Tag Archives: Dota 2 The International 2019

Jumlah Sponsor Tim Tiongkok di The International 2019 Naik, Kenapa?

Dari tahun ke tahun, total hadiah The International selalu naik. Tahun ini, The International masih menjadi turnamen esports berhadiah terbesar dengan total hadiah mencapai US$34,3 juta. Sepanjang tahun 2018 dan 2019, total hadiah untuk semua turnamen Major dan Minor Dota 2 hanya mencapai US$6,5 juta, bahkan tidak sampai setengah dari total hadiah The International tahun ini. Karena itu, jangan heran jika Aegis of Championship menjadi sasaran utama para tim dan pemain profesional Dota 2.

Tahun ini, The International diadakan di Shanghai. Untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun, turnamen Dota 2 paling bergengsi itu diadakan di Tiongkok. Hal ini membuat banyak perusahaan tertarik untuk menjadi sponsor tim Tiongkok yang lolos kualifikasi TI. Pada tahun 2018, ada 22 sponsor yang mendukung 6 tim. Sementara pada tahun ini, jumlah sponsor tim Tiongkok yang masuk TI bertambah menjadi 27 sponsor. Beberapa perusahaan, seperti Li-Ning dan HLA Jeans, bahkan bersedia untuk menjadi sponsor lebih dari satu tim. Salah satu alasan begitu banyak perusahaan ingin menjadi sponsor tim yang berlaga di TI adalah karena performa tim-tim Dota 2 asal Tiongkok memang baik. Selama delapan tahun, tim Tiongkok berhasil menjadi juara sebanyak tiga kali dan menjadi juara dua sebanyak enam kali.

Sumber: Facebook
Sumber: Facebook

Menurut The Esports Observer, masuk akal jika sponsor bersedia untuk mengeluarkan investasi besar untuk tim yang lolos ke TI. Selain performa tim Tiongkok yang memang baik, lokasi diadakannya TI menjadi alasan lain. Untuk pertama kalinya, TI diadakan di Shanghai, yang berarti, sebagian besar penonton yang datang adalah warga Tiongkok. Mengingat rekam jejak tim Dota 2 dari Tiongkok, seandainya salah satu tim asal Tiongkok bisa menang, maka sponsor-sponsor yang mendukung tim itu akan mendapatkan eksposur yang sangat luas. Sayangnya, tim yang akhirnya keluar sebagai juara adalah OG, yang mencetak sejarah sebagai tim pertama yang juara TI dua kali berturut-turut.

Performa tim menjadi salah satu hal pertimbangan sponsor sebelum memutuskan untuk mendukung sebuah tim profesional. Hal ini terlihat dari rekam jejak para tim, seperti PSG.LGD. Pada tahun lalu, PSG.LGD hanya memiliki lima sponsor. Setelah berhasil menyabet gelar runner-up pada TI8, tahun ini, jumlah sponsor mereka bertambah menjadi 10 sponsor. Mengingat pada TI9 PSG.LGD berhasil duduk di peringkat tiga, kemungkinan besar, mereka masih akan menjadi salah satu incaran utama para sponsor.

Selain PSG.LGD, empat tim asal Tiongkok lain yang masuk ke TI juga memiliki lebih dari sponsor dari berbagai industri, mulai dari merek endemik sampai non-endemik. Vici Gaming memiliki sembilan sponsor, yaitu HLA Jeans, Douyu, Clear, aplikasi media sosial Bixin, merek makanan Three Squirrels, perusahaan hardware AMD dan HyperX, merek gaming chair DxRacer, dan Leihuo Esports. Sementara Newbee memiliki enam sponsor sepanjang TI9, yaitu merek pakaian Li-Ning, Intel, NVIDIA, Raybet, dan merek gaming chair Secret Lab. RNG didukung lima sponsor, yaitu Li-Ning, China Citic Bank Credit Card, merek ponsel Hongmo, Laoshan Beer, dan merek hardware Logitech. Terakhir, Keen Gaming memiliki tiga sponsor, mencakup Jingbo, Clear, dan merek gaming chair AK Player.

