengapa memilih Doogether, apa saja feedback dari mereka digali dalam-dalam untuk membuat produk sesuai konsumen inginkan.

“Kita jarang banget kasih diskon sebab pada akhirnya yang konsumen pilih itu bukan dari harga, tapi mereka pilih Doogether karena suka dengan apa yang kita berikan,” pungkasnya.

GoFitness

Gojek Gaet Doogether Luncurkan Layanan Reservasi Pusat Kebugaran “GoFitness”

Gojek merilis layanan reservasi tempat kebugaran GoFitness dan menggaet Doogether sebagai mitra eksklusif. Ini adalah layanan keempat, setelah GoGive, GoMall, dan GoNews, yang diperkenalkan ke publik dengan menggandeng pihak ketiga.

Head of Third Party Platform Gojek Group Sony Radhityo mengatakan, inovasi ini lahir berdasarkan peningkatan tren gaya hidup sehat yang tercermin dalam perilaku pengguna aplikasi Gojek.

Salah satunya dari GoRide, sejak awal tahun ini terdapat rata-rata lebih dari 11 ribu pengguna yang melakukan perjalanan ke tempat olahraga dan kebugaran setiap bulannya. Untuk layanan GoFood, dalam periode yang sama telah mengantarkan lebih dari 600 ribu porsi menu makanan yang terdapat dalam kategori makanan sehat.

Informasi tersebut diolah untuk optimalisasi dan personalisasi produk dan layanan sesuai dengan preferensi tiap konsumen, sehingga dapat menjadi solusi untuk permudah aktivitas sehari-hari.

“Informasi mengenai tren gaya hidup sehat inilah yang melatarbelakangi hadirnya GoFitness sebagai layanan terbaru Gojek,” terang Sony, Rabu (28/7).

Menurutnya, Doogether adalah salah satu aplikasi lokal yang kuat di bidangnya. Punya kesamaan target, ingin permudah kehidupan sehari-hari. Sehingga dari kacamata bisnis, daripada Gojek harus satu per satu akuisisi pusat kebugaran sebagai merchant, lebih baik gandeng mitra agar bisa jangkau pengguna lebih luas lagi.

CEO Doogether Fauzan Gani menambahkan, kedua perusahaan punya kesamaan visi, bahwa teknologi punya peranan besar untuk memudahkan kehidupan masyarakat. GoFitness merupakan salah satu perwujudan partisipasi aktif perusahaan untuk meningkatkan perkembangan industri olahraga di Indonesia.

“Tren adopsi gaya hidup sehat di Doogether meningkat pesat sejak tahun lalu, secara keseluruhan bisnis kami naik 900%. Ini terlihat dari meningkatnya jumlah pusat kebugaran yang mendorong orang untuk mulai aktif berolahraga,” terang Fauzan.

Secara bertahap, database dari Doogether akan sepenuhnya tersedia di GoFitness. Adapun saat ini baru tersedia untuk wilayah Jakarta saja, sementara layanan Doogether telah tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Bali dengan total 200 pusat kebugaran dan lebih dari 20 ribu kelas olahraga.

UI/UX akan semakin disempurnakan. Sementara ini, untuk bisa mengakses GoFitness harus sudah terdaftar sebagai pengguna Doogether. Sony memastikan ke depannya proses akan jauh lebih seamless.

Terlebih, GoFitness ini juga telah terhubung secara eksklusif dengan Gopay untuk metode pembayarannya. Konsumen pun bisa mendapat berbagai promosi yang ditawarkan dari Gopay.

GoFitness segera tersedia dalam bentuk tile untuk versi Android, bersama dengan menu lainnya dari Gojek. Sedangkan untuk versi iOS, bentuk tile akan menyusul, sekarang ini masih dalam bentuk shuffle card yang harus di-scroll dalam laman utama Gojek.

Application Information Will Show Up Here