Tag Archives: Dota 2

Esports Tourism: Bagaimana Game dan Esports Bisa Memajukan Pariwisata

Valve menyediakan 26,8 ribu tiket untuk The International 2019. Dan tiket tersebut terjual habis dalam waktu kurang dari satu menit. Hal ini menunjukkan, walau kompetisi esports bisa ditonton melalui platform streaming secara gratis, sebagian fans tetap punya minat tinggi untuk menonton kompetisi esports secara langsung. Pemerintah Indonesia melihat fenomena ini sebagai kesempatan untuk memulihkan sektor pariwisata, yang terpuruk karena pandemi COVID-19. Karena itulah, mereka hendak menggenjot sports tourism.

Apa Itu Sports Tourism dan Apa yang Sudah Pemerintah Lakukan?

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengartikan sports tourism sebagai kegiatan wisata yang digabung dengan olahraga. Sementara United Nation World Tourism Organization (UNWTO) mengatakan, ada kaitan erat antara olahraga dengan industri pariwisata. Karena, keduanya bisa mendorong jutaan orang untuk berpergian, baik untuk mengunjungi sebuah atraksi wisata atau untuk menonton kompetisi olahraga. UNWTO bahkan menyebutkan, sports tourism merupakan salah satu sektor pariwisata dengan tingkat pertumbuhan paling tinggi.

Di Indonesia, Kemenparekraf mengungkap, potensi nilai sektor sports tourism mencapai Rp18.790 triliun. Sejak lama, Indonesia memang punya beberapa kegiatan olahraga yang menjadi atraksi wisata, seperti lompat batu di Nias. Sekarang, pemerintah ingin mendorong sports tourism untuk menghidupkan kembali industri pariwisata.

Salah satu ajang olahraga tingkat dunia yang digelar di Indonesia belum lama ini adalah World Superbike. Kompetisi balap motor itu diadakan di Mandalika International Street Circuit. Menurut Direktur Operasi & Inovasi Bisnis, Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), Arie Prasetyo, keuntungan yang didapat dari penyelenggaraan balapan tingkat dunia di sirkuit Mandalika bisa mencapai Rp500 miliar. Keuntungan itu didapat dari penjualan tiket, merchandise, reservasi hotel, serta kuliner.

“Kami melakukan studi bahwa dampak pelaksanaan event itu membawa pertumbuhan ekonomi hingga Rp500 miliar di setiap gelaran event. Dari pembelian tiket, belanja, hotel, membeli merchandise, makan minuman, dan sebagainya,” kata Arie, dikutip dari Medcom.id.

Selain itu, pemerintah juga menggelar babak final dari Piala Presiden Esports (PPE) 2021 di Bali. Harapannya, hal ini akan meningkatkan jumlah wisatawan yang pergi ke Bali. Setidaknya, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Baparekraf, Rizki Handayani Mustafa mengatakan, Bali akan dikunjungi oleh pemain, penyelenggara, dan penonton dari PPE 2021.

Perempuan yang akrab dengan panggilan Kiki itu mengatakan, memang, biasanya, pihak penyelenggara atau atlet akan langsung pulang setelah acara berakhir. Namun, pemerintah bisa bekerja sama dengan biro perjalanan untuk menyediakan paket perjalanan yang membuat para pengunjung tinggal di Bali lebih lama. Hal ini diharapkan akan meningkatkan konsumsi layanan pariwisata, seperti hotel dan kuliner.

Cokorda Raka Satrya Wibawa, Kepala Seksi Peningkatan Prestasi Olahraga, Pemerintah Provinsi Bali bercerita, dampak pandemi pada sektor pariwisata di Bali memang luar biasa. Sekitar 90% industri pariwisata di Bali terkena dampak pandemi, yang membuat kegiatan pariwisata menjadi jauh berkurang. Dengan adanya acara olahraga — termasuk Piala Presiden Esports — dia berharap, industri pariwisata di Bali akan bisa hidup kembali.

Sementara itu, Mamit Hussein, Assistant Vice President of Business Innovation, Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) merasa, esports punya potensi untuk menjadi bagian dari sports tourism. Pasalnya, jumlah penonton esports saat ini sudah mencapai ratusan juta orang. Dan angka itu masih akan terus naik. Di dunia, jumlah penonton esports diperkirakan mencapai 472 juta orang. Sementara di Asia Tenggara, Niko Partners memperkirakan, jumlah penonton esports mencapai sekitar 100 juta orang.

Pemerintah memang menggelar babak final PPE 2021 di Bali dengan tujuan untuk membuat industri pariwisata kembali bergeliat. Namun, Sekretaris Jenderal Piala Presiden Esports 2021, Matthew Airlangga memastikan bahwa mereka akan tetap menekankan protokol kesehatan. Dia menyebutkan, sistem bubble akan digunakan selama PPE 2021 berlangsung.

“Sampai pertandingan selesai, kami juga akan memastikan bahwa atlet dan semua pihak yang terlibat sudah mendapatkan vaksin,” ujar Matthew. “Sebagi bagian dari sistem bubble, kami juga akan mengadakan rapid test berkala secara rutin di semua lokasi. Semua pihak yang sudah masuk ke lokasi tidak akan bisa keluar-masuk sampai pertandingan berakhir.”

Potensi Pemasukan dari Esports/Game Tourism

Kompetisi olahraga — dalam kasus ini, turnamen esports — terbukti bisa mengundang wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Pertanyaannya, berapa besar dampak ekonomi yang didapat oleh sebuah kota jika ia menjadi tuan rumah dari kompetisi esports?

Menurut data dari agensi media dan esports Big Block, turnamen Rainbow Six, Major Raleigh, memberikan dampak ekonomi langsung sebesar US$1,45 juta (sekitar Rp20,9 miliar) ke Raleigh, ibukota dari negara bagian North Carolina di Amerika Serikat. Dari segi jumlah wisatawan, Major Raleigh berhasil mendatangkan sekitar 2,6 ribu orang per hari. Sekitar 70% dari seluruh pengunjung berasal dari luar North Carolina atau bahkan dari luar Amerika Serikat. Padahal, turnamen Major Raleigh hanya diadakan secara offline selama 3 hari, yaitu 16-18 Agustus 2019 di Raleigh Convention Center.

Data tentang pengaruh dari Raleigh Major. | Sumber: The Esports Observer

Mari kita mengambil contoh lain. League of Legends European Championship (LEC) Finals diadakan di Rotterdam, Belanda pada Juli 2019. Walau hanya diadakan selama 2 hari, LEC Finals berhasil memberikan kontribusi sebesar EUR2,4 juta (sekitar Rp38,8 miliar) ke ekonomi lokal Rotterdam, menurut Riot Games. Selain itu, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Riot, sebanyak 87,13% dari pengunjung yang datang untuk menonton LEC merupakan pengunjung dari luar Rotterdam. Setiap harinya, para pengunjung menghabiskan biaya rata-rata sekitar EUR52,6 (sekitar Rp850 ribu).

Semakin besar sebuah turnamen esports, semakin besar pula dampak ekonomi yang ia berikan. Ketika The International 8 digelar di Rogers Arena, Vancouver, Kanada selama 6 hari, kompetisi itu memberikan dampak ekonomi langsung sebesar CA$7,8 juta (sekitar Rp87 miliar), menurut perkiraan dari Tourism Vancouver. Penjualan tiket menjadi salah satu sumber pemasukan dari TI8. Untuk hari kerja, harga tiket dari TI8 diharga CA$75 (sekitar Rp837 ribu). Sementara tiket untuk menonton babak final di akhir pekan diharga CA$280 (sekitar Rp3,1 juta).

Jeff Lockwood, Assistant Manager, The Pint, salah satu bar yang terletak tidak jauh dari Rogers Arena mengatakan bahwa pihak event organizers sempat menghubungi The Pint untuk menyewa bar tersebut selama satu minggu. Pada akhirnya, keduanya setuju untuk menayangkan The International di bar tersebut. Lockwood mengatakan, kedatangan para fans Dota 2 membuat The Pint menjadi lebih sibuk dari biasanya.

“Para fans sangat sopan dan mereka memberikan tip yang besar,” kata Lockwood, seperti dikutip dari Vancouver Sun. “Para pekerja saya sangat senang. Karena lingkungan kerja juga jadi lebih menyenangkan.” Dia tidak menyebutkan berapa besar pemasukan ekstra yang dia dapat dengan kedatangan para fans Dota 2. Namun, dia mengaku, pendapatan The Pint memang “meningkat tajam” selama The International.

The International 8 di Roger Arena, Kanada. | Sumber: Wikipedia

Kompetisi esports besar memang bisa menarik ribuan atau bahkan puluhan ribu wisatawan. Hanya saja, turnamen esports biasanya tidak berlangsung lama. Selain itu, turnamen-turnamen besar seperti The International atau League of Legends World Championship biasanya memilih kota yang beda setiap tahun sebagai tuan rumah. Kabar baiknya, ada cara lain untuk membuat gamers tertarik mengunjungi sebuah kota sebagai turis. Ialah gaming hotel.

Di dunia, ada beberapa hotel yang menjadikan gaming hotel sebagai brand mereka, menargetkan gamers sebagai pelanggan mereka. Salah satunya adalah Arcade Hotel. Hotel yang terletak di Amsterdam, Belanda itu diklaim sebagai gaming hotel pertama. Apa yang membedakan Arcade Hotel dari hotel biasa? Di setiap kamar di Arcade Hotel, Anda akan menemukan berbagai konsol game, mulai dari konsol baru sampai konsol lawas. Tak hanya itu, Arcade Hotel juga menyediakan headset berkualitas dan internet cepat untuk para pengunjung.

Sama seperti hotel lain, Arcade Hotel punya kamar dengan ukuran yang berbeda-beda, mulai dari kamar dengan satu tempat tidur sampai kamar yang menyerupai kamar asrama dan dapat menampung hingga empat orang. Harga Single Room — untuk 1 orang — di Arcade hotel adalah EUR68,4 (sekitar Rp1,1 juta) per malam. Sementara untuk Friends Quad Room — yang bisa menampung hingga 4 orang — dihargai EUR133,2 (sekitar Rp2,2 juta) per malam. Arcade Hotel juga dilengkapi dengan Game Room, yaitu ruangan sebesar 270 kaki persegi yang dilengkapi dengan 6 PC gaming, semua konsol baru, serta bagian khusus untuk virtual reality.

Contoh gaming hotel lainnya adalah I Hotel, yang ada di Taoyuan District, Taiwan. Sama seperti Arcade Hotel, I Hotel juga menyediakan perlengkapan gaming di setiap kamar, berupa dua konsol modern dan dua PC gaming. PC gaming di hotel tersebut menggunakan prosesor i5-7400 dan GPU GTX 1080 Ti. Setiap kamar juga memiliki gaming chair serta TV 46 inci. Lobi dari I Hotel bahkan memiliki gaming arena yang bisa digunakan untuk main bersama.

Bahkan, Hilton Panama juga punya kamar khusus untuk para gamers. Memang, Hilton Panama bukanlah gaming hotel. Namun, hotel itu memiliki gaming room, yang seperti namanya, ditujukan untuk memanjakan para gamers. Kamar bernomor 2425 di Hilton Panama tidak hanya menawarkan pemandangan indah dan layanan mewah, tapi juga berbagai peralatan gaming lengkap. Di kamar itu, Anda akan menemukan TV 4K OLED, PC Alienware dengan prosesor i7-7800 dan GPU GTX 1080 Ti, konsol Xbox One Elite, laptop Alienware yang bisa dihubungkan ke monitor 34 inci, serta kursi gaming.

Gaming room yang ada di Hilton Panama. | Sumber: The Verge

Contoh gaming hotel lainnya adalah Atari Hotel, yang masih dalam tahap pembangunan. Hotel yang didesain oleh perusahaan arsitektur global Gensler itu akan dibuka di Las Vegas, Amerika Serikat, pada 2022. Hotel itu memiliki bentuk menyerupai A yang ada pada logo Atari. Konsep Atari Hotel sendiri datang dari Napoleon Smith III, pengusaha dan juga rekan dari GSD Group. Sebelum hadir dengan konsep Atari Hotel, dia memang dikenal sebagai orang yang senang menghidupkan kembali merek lama, menurut laporan Fast Company.

