Tag Archives: Dunia Games

Berbagai Cara yang Bisa Dilakukan Brand untuk Penetrasi ke Pasar Esports

Fenomena pertandingan esports hampir menjadi fenomena mainstream di kalangan anak muda. Bukti atas hal tersebut mungkin salah satunya bisa kita lihat dari banyaknya jumlah penonton atas tayangan-tayangan esports. Besarnya penonton esports game PUBG Mobile dan Mobile Legends Bang Bang bisa jadi dua contoh yang menunjukkan besarnya minat gamers Indonesia terhadap pertandingan esports. Kondisi tersebut secara tidak langsung membuat ekosistem esports jadi medium branding yang cukup menjanjikan. Namun pertanyaannya adalah, bagaimana caranya?

Dalam artikel ini saya akan mencoba membahas seputar berbagai cara brand bisa masuk ke dalam ekosistem esports serta sedikit analisis soal apa yang jadi kelebihan serta kekurangan dari masing-masing metode. Pembahasan ini juga menyertakan narasumber terkait demi mendapatkan gambaran yang lebih jelas terhadap peluang-peluang terkait. Berikut pembahasannya.

 

Melalui Liga atau Turnamen Official

Saya sudah sempat membahas singkat metode masuk ke ekosistem esports dalam artikel skema ekosistem esports. Dari sana kita juga sudah bisa melihat elemen mana saja yang punya kesempatan berkolaborasi dengan brand. Dalam artikel ini saya akan mencoba membahas lebih dalam kesempatan bagi brand untuk berkolaborasi dengan elemen-elemen terkait.

Metode pertama yang akan saya bahas adalah melalui liga atau turnamen official. Opsi ini memang saya tempatkan paling pertama karena bisa dikatakan sebagai opsi dengan nilai tertinggi. Kalau disamakan dengan industri sepak bola, mensponsori liga utama ibarat seperti mensponsori English Premiere League atau mungkin La Liga di Spanyol.

Sepanjang perkembangan esports, liga utama menjadi kasta yang paling atas di ekosistem esports salah satunya karena hanya menyajikan pertandingan tim dan pemain. Hal tersebut menjadi daya tarik yang membuat kebanyakan penggemar game terkait cenderung lebih tertarik menyaksikan liga utama ketimbang kompetisi lainnya.

Dalam esports, liga dan turnamen kasta utama biasanya melibatkan perusahaan yang mengembangkan game terkait. Sebagai contohnya yaitu Moonton dalam liga MLBB Professional League, Tencent dalam liga PUBG Mobile Professional League, atau Garena Indonesia dalam liga Free Fire Master League. Lalu apa saja bentuk kesempatan kerja sama bagi brand yang terbuka dari liga official?

Azwin Nugraha PR Manager Esports dari Moonton. Sumber Gambar - Esports.id
Azwin Nugraha PR Manager Esports dari Moonton. Sumber Gambar – Esports.id

Untuk membahas hal tersebut, saya menggunakan MPL sebagai salah satu contoh. Azwin Nugraha selaku PR Manager Esports Moonton menjadi narasumber saya dalam membahas kesempatan-kesempatan kolaborasi yang terbuka dengan MPL Indonesia. “Liga MPL membuka beberapa kesempatan kerja sama. Ada sponsorship yang memiliki beberapa tingkatan. Ada kerja sama dalam bentuk partnership dengan value yang ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama. Ada kerja sama dalam bentuk barter yang punya ragam pilihan entah itu barter dalam bentuk barang fisik ataupun media promosi.” Tutur Azwin membuka pembahasan.

Dalam hal sponsorship dengan MPL Indonesia, Azwin lalu menjelaskan lebih lanjut. “Kami punya tiga tingkatan sponsorship di MPL Indonesia. Tingkat pertama dan merupakan yang tertinggi adalah Presenting Sponsor yang hanya tersedia untuk satu sponsor saja. Tingkat kedua adalah Official Sponsor yang tersedia untuk 4 sponsor. Tingkat ketiga adalah Partner in Esports yang hanya bisa diberikan kepada beberapa brand dengan kondisi tertentu.”

