Tag Archives: DTC

East Ventures Leads Pre Series A Funding for SaaS Supply Chain Startup “Praktis”

Praktis (formerly known PTS.sc), a startup providing data-driven supply chain solutions for the D2C (Direct to Consumer) brand, announced the pre-series A funding with an undisclosed value. This round was led by East Ventures with the participation of the Triputra Group.

Praktis will use the funds to improve its technology, build a team, and improve product offerings to provide better service to clients.

This startup was founded in 2017 by Adrian Gilrandy with two colleagues, Dipta Imanto and Mohamad Fahrul. Dipta has a background in strategic management and operations while working at the Triputra Group, where he met Dipta Imanto, who has experience in improving operations in various industries, from manufacturing, logistics, to agriculture. Later, the two of them founded Practical with Fahrul, a creative industry entrepreneur and also supports several local shoe brands.

The three of them aware that many local MSME brands are still having difficulties in managing a sustainable business in developing their business. Therefore, Praktis’ solutions focus on providing assistance to brand owners in managing day-to-day operations with the help of technology.

Company’s innovations

Praktis platform has full visibility of all supply chain processes, therefore, production planning and inventory control processes can be optimized and cost effective. The solutions consist of procurement and production activities, enabling brands to take advantage of praktis’ wide network of suppliers to create and develop their products.

Furthermore, logistics and fulfillment services that offer operational efficiencies through automated systems and reliable partners; an order management system for brands to enter the right sales channels based on accurate data and demand predictions; and, access to working capital financing that assists brand development.

“Sorting out business operations and managing procurement, logistics, and store apart from designing and marketing good products can be a big problem for the D2C MSME brand. This is what we’re trying to provide, a seamless operational management services,” Praktis’ Co-founder, Dipta Imanto in an official statement, Tuesday (12/14).

In 2025 projection, Indonesia’s D2C market in fashion, food and personal care as well as furniture and household appliances will grow to a total of $36,120 billion per year. This bright prospect is reflected in Praktis’ performance. It is claimed, Practis’ current monthly income is experiencing more than 12-fold growth on a YOY basis in 2021 with an estimated CAGR of up to 24x and 31% CMGR based on an eight-month period from January to September 2021.

“As a single point of contact, we enable D2C brands to focus more on their core competencies, which in turn helps brands to achieve much higher revenue with efficient utilization of working capital. In the near future, we anticipate revenue growth of up to 6x,” added Practical Co-founder Adrian Gilrandy.

Willson Cuaca, East Ventures’ Co-Founder and Managing Partner said, “We invested in Practical with the belief that their product offerings will be able to help the D2C MSME brand to grow and thrive. Based on their performance so far, we can see that Practical products do indeed solve the main problems of their customers. We are excited about Practical’s development as they continue to grow.”

Currently, Praktis has been trusted by more than 100 brand customers, and has more than 1,000 supplier and manufacturing partners. Some of its clients include Brodo, NAH Project, Visval, Elhaus, Roughneck 1991, JakCloth.co.id, Kintakun, Pyopp, Rose All Day Cosmetics, and many more. Every month, Praktis can handle more than 300,000 shipments and more than 20,000 product items produced through supplier and manufacturing partners.

SaaS Solution

D2C is a business model that performs the sales process without intermediaries. Simply put, a businessman who produces goods, packages, and sends them directly to consumers without the intervention of other parties or third parties. These intermediaries vary, they can be resellers, dropshippers, to retail stores such as minimarkets.

Without the help of these intermediaries, business people can market their products through direct networks, such as websites, social media, to physical stores. However, this business model has drawbacks as businesses have to manage their own supply lines, facing long preparations, and dealing with consumers directly.

This is where Praktis comes in handy, and it is not the only players in this segment, there is also Sirclo which provides end-to-end e-commerce enabler solutions for brands with larger business scales.

Based on the MSME Empowerment Report 2021 by DSInnovate, there are several basic problems experienced by MSME players in Indonesia, including: lack of working capital, shortage of raw materials, procurement processes, accounting miscalculations, difficulties in marketing products, and process transaction.