Smith mengatakan, Atari Hotel akan memiliki desain dengan tema gabungan antara cyberpunk dystopia dan 80s-era low-bit nostalgia. Setiap kamar akan dilengkapi dengan berbagai platform gaming dan banyak game. Kamar di Atari Hotel juga akan memiliki TV berukuran besar serta internet cepat. Smith mengatakan, target market untuk Atari Hotel adalah hardcore gamers serta keluarga.

Taman Bermain dan Kafe Bertema Game

Jika gaming hotel dirasa masih tidak cukup menarik sebagai objek wisata untuk membuat para gamers keluar rumah, taman bermain bisa menjadi opsi alternatif. Banyak gamers yang bermimpi untuk bisa masuk ke dalam dunia game favoritnya. Kabar baik bagi para fans Super Mario, mereka bisa berkunjung ke Super Nintendo World untuk merasakan bagaimana rasanya hidup di dunia Super Mario.

Terletak di Universal Studios Japan, Super Nintendo World memang didesain dengan tema Super Mario. Misalnya, gerbang dari taman bermain itu merupakan pipa hijau yang menyerupai Warp Pipes dalam game Super Mario. Selain itu, pengunjung juga akan menemukan question blocks, yang bisa dipukul untuk mendapatkan koin virtual. Super Nintendo World juga punya berbagai atraksi yang menyerupai gameplay dari game Super Mario, seperti Koopa’s Challenge, yang menyerupai Mario Kart.

Tentu saja, di Super Nintendo World, para pengunjung juga akan menemukan karakter-karakter ikonik dalam Super Mario, seperti Mario, Luigi, dan Princess Peach. Mereka bisa mengambil foto bersama dengan karakter-karakter tersebut. Hanya saja, selama pandemi, pengunjung dilarang untuk menyentuh karakter-karakter itu. Selain itu, selama pandemi, Super Nintendo World juga membatasi jumlah pengunjung yang boleh masuk. Setiap hari, jumlah maksimal pengunjung dari Super Nintendo World adalah 10 ribu orang, setengah dari kapasitas maksimal taman bermain itu.

Keputusan Nintendo untuk membangun Super Nintendo World menunjukkan bahwa mereka ingin mencari cara baru dalam memonetisasi intellectual proprety (IP) mereka, seperti Super Mario.

“Nintendo memiliki strategi untuk mengalihkan bisnis mereka dari bisnis game ke bisnis hiburan. Dan strategi itu bisa memakan waktu puluhan tahun,” kata David Gibson, analis di Astris Advisory, perusahaan asal Tokyo, Jepang, seperti dikutip dari CNN.

Super Nintendo World bisa menghasilkan miliaran rupiah setiap harinya. Di hari kerja, harga tiket masuk dari taman bermain tersebut adalah 7,8 ribu yen atau sekitar Rp980 ribu. Sementara di akhir pekan, harga tiket naik menjadi 8,4 ribu yen atau sekitar Rp1,1 juta. Dengan asumsi jumlah pengunjung hanya mencapai 5 ribu setiap hari — setengah dari kapasitas yang diperbolehkan — maka setiap harinya, Super Mario World bisa mendapatkan sekitar Rp4,9 miliar atau Rp5,5 miliar. Namun, membangun taman bermain itu juga tidak murah. Untuk membangun Super Nintendo World, dibutukan waktu selama 6 tahun dan biaya sebesar US$500 juta (sekitar Rp7,2 triliun).

Sayangnya, tidak semua perusahaan game bisa melakukan apa yang Nintendo lakukan. Untuk membuat dan menyukseskan taman bermain sebesar Super Mario World, sebuah perusahaan tidak hanya harus memiliki dana yang cukup, tapi mereka juga harus memiliki IP yang dikenal oleh banyak orang. Karena itu, sebagian perusahaan game memilih untuk “hanya” membuat kafe bertema game. Dua contohnya adalah Capcom Cafe dan Square Enix Cafe yang terletak di Tokyo, Jepang.

Pada Desember 2019, Capcom Cafe mengadakan kolaborasi dengan Devil May Cry, salah satu franchise game milik Capcom. Bentuk kolaborasi ini adalah Capcom Cafe akan menyediakan menu khusus yang terinspirasi dari game Devil May Cry. Kolaborasi itu diadakan untuk merayakan Devil May Cry 5, yang dirilis pada Maret 2019. Berikut beberapa menu yang menjadi bagian dari kolaborasi Capcom Cafe dan Devil May Cry:

1. Bloody Palace BBQ Plate ~Vergil Mode~ (1,580 yen + pajak)
2. Ciacco’s Pizza Hamburger ~Dante Mode~ (1,580 yen + pajak)
3. V’s Book Chocolate Cake (1,480 yen + pajak)
4. Devil’s Chocolate Parfait ~Nero Mode~ (1,280 yen + pajak)
5. Dante (880 yen + pajak)
6. Nero (880 yen + pajak)

Menu khusus di Capcom Cafe. | Sumber: Siliconera

Di Capcom Cafe, selain makanan yang terinspirasi dari karakter-karakter Devil May Cry, pengunjung juga bisa membeli stirring sticks — yang menampilkan karakter-karakter dalam Devil May Cry — seharga 700 yen jika mereka membeli minuman. Namun, pengunjung tidak bisa memilih karakter yang muncul di stirring sticks yang mereka dapatkan, menurut laporan Siliconera.

Di Indonesia, setahu saya, tidak ada kafe khusus bertema game seperti Capcom Cafe atau Square Enix Cafe. Namun, pada November 2021 lalu, MiHoYo — developer dari Genshin Impact — mengadakan event offline, HoYo Fest, di Jakarta. Bekerja sama dengan Warung Koffie Batavia, MiHoYo membuat kafe yang bertema tiga game mereka: Genshin Impact, Honkai Impact, dan Tear of Themis, seperti yang disebutkan dalam Medcom.id.

Bagi pengunjung yang menghabiskan uang dengan nominal tertentu, mereka akan mendapatkan mystery gift box alias gacha di dunia nyata. Kotak itu berisi artwork, pin, figurine, atau merchandise lainnya. Hanya saja, orang yang mendapatkan kotak itu tidak akan tahu apa yang ada di dalam kotak tersebut sampai mereka membukanya. Selain di Indonesia, MiHoYo juga mengadakan event offline tersebut di beberapa negara Asia Tenggara lain, seperti Malaysia dan Singapura.

Sayangnya, eksekusi HoYo Fest di Indonesia masih kurang maksimal. Menurut laporan Risa Media, sejumlah pengunjung mengajukan protes karena kafe bertema di HoYo Fest dianggap kurang memberikan nuansa game. Dekorasi dalam kafe hanya berupa tempelan karakter dan jejeran merchandise. Tak hanya itu, penyajian makanan juga dianggap kurang memuaskan. Memang, jika Anda membandingkan tampilan pempek yang ada di HoYo Fest dengan menu makanan hasil kolaborasi Capcom dengan Devil May Cry, akan terlihat perbedaan cara penyajian makanan antara keduanya.

Kesimpulan

Dimana ada gula, di situ ada semut. Pepatah ini juga berlaku untuk para fans esports. Dimana ada kompetisi esports besar, para fans pasti akan berkumpul. Tren ini bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mendorong industri pariwisata. Semakin besar turnamen esports yang diadakan, semakin besar pula massa yang mungkin datang. Hanya saja, semakin besar turnamen esports yang hendak digelar, semakin banyak pula persyaratan yang harus dipenuhi kota tuan rumah.

Sebagai contoh, sebelum pandemi, Valve sempat hendak melelang posisi kota tuan rumah dari The International. Beberapa persyaratan yang mereka ajukan antara lain koneksi internet yang cepat, transportasi umum yang baik, bandara bertaraf internasional, dan stadion dengan kapasitas sebanyak 15 ribu sampai 80 ribu orang.

Selain turnamen esports, gaming hotel atau taman bermain juga bisa menjadi objek wisata yang menarik para gamers. Hanya saja, membangun gaming hotel atau taman bermain seperti Super Nintendo World membutuhkan biaya yang besar. Alternatif yang tersedia adalah membuat kafe bertema game. Memang, kafe bertema game kemungkinan tidak akan menarik pengunjung dari luar negeri. Namun, setidaknya, keberadaan kafe bertema akan bisa membuat gamers lokal tertarik untuk datang dan menghabiskan uangnya.

Satu hal yang harus diingat, pengunjung dari kafe bertema game biasanya sudah tahu bahwa harga makanan dan minuman di kafe itu akan lebih tinggi dari biasanya. Dan mereka bersedia untuk membayar harga tersebut. Sebagai gantinya, mereka ingin mendapatkan pengalaman yang memuaskan selama mereka ada di kafe, baik dari nuansa yang ditampilkan oleh kafe, menu makanan/minuman, sampai gyang ada.

8 Turnamen Esports Paling Menarik di Indonesia di 2021

Jumlah penonton, views, dan hours watched biasanya menjadi tolak ukur dari kesuksesan sebuah turnamen esports. Biasanya, turnamen yang mendapatkan banyak penonton adalah kompetisi resmi dari game-game esports populer, seperti MPL dan PMPL. Namun, tidak adil rasanya jika kita hanya fokus pada kompetisi esports yang digelar oleh publisher. Karena itu, kali ini, Hybrid.co.id akan membuat daftar turnamen esports yang memberikan dampak positif pada ekosistem competitive gaming, walau jumlah penontonnya tidak sebanyak kompetisi esports resmi dari publisher.

Berikut delapan kompetisi esports yang memberikan dampak positif sepanjang 2021.

1. Indonesia Football e-League

Digelar pertama kali pada 2020, Indonesia Football e-League alias IFeL merupakan kompetisi yang mengadu eFootball PES. Satu hal yang membedakan IFeL dengan turnamen game sepak bola lainnya adalah kompetisi ini melibatkan tim-tim sepak bola dari Liga 1 dan Liga 2. Kepada Republika, CEO IFeL, Putra Sutopo mengatakan, dia punya dua tujuan untuk menggelar IFeL. Pertama, IFeL diharapkan bisa menjadi wadah bagi para pemain profesional untuk bertanding dengan satu sama lain. Kedua, IFeL bisa membuka kesempatan pada klub-klub sepak bola Indonesia untuk menjajaki dunia esports.

IFeL diikuti oleh tim-tim dari Liga 1 Indonesia. | Sumber: Bola

Pada Oktober 2021, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSIS) dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) menunjuk IFeL sebagai operator resmi dari kompetisi sepak bola virtual Indonesia. Dan per Oktober 2021, ada 12 klub dari Liga 1 yang ikut serta dalam IFeL. Setiap klub sepak bola diwakili oleh pemain PES ternama. Contohnya, PSS Sleman diwakili oleh Rizky Faidan, PSIS Semarang direpresentasikan oleh Muhammad Abdul Aziz, dan Persik Kediri yang mempercayakan namanya ke Eky Ramadhan.

2. Balap di Rumah

Sim racing memang bukan genre paling populer di industri esports. Meskipun begitu, sejak pandemi dimulai pada awal 2020, kompetisi sim racing berhasil mengisi kekosongan yang muncul karena banyak balapan di dunia nyata yang dibatalkan akibat lockdown. Jadi, tidak heran jika sepanjang 2020, skena esports sim racing tumbuh pesat, baik dari segi penonton maupun hadiah. Sejumlah balapan virtual bahkan ditayangkan di televisi, seperti eNASCAR.