Sumber Gambar - MPL Indonesia Official YouTube Channel
Mandiri Lord Cam, contoh bentuk penyajian momen penting pertandingan oleh sponsor di MPL Indonesia. Sumber Gambar – MPL Indonesia Official YouTube Channel

“Masing-masing tingkatan tersebut punya tiga aspek perbedaan. Pertama adalah standar harga yang ditawarkan dengan harga tertinggi di level Presenting Sponsor, dilanjut Official Sponsor, dan Partner in Esports. Jumlah dan frekuensi benefit yang diberikan juga berbeda tergantung dari tingkatan tersebut. Perbedaan terakhir adalah value sponsorship yang didapatkan.” Azwin melanjutkan.

Berdasarkan dari apa yang terlihat, MPL Indonesia menampilkan sponsor-sponsornya di beberapa aset media milik liga. Beberapa spot yang bisa kita lihat jelas yaitu seperti postingan media sosial, website resmi, elemen-elemen di dalam venue pertandingan (panggung, player desk, caster desk, dsb), elemen-elemen di dalam game, momen penting pertandingan (Lord Cam, MVP highlight, player highlight, dan sebagainya), serta side-content dari pertandingan itu sendiri (MPL Quickie contohnya).

Semakin tinggi tingkat sponsorship, maka akan semakin sering brand tersebut tampil di dalam pertandingan. Sejauh pengamatan saya, Bank Mandiri dan Samsung Galaxy A Series adalah dua sponsor yang mendapat jatah tersebut. Selain tampil di laman resmi, Bank Mandiri juga mempersembahkan momen Lord Cam, serta Player Highlight di dalam konten media sosial. Sementara pada sisi lain Samsung  menjadi brand yang mempersembahkan sosok MVP di dalam tayangan pertandingan dan konten media sosial.

MVP by Samsung Galaxy
Samsung Galaxy A Series juga terlihat tampil menyajikan momen penting pertandingan, yaitu pada saat menyajikan sosok pemain yang menjadi MVP. Sumber Gambar – MPL Indonesia Official YouTube Channel.

Terakhir saya juga menanyakan kelebihan MPL sebagai salah satu media kolaborasi/kerja sama/sponsorship dan hal-hal yang menjadi tantangan. Azwin lalu menjelaskan kelebihannya, terutama dari sisi segmentasi. “Salah satu bentuk kelebihan MPL Indonesia adalah kami memiliki khalayak gamers yang beragam mulai dari usia, tingkat ekonomi, gender, maupun status sosial. Tapi pada dasarnya, target khalayak MPL sendiri adalah para Gen Z dan Millenial.”

Lalu selain itu seperti yang saya sebut di awal, bahwa liga utama cenderung menjadi pertandingan yang dinanti kebanyakan penggemar game terkait. Karenanya jumlah penonton dari liga utama cenderung lebih banyak ketimbang dari bentuk kompetisi lainnya. Dalam kasus MLBB, contoh keperkasaan liga MPL bisa kita lihat pada bulan Juli 2020 lalu ketika pertandingan MPL Invitational yang penontonnya didominasi tayangan berbahasa Indonesia bisa menyalip pertandingan liga LoL Korea yang penontonnya didominasi tayangan berbahasa Inggris.

“Kalau ditanya kelebihannya, menurut saya adalah dari sisi reach dan exposure pertandingan MPL itu sendiri. Sejauh ini penayangan MPL yang dilakukan melalui berbagai macam platform digital tergolong mendapatkan hasil yang sangat baik dan menunjukkan peningkatan di setiap musim pertandingannya.” Tutur Azwin menjelaskan kelebihan MPL Indonesia sebagai salah satu media kolaborasi bagi para brand.

Namun liga kasta utama baru salah satu opsi dan MPL juga salah satu spektrum dari ragam liga utama game lain yang ada di esports. Game yang berbeda tentunya memberikan kesempatan yang berbeda lagi bagi brand untuk bisa masuk ke dalamnya. Masih ada medium kolaborasi lain sebagai opsi bagi para brand untuk bisa masuk ke dalam khalayak gaming. Berikutnya adalah melalui turnamen pihak ketiga.

 

Membuat Turnamen Sendiri (3rd Party Tournament)

Selain melebur dengan liga utama, brand juga memiliki kesempatan berkolaborasi dengan turnamen pihak ketiga. Brand juga bisa terlibat dengan turnamen pihak ketiga dalam dua bentuk, melebur dengan turnamen pihak ketiga yang diadakan oleh organizer lain atau menyelenggarakan turnamen dengan branding sendiri.