In order to overcome this problem, 83% of MSME actors admit to using services from digital startups. From this hypothesis, the founders are passionate about presenting a variety of products with different value propositions. Currently there are dozens of startups that present various types of SaaS in this segment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Praktis Supply Chain D2C

East Ventures Pimpin Pendanaan Pra-Seri A Startup SaaS Supply Chain “Praktis”

Praktis (sebelumnya bernama PTS.sc), startup penyedia solusi rantai pasokan berbasis data untuk brand D2C (Direct to Consumer), mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A dengan nilai dirahasiakan. Putaran ini dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari Grup Triputra.

Praktis akan memanfaatkan dana yang diraih ini untuk meningkatkan teknologinya, membangun tim, dan meningkatkan penawaran produk guna memberikan layanan yang lebih baik untuk klien.

Startup ini didirikan pada 2017 oleh Adrian Gilrandy bersama dua rekannya, Dipta Imanto dan Mohamad Fahrul. Dipta memiliki latar belakang di manajemen strategis dan operasi saat bekerja di Grup Triputra, tempat ia bertemu dengan Dipta Imanto, yang memiliki pengalaman dalam peningkatan operasi di berbagai industri, mulai dari manufaktur, logistik, hingga pertanian. Kemudian, mereka berdua mendirikan Praktis bersama Fahrul, seorang pelaku usaha industri kreatif dan turut mendukung beberapa merek sepatu lokal.

Ketiganya menyadari bahwa banyak merek UMKM lokal yang masih kesulitan dalam mengelola bisnis yang berkelanjutan dalam mengembangkan bisnisnya. Oleh karenanya, solusi yang dibangun Praktis fokus pada pemberian bantuan kepada pemilik merek dalam mengelola kegiatan operasional sehari-hari dengan bantuan teknologi.

Solusi yang dihadirkan

Platform Praktis memiliki visibilitas penuh terhadap semua proses rantai pasokan, sehingga perencanaan produksi dan proses pengontrolan inventaris bisa lebih optimal dan hemat biaya. Solusi yang dihadirkan terdiri dari aktivitas pengadaan dan produksi, memungkinkan merek memanfaatkan jaringan luas pemasok milik Praktis untuk membuat dan mengembangkan produknya.

Selanjutnya, layanan logistik dan fulfillment yang menawarkan efisiensi operasional melalui sistem otomatis dan mitra yang andal; sistem manajemen pesanan bagi merek untuk memasuki kanal penjualan yang tepat berdasarkan data yang akurat dan prediksi permintaan; dan, akses ke pembiayaan modal kerja yang membantu pengembangan merek.

“Mengatur operasional bisnis dan mengelola pengadaan, logistik, hingga manajemen toko selain merancang dan memasarkan produk bagus dapat menjadi masalah besar bagi brand UMKM D2C. Di sinilah kami hadir dengan menyediakan layanan manajemen operasional yang mulus,” ucap Co-founder Praktis Dipta Imanto dalam keterangan resmi, Selasa (14/12).

Diprediksi pada 2025, pasar D2C Indonesia di bidang fesyen, makanan dan perawatan pribadi serta mebel dan peralatan rumah tangga  akan tumbuh dengan total $36.120 miliar per tahun. Prospek cerah ini tercermin dari kinerja Praktis. Diklaim, saat ini pendapatan bulanan Praktis yang mengalami pertumbuhan lebih dari 12 kali lipat secara YOY pada tahun 2021 dengan perkiraan CAGR hingga 24x dan 31% CMGR berdasarkan periode delapan bulan dari Januari hingga September 2021.

“Sebagai titik kontak tunggal, kami memungkinkan brand D2C untuk lebih fokus pada kompetensi inti mereka, yang pada akhirnya membantu brand untuk meraih pendapatan yang jauh lebih tinggi dengan pemanfaatan modal kerja yang efisien. Dalam waktu dekat, kami mengantisipasi pertumbuhan pendapatan hingga 6x lipat,” tambah Co-founder Praktis Adrian Gilrandy.