Tim PSG.LGD di TI 9 | Sumber: Facebook
Tim PSG.LGD di TI 9 | Sumber: Facebook

Hanya saja, durasi sponsorship untuk tim Dota 2 yang bertanding di The International biasanya tidak berlangsung lama. Selain itu, nilai sponsorship di scene Dota 2 di Tiongkok juga masih lebih kecil jika dibandingkan dengan League of Legends Pro League (LPL). Sponsorship untuk tim-tim yang berlaga di LPL juga biasanya berlangsung lebih lama. LPL sendiri memiliki 13 sponsor. Sementara salah satu tim yang bertanding, Royal Never Give Up (RNG) memiliki 12 sponsor. Ini bisa terjadi karena LPL memiliki infrastruktur yang lebih luas, memungkinkan para sponsor untuk tidak sekadar memasang logo pada jersey pemain, tapi juga di markas tim. Selain itu, karena LPL berbentuk liga, sponsor, tim, dan penyelenggara TJ Sports, juga bisa saling memberikan kritik dan saran pada satu sama lain.

Lolos Kualifikasi The International, Infamous Gaming Dapat Sponsor Baru

Pada 2017, Infamous Gaming menjadi tim Amerika Selatan pertama yang lolos babak kualifikasi The International, salah satu turnamen esports paling bergengsi. Tahun ini, mereka kembali bertanding untuk memperebutkan Aegis. Dapat bertanding di Mercedes-Benz Arena dalam The International membuat perusahaan menjadi lebih tertarik untuk menjadi sponsor. Tidak heran, The International memang selalu dapat menarik banyak penonton. Tahun ini, dua channel Twitch yang menyiarkan The International — satu dalam bahasa Inggris dan satu lagi dalam bahasa Rusia — mendapatkan total durasi menonton selama lebih dari 12 juta jam.

Salah satu sponsor baru yang didapatkan oleh Infamous adalah Cifrut, merek minuman di bawah AJE Group, perusahaan multinasional yang membuat, mendistribusikan, dan menjual minuman kemasan. Menurut badan esports R3PREZ3NT, Cifrut ingin agar mereknya muncul di seragam jersey Infamous selama satu bulan. Selain itu, Infamous juga diminta untuk mempromosikan merek minuman tersebut di media sosial mereka. Sementara dari Cifrut, mereka akan membuat minuman kemasan khusus yang menampilkan Infamous.

Cifrut bukanlah satu-satunya merek yang tertarik untuk menjadi sponsor Infamous. Perusahaan antivirus ESET juga ikut menjadi sponsor Infamous. Sama seperti Cifrut, ESET ingin agar mereknya tampil pada jersey tim dan mereknya dipromosikan di media sosial Infamous. Tim esports itu juga bisa memberikan referral bagi fans-nya yang tertarik untuk membeli produk ESET. Sebelum ini, beberapa perusahaan yang sudah mendukung Infamous antara lain HyperX, OMEN by HP, dan Microsoft Windows.

Sumber: Twitter
Sumber: Twitter

“The International sangat penting bagi kami, karena kami mendapatkan banyak koneksi dan membuat banyak kontrak, baik untuk turnamen kali ini dan di masa depan,” kata pemilik dan pendiri Infamous Gaming, Christian Roque, dikutip dari Esports Observer. “Kami punya rencana konten media untuk turnamen ini dengan tujuan memastikan bahwa sponsor-sponsor kami puas dan mereka mendapatkan eksposur yang maksimal.”

Belakangan, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk menjadi sponsor tim esports. Tidak melulu perusahaan terkait teknologi yang tertarik jadi sponsor tim esports, tapi juga merek non-endemik, mulai dari merek minuman sampai penyedia layanan finansial. Tahun ini, nilai sponsorship merek non-endemik tahun ini naik 13 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu. Dan memang semakin banyak merek-merek non-endemik yang mau jadi sponsor tim esports, termasuk di Indonesia. Hal ini terlihat dari keputusan Dua Kelinci yang mendukung EVOS Esports dan RRQ, Fore Coffee yang menjadi sponsor ONIC, dan kerja sama antara Genflix dan Ternakopi dengan Aerowolf.