Pada 2020, kompetisi Balap di Rumah pertama kali diadakan. Ketika itu, tema yang diangkat adalah “Race Against Pandemic”. Dianggap sukses, kompetisi tersebut kembali diadakan pada 2021. Di tahun ini, tim Balap di Rumah mengadakan balapan virtual bertajuk Ramadan Balap Indonesia (RBI). Sesuai namanya, balapan itu pun diadakan sepanjang bulan Ramadan, yaitu sejak pertengahan April hingga pertengahan Mei. Memang, salah satu tujuan dari kompetisi itu adalah untuk memeriahkan bulan puasa.

RBI diikuti oleh sejumlah pebalap ternama, baik pebalap di dunia nyata maupun pembalap virtual. Misalnya, dari Indonesia, ada pebalap FIA Silver Grade, Rama Danindro, pebalap rally Rizal Sungkar, pebalap Go-Kart Daffa Ardiansa, serta pebalap nasional Satrio Hermanto, seperti dikutip dari Kompas. Tak hanya itu, beberapa pebalap dari negara tetangga pun ikut serta dalam RBI, seperti pebalap Go-Kart asal Singapura, Dillan Tan dan drifter virtual Thailand, Thanatip Thanalapanan.

3. Women Star League

Jika dibandingkan dengan olahraga, industri game lebih inklusif karena siapapun bisa bermain game, terlepas dari kemampuan fisik, status ekonomi, maupun gender mereka. Namun, hal ini tidak menyetop munculnya stigma bahwa gamer perempuan pasti kalah jago dari gamer laki-laki. Tak hanya itu, masalah lain yang sering dihadapi oleh gamers perempuan, baik pemain amatir maupun profesional, adalah pelecehan.

Karena itu, beberapa pihak memutuskan untuk mengadakan turnamen khusus perempuan. Harapannya, kompetisi itu bisa menjadi wadah bagi pemain perempuan yang ingin mengasah kemampuannya dan menekuni karir sebagai gamer profesional.

Women Star League adalah liga esports khusus untuk pemain perempuan. | Sumber: Liga Game

Salah satu turnamen khusus perempuan yang diadakan di Indonesia adalah Women Star League (WSL). Kompetisi itu pertama kali diadakan pada akhir 2020 dan berlanjut hingga 2021. WSL Season 2 digelar pada Februari 2021, sementara Season 3 diadakan pada Juli 2021. Penyelenggara WSL, Indonesia Gaming League juga telah mengonfirmasi bahwa mereka akan mengadakan Season 4.

Saat pertama kali digelar, WSL berhasil mendapatkan peak viewers sebanyak 1,3 juta orang di hari pertama dan 1,2 juta orang di hari kedua, menurut laporan ONE Esports. Hal ini membuktikan, turnamen khusus perempuan juga tidak kalah menarik di mata para fans esports. Selain itu, dari musim ke musim, jumlah hadiah yang ditawarkan oleh WSL juga terus naik. Pada turnamen pertama, WSL menawarkan total hadiah sebesar Rp40 juta. Angka ini naik menjadi Rp50 juta di Season 2. Di Season 3, total hadiah dari WSL melonjak ke Rp110 juta. Dan pada WSL Season 4, total hadiah yang ditawarkan kembali naik menjadi Rp125 juta.

4. Piala Presiden Esports

Sama seperti game, pada esports, juga melekat stigma negatif. Kabar baiknya, pemerintah Indonesia punya pemikiran yang cukup terbuka dan siap untuk mendukung industri game dan esports. Salah satu bentuk dukungan yang pemerintah berikan pada industri esports adalah menggelar kompetisi esports di Piala Presiden. Hal ini membuat orang-orang yang sama sekali awam akan esports menjadi, setidaknya, tahu atau bahkan, ingin tahu lebih banyak tentang dunia competitive gaming.

Piala Presiden Esports pertama kali diadakan pada 2019. Kompetisi itu bisa terselenggara berkat kerja sama banyak pihak, mulai dari badan pemerintah, seperti Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) Kementrian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA), Kantor Staf Presiden (KSP), dan Kementrian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO), sampai pelaku industri esports, seperti Indonesia Esports Premiere League (IESPL) dan RevivalTV.

Piala Presiden Esports merupakan salah satu bentuk dukungan pemerintah pada industri esports.

Tahun 2020, Piala Presiden Esports kembali digelar. Ketika itu, salah satu game yang diadu adalah Ultra Space Battle Brawl, yang dirilis oleh Toge Productions. Sementara pada tahun ini, pemerintah ingin mendorong sports tourism melalui Piala Presiden Esports. Karena itu, Bali dipilih untuk menjadi tuan rumah dari Piala Presiden Esports.

5. Super Esports Series 2021

Dalam beberapa tahun belakangan, esports memang berhasil menarik perhatian banyak pihak, termasuk perusahaan non-endemik. Bentuk keterlibatan perusahaan non-endemik di industri esports bermacam-macam, mulai dari mensponsori pemain/tim profesional, menjadi sponsor turnamen, sampai menggelar turnamen esports sendiri.

Superchallenge merupakan salah satu piihak yang tertarik untuk mengadakan kompetisi esports sendiri. Kompetisi yang Superchallenge adakan bernama Super Esports Series 2021. Ada dua game yang diadu di sana, yaitu eFootball PES dan PUBG Mobile. Superchallenge menyediakan total hadiah sebesar Rp300 juta, yang dibagi dua secara merata untuk kompetisi eFootball PES dan PUBG Mobile.

“Super Esports Series 2021 akan mempertandingkan dua game yang populer yaitu PES dan PUBG Mobile. Kompetisi ini diharapkan dapat mendorong anak muda Indonesia agar mampu berprestasi di kancah esports nasional dan kelak dapat mengharumkan nama bangsa di level dunia. Dan di sisi lainnya dapat memajukan ekosistem esports yang ada di Indonesia,” kata Dhanny Winata Hoeniarto, seperti dikutip dari SuperLive.

6. Oxtrade Tournament Season 2: Dota 2

Mengingat Indonesia adalah negara mobile-first, tidak heran jika mobile game lebih populer daripada game PC atau konsol. Alhasil, skena esports yang berkembang pun kebanyakan berbasis mobile game, seperti Mobile Legends, PUBG Mobile, dan Free Fire. Namun, hal itu bukan berarti ekosistem esports dari game PC sudah sama sekali mati. Buktinya, Indonesia masih punya tim Dota 2. Selain itu, dua pemain Indonesia juga berhasil bertanding di The International 10. Hal ini menunjukkan, ekosistem esports Dota 2 di Indonesia belum mati.

Dota 2 menjadi salah satu game yang diadu dalam Oxtrade Tournament Season 2.

Di 2021, salah satu turnamen Dota 2 yang digelar di Indonesia adalah Oxtrade Tournament Season 2. Turnamen yang diselenggarakan oleh Yamisok itu dimulai dengan babak kualifikasi pada 22-27 November 2021. Setelah itu, final mingguan diadakan pada 28 November 2021 dan babak playoffs diselenggarakan pada 11-12 Desember 2021. Pada tim yang keluar sebagai juara, Oxtrade Tournament Season 2 menawarkan hadiah uang sebesar Rp30 juta. Sementara juara 2 akan mendapatkan uang sebanyak Rp20 juta dan juara 3 memenangkan Rp10 juta.

7. PON XX Papua 2021

Setelah menjadi cabang olahraga eksibisi di Asian Games 2018 Jakarta dan menjadi cabang olahraga medali pada SEA Games 2019 Manila, esports menjadi bagian dari Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021. Ada empat game yang diadu dalam ajang olahraga bergengsi tersebut, yaitu eFootball PES 2021, Mobile Legends, PUBG Mobile, dan Free Fire.

Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI) mengungkap, dengan dimasukkannya esports sebagai cabang olahraga di PON XX Papua, mereka berharap, mereka akan dapat menemukan atlet esports berbakat yang bisa mewakili Indonesia di kompetisi esports level internasional. Para pemain esports terbaik di PON XX Papua akan diundang untuk ikut dalam training camp. PBESI akan turun tangan langsung dalam pelatihan dari atlet-atlet tersebut.

8. Lokapala Minor League

Kebanyakan game esports yang populer di Indonesia merupakan game buatan developer asing. Kehadiran Lokapala diharapkan bisa mengubah hal itu. Lokapala merupakan mobile MOBA yang dibuat oleh developer lokal, Anantarupa Studios dan diluncurkan di bawah publisher Melon Indonesia, anak perusahaan Telkom. Lokapala diharapkan bisa menjadi game esports asal Indonesia. Untuk merealisasikan hal itu, salah satu usaha yang Melon Indonesia lakukan adalah dengan mengadakan Lokapala Minor League, yang menawarkan total hadiah sebesar Rp50 juta.

Jeet Esports yang memenangkan Lokapala Minor League. | Sumber: Liputan 6

Lokapala Minor League dimulai dengan babak kualifikasi undangan, yang diadakan pada April-Mei 2021, menurut Berita Satu. Sementara itu, babak kualifikasi terbuka digelar pada Juli 2021. Tim-tim yang lolos babak kualifikasi akan bertanding di babak playoffs. Jeet Esports keluar sebagai juara Lokapala Minor League setelah mengalahkan ArchAngel di babak final dengan skor 3-0.

Among Us Bakal Bisa Dimainkan di VR, Dota Dragon’s Blood Season 2 Tayang Awal Januari 2022

Minggu lalu, Innersloth mengumumkan bahwa mereka akan membawa Among Us ke platform VR. Sementara itu, Netflix mengungkap tanggal tayang dari Dota Dragon’s Blood Season 2, yaitu pada 6 Januari 2022. Pada minggu lalu, Sony juga mengakuisisi Valkyrie Entertainment, sementara Riot Games membeli kantor baru di Seattle, Amerika Serikat.

Emergency Meeting: Among Us Bakal Tersedia di VR

Innersloth, Schell Games, dan Robot Teddy akan membawa Emergency Meeting: Among Us ke platform virtual reality. Game itu akan bisa dimainkan di Meta Quest, PlayStation VR, dan SteamVR. Among Us pertama kali diluncurkan untuk Android, iOS, dan Windows pada 2018.

Pada 2020, Innersloth meminta bantuan perusahaan konsultasi game Robot Teddy untuk membawa Among Us ke konsol. Robot Teddy juga bertanggung jawab atas beberapa bisnis lain dari Innersloth. Sementara itu, Schell Games, studio yang memang berkutat di bidang VR, akan bekerja sama dengan dua perusahaan itu untuk membawa Among Us ke VR.

“Kami berterima kasih pada komunitas yang terus memainkan game kami bersama teman dan keluarga mereka, serta terus mendukung kami,” kata Victoria Tran, Community Director, Innersloth, seperti dikutip dari VentureBeat. “Schell Games punya rekam jejak dalam membuat game VR berkualitas dan kami tidak sabar untuk memberikan pengalaman baru dalam bermain Among Us, baik pada fans lama ataupun baru.”

Riot Games Punya Kantor Baru di Seattle, Bakal Pekerjakan 400 Orang

Riot Games punya kantor baru di Mercer Park Workplace, Seattle, Amerika Serikat. Kantor seharga US$114,1 juta itu merupakan kantor keempat Riot di Amerika Serikat. Di sana, Riot berencana untuk mempekerjakan lebih dari 400 pekerja. Para pekerja di kantor tersebut akan fokus pada riset, pengembangan, dan live service dari game-game Riot, dengan VALORANT sebagai prioritas utama mereka, menurut laporan GeekWire.

“Kantor baru ini akan menjadi bagian dari jaringan studio pengembangan game kami. Dengan begitu, kami akan bisa memenuhi ekspektasi para pemain,” kata Scott Gelb, President of Games, Riot, dikutip dari VentureBeat. “Kami ingin menjadi perusahaan pilihan bagi developer yang tertarik membuat game-game hebat dengan banyak fans.”