Willson Cuaca, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures mengatakan, “Kami berinvestasi di Praktis dengan keyakinan bahwa penawaran produk mereka akan dapat membantu brand UMKM D2C untuk tumbuh dan berkembang pesat. Berdasarkan kinerja mereka sejauh ini, kita dapat melihat bahwa produk-produk Praktis memang memecahkan masalah utama pelanggan mereka. Kami sangat antusias dengan perkembangan Praktis karena mereka terus bertumbuh.”

Hingga kini, Praktis telah dipercaya oleh lebih dari 100 brand customer, dan memiliki lebih dari 1.000 mitra supplier dan manufaktur. Beberapa kliennya seperti Brodo, NAH Project, Visval, Elhaus, Roughneck 1991, JakCloth.co.id, Kintakun, Pyopp, Rose All Day Cosmetics, dan masih banyak lagi. Tiap bulannya, Praktis mampu menangani lebih dari 300.000 pengiriman barang dan lebih dari 20.000 item produk yang diproduksi melalui mitra supplier dan manufaktur.

Solusi SaaS

D2C merupakan salah satu model bisnis yang melakukan proses penjualan tanpa adanya bantuan perantara. Sederhananya, pebisnis yang memproduksi barang, mengemas, dan mengirimnya langsung ke konsumen tanpa adanya campur tangan pihak lain atau pihak ketiga. Perantara ini bermacam-macam, bisa reseller, dropshipper, sampai toko retail seperti minimarket.

Dengan tanpa bantuan perantara tersebut, pebinis bisa langsung memasarkan produknya ke jaringan yang sudah dimiliki, seperti situs, media sosial, sampai toko fisik. Namun, model bisnis ini punya kelemahan karena pebisnis harus mengatur alur pasokannya sendiri, perlu persiapan panjang, dan harus menghadapi konsumen langsung.

Di sinilah peranan seperti Praktis hadir, sebetulnya tidak hanya Praktis yang bermain di segmen ini, juga ada Sirclo yang menyediakan solusi end-to-end e-commerce enabler untuk merek dengan skala bisnis yang lebih besar.

Menurut data di laporan MSME Empowerment Report 2021 yang diterbitkan DSInnovate, terdapat beberapa permasalahan mendasar yang saat ini dialami oleh pelaku UMKM di Indonesia, di antaranya: kekurangan modal kerja, kekurangan bahan baku, proses pengadaan, salah perhitungan akuntansi, kesulitan memasarkan produk, dan proses transaksi.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, 83% dari pelaku UMKM mengaku menggunakan layanan dari startup digital. Dari hipotesis tersebut, para founder pun bergairah untuk menghadirkan ragam produk dengan proposisi nilai yang berbeda-beda. Saat ini ada puluhan startup yang menghadirkan berbagai jenis SaaS di segmen tersebut.

Pendanaan Love Bonito

“Love, Bonito” Tutup Pendanaan Seri C, Perkuat Omnichannel dan Ekspansi Internasional

Startup direct-to-customer (DTC) asal Singapura “Love, Bonito” mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $50 juta (lebih dari 700 juta Rupiah) yang dipimpin Primavera Capital Group, firma investasi global dengan portofolio Alibaba; ByteDance, Yum China, dan Mead Johnson China, dengan partisipasi dari Ondine Capital dan Adastria. Investasi ini menjadi portofolio pertama Primavera untuk startup di Asia Tenggara.

Startup yang fokus pada produk fesyen perempuan ini berencana menggunakan dana segar tersebut untuk memperkuat strategi omnichannel dan meningkatkan ekspansi internasional di pasar utama demi mengejar pertumbuhan tiga digit secara yoy. Pasar-pasar utama ini termasuk Hong Kong, Jepang, Filipina, dan Amerika Serikat.

Di pasar existing, seperti Singapura, Indonesia, dan Malaysia, Love, Bonito akan menggandakan strategi omnichannel-nya. Sementara di pasar lain, seperti Hong Kong, Jepang, Filipina dan AS akan mulai ekspansi omnichannel, vertikal bisnis baru, penguatan keterlibatan komunitas lokal dan kolaborasi utama, serta pengoptimalan pengalaman pengguna yang berkelanjutan.