Biasanya, sebuah merek mau menjadi sponsor tim esports karena mereka ingin mendekatkan diri dengan penonton esports, seperti yang dilakukan oleh Honda. The International adalah Piala Dunia untuk Dota 2. Tentu saja, penontonnya pun banyak. Menurut data The Esports Observer, dua channel yang menyiarkan The International mendominasi posisi top channel di Twitch pada minggu lalu. Channel yang menyiarkan turnamen Dota 2 itu dalam bahasa Inggris mendapatkan total durasi menonton selama 16 juta jam, sementara channel dalam bahasa Rusia mendapatkan 12 juta jam. Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah, dua channel ini mendapatkan waktu tonton yang jauh lebih tinggi dari channel terpopuler ketiga.

Sumber: The Esports Observer
Sumber: The Esports Observer

Salah satu alasan mengapa The International menarik perhatian banyak orang adalah karena hadiahnya yang sangat besar. Tahun ini, total hadiah yang ditawarkan mencapai US$34 juta. OG, tim yang memenangkan The International tahun ini, bisa membawa pulang US$15,6 juta. Itu artinya, setiap pemain tim OG mendapatkan sekitar US3,1 juta, lebih besar dari atlet yang memenangkan Wimbledon. Sebagai perbandingan, Novak Djokovic dan Simona Halep yang memenangkan Wimbledon, “hanya” membawa pulang US$2,9 juta. Dari tahun ke tahun, total hadiah The International terus naik. Itu bisa terjadi karena mereka menggunakan metode pengumpulan dana crowdfunding.

Kenapa Hadiah The International Terus Naik?

Total hadiah The International 2019 mencapai lebih dari USD31 juta. Ini menjadikannya sebagai turnamen esports dengan hadiah terbesar.

Berbeda dengan Fortnite World Cup, yang total hadiah sebesar USD30 juta sepenuhnya ditanggung oleh Epic Games sebagai developer, total hadiah The International didapatkan melalui crowdfunding.

Publisher Dota 2, Valve, hanya memberikan kontribusi sebesar USD1,6 juta untuk hadiah The International. Sisanya, didapatkan dari penjualan Battle Pass. Dari total penjualan Battle Pass, sebanyak 25 persen Valve langsung jadikan sebagai hadiah dari The International, menurut The Esports Observer.

Tahun ini, tersedia tiga jenis Battle Pass, yaitu Battle Pass standar seharga Rp144 ribu, Battle Pass – Level 50 seharga Rp420 ribu, dan Battle Pass – Level 100 seharga Rp650 ribu.

The International pertama kali diadakan pada 2011. Ketika itu, total hadiahnya adalah USD1,6 juta. Begitu juga dengan The International kedua yang diadakan pada 2012. Valve mulai memperkenalkan Battle Pass pada 2013.

Sejak saat itu pula, total hadiah dari The International terus naik. Kenaikan paling signifikan terjadi pada 2014. Ketika itu, hadiah The International mencapai USD10,9 juta, naik 380 persen dari total hadiah pada tahun sebelumnya, yang hanya mencapai USD2,8 juta.

Anda bisa melihat kenaikan total hadiah The International pada grafik di bawah ini.

Sumber: Liquipedia.net
Sumber: Liquipedia.net

Dampak besarnya total hadiah The International

Menurut esportearnings, turnamen esports yang menawarkan total hadiah lebih dari USD10 juta hanyalah The International dan Fortnite World Cup. Besarnya total hadiah The International memiliki dampak baik dan buruk.

Efek positifnya adalah total hadiah The International ini efektif untuk membuat hype. Cara Valve mengumpulkan dana ini juga memiliki pengaruh positif. Mengingat sebagian besar total hadiah The International merupakan kontribusi penjualan Battle Pass, para fans akan turut andil dalam turnamen bergengsi tersebut. Tidak hanya itu, ini juga mendorong mereka untuk terus bermain.

Data dari Steam Charts menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pemain Dota 2 setiap bulannya tidak pernah kurang dari 400 ribu sejak Februari 2014. Sementara jumlah concurrent player Dota 2 tidak pernah kurang dari 600 ribu sejak November 2013.

Anda bisa melihat peak concurrent players sejak tahun 2016 pada grafik di bawah.

Statistic: Monthly number of peak concurrent players of DOTA 2 on Steam worldwide as of June 2019 (in 1,000s) | Statista
Sumber: Statista

Sayangnya, ini bukan berarti, metode yang digunakan oleh Valve bebas dari masalah. Menurut Kotaku, salah satu masalah yang muncul akibat besarnya total hadiah dari The International adalah turnamen Dota 2 lainnya jadi terlihat tidak berarti.