Dota Dragon’s Blood Season 2 Bakal Tayang di 2022

Netflix mengumumkan bahwa Dota Dragon’s Blood Season 2 akan tayang pada 6 Januari 2022. Season 2 dari Dragon’s Blood akan melanjutkan cerita dari Mirana, Davion, Luna, dan Marci. Selain itu, beberapa karakter lain dari game Dota 2 juga akan tampil di anime tersebut, seperti Lina the Slayer. Ketika diluncurkan, Dota Dragon’s Blood mendapatkan sambutan hangat, walau tidak semeriah sambutan untuk Arcane, seri animasi dari League of Legends. Saat ini, Season 2 dari Arcane juga sudah dikonfirmasi. Hanya saja, belum ada informasi tentang jadwal tayang dari Arcane Season 2, lapor Clutch Points.

Industri Game India akan Bernilai US$1,5 Miliar di 2025

Minggu lalu, perusahaan riset Niko Partners meluncurkan laporan 2021 India Games Market Report and 5-Year Forecast. Menurut laporan itu, pemasukan industri game di India akan mencapai US$1,5 miliar pada 2025. Hal itu berarti, nilai industri game di negara tersebut tumbuh tiga kali lipat dalam waktu empat tahun. Per 2021, Niko Partners memperkirakan, nilai industri game India mencapai US$534 juta, naik 32% jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Niko Partners juga menyebutkan, India berpotensi untuk menjadi pasar game dengan pertumbuhan paling cepat di Asia, baik dari segi pemasukan maupun jumlah gamers. Dalam laporan terbarunya, Niko Partners juga menyebutkan, di kawasan Asia-10 — yang mencakup Filipina, Indonesia, India, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam — 56% gamers akan berasal dari India. Sebelum ini, Niko Partners juga membahas tentang tren di industri game dan esports sepanjang 2021.

Sony Akuisisi Valkyrie Entertainment

Sony baru saja mengakuisisi Valkyrie Entertainment, developer asal Seattle, Amerika Serikat. Didirikan pada 2002, Valkyrie Entertainment biasanya mengambil peran sebagai support studio, mendukung studio lain untuk mengembangkan game-game mereka. Sebelum ini, Sony juga telah bekerja sama dengan Valkyrie untuk membuat Infamous 2, Twisted Metal, God of War, dan God of War: Ragnarok.

Guns Up, game buatan Valkyrie Entertainment. | Sumber: Steam

Selain itu, Valkyrie juga punya peran dalam mengembangkan sejumlah game AAA, seperti lima game pertama dari Forza Motorsport, Halo Infinite, Batman: Arkham Origins, Injustice 2, dan Middle-earth: Shadow of War, menurut laporan GamesIndustry. Sejauh ini, satu-satunya game yang Valkyrie luncurkan adalah game free-to-play berjudul Guns Up.

Jumlah Pemain Farming Simulator 22 di Steam Kalahkan Battlefield 2042, Epic Games Akuisisi Harmonix Systems

Minggu lalu, ada beberapa berita menarik di dunia gaming. Salah satunya, Steam berhasil mencetak rekor concurrent users baru. Selain itu, jumlah peak gamers dari Farming Simulator 22 di Steam lebih banyak dari Battlefield 2042, yang merupakan salah satu game paling dinanti pada tahun ini. Pada minggu lalu, Netflix juga mengumumkan bahwa mereka telah merekrut Amir Rahimi sebagai Vice President of Game Studios. Sementara Epic Games telah mengakuisisi Harmonix Systems, kreator dari Rock Band dan Dance Central.

Di Steam, Jumlah Pemain Farming Simulator 22 Kalahkan Battlefield 2042

Battlefield 2042 adalah salah satu game yang paling ditunggu-tunggu di 2021.  Hanya saja, setelah diluncurkan, Battlefield 2042 gagal memenuhi ekspektasi para fans. Salah satu kekecewaan para gamers, khususnya pemain PC, adalah banyaknya bugs di Battlefield 2042. Memang, Battlefield 2042 masih menjadi salah satu game paling populer di Steam pada minggu lalu. Tapi, popularitas dari game itu berhasil dikalahkan oleh Farming Simulator 22, yang diluncurkan beberapa hari setelah Battlefield 2042.

Berdasarkan data dari SteamDB, jumlah peak gamers dari Battlefield 2042 adalah 105.397 orang. Sementara jumlah peak gamers dari Farming Simulator 22 mencapai 105.636. Walau selisihnya tidak besar, Farming Sim 22 tetap berhasil mendapatkan peak gamers lebih banyak dari Battlefield 2042. Seperti yang disebutkan oleh Kotaku, jika platforms lain seperti PlayStation 5 dan Origin disertakan, kemungkinan, jumlah pemain Battlefield 2042 akan mengalahkan Farming Sim 22. Namun, hal itu tidak mengubah fakta bahwa Battlefield 2042 — salah satu game yang paling dinanti tahun ini — kalah populer dari Farming Sim 22 di Steam, salah satu toko game digital terpopuler untuk game PC.

Valve Cetak Rekor Concurrent Users Baru: 27,1 Juta Orang

Pada minggu lalu, Steam berhasil memecahkan rekor concurrent users. Menurut SteamDB, sekarang, rekor concurrent users tertinggi dari Steam adalah 27.182.165 orang. Sebelum ini, rekor concurrent users Steam adalah 26,9 juta orang, yang tercapai pada April 2021. Dua game dari Valve memberikan kontribusi terbesar. Counter-Strike: Global Offensive memiliki concurrent players sebanyak 849.144 orang, sementara Dota 2 663.561 orang. Sementara game dengan kontribusi terbesar ketiga adalah PUBG, yang mendapatkan concurrent users sebanyak 241.902 orang. Apex Legends dari Respawn ada di posisi keempat dan New World dari Amazon di posisi lima, menurut laporan Eurogamer.

Epic Games Akuisisi Harmonix Systems, Kreator Rock Band

Epic Games baru saja mengakuisisi Harmonix Systems, studio di balik seri game Rock Band dan Dance Central. Bermarkas di Boston, Amerika Serikat, Harmonix telah membuat berbagai game bertema musik selama lebih dari 20 tahun. Harmonix mengungkap, walau telah diakuisisi oleh Epic, mereka tetap akan meluncurkan konten baru untuk Rock Band 4. Di bulan ini, Harmonix telah meluncurkan enam lagu baru di game tersebut, termasuk Montero (Call Me By Your Name) dari Lil Nas X dan Shimmer dari Fuel.

Rock Band adalah salah satu karya Harmonix Systems. | Sumber: Polygon

“Bergabung dengan keluarga Epic Games adalah pencapaian tersendiri bagi kami,” tulis Harmonix, seperti dikutip dari Collider. “Hal ini tidak bisa kami capai tanpa dukungan dari kalian semua, para fans. Terima kasih! Dalam 26 tahun terakhir, kami terus berusaha untuk menciptakan cara menikmati musik yang baru dan unik. Sekarang, kami akan bekerja sama dengan Epic untuk membawa pengalaman bermain game musik ke Metaverse.”

Netflix Kini Punya Vice President of Game Studios

Netflix menunjuk Amir Rahimi, mantan President of Games di Scopely, sebagai Vice President of Game Studios. Di Scopely, Rahimi telah bekerja selama dua tahun. Sebelum itu, dia bekerja sebagai SVP dan General Manager Los Angeles dari FoxNext, unit virtual Reality dan taman bermain dari Century Foxy. Dia juga pernah bekerja selama tiga tahun di Zynga dan tujuh tahun di Electronic Arts. Di Netflix, Rahimi akan melapor pada Mike Verdu, Vice President of Games, menurut laporan GamesIndustry.

Beberapa bulan belakangan, Netflix memang menunjukkan minat pada industri game. Mereka merekrut Verdu pada Juli 2021 dan mengakuisisi developer Oxenfree, Night School Studio, pada September 2021. Pada Juli 2021, Netflix mengungkap rencana mereka untuk menjajaki industri game. Mereka menyebutkan, mereka akan fokus ke mobile game terlebih dulu. Game yang mereka luncurkan akan bisa dimainkan secara gratis oleh orang-orang yang telah berlangganan Netflix.

Jumlah Gamers di Afrika Sub-Sahara Kini Capai 186 Juta

Jumlah gamers di kawasan Afrika Sub-Sahara naik dari 77 juta pada 2015 menjadi 186 juta orang pada 2021, menurut studi yang dilakukan oleh Newzoo dan Carry1st. Seiring dengan bertambahnya jumlah gamers, total belanja di industri game pun naik. Afrika Selatan menjadi negara dengan total belanja paling besar. Diperkirakan, pada tahun ini, total spending dari gamers di Afrika Selatan mencapai US$290 juta. Sebagai perbandingan, total spending di Nigeria diduga mencapai US$185 juta, Ghana US$42 juta, Kenya US$38 juta, dan Ethiopia US$35 juta.

Total belanja negara-negara Afrika Sub-Sahara.

Di kawasan Afrika Sub-Sahara, Afrika Selatan juga menjadi negara dengan persentase gamers paling tinggi. Sebanyak 40% populasi dari negara itu bermain game. Di Ghana, persentase gamers dibandingkan populasi hanya mencapai 27%, di Nigeria 23%, Kenya 22%, dan Ethiopia 13%. Dari 186 juta gamers di Afrika Sub-Sahara, sebanyak 177 juta orang bermain di mobile. Menurut studi yang dilakukan oleh Newzoo dan Carry1st, Afrika Sub-Sahara adalah salah satu kawasan dengan pertumbuhan mobile game paling besar, seperti yang disebutkan oleh GamesIndustry.

Sumber header: Steam

Daftar Turnamen Esports Terpopuler Pada Oktober 2021

Pada Oktober 2021, League of Legends World Championship dan The International digelar. Keduanya merupakan kompetisi esports tertinggi untuk League of Legends dan Dota 2. Karena itu, tidak heran jika keduanya berhasil menjadi pusat perhatian fans esports pada bulan lalu. Sementara itu, di skena Counter-Strike: Global Offensive, turnamen Major juga tengah berlangsung. Di tingkat nasional, MPL Indonesia Season 8 tengah memasuki puncaknya dan di tingkat regional, ada kompetisi PUBG Mobile yang digelar untuk kawasan Asia Tenggara.

Berikut daftar lima turnamen esports terpopuler di Oktober 2021, menurut data dari Esports Charts.

5. PUBG Mobile Pro League Season 4 2021 SEA

PUBG Mobile Pro League Season 4 2021 SEA dimulai pada 12 Oktober 2021 dan berakhir pada 7 November 2021. Sepanjang bulan Oktober 2021, Ronde ke-12 pada Super Weekend 2, Hari ke-3 menjadi pertandingan paling populer dari PMPL S4 SEA. Di ronde tersebut, total peak viewers mencapai 644 ribu orang. Menurut laporan Esports Charts, satu-satunya liga PUBG Mobile nasional yang bisa menyaingi viewership PMPL S4 SEA adalah PUBG Mobile Professional League Indonesia (PMPL ID). Jika dibandingkan dengan PMPL S4 SEA, jumlah peak viewers PMPL ID hanya lebih sedikit 15%.

Statistik viewership PMPL S4 SEA berdasarkan platform dan bahasa. | Sumber: Esports Charts

YouTube merupakan platform favorit para fans untuk menonton PMPL S4 SEA. Di YouTube, PMPL S4 SEA mendapatkan 81,6 juta views dan 1,29 juta likes. Selain YouTube, PMPL S4 SEA juga ditonton di Facebook, NimoTV, TikTok, dan Twitch. Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas, dari segi bahasa, siaran dengan bahasa Indonesia menjadi siaran PMPL S4 SEA yang paling banyak ditonton. Siaran dalam bahasa Malaysia menjadi siaran terpopuler ke-2, diikuti oleh bahasa Thailand dan Vietnam.

4. PGL Major Stockholm 2021

PGL Major Stockholm menawarkan total hadiah sebesar US$2 juta. Hal ini menjadikan kompetisi itu sebagai turnamen CS:GO dengan hadiah terbesar dalam 2 tahun terakhir. PGL Major Stockholm berlangsung sejak Oktober hingga November 2021. Seiring dengan memanasnya kompetisi, jumlah penonton dari turnamen Major itu pun naik. Namun, pada Oktober 2021, PGL Major Stockholm hanya mendapatkan peak viewers sebanyak 975 ribu orang. Pertandingan terpopuler pada bulan lalu adalah pertandingan yang mempertemukan NAVI dan Ninjas in Pyjamas.