“Saya lebih bersemangat dari sebelumnya untuk apa yang akan terjadi dalam dekade berikutnya. Pertumbuhan yang kami lihat hari ini tidak akan terjadi tim yang secara konsisten berusaha untuk mendukung perempuan di berbagai musim kehidupan mereka. Berada di bisnis perempuan telah menjadi misi kami sejak hari pertama, dan kami akhirnya bertualang di luar mode untuk mendukung penawaran kami,” ucap Co-founder Love, Bonito Rachel Lim.

Love, Bonito dikenal sebagai brand fesyen terpopuler ke-6 di Singapura, mampu bersaing dengan brand internasional lainnya. Perusahaan telah beroperasi dan memiliki tim di empat negara lainnya, di antaranya Malaysia, Kamboja, Indonesia, dan Filipina.

Dalam model bisnisnya, perusahaan memanfaatkan strategi omnichannel, yang menggabungkan pengalaman belanja online (lewat aplikasi dan situs) dan offline (memiliki gerai). Serta, menawarkan pilihan produk fesyen yang telah disesuaikan dengan postur tubuh orang Asia.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar perusahaan pada hari ini (27/10), CEO Love, Bonito Dione Song menjelaskan strategi omnichannel yang diterapkan mampu membuat gerak perusahaan lebih fleksibel dalam berinovasi dan meluncurkan kategori produk baru seperti baju anak, loungewear, intimates, dan sepatu, meski industri ritel pada umumnya terkena dampak Covid-19.

Dalam setahun belakangan, sambungnya, perusahaan fokus pada ekspansi internasional yang terbukti mampu tumbuh secara positif. Di pasar global, di luar Singapura, sebanyak 50% bisnis datang dari situs online. Hingga saat ini, telah mencapai pertumbuhan keseluruhan lebih dari 120% yoy di pasar internasional, dan pertumbuhan keseluruhan 208% untuk penjualan online.

Perusahaan percaya komunitas diaspora Asia memiliki potensi yang sangat tinggi, terutama di AS, di mana pertumbuhan pendapatan online melebihi 1.200% yoy pada September 2021. 

Song pun turut membeberkan kinerja perusahaan selama setahun belakangan. Pendapatan tumbuh 62% secara yoy pada semester I 2021 dan EBITDA margin tumbuh 2% pada periode yang sama. “Kami berhasil menjadi startup DTC nomor satu terbesar di Asia Tenggara,” ucap Song.

Dia merinci lebih jauh dana segar yang telah didapat ini akan digunakan sebagian besar untuk melancarkan aksinya ekspansi internasional. Strategi yang akan dilakukan adalah mempercepat brand awareness dan bangun komunitas, berinvestasi dalam membentuk tim internasional, memperdalam kehadiran omnichannel di pasar inti dan pasar yang lebih baru, memenangkan pengalaman konsumen melalui strategi lokalisasi.

Dicontohkan, di Amerika Serikat misalnya, perusahaan akan memulai strategi awal omnichannel dengan membuat pop up store di kota inti, seperti California dan New York, dan merekrut tim agar lebih serius dan mendapat traksi. Strategi yang sama juga akan dilakukan untuk pasar di Hong Kong dan Filipina.

Tak hanya itu, Love, Bonito berencana untuk memperkaya katalog produknya dengan masuk ke kategori baru, seperti olahraga, sepatu, dan aksesoris; masuk ke kategori wellness; dan, memperkuat ekosistem dan pendukung, komunitas (LBCommunity+), dampak sosial (LBCreate, ESG), personalisasi dan konten (LiBrary). Beberapa produk di atas menurut Song akan hadir pada tahun depan.

Active wear market saat ini tumbuh sangat baik, banyak brand lokal yang sudah masuk ke sana. Tapi unique value yang kami tawarkan itu selalu mengacu pada tiga hal, yakni Asian-centric, female-centric untuk desain pakaian, dan selalu membangun komunitas yang kuat.”

Manfaatkan penuh data science

Komunitas menjadi bagian penting dalam perjalanan Love, Bonito yang sudah berdiri sejak 2005. Dalam catatan perusahaan, sebanyak 32% konsumen yang diakuisisi perusahaan pada 10 tahun yang lalu masih berbelanja di Love, Bonito. Selain itu, tingkat retensi pelanggan tahunan lebih dari 65% alias lebih tinggi dari rata-rata industri fesyen sebesar 23%.