“Sulit bagi kami untuk tetap relevan di ekosistem ini,” kata seorang Senior Official dari penyelenggara turnamen pihak ketiga ternama. “Dan yang saya maksud dengan ‘kami’ adalah semua orang kecuali Valve. Ketika ada turnamen yang menawarkan USD20 juta, Anda bakal kesulitan untuk menyaingi itu.”

Karena turnamen pihak ketiga tidak bisa menawarkan total hadiah sebesar The International, sulit bagi penyelenggara untuk menarik perhatian pemain dan penonton. Masalah ini diperburuk dengan keputusan Valve untuk memperketat regulasi terkait pengadaan turnamen.

Sebelum 2016, penyelenggara turnamen seperti ESL dan Beyond The Summit bisa mendapatkan pemasukan dengan menjual item virtual, mirip dengan apa yang Valve lakukan dengan penjualan Battle Pass. Namun, sejak 2016, Valve telah melarang hal ini.

Sulitnya bagi penyelenggara menggalang dana tidak melulu berdampak pada hadiah yang didapatkan pemain, tapi aspek lainnya, seperti akomodasi. Penyelenggara akan kesulitan untuk memberikan akomodasi yang diharapkan pemain karena ketiadaan budget.

Pada pemain, ini akan membuat mereka hanya tertarik untuk mengikuti The International. Akibatnya, pemain menjadi tidak setia dengan timnya. Bukannya fokus untuk meningkatkan performa tim, para pemain akan fokus untuk bisa masuk ke tim besar yang memang memiliki kemungkinan untuk bermain di The International.

Pada bulan Mei, biasanya terlihat bagaimana tim-tim yang tidak diundang untuk bermain di The International akan kalang kabut untuk membuat tim agar bisa lolos babak kualifikasi regional. Karena roster tim yang tidak stabil, ini membuat perusahaan enggan untuk menjadi sponsor karena ini membuat mereka sulit untuk berinteraksi dengan penonton. Alhasil, gaji pemain menjadi rendah.

Pada akhirnya, ini membuat para pemain menjadi semakin tergiur untuk memenangkan atau setidaknya masuk ke The International.

Memang, Valve juga telah menetapkan beberapa aturan yang melarang untuk terus berganti tim. Namun, ini tidak menyelesaikan masalah yang diakibatkan keberadaan The International. Mengingat The International juga sangat menguntungkan Valve, kecil kemungkinan mereka akan berusaha untuk mengubah sistem yang ada saat ini.

Bagaimana di Indonesia?

Menurut shoutcaster Gisma “Melondoto” Priayudha, tidak heran jika angka total hadiah The International terus naik. Menurutnya, ini sesuai dengan game Dota 2 sendiri yang memang terus berkembang. Tidak hanya itu, Valve juga bisa menawarkan “bonus” yang berbeda setiap tahun, membuat pemain/fans Dota 2 tergoda untuk membeli Battle Pass.

Sayangnya, selama ini, tim Indonesia tidak pernah masuk ke The International.

“Kalau yang saya amati lima tahun ini, masalahnya cuma di skill, meta dan mekanik pemain di Indonesia belum sebanding dengan pemain luar,” kata Melon ketika dihubungi. “Untuk kelas Asia Tenggara, hanya masalah di kerja sama tim saja.”

Menurutnya, The International juga tidak memberikan dampak buruk pada tim/pemain di Indonesia. “Kelar kualifiksai TI pasti ada pergantian pemain. Paling banyak, dua orang diganti. Sisanya, masih solid sampai TI berikutnya,” ujar Melon.

Dia juga percaya, turnamen Dota 2 di Indonesia tidak akan mati, meskipun belakangan, game mobile seperti Mobile Legends lebih diminati. “Soalnya, kan landasan pemain Dota 2 dari iCafe, iCafe berkembang ready esport, jadi sealur sama generasi,” katanya.

Prediksi Para Caster Indonesia Seputar Dota 2 The International 2019

Bulan Agustus semakin dekat. Ini artinya kita semakin dekat dengan helatan terbesar bagi penggemar esports Dota 2 yaitu The International. Tahun ini, Dota 2 The International hadir sedikit beda karena diselenggarakan di Shanghai, Tiongkok.