Total durasi siaran PGL Major Stockholm mencapai 120 jam. Sementara total hours watched yang didapat turnamen itu adalah 71,2 juta jam dan dengan total views sebanyak 123,4 juta views. Twitch menjadi platform paling populer untuk menonton kompetisi CS:GO tersebut. Dan siaran dalam bahasa Inggris menjadi siaran yang mendapatkan paling banyak penonton. Meskipun begitu, total peak viewers dari siaran dalam bahasa Rusia juga hampir menyamai siaran dalam bahasa Inggris.

PGL Major Stockholm jadi turnamen paling populer ke-4 pada Oktober 2021. | Sumber: Esports Charts

Sepanjang PGL Major Stockholm, NAVI menjadi tim esports paling populer, baik dari segi hours watched maupun average viewers. Tim tersebut mendapatkan 16,6 juta hours watched dengan jumlah penonton rata-rata sebanyak 1,13 juta orang. Posisi kedua ditempati oleh G2 Esports, yang mendapatkan 14,82 juta hours watched dan 911,8 ribu average viewers.

3. MPL ID Season 8

Mobile Legends Professional League Indonesia (MPL ID) Season 8 berhasil menjadi turnamen esports terpopuler pada Agustus dan September 2021. Dan pada Oktober 2021, MPL ID S8 kembali masuk dalam daftar kompetisi esports terpopuler.. Namun, kedudukannya merosot ke peringkat 3. Kabar baiknya, jumlah peak viewers dari MPL ID S8 pada Oktober 2021 mencapai 2,4 juta orang, jauh lebih tinggi dari peak viewers pada Agustus 2021, yang hanya mencapai 1,7 juta orang.

Tim terpopuler di MPL ID S8 berdasar hours watched dan average viewers. | Sumber: Esports Charts

Pertandingan paling populer dari MPL ID S8 sepanjang bulan lalu adalah babak grand final, yang mempertemukan EVOS Legends dengan ONIC Esports. Sementara pertemuan antara ONIC Esports dengan RRQ Hoshi di babak semi-final jadi pertandingan paling populer ke-2, dengan peak viewers mencapai 2,39 juta orang. Meskipun ONIC Esports keluar sebagai juara, EVOS Legends merupakan tim favorit di MPL ID S8, jika Anda menggunakan metrik hours watched. Sepanjang MPL ID S8, EVOS mendapatkan 30,35 juta hours watched. Namun, dari segi average viewers, RRQ Hoshi ada di peringkat satu. Tim itu memiliki jumlah penonton rata-rata paling banyak sepanjang liga, mencapai 710,4 ribu orang.

Total durasi siaran dari MPL ID S8 adalah 172 jam. Turnamen itu mendapatkan 76,9 juta hours watched, 285,2 juta views, dan 447,1 ribu average viewers. YouTube menjadi platform favorit untuk menonton MPL ID S8, diikuti oleh Nimo TV dan Facebook. Di YouTube, MPL ID S8 mendapatkan 265,9 jua views dan 4,35 juta likes.

2. The International 10

The International 10 — turnamen Dota 2 paling bergengsi — jadi kompetisi paling populer ke-2 pada Oktober 2021. Babak grand final menjadi pertandingan yang menarik paling banyak penonton. Pada puncaknya, pertandingan antara Team Spirit dan PSG.LGD ditonton oleh 2,74 juta orang. Secara total, durasi siaran dari The International 10 mencapai 125 jam. Turnamen itu mendapatkan 107,2 juta hours watched, 529,5 juta views, dan 857,3 ribu average viewers.

Platform dan bahasa terpopuler untuk TI10. | Sumber: Esports Charts

Kompetisi TI10 disiarkan di bebreapa platform, antara lain Twitch, YouTube, Dota TV Match, Steam.tv, Facebook, VK Live, dan Nonolive. Twitch jadi platform paling populer, dengan peak viewers mencapai 1,7 juta orang. Di platform milik Amazon itu, TI10 disiarkan di 122 channel dan mendapatkan 454,9 juta views serta 5,08 juta follows. Sementara itu, YouTube menjadi platform terpopuler ke-2 untuk menonton TI10. Di YouTube, TI10 mendapatkan 52,7 juta views dan 735,8 ribu likes. Pada puncaknya, ada 665,8 ribu orang yang menonton TI10 di YouTube.

TI10 jadi kompetisi terpopuler di negara-negara berbahasa Rusia. | Sumber: Esports Charts

The International 10 merupakan kompetisi favorit dari fans esports di kawasan Commonwealth of Independent States (CIS). Selain itu, TI10 juga populer di negara-negara yang menggunakan bahasa Rusia. Buktinya, babak final TI10 ditonton oleh 1,2 juta penonton berbahasa Rusia. Menurut Esports Charts, angka ini hampir dua kali lipat dari jumlah penonton berbahasa Rusia pada The International 2019, yang mencapai 670 ribu orang.

1. League of Legends World Championship 2021

Dengan peak viewers sebanyak 3,54 juta orang, League of Legends World Championship jadi kompetisi esports terpopuler pada Oktober 2021. Bulan lalu, pertandingan yang paling banyak ditonton adalah pertandingan antara T1 dan DAMWON KIA Gaming (DWG KIA), yang terjadi pada hari pertama dari babak semi-final. Hal ini tidak aneh, mengingat kedua tim asal Korea Selatan itu merupakan finalis dari Worlds tahun lalu.

Tim terpopuler di Worlds 2021. | Sumber: Esports Charts

Dari segi average viewers, DWG KIA dan T1 juga merupakan dua tim terpopuler di Worlds 2021. Jumlah penonton rata-rata DWG KIA mencapai 2,16 juta orang dan T1 1,94 juta orang. Namun, dari segi hours watched, posisi dua tim terpopuler diisi oleh DWG KIA dan Edward Gaming (EDG) dari Tiongkok. DWG KIA mendaaptkan total hours watched sebanyak 42,5 juta jam sementara EDG 37,68 juta jam.

Worlds 2021 disiarkan di 8 platform dalam 17 bahasa. Siaran dalam bahasa Inggris menjadi siaran paling populer, diikuti oleh siaran dalam bahasa Korea, dan Spanyol. Sementara itu, Twitch dan YouTube merupakan dua platform favorit untuk menonton Worlds 2021. Di Twitch, Worlds 2021 disiarkan di 20 channel dan berhasil mendapatkan 122,4 juta views serta 956,8 ribu follows. Sementara di YouTube, Worlds 2021 berhasil mendapatkan 94,89 juta views dan 1,16 juta likes.

Disclosure: Esports Charts adalah Partner dari Hybrid.co.id.

Xepher dan Whitemon Bertahan di T1, Pokimane Jadi Co-owner EVO

Ada sejumlah berita menarik di dunia esports pada minggu lalu. Salah satunya, T1 mengumumkan bahwa mereka akan mempertahankan keseluruhan roster Dota 2 mereka. Selain itu, Pokimane juga mengungkap bahwa dia merupakan co-founder dari RTS, menjadikannya sebagi salah satu pemilik dari turnamen fighting game EVO. Masih di minggu lalu, DWG KIA bertemu dengan T1 di babak semi-final LWC 2021. Pertandingan itu ditonton oleh lebih dari 3,5 juta orang. Tak hanya itu, Riot Games juga mengumumkan kerja sama mereka dengan Amazon Prime Gaming.

Pokimane Jadi Salah Satu Pemilik Turnamen Fighting Game EVO

Pada minggu lalu, streamer Twitch Imane “Pokimane” Anys mengatakan, dia adalah salah satu pendiri dari RTS, perusahaan konsultasi brand dan manajemen talent. Di perusahaan itu, dia juga menjabat sebagai Chief Creative Officer. Hal itu berarti, Pokimane juga merupakan co-owner dari EVO, turnamen fighting game terbesar di dunia.

Seperti yang disebutkan oleh PC Gamer, RTS membeli EVO di Maret 2021. Sekarang, RTS menggelar EVO bersama dengan Sony. Sebagai co-founder dari RTS, Pokimane juga menjadi co-owner dari EVO, menurut laporan NME. EVO pertama kali diadakan pada 1996. Ketika itu, turnamen tersebut dinamai Battle By The Bay. Nama kompetisi diganti menjadi EVO pada 2002. Nama EVO terus digunakan sampai saat ini.

T1 Perbarui Kontrak dengan Tim Dota 2

T1 mengumumkan bahwa mereka akan mempertahankan tim Dota 2 mereka. Buktinya, mereka kembali menandatangani kontrak dengan Kuku, 23savage, Xepher, Whitemon, dan Karl. T1 merupakan organisasi esports asal Korea Selatan yang dikenal dengan tim League of Legends mereka. Mereka baru mencoba untuk bertanding di skena esports Dota 2 pada Agustus 2019. Namun, tim Dota 2 T1 baru menuai sukses pada Dota Pro Circuit (DPC) 2021. Tak hanya turnamen Major, tim Dota 2 T1 juga berhasil masuk ke The International. Namun, pada akhirnya, mereka harus puas untuk duduk di peringkat tujuh, menurut laporan Dot Esports.

Amazon Prime Gaming Kolaborasi dengan Riot Games

Amazon Prime Gaming mengumumkan kerja sama mereka dengan Riot Games. Melalui kerja sama ini, orang-orang yang berlangganan Amazon Prime akan mendapatkan item in-game eksklusif dan item kosmetik di game-game Riot, termasuk League of Legends, Wild Rift, VALORANT, dan Legends of Runeterra. Untuk mendapatkan item tersebut, Anda bisa menghubungkan akun Riot dengan Amazon Prime, lapor Esports Insider.

Selain itu, Prime Gaming juga akan menjadi sponsor global untuk kompetisi esports dari game-game Riot, termasuk kompetisi League of Legends di Amerika Utara dan Eropa, Timur Tengah, dan Afrika (EMEA). Kerja sama antara Amazon Prime dan Riot akan berjalan sepanjang 2022. Sebelum kerja sama ini, pelanggan Prime Gaming sebenarnya telah bisa mendapatkan item in-game di League of Legends sejak 2018. Namun, melalui kolaborasi baru ini, Prime Gaming juga akan menyediakan item untuk game-game Riot lainnya.

Pertandingan DWG KIA vs T1 Ditonton 3,5 Juta Orang

Pada akhir pekan kemarin, DWG KIA bertemu dengan T1 di babak semi-final League of Legends World Championship (LWC) 2021. Pada puncaknya, pertandingan itu ditonton oleh lebih dari 3,5 juta orang, menurut menurut data dari Esports Charts. Pertandingan antara DWG KIA dan T1 tidak hanya menarik karena ia merupakan babak semi-final dari LWC 2021, tapi juga karena dalam pertandingan itu, Faker — salah satu pemain terbaik di League of Legends — berhadapan dengan Showmaker, yang dianggap sebagai penerus Faker, menurut laporan Dot Esports. Pada akhirnya, DWG KIA berhasil mengalahkan T1 dengan skor 3-2.

DWG KIA bertemu dengan T1 di babak semi-final LWC 2021. | Sumber: Inven Global

Community Gaming Kerja Sama dengan Riot Games untuk Gelar VALORANT Elite Showdown

Platform turnamen esports, Community Gaming, menggandeng Riot Games untuk mengadakan VALORANT Elite Showdown. Kompetisi tier-2 itu bakal dimulai pada 5 November 2021 dan dapat diikuti oleh pemain-pemain dari Amerika Utara. Total hadiah yang ditawarkan oleh kompetisi itu adalah US$25 ribu. VALORANT Elite Showdown terbuka untuk umum. Dari babak kualifikasi terbuka, akan terpilih 32 tim untuk bertanding di babak utama, yang digelar pada 11 November 2021. Di babak utama, 32 tim yang lolos babak kualifikasi akan melawan 32 tim undangan, seperti Andbox, T1, NRG, Immortals, Complexity, Renegades, dan C9 White, menurut laporan Esports Insider.