“Oleh karena itu, kami meluncurkan LBCommunity+ pada Juni 2020 untuk lebih menghargai pelanggan yang telah bersama kami. Terhitung, hampir 300k anggota di berbagai tingkatan hingga saat ini telah bergabung.”

Tak hanya itu, dari sisi pemanfaatan teknologi data science juga turut menopang proses bisnis Love, Bonito agar lebih efisien dan dapat menciptakan pesanan baru. Dijelaskan, perusahaan memanfaatkan desain fesyen algoritma melacak lebih dari 100 SKU desain untuk meningkatkan kekuatan prediktif demi menciptakan desain terbaik.

Kemudian, bekal data yang kaya dan kontekstual, mampu membuat Love, Bonito memiliki gudang data “source of truth” tunggal yang melacak miliaran titik data selama 11 tahun terakhir, dan journey pelanggan melalui integrasi data omnichannel dengan 85% pelanggan terlacak. Terakhir, customer intelligence berupa analitik canggih real time dan loop umpan balik yang mendorong retensi sutomer, serta machine learning untuk mengotomatisasi segmentasi dan personalisasi pelanggan.

Data science sangat membantu kami dalam menemukan titik akurasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan. Konsumen akan mendapat rekomendasi item yang lebih akurat sesuai personalisasi mereka,” tutup Song.

Mobil Toko Dropezy

Terapkan Konsep D2C, Dropezy Kembangkan Layanan “Mobil Toko”

Startup online grocery Dropezy mengembangkan layanan “Mobil Toko (MoTo)” berkonsep direct-to-consumer (D2C). Layanan tersebut diperuntukkan untuk menjangkau segmen konsumen yang sudah terbiasa belanja offline di pasar, yang belum tersentuh teknologi agar lebih familiar dengan layanan online grocery.

MoTo adalah bentuk lokalisasi dari pedagang sayur yang berdagang dengan gerobaknya setiap hari berkeliling di sekitar area perumahan warga. Dengan berbagai peningkatan kemampuan, Dropezy dilengkapi dengan kendaraan mini truk, yang disertai fitur pembayaran digital dari pemain e-money, perbankan, juga pembayaran tunai.

Kepada DailySocial, Co-Founder & COO Dropezy Nitesh Chellaram menyampaikan inisasi MoTo dilatarbelakangi oleh kondisi pembatasan sosial di tengah pandemi yang membuat masyarakat tidak memiliki akses ke supermarket atau pasar basah. Segmen ini umumnya didominasi oleh pelanggan yang belum terlalu paham teknologi dan mungkin belum pernah belanja online.

“Saat itulah kami benar-benar memutuskan untuk mendekatkan nuansa pasar dengan mereka melalui MoTo. Pelanggan dapat membeli sayuran dengan jumlah kecil, tanpa khawatir tentang kelebihan stok, boros, atau khawatir dengan biaya pengirimannya lagi,” terang Nitesh.

Konsep yang terlokalisasi ini juga sesuai dengan kebiasaan orang Indonesia saat berbelanja di pedagang sayur langganannya, yakni langsung memegang dan memilih barang dengan jumlah yang diinginkan. Pelanggan pun tetap bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan harga yang standar tanpa harus ke pasar.

Dia optimis, solusi MoTo yang terlokalisasi ini dapat menjadi pintu gerbang bagi Dropezy memperkenalkan layanan online grocery secara lebih luas. “Bagi pelanggan yang menginginkan akses ke lebih dari 1.000 SKU yang kami sediakan secara online, staf kami yang ramah juga akan membantu pelanggan untuk mengunduh aplikasi di ponsel mereka dan melatih mereka untuk memesan secara online.”

Menurutnya, tidak ada perbedaan signifikan pengalaman berbelanja di pedagang sayur dengan MoTo. Pelanggan cukup mendatangi lokasi MoTo terdekat untuk berbelanja, tidak perlu mengunduh aplikasi apa pun. Hanya saja, kini disematkan opsi pembayaran digital dengan saldo e-money, transfer bank, juga uang tunai. “Sesederhana berbelanja di minimarket terdekat atau pasar tradisional.”