Mulai bertanding pada 15 Agustus 2019 mendatang, ini berarti kita sudah tinggal menghitung hari menuju pertandingan fase grup Dota 2 The International 2019. Tahun ini, ada 18 tim yang akan bertanding di Dota 2 TI 9. Jika Anda mungkin saja kelewatan proses Dota 2 Pro Circuit ataupun kulaifikasi TI 9, berikut daftar tim yang akan bertanding di Dota 2 TI 9.

Tim dari Dota 2 Pro Circuit 2019

  • Team Secret – DPC #1
  • Virtus Pro – DPC #2
  • Vici Gaming – DPC #3
  • Evil Geniuses – DPC #4
  • Team Liquid – DPC #5
  • PSG.LGD – DPC #6
  • Fnatic – DPC #7
  • Ninja in Pyjamas – DPC #8
  • TNC Predator – DPC #9
  • OG – DPC #10
  • Alliance – DPC #11
  • Keen Gaming – DPC #12

Tim dari Kualifikasi Regional

  • Forward Gaming – Kualifikasi NA
  • Infamous – Kualifikasi SA
  • Chaos Esports Club – Kualifikasi EU
  • Natus Vincere – Kualifikasi CIS
  • Royal Never Give Up – Kualifikasi CN
  • Mineski – Kualifikasi SEA

Jika melihat dari perjalanan Dota 2 Pro Circuit 2018-2019 mungkin kita bisa dengan mudahnya memprediksi Team Secret akan menjadi juara. Sejauh ini, permainan Nisha, Puppey dan kawan-kawan memang terbilang sangat solid. Dari 5 major yang diselenggarakan, Team Secret berhasil menangkan 2 dan menjadi runner-up pada salah satunya. Merajai klasemen DPC, apakah ini artinya ia juga akan merajai Dota 2 The International?

Setelah pembahasan singkat dari saya, mari kita simak pembahasan dari para caster-caster Dota 2 Indonesia seputar The International tahun ini.

Dimas “Dejet” Surya Rizky

Sumber: Facebook Page @dejetttt
Sumber: Facebook Page @dejetttt

Saya membuka obrolan tebak-tebakan juara TI 9 dengan Dimas “Dejet”. Senada dengan saya, prediksi Dimas ada pada Team Secret. “Gue orangnya percaya data menurut gue stats don’t lie! Jadi harusnya yang bakal terlihat kuat adalah Team Secret” kata Dejet.

Aside from the data, permainan Team Secret memang luar biasa. Mereka dengan gampang ngacak-ngacak meta selama DPC Season 2019, sehingga mereka jadi top team pada musim ini.” Dejet melanjutkan. “Tapi lagi-lagi, TI have their own curse. Walaupun Secret sejago itu musim ini, tapi nggak bisa dipastikan juga bahwa mereka yang bakal angkat Aegis of Champion tahun ini.”

Seperti apa yang saya bahas sebelumnya, musim berjalan tidak bisa memprediksi juara The International. Selain VP, contoh lain kasus ini adalah tim OG. Mereka jadi raja di musim 2017, tapi anjlok saat TI 7. Kebalikannya, ketika mereka susah payah saat musim 2018, OG malah jadi juara saat TI 8.

Setelah kita tebak-tebakan, pertanyaan selanjutnya adalah, siapa yang dijagokan oleh Dejet? Kalau dari sisi pemain, katanya ia ingin melihat bagaimana Aliwi “w33” Omar membela Team Liquid di The International. Kalau dari sisi tim, dia sendiri malah mendukung PSG.LGD.

“Kenapa PSG.LGD? Simple, gue suka main dan punya set item Terrorblade yang keren. Karena Ame juga main Terrorblade, makanya gue dukung… hahahaha.”

Yudi “JustInCase” Anggi

Prediksi TI #2
Sumber: ESL Official Media

Hampir senada dengan Dejet, Yudi “JustInCase” juga mengatakan bahwa TI sulit untuk ditebak “TI susah diprediksi, karena setiap tahun TI akan memunculkan meta baru yang dibuat para tim yang bertanding di sana.” Jawab Yudi kepada saya.