ESL Gaming Kerja Sama dengan Platform NFT Immutable X

Penyelenggara turnamen esports ESL Gaming telah menandatangani kontrak kerja sama dengan platform bisnis NFT asal Australia, Immutable X. Melalui kerja sama ini, ESL Gaming akan meluncurkan platform NFT yang memungkinkan para fans untuk membeli, menjual, dan menukar aset ESL Pro Tour NFT, lapor Esports Insider. Berdasarkan rilis, fans dari ESL Pro Tour akan bisa membuat dan menukar NFT melalui Immutable X dengan cara yang aman dan ramah lingkungan.

Sumber header: The Verge

NothingToSay Menangkan US$5,2 Juta Bersama PSG.LGD, PSIS Semarang Rekrut Muhammad Abdul Aziz

Minggu lalu, PSIS Semarang mengumumkan bahwa mereka telah merekrut Muhammad Abdul Aziz untuk mewakili mereka dalam Indonesian Football e-League (IFeL) 2021. Sementara itu, Riot Games mengungkap bahwa pertandingan final dari League of Legends World Championship (LWC) 2021 akan disiarkan di puluhan bioskop di Eropa. Mereka juga menunjukkan cincin khusus yang akan dipersembahkan pada setiap anggota dari tim yang memenangkan LWC 2021.

Di TI10 NothingToSay Menangkan US$5.2 Juta dengan PSG.LGD

Pemain Dota 2 asal Malaysia, Cheng “NothingToSay” Jin Xiang berhasil menorehkan namanya dalam sejarah Dota 2 setelah sukses menjadi finalis dari The International 10 bersama PSG.LGD. Sayangnya, dia dan timnya harus bertekuk lutut di hadapan Team Spirit dan puas dengan gelar juara dua. Meskipun begitu, total hadiah yang didapatkan oleh PSG.LGD tetap cukup besar.

TI10 menawarkan total hadiah sebesar US$40 juta. Sebagai juara, Team Spirit mendapatkan US$18,2 juta. Sementara itu, PSG.LGD, yang menjadi runner-up, berhak untuk mendapatkan 13% dari total hadiah TI10 atau sekitar US$5,2 juta. Sayangnya, tidak diketahui berapa besar porsi yang didapatkan oleh NothingToSay. Sebelum TI10, total pemasukan NothingToSay sebagai pemain profesional adalah US$1,1 juta.

Saat ini, hanya ada satu pemain Malaysia yang pernah memenangkan TI, yaitu Wong “ChuaN” Hock Chuan, lapor IGN. Dia berhasil memenangkan TI pada 2012 bersama tim Tiongkok, Invictus Gaming. Dalam TI10, ada beberapa pemain asal Asia Tenggara yang ikut serta, selain NothingToSay. Dua di antaranya adalah pemain asal Indonesia, Kenny “Xepher” Deo dan Matthew “Whitemon” Filemon. Bersama dengan T1, keduanya berhasil menduduki peringkat 7-8 di TI10.

Kolaborasi dengan Mercedes-Benz, Riot Buat Cincin Khusus untuk Pemenang LWC 2021

Minggu lalu, Riot Games memamerkan cincin khusus yang dibuat untuk pemenang League of Legends World Championship (LWC) 2021. Riot menyebutkan, cinci ini akan menjadi lambang dari “prestige dan pencapaian tertinggi di esports“, menurut laporan Esports Insider. Desain dari cincin itu dibuat oleh Riot bersama dengan Mercedes-Benz.

Cincin hasil kolaborasi antara Riot Games dengan Mercedes-Benz.

Cincin tersebut terbuat dari emas putih 18 karat yang dihiasi dengan batu safir. Dengan begitu, cincin ini memiliki kombinasi warna yang sama dengan Summoner’s Cup, yaitu perak dan biru. Summoner’s Cup merupakan trofi yang diberikan untuk pemenang LWC. Trofi itu pertama kali diperkenalkan pada 2012.

Babak Final LWC 2021 Bakal Disiarkan di Bisokop Eropa

Selain cincin yang akan diberikan pada pemenang LWC 2021, pada minggu lalu, Riot Games juga mengumumkan bahwa pertandingan final dari League of Legends World Championship (LWC) 2021 akan disiarkan di bioskop. Pertandingan tersebut akan disiarkan pada 6 November 2021 di lebih dari 70 bioskop di Eropa. Saat ini, tiket untuk menonton pertandingan itu sudah bisa dibeli. Tentu saja, pertandingan final dari LWC 2021 juga akan tetap disiarkan di berbagai platform streaming, sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

Untuk dapat menayangkan pertandingan final LWC 2021 di bioskop, Riot mendapatkan bantuan dari Piece of Magic dan National Amusements. Menurut Esports Insider, tren kolaborasi antara perusahaan bioskop dengan pelaku esports bukan hal baru. Belum lama ini, perusahaan bioskop asal Amerika Serikat, Cinemark, juga bekerja sama dengan perusahaan esports Mission Control untuk menampilkan pertandingan esports di AS. Sementara pada 2018, sejumlah bioskop di Inggris menampilkan pertandingan final dari IEM Katowice yang mempertemukan Fnatic dengan FaZe Clan.

Supercell Siapkan Mode dan Skin Khusus Halloween di Brawl Stars

Supercell menyiapkan skin dan mode khusus di Brawl Stars untuk merayakan Halloween. Hal ini diungkap dalam Brawl Talk yang diadakan pada minggu lalu. Salah satu mode khusus yang Supercell sediakan adalah invisibility. Sesuai namanya, invisibility membuat pemain menjadi tidak terlihat. Fitur invisibility ini akan aktif di semua mode. Fitur tersebut membuat semua pemain tidak tampak selama 7 detik setiap 10 detik. Di satu sisi, invisibility akan membantu pemain untuk menyelamatkan diri saat terdesak. Di sisi lain, fitur itu akan mempersulit pemain yang hendak membunuh pemain lain, menurut laporan Dot Esports.

Selain itu, Supercell juga menyiapkan skin bertema Halloween. Salah satu skin yang menjadi bagian dari Brawl-o-ween adalah Swamp Gene. Selain itu, Anda juga akan menemukan skin Ghost Squeak, Headless Rider Stu, dan Count Pengula.

PSIS Rekrut Muhammad Abdul Aziz untuk Bertanding di IFel 2021

PSIS Semarang merekrut Muhammad Abdul Aziz untuk mewakili mereka dalam Indonesian Football e-League (IFeL) 2021. Sebelum direkrut oleh PSIS Semarang, Abdul Aziz pernah mewakili DKI Jakarta di pertandingan eksibisi esports PON XX Papua. Manajer PSIS eSports, Mochamad Raviv Avari mengatakan, Abdul Aziz dipilih karena dia memiliki performa yang cukup bagus. Buktinya, dia berhasil masuk empat besar di PON.

IFeL akan digelar pada 30 Oktober 2021 sampai Desember 2021. Selain PSIS Semarang, liga sepak bola virtual itu juga akan diikuti oleh beberapa tim sepak bola Liga 1 Indonesia, seperti Arema, Bali United, Barito Putera, Bhayangkara FC, Borneo FC, Madura United, Persela, Persik, Persiraja, dan Persita, lapor Antara.

Sumber header: Dot Esports

PB ESI Ingin Buat Ekstrakurikuler Esports, Penonton The International 10 Capai 1,1 Juta Orang

Setelah ditunda selama satu tahun, The International 10 akhirnya resmi digelar. Walau tidak ada penonton langsung, TI10 tetap menarik perhatian banyak orang. Hal ini terlihat dari jumlah orang yang menonton siaran langsung dari The International 10. Sementara itu, di dalam negeri, PB ESI mengungkap rencana mereka untuk mengadakan akademi esports dan ekstrakurikuler esports. Di Eropa, ESL Gaming menjalin kontrak kerja sama dengan Freaks 4U Gaming.

PB ESI Ingin Jadikan Esports Sebagai Ekstrakurikuler dan Buat Akademi Esports

Pengurus Besar Esports Indonesia (PB ESI) baru saja mengungkap rencana mereka untuk menjadikan esports sebagai ekstrakurikuler. Tak hanya itu, mereka juga berencana untuk membuat akademi esports. Tujuannya adalah untuk mengembangkan ekosistem esports di Indonesia. Ketua Harian PB ESI, Bambang Sunarwibowo berharap, keberadaan program akademi esports dan ekstrakurikuler esports tidak hanya akan memunculkan atlet esports muda, tapi juga menumbuhkan ketertarikan untuk menjadi kreator konten, streamer, caster, pelatih atau wasit, lapor Antara.

Jumlah Penonton The International 10 Tembus 1,1 Juta Orang

The International 10 telah dimulai. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, tim-tim yang bertanding di TI10 dibagi ke dua grup. Sayangnya, siaran TI10 tidak berjalan mulus. Pasalnya, siaran langsung dari TI10 sempat ditunda selama hampir 1 jam. Meskipun begitu, hal ini tidak menurunkan minat para penonton. Buktinya, jumlah peak viewers dari babak pertama TI10 mencapai lebih dari satu juta orang, menurut data dari Esports Charts.

Sementara itu, total hours watched dari group stage TI10 mencapai 11,2 juta jam, dengan jumlah peak viewers mencapai 1,1 juta orang. Seperti yang disebutkan oleh Dot Esports, jumlah peak viewers pada group stage TI10 hampir menyamai jumlah peak viewers dari babak final TI8. Ketika itu, pertandingan antara OG dan PSG.LGD berhasil mendapatkan peak viewers sebanyak 1,2 juta orang.

Streamer Amouranth Terkena Ban di Twitch, Instagram, dan TikTok

Minggu lalu, streamer ASMR Kaitlyn “Amouranth” Siragusa terkena ban di Twitch. Tak hanya itu, melalui Twitter, Amouranth mengungkap bahwa dia juga terkena ban di Instagram dan TikTok. Menurut laporan Dot Esports, kali ini adalah kali kelima Amouranth terkena hukuman ban di Twitch. Saat ini, Amouranth mengaku tidak tahu alasan di balik hukuman ban ini. Namun, ada kemungkinan, akunnya diblokir karena dia membuat konten yang terlalu seksual. Sebelum ini, dia juga ikut serta dalam tren bathtub streaming.

Sejak tahun lalu, TikTok mulai memblokir kreator konten yang memasang tautan ke konten dewasa di bio mereka. Misalnya, kreator konten yang menampilkan tautan ke OnlyFans atau Linktree. Instagram juga punya peraturan serupa tentang konten seksual. Sementara di Twitch, streamers bisa terkena ban jika mereka mempromosikan OnlyFans.

BITKRAFT Ventures Siapkan US$75 Juta untuk Investasi di Blockchain Gaming

BITKRAFT Ventures, salah satu investor terbesar di bidang game dan esports, mengungkap bahwa mereka telah menyiapkan dana sebesar US$75 juta untuk diinvestasikan ke startup dan perusahaan yang bergerak di bidang blockchain gaming dan hiburan digital. Sebelum ini, mereka juga telah mempekerjakan Piers Kicks untuk membantu mereka dalam menjajaki ekosistem crypto.

BITKRAFT Ventures.

BITKRAFT tidak menentukan stage yang menjadi fokus mereka dalam mengucurkan dana investasi untuk blockchain gaming. Hal itu berarti, mereka akan menanamkan investasi ke startup atau perusahaan yang mereka anggap sesuai, tidak peduli apakah startup itu membutuhkan dana pre-seed atau perusahaan tersebut membutuhkan investasi di seri lanjutan, menurut laporan VentureBeat.