Berdayakan pedagang sayur lokal

Nitesh mengakui digitalisasi UMKM adalah suatu keniscayaan pada era saat ini. Oleh karenanya, ia tidak ingin menciptakan kompetisi antara pedagang sayur yang ada saat ini, melainkan menggandeng mereka sebagai mitra di MoTo. Selama ini, mereka sebagai vendor memiliki rangkaian produk yang berbeda dan harga yang bervariasi. Dari sisi pelanggan, tidak ada jaminan kualitas dan kapan mereka lewat depan rumah.

“Anda akan beruntung jika melihat mereka berjualan di lingkungan Anda, jika tidak, Anda harus menunggu sampai hari berikutnya. Beberapa vendor bahkan akan membawa produk yang tidak lagi segar karena mereka tidak memiliki cukup uang untuk beli stok baru. Kami bukan ingin bersaing dengan mereka, kami justru memberi kesempatan untuk bergabung dengan kami.”

Saat ini ada mitra yang sebelumnya pedagang sayur telah bergabung di MoTo. Adapun, sementara ini MoTo baru tersedia satu unit di Jakarta Timur. “Bekerja dengan kami, memberi mereka pendapatan tetap bulanan dan tidak perlu khawatir menggunakan uang mereka sendiri untuk mengisi ulang stok. Mereka hanya cukup fokus pada apa yang selama ini mereka lakukan, yaitu menjual.”

Rencana berikutnya

Nitesh menuturkan pihaknya akan memperluas jangkauan unit MoTo ke lebih banyak lokasi, seperti area apartemen dan perumahan agar pelanggan dapat memperoleh akses belanja sehari-hari lebih cepat. Kendati begitu, bisnis online grocery Dropezy masih tetap akan menjadi penopang bisnis utama perusahaan.

“Seluruh ide ini adalah secara perlahan pengguna offline [dari MoTo] menjadi pengguna online sehingga mereka bisa mendapatkan akses ke berbagai macam barang dan memanfaatkan promosi harian kami yang sedang berlangsung. Kami membantu pengguna offline dengan unduhan aplikasi, sehingga mereka dapat mengumpulkan poin setiap kali mereka membeli item dan menebusnya untuk pembelian di masa mendatang.”

Terkait perkembangan bisnisnya, meski tidak dijelaskan secara rinci, Nitesh mengaku pertumbuhan Dropezy secara konstan secara bulanannya. Tren tersebut masih dipengaruhi oleh pembatasan sosial selama pandemi yang mengubah perilaku pelanggan saat berbelanja online dan berdampak pada lonjakan transaksi.

Ia melihat, pelanggan yang awalnya tidak pernah membeli buah dan sayuran secara online, sekarang memesan seluruh kebutuhan sehari-hari mereka dengan nyaman dari rumah mereka dalam hitungan detik. “Pelanggan menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang yang mereka cintai dan mengandalkan cara lain untuk membuat hidup mereka lebih mudah dan tidak rumit. Dropezy hanyalah salah satu contoh dari sekian banyak lainnya,” pungkasnya.

Kesempatan layanan online grocery memang masih begitu besar peluangnya di Indonesia. Laporan dari Statista menyampaikan, pada tahun lalu pangsa pasar online grocery di negara ini baru mencapai 0,3%, diprediksi akan meningkat 20 basis poin menjadi 0,5% pada 2022 mendatang. Pandemi yang melanda tanah air disebut-sebut sebagai salah satu faktor utama yang memicu peningkatan popularitas layanan online grocery di kalangan konsumen.

Menurut data, dampak lebih lanjut dari pandemi selain mengubah perilaku pembelian online konsumen, adalah perubahan pola pikir konsumen dalam berbelanja. “Karena khawatir akan dampak ekonomi dari pandemi, banyak konsumen Indonesia menjadi lebih sadar anggaran. Selain itu, prioritas pembelian kebutuhan pokok dan kesehatan di kalangan konsumen juga terlihat selama pandemi,” tulis laporan tersebut.

Sumber: Statista