Lanjut bicara soal tim top tier dalam gelaran The International 2019, jawaban Yudi adalah 4 tim yang memang sedang berada di peringkat atas pada DPC 18-19. Mereka adalah Vici Gaming, Team Secret, Virtus Pro, Team Liquid, dan PSG.LGD. Dan lagi-lagi, Team Secret kembali menjadi sorotan.

“Secret terbilang yang terkuat di musim ini, god tier team. Bicara peluang, ya pastinya cukup besar. Tapi nggak bisa dibilang Team Secret sudah pasti juara. Menurut gue, siapapun yang sudah sampai TI itu kemampuannya setara. Yang membedakan kalah-menang betul-betul tinggal siapa yang lebih banyak atau lebih sedikit membuat kesalahan di dalam game.” Jelas Yudi.

Vinzent “Oddie” Indra

Sumber: Facebook Vinzent Putra
Sumber: Facebook Vinzent Putra

Pembahasan selanjutnya datang Vinzent “Oddie” Putra, jagoan analis di antara para caster Dota Indonesia. Selain soal tim powerhouse selama Dota 2 TI9 nanti, kami juga membincangkan soal kebangkitan tim Tiongkok pada TI kali ini. Kalau Anda mengikuti perkembangan kancah kompetitif Dota 2 internasional, Anda pasti tahu seputar istilah TI curse.

Tahun lalu, kutukan atau pola tersebut berhasil dipatahkan. Tim-tim asal Tiongkok gagal menjadi juara di tahun genap, dan TI dimenangkan oleh tim asal barat, OG. Apa yang terjadi dengan tim-tim Tiongkok?

“Ini sih agak susah sebenernya ya” Oddie membuka jawaban. “Tapi menurut gue, masalah utama tim China mungkin karena mereka terlalu memikirkan soal strategi paling efektif. Sedangkan kalau tim barat, mereka mendominasi karena mereka nggak terlalu mikirin soal efektif. Mereka cuma mikir soal kecocokan personal. Jadi kalau mereka merasa Hero-nya cocok untuk mereka pakai, ya mereka pakai.” Oddie memperjelas.

“Tapi yang pasti di TI9 sudah waktunya Virtus Pro untuk jadi juara! Hahahaha” Oddie menambahkan sambil setengah bercanda.

Gisma “Melondoto” Priayudha

Sumber: Melondoto via Instagram
Sumber: Melondoto via Instagram

Terakhir, tak lengkap bicara Dota tanpa memasukkan sosok peternak “lele”, yaitu Gisma “Melondoto” Priayudha. Prediksi dari Melon, lagi-lagi masih cukup senada dengan para caster lainnya, yaitu Team Secret, yang menurutnya adalah calon juara TI tahun ini.

“Soalnya tahun ini hero metanya, hero midwan kamil semua.” Jawab Melon seraya berkelakar mempleseti nama Yeik “MidOne” Nai Zheng. “Ember, Monkey King, dan Invoker, tiga hero MidOne yang kebetulan lagi meta juga. Pokoknya TI9 ini adalah saatnya anak muda untuk berjaya.” tambah Melon membicarakan MidOne, dan tentunya juga Nisha, pemain muda dari Team Secret yang sedang bersinar.

Terakhir, menanggapi Oddie yang membahas soal Virtus Pro, saya juga jadi penasaran. Apa mungkin, VP bisa jadi juara di tahun ini? Melon menanggapinya dengan cukup santai. Ia menganggap permainan VP yang stagnan adalah salah satu alasan kegagalan VP sejauh ini.

“Roster dari 2016, mainan kombinasi heronya juga gitu-gitu aja, hampir no hope lah. Hero STR kalau nggak pakai Sven, ya Tidehunter, udah aja gitu terus sampai Dota 3… Hahahaha.” jawab Melon mengomentari Virtus Pro.

The International 2019 tentu akan memiliki dinamika yang sangat intens lagi. Apalagi mengingat peta kekuatan tim yang sudah bergeser-geser, terutama pada tim kelas papan tengah. Akankah TI tahun ini menjadi kejutan seperti saat OG menjadi juara? Atau seperti tebakan banyak caster Dota Indonesia, akankah Team Secret yang jadi juara?