Freaks 4U Gaming Pegang Lisensi ESL di Prancis dan Jerman

Penyelenggara turnamen ESL Gaming mengumumkan kontrak kerja sama dengan Freaks 4U Gaming, perusahaan gaming dan esports marketing. Kontrak ini berlangsung selama lebih dari satu tahun. Melalui kontrak tersebut, Freaks 4U Gaming akan menjadi pemegang lisensi dan operator dari kompetisi nasional ESL dan festival DreamHack di Jerman dan Prancis. Selain itu, Freaks 4U Gaming juga akan membuat konten yang akan dimasukkan ke ESL dan DreamHack. Keduanya juga akan berkolaborasi demi mencari cara untuk memonetisasi esports events, menurut laporan Esports Insider.

PB ESI akan Gelar Liga Esports Nasional Setelah PON XX Papua, The International 10 Digelar Tanpa Penonton

Minggu lalu, Valve mengumumkan bahwa mereka akan meniadakan penonton offline untuk The International 10. Mereka juga mengungkap, SteelSeries akan menjadi sponsor dari TI10. Sementara itu, di Indonesia, PB ESI berencana untuk mengadakan liga esports nasional pada tahun depan.

PON XX Papua Selesai, PB ESI akan Adakan Liga Esports Nasional

Setelah Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua usai digelar pada Minggu, 26 September 2021, Pengurus Besar Esports Indonesia (PB ESI) mengungkap rencana mereka untuk mengadakan liga esports nasional pada tahun depan. Tujuan dari liga esports nasional itu adalah untuk mengembangkan bakat pemin esports profesional di Tanah Air.

“Setelah acara PON selseai, kita lakukan evaluasi. Laporan dan setelah itu, kita melakukan gebrakan untuk melakukan liga nasional di seluruh Indonesia,” ujar Ketua Bidang Humas dan Komunikasi PB ESI, Ashadi Ang, seperti dikutip dari Antara. Lebih lanjut dia menjelaskan, liga nasional ini akan terbagi menjadi tiga: Liga 1, Liga 2, dan Liga 3. Rencananya, liga itu akan bisa mencakup hingga kabupaten. Diperkirakan, liga nasional tersebut akan mulai diadakan pada tahun 2022.

The International 10 Digelar Tanpa Penonton, Valve Tawarkan Refund

Tahun ini, The International 10 akan digelar tanpa penonton. Valve mengumumkan hal itu pada minggu lalu. Mereka menyebutkan, sepanjang turnamen, TI10 hanya akan dihadiri oleh tim, talenta, dan staf. Valve menyebutkan, alasan mereka mengambil keputusan ini adalah untuk memastikan kesehatan dari para pemain, talenta, staf, dan semua orang yang ikut terlibat dalam penyelenggaraan TI10. Mereka juga akan memberikan refund pada orang-orang yang sudah terlanjur membeli tiket untuk TI10.

“Kami ingin agar para fans bisa menghadiri dan menonton The International 10 secara langsung. Namun, kami tidak bisa melakukan itu karena prioritas kami tetaplah kesehatan dari para peserta dan penonton,” ujar Valve, dikutip dari Dot Esports. “Orang-orang yang telah membeli tiket akan mendapatkan refund secara otomatis.”

Veloce Esports dan Codemasters Bakal Gelar VERSUS ULTRA Series di 2022

Organisasi sim racing Veloce Esports baru saja menjalin kerja sama dengan developer game balap, Codemasters. Melalui kerja sama ini, keduanya akan meluncurkan liga esports yang akan mengadu beberapa game balap. Liga tersebut dinamai VERSUS ULTRA Series.

Diadakan pada 2022, VERSUS ULTRA Series akan diikuti oleh enam tim. Salah satu tim sim racing yang sudah pasti akan ikut serta dalam liga tersebut adalah Quadrant, tim milik pembalap Lando Norris. Dalam VERSUS ULTRA Series, terdapat beberapa babak yang mengadu peserta dalam game-game Codemasters, seperti DiRT, Project CARS, GRID, dan game F1 resmi. Sayangnya, belum diketahui game apa saja yang akan diadu dalam VERSUS ULTRA Series, seperti yang disebutkan oleh Esports Insider.

Razer Luncurkan Program Kesehatan untuk Gamers

Razer baru saja memperkenalkan program kesehatan yang disebut “Champions Start from Within”. Program ini ditujukan untuk mempromosikan kebiasaan bermain game yang sehat. Target dari program ini adalah para gamers, baik pemain profesional maupun amatir. Sebagai bagian dari program kesehatan ini, Razer berkolaborasi dengan psikolog, ahli terapi, ahli nutrisi, dan lain sebagainya. Para ahli tersebut akan memberikan konten dalam bentuk video, artikel, serta events, menurut laporan Dot Esports.

Razer bakal adakan program wellness untuk pemain esports, baik profesional maupun amatir. | Sumber: Dot Esports

Tahun lalu, kesehatan fisik dan mental menjadi salah satu topik hangat di ekosistem esports. Pasalnya, beban mental yang ditanggung oleh pemain esports profesional memang tidak ringan. Selain itu, semakin banyak tim esports yang memperhatikan pentingnya kebugaran fisik dari pemain mereka. Jika tidak hati-hati, para pemain esports bisa mengalami gejala layaknya burnout. Menurut Razer, beberapa gejala yang biasa dialami oleh para gamers antara lain sakit kepala, masalah dengat mata, rasa sakit di punggung atau leher, serta rasa nyeri di tangan atau pergelangan tangan.

SteelSeries Jadi Sponsor dari The International

Selain membuat pengumuman tentang peniadaan penonton offline untuk The International 10, minggu lalu, Valve juga mengungkap sponsor baru untuk TI10, yaitu SteelSeries. Sebagai rekan resmi dari turnamen Dota 2 itu, SteelSeries akan menyediakan mouse, keyboards, headset, dan aksesori lain untuk para pemain yang berpartisipasi dalam The International 10. Selain itu, SteelSeries juga akan mengadakan beberapa kegiatan aktivasi offline di Bucharest, Romania, tempat TI10 digelar. Di TI10, mereka juga akan menjual mousepad The International edisi terbatas, menurut laporan Esports Insider.

Sumber header: Antara

The History of Dota 2 and The International: From a Fan-Made Mod to One of the Largest Esports in the Entire World

The local Dota 2 esports scene in Indonesia has been dying for the past few years. Simply put, mobile games are far more popular and successful in the country, which is why a majority of esports organizations left the PC gaming genre. Despite this, Dota 2 is still considered in many other countries to be the most superior game in the world. The International, for instance, consistently breaks the largest prize pool record in esports every single year. Furthermore, hundreds of thousands of players still actively play Dota 2, despite the game already being more than 8 years old.

Here’s the history of Dota 2 and how The International became the greatest global tournament in esports.

The History of Dota 2

It all started with Aeon of Strife, which is considered the first MOBA game. Aeon of Strife is a fan-made mod for StarCraft: Brood War. The mod became so popular that Blizzard included it in Warcraft 3. The gameplay and experience of playing Aeon of Strife are largely different from today’s MOBA game standards. However, Aeon of Strife follows the basic principles of most MOBAs. For example, the primary objective in Aeon of Strife is still to destroy the enemy base. In addition, the map also follows the three-lane layout of the MOBA map design. However, unlike most MOBAs out there, Aeon of Strife only has 4 players in each team instead of 5. There is also no PvP feature, as RedBull mentioned, so players can only fight against AIs.

Aeon of Strife is considered to be the first MOBA game. | Source: Hive Workship

If Aeon of Strife was the forerunner of the MOBA genre, Defense of the Ancients (DotA) is the game that pioneered Dota 2. Just like Aeon of Strife, DotA also originates as a mod. DotA was created as a mod for Warcraft 3 by a modder named Kyle “Eul” Sommer. The DotA mod is not very different from today’s version of Dota 2. In DotA, 10 players battle it out in 2 teams of 5 to destroy the enemy’s base. Despite the massive popularity of the DotA mod in the Warcraft community, Eul decided to leave the project behind. He also once tried to create a sequel to DotA, but this never came to fruition either. Ultimately, Eul handed the ownership of DotA to Valve.

The success of the DotA mod inspired many people to make their own version of the game. DotA: Allstars, for instance, is one of the twists that became very popular. DotA: Allstars was also created by a Warcraft modder, and his name is Steve “Guinsoo” Feak. This version of DotA is, by far, the closest resemblance to the Dota 2 game we all know today. In fact, many people even considered Allstars to be the original DotA mod since it is the version that is used in professional matches at that time.

After the success of Allstars, Guinsoo and Steve “Pendragon” Mescon — who created the DotA community center — soon joined Riot Games to assist them in developing League of Legends, and left DotA: Allstars in IceFrog’s hands. IceFrog undoubtedly has played a significant role in the entire history of DotA. Granted, he didn’t originally create Allstars or overhaul the mod, but he did create many new contents for Allstars after Guinsoo and Mescon left. Furthermore, IceFrog also ensures that the gameplay of Allstars remains balanced and that no characters are too overpowered.

At that time, DotA’s success can only happen because of the fans. The game was made by fans, for the fans, and was made big by the fans. However, things changed when League of Legends was launched in 2009 and Heroes of Newerth in 2010. The launch of these two games showed that the MOBA genre has great potential. If DotA wants to exist and compete with these two giants, it most certainly needs assistance from big gaming companies. 

Fortunately, Valve came to the rescue.

Valve partnered with IceFrog to create Dota 2.

In 2009, Valve announced that they will be teaming up with IceFrog. At that time, there were rumors that Valve wanted to develop a MOBA game through the partnership. However, it was only in 2010 that Valve revealed the Dota 2 project. A year later, in 2011, the beta version of Dota 2 was released and provided access to several media outlets. The beta development was a tremendous success, receiving an overall positive response from the beta testers.

Unfortunately, problems arose when Valve registered the word “DOTA” as a trademark in 2012. This decision marked the beginning of Valve’s extensive legal battle with Blizzard in the next few months. Although Blizzard did not trademark “DOTA”, they argued that the word (and its many spinoffs like DotA or Defense of the Ancients) has always been part of Blizzard and is synonymous with Warcraft. They also claimed that many of the DOTA mechanics are based on Blizzard’s Warcraft, since it is a mod of the game. Furthermore, many of the character designs in DOTA originates from Warcraft 3, according to a PC GAMER report.

Although it took several months, the legal battle between Valve and Blizzard was finally resolved. The two decided that they both have the right to use the “Defense of the Ancients” title according to their own needs. Valve will use the Dota name for its commercial products and franchises, including the Dota 2 game. On the other hand, according to Gamasutra, Blizzard will use the Dota name as a reference for its player-created content. After the fiasco, the Dota 2 development process continued smoothly. 

The Birth of The International

Valve held the first The International in 2011 in conjunction with Gamescom. Interestingly, at the time, Dota 2 was technically still in beta and was not officially launched yet. So, why did Valve hold The International? Marketing. Valve provided a total prize pool of US$1.6 million, making TI the biggest prize esports tournament of its time. No other esports tournament in history was able to put up a prize pool of this caliber, and thus many people was incredibly hyped for TI. Through this buzz, Valve hopes to introduce Dota 2 to a much wider community.

Eight teams around the world and from different regions were directly invited to take part in the first-ever TI. The tournament could be spectated live in Gamescom, held in Cologne, Germany. Valve also broadcasts TI matches online so that all fans in the world can watch. Fortunately for Valve, TI was a massive hit. They were able to market the game effectively, and soon thousands of gamers flock in to try out the Dota 2.

NaVi became the first The International champion. | Source: Navi.gg

In the next few months after TI 1, Valve also continues to distribute the beta version of Dota 2. And as the player count of the game increases, the esports scene also begins to take shape. Just like the original DotA, the Dota 2 esports were initially grown by the enthusiasm and loyalty of the fans. Therefore, most Dota 2 tournaments in the olden days (excluding TI) were relatively small-scale, having prize pools of only around $25,000 USD. Even so, this was the grassroots that became the foundation of the enormous Dota 2 esports ecosystem that we know today.

In 2012, Valve held The International for the second time. The prize pool of TI2 was the exact same as TI1, which was $1.6 million USD. However, TI was now held independently by Valve in Seattle, United States. The beta version of Dota 2 was also already open to the public during this time, which means that there are far more Dota 2 followers and enthusiasts expecting TI. Furthermore, the game has also undergone several updates, significantly increasing the hero pool. 

In July 2013, Valve officially launched Dota 2 on Steam, and the player count immediately skyrocketed. In June 2013, the average number of Dota 2 players only reached 210 thousand people. This figure rose to 237,000 in July and to 330.7 thousand in August. TI3 was also the start of the implementation of Valve’s crowdfunding system using the Battle Pass, and it was a major success. The International 3 prize pool was able to reach a record high of $2.8 million USD, $1.2 million more than the previous two TIs.

Since the colossal success of TI3, Valve continued to use take advantage of Battle Passes in increasing the TI prize pool. As a result, the TI prize pool has never declined even once. Last year, an Arab prince outstandingly spent over IDR 588 million in the TI10 Battle Pass. Thanks to him and hundreds of thousands of Dota 2 players, The International 10 prize pool was, yet again, able to break records and reach the $40 million USD milestone.

The growth of TI prize pools from year to year is quite massive, to say the least. For instance, The International 4 has a prize pool of around $10 million USD. 2 years later, TI6 doubled this figure and crossed the $20 million USD mark. The International 9 became the first TI with a total prize pool of more than $30 million USD.

The International Prize from year to year. | Data source: Esports Earnings

As you can see in the table above, there has been a huge spike in The International’s prize pool several times. The biggest jump occurred at The International 9, with an increase of $8.8 million USD. The difference between the TI4 and TI5 prize pool is also fairly significant. The consistent rise of The International prize goes to show how the Dota 2 community still wants to support the professional esports scene of the game. However, The International’s huge prize pool also poses its own problems.

Let’s now move to discuss the top teams that have won this prestigious tournament. Out of the 9 TIs that have been held, only one team was able to win it twice. That team is OG, which managed to win TI8 and TI9. Remarkably, they also won both consecutive TIs with the exact same composition of players. 

Here’s the OG roster that won TI8 and TI9:

Anathan “ana” Pham

Topias “Topson” Taavitsainen

Sebastien “Ceb” Debs

Jesse “JerAx” Vainikka

Johan “N0tail” Sundstein – captain

And here is a list of teams that have won The International:

2011 – Natus Vincere

2012 – Invictus Gaming

2013 – Alliance

2014 – Newbee

2015 – Evil Geniuses

2016 – Wings Gaming

2017 – Team Liquid

2018 – OG

2019 – OG

Prize pools are not the only way to measure the success of a particular tournament. Two other important factors, namely viewership numbers and watch time, can also be considered. According to data from Esports Charts, both the average number of viewers and watch hours of The International experiences an upward trend in the last four years. At TI7, the average viewer count only reached 418 thousand. This figure rose to 537.7 thousand in TI8 and to 738.9 thousand in TI9. In terms of watch time, TI7 only manages to obtain 44.3 million watch hours. In TI8, the total hours watched reached 63.9 million hours, and in TI9, that number rose to 88.4 million hours.

The watch hours of TI from TI7 to TI9. | Source: Esports Charts

 

Peak viewership numbers from TI7 to TI9. | Data source: Esports Charts

Unfortunately, these upward trends cannot be applied to the number of active Dota 2 players. Let’s try to observe the graph from Steam Charts of Dota 2’s player count since its launch in 2013.

Average and peak number of Dota 2 players.| Data source: Steam Charts

From July 2012 to July 2014, there is a general rise in the monthly player count of Dota 2. In September 2014, the player count plummeted before increasing again to 629 thousand in February 2015. Throughout its history, Dota 2’s record for the highest average number of active players was 709 thousand, which occurred in February 2016. Around the same time, Dota 2 also recorded its peak number of players, which was 1.29 million.

Since then, the average player count of the game experience a general decline, eventually reaching its lowest point in April 2018, where only 430 thousand people are playing Dota 2. However, in 2019, Dota 2 seems to have had a minor resurgence in its player base. In January of that year, the average player count was 476,000. Around 6 months later, this figure continued to rise, reaching a high of 500 thousand players. Unfortunately, the upward trend did not last, and another drought occurred in Dota 2’s player count.

At this point, many people thought that Dota 2 was officially dying and that the game’s player base will never be able to grow again. Then, the COVID-19 pandemic hit and became one of the reasons why Dota 2 experienced yet another surge in its player count. An in April of 2020, the average player number of Dota 2 hit its peak of 500 thousand players.

The Dota 2 esports scene in Indonesia

“The Dota 2 community in Indonesia today is vastly different when compared to 2014-2017,” said Yudi Anggi, a Dota 2 shoutcaster known as “Justincase”. However, this doesn’t mean that the state today’s community is worse than before. “The difference is, in the past, there were many local Dota 2 tournaments. Today, however, almost no local tournaments exist in Indonesia.,” he said when contacted by Hybrid.co.id via text message.

“But unlike the olden days, content creation in the local Dota 2 community has never been this thriving. Therefore, you can’t really say that the current state of Dota 2 in Indonesia is dead; it is simply in a different era,” said Yudi. Indeed, there are many professional players today who are actively broadcasting, such as Rusman, inYourDream. “Many fans in Indonesia today are spoiled for choice when it comes viewing live Dota 2 content,” he said. “Through these streams, we can only hope that the local Dota 2 community will continue to grow and perhaps one day experience a renaissance.”

Yudi “Justincase” Anggi. | Source: Facebook

Yudi explained that Saweria is one of the reasons why many people became interested and dived into the world of content creation. Saweria provides a simple and trusted system that allows viewers to donate to their favorite streamers. “Fans who watch the stream can be very generous in providing support to their favorite streamers,” said Yudi. “As a result, streamers become motivated to create content and entertain their viewers. In the end, this is an overall win for the entire Dota 2 community.

In a Hybrid.co.id interview with the Co-founder of Saweria, Natalia, she said that the 10 biggest receivers of support funds in Saweria are all gaming content creators. Through Saweria, some people can even generate up to IDR 44 million every month through donations alone.

On the flip side, Gary Ongko Putera, founder and CEO of BOOM Esports, has a different perspective from Yudi regarding the Dota 2 community in the country. Gary believes that the Dota 2 community in Indonesia can be quite toxic or misbehaved, which is why he is often reluctant to pay attention to them. For instance, people in the local spectrum love to support the enemy team, despite having a national team competing in the same esports tournament. “People here can be often lazy when it comes to supporting teams or players from our own country,” Gary said.

Even so, Gary still has some hope in the survival of the local Dota 2 esports ecosystem. “Luckily, Indonesia still has AG (Army Geniuses-red). As long as some organizations continue to invest in Dota 2, the local esports system will not die out,” said Gary. “I really do believe that many Indonesian Dota 2 players are incredibly talented. However, they still need proper coaching and facilities to unlock their potential and be able to fully live off of Dota 2.” Dota 2 can really be a legitimate and viable pro career option if these standards are met.

Regarding the future of the esports ecosystem, Yudi’s opinions are inlined with Gary’s. He also feels that there is still hope in the local Dota 2 esports ecosystem. However, if someone wants to become a pro Dota 2 player, he/she must be ready to face all the challenges that exist. “Because there are no local tournaments, players who want to become professionals must take their talents directly to the international arena,” said Yudi. “If they manage to find some success in SEA regional tournaments, many opportunities will eventually open up. There are still countless organizations abroad that are scouting for talents across the world. And if you skilled and lucky enough, they might just pick you up.”

Consequently, Yudi highly suggests that having decent English communication skills is imperative when it comes to getting hired by international esports organizations. “There are simply far more jobs in Dota 2 abroad, and being able to speak English can be the dealbreaker that determines if you will get or lose the job.”

The Dota 2 BOOM team won the ESL Indonesia Championship Season 2. | Source: Twitter

According to Gary, many esports organizations have a hard time scouting new talents due to the lack of local tournaments. “Scouting new players is incredibly difficult today,” said Gary. “But fortunately, we did well for ourselves. We can often attract talents outside of Indonesia. The reputation of our esports ecosystem is actually not that bad globally, thanks to the achievements of our Dota 2 and Counter-Strike: Global Offensive teams.”

Garry also added that Indonesian esports organization provides one of the largest basic salaries when compared to other countries in the SEA region. This might be the selling point for gamers who are looking to get a career in professional Dota 2. “You can definitely earn a lot if you can become a top player. To be honest, all the best players in all games have large incomes. Unfortunately, in Dota 2, the skill ceiling is incredibly high when compared to other MOBA games. Reaching the pinnacle of the Dota 2 skill level will undoubtedly take a significant amount of work, time, and experience.

Previously, the Editor-in-Chief of Hybrid.co.id, Yabes Elia, once discussed how passion is no longer enough when pursuing a career in the world of esports. However, it is undeniable that passion maintains the longevity of the people who invest in esports. Gary and Yudi are some examples of these kinds of people. Both of them decided to stay in the Dota 2 esports ecosystem because they love and are truly passionate about the game. From a business standpoint, they could have easily migrated into the much more thriving mobile esports ecosystem. However, as Gary put it, running an esports organization would be difficult if we only focus on the business aspect.

“For me, the principle is not that complicated. Without Dota 2/CS:GO, BOOM wouldn’t have existed in the first place,” said Gary, explaining the reason why he kept the Dota 2 team. “I am truly passionate about Dota 2 and CS:GO. And it would be difficult to run a purely business-focused BOOM without my passion in mind.” He admitted that he really likes complex games. And according to him, Dota 2 is one of the most difficult games in the entire world. “No offense to other video games, but Dota 2 is far more superior in terms of complexity and depth. There are stacking mechanics, pulling creeps, proper itemizations, and tons of other minute details to learn. For the old guys like me who are more accustomed to watching complex games, I was never excited to play the simpler games of the modern era.”

Although Gary is passionate about Dota 2, he also takes into account the business side when considering his decisions. When asked whether the Dota 2 team was profitable for BOOM, Gary answered, “From a business perspective, of course, it is profitable because we frequently get to play on the international stage. However, admittedly, our profit is not that crazy large.”

On the other hand, Yudi revealed that his reason for staying loyal to shoutcasting Dota 2 was due to a matter of preference. “Honestly, I don’t really like mobile games. And I wouldn’t be able to give it my all if I was shoutcasting a game I didn’t like,” he said. “I really have to understand and be passionate about the game to give my best performance during a broadcast. If I like the game, I will be enthusiastic to study and dig up information about the game and its esports scene, which are the primary subject of discussion when I do my shoutcasting.”

In the end, as Yudi concluded, it shouldn’t really matter if someone decides to stay in Dota 2 or shift to the more popular mobile esports scene. “It goes back to each person. If someone wants to find a larger income, then go ahead and migrate to mobile esports. It is their right to choose, after all,” he said. “For me, personally, my Dota 2 career is enough to support myself financially. Although my life is not glamorous by any standards, I feel incredibly fortunate to work in the field I truly love.”

Conclusion

Eight years since its launch, Dota 2 is still played by hundreds of thousands of people around the world, which proves Valve’s effort in popularizing the game. Developing the esports ecosystem is one of Valve’s go-to methods when it comes to marketing Dota 2. Even though The International’s audience is still much lower than that of the League of Legends World Championship, TI’s huge prize pool never fails to attract public and media attention. 

In Indonesia, the current state of the Dota 2 esports ecosystem has drastically changed from the old era. The bad news with the change is that local tournaments are almost non-existent. Fortunately, the good news is that there are still quite a few local esports organizations that invest in Dota 2. For this reason, Indonesians who aspire to become pros still have a chance to realize their dreams. However, they must be fully ready to compete, at the very least, in the regional stage.

Featured Image: Imgur. Translated by: Ananto Joyoadikusumo