Dalam artikel ini, saya menggunakan Telkomsel sebagai contoh. Telkomsel sebenarnya bukan cuma membuat turnamen sendiri saja, tapi juga tampil dalam berbagai macam bentuk di dalam ekosistem esports. Melalui branding Dunia Games (DG), Telkomsel bisa dibilang sudah hampir punya satu ekosistem penuh di dalam esports. Telkomsel memiliki beberapa elemen sekaligus, mulai dari tim esports sendiri yang bernama DG Esports, website duniagames.co.id yang menjadi pusat aktivitas terkait gaming (berita, platform turnamen esports digital, dan digital payment untuk gaming), sampai turnamen sendiri (Indonesia Games Championship, DG League, DG Waktu Indonesia Bermain).

DG League, turnamen esports buatan Telkomsel dengan menggunakan branding Dunia Games. Sumber Gambar - DG League Official.
DG League, turnamen esports buatan Telkomsel dengan menggunakan branding Dunia Games. Sumber Gambar – DG League Official.

Membahas bagaimana dan kenapa Telkomsel memilih untuk menggaungkan branding DG ketimbang jadi sponsor di medium esports lain, saya pun berbincang dengan Rezaly Surya Afhany selaku Esports Manager Telkomsel. Membuka pembahasan, Rezaly pun menjelaskan. “Sebenarnya Telkomsel dan Dunia Games juga melakukan activity sponsorship ke mitra kerja lain. Tetapi memang kami akui kegiatannya cenderung kurang terlihat ketimbang brand activity yang kami lakukan secara mandiri.”

Lebih lanjut, Rezaly lalu menjelaskan beberapa alasan yang membuat Telkomsel memilih investasi membangun ekosistem esports sendiri ketimbang sekadar menjadi sponsor saja. “Kalau menurut saya, fleksibilitas bisa dibilang menjadi alasan kunci kami membuat ekosistem esports sendiri di luar dari sponsorship. Walaupun memang pada akhirnya, Telkomsel juga berusaha untuk hadir di industri esports dalam berbagai bentuk mulai dari sponsor, ekhibitor, media, publishing, bahkan sebagai tim esports.”

Memang pada awal-awal kemunculannya, Telkomsel juga sempat menjadi sponsor bagi beberapa ekosistem di dalam esports. Telkomsel sempat mensponsori tim lewat Elite8 yang dahulu punya reputasi kuat di kancah game Vainglory. Mereka mensponsori liga kasta utama lewat Arena of Valor Star League Season 1. Namun setelahnya Telkomsel terlihat lebih gencar membangun dan mengembangkan ekosistem Dunia Games ketimbang sekadar menjadi sponsor saja.

Selain memiliki turnamen, Dunia Games juga punya tim esports sendiri dengan nama DG Esports. Sumber Gambar - Instagram resmi DG Esports.
Selain memiliki turnamen, Dunia Games juga punya tim esports sendiri dengan nama DG Esports. Sumber Gambar – Instagram resmi DG Esports.

Rezaly lalu menjelaskan alasan lain Telkomsel membangun ekosistem serta branding Dunia Games. “Postifnya dari membuat ekosistem sendiri adalah kami bisa mengamati ekosistem esports secara lebih nyata dan lebih dalam. Kami dapat mengamati bagian apa dari value chain di esports yang bisa tumbuh secara organik ataupun mengantisipasi tantangan dari dinamika industri esport maupun games.  Di luar dari itu kami juga mencoba untuk terus menghidupkan passion atas  games dan esports di internal perusahaan, group parent company, bahkan mitra kerja. Harapannya adalah apabila semua pihak berkecimpung turut excited dalam membangun ide-idenya di esports, maka ke depannya kita jadi lebih mudah memonetisasi dan membuat ekosistem esports terus bertumbuh.”

Sebagai perusahaan telekomunikasi, Telkomsel memang tergolong sebagai brand endemik ekosistem esports. Bagaimanapun, jaringan telekomunikasi adalah kebutuhan primer para gamers untuk bisa mengakses game esports yang mereka mainkan. Namun melihat gaming dan esports yang terus berkembang, sebenarnya jadi tidak heran apabila Telkomsel berinvestasi lebih dalam di ekosistem ini. Harapan akhirnya tentu saja adalah untuk melakukan diversifikasi produk, dari sekadar menyediakan jasa telekomunikasi menjadi penyedia berbagai hal yang dibutuhkan oleh ekosistem esports.

Rezaly lalu menjelaskan lebih lanjut soal ekosistem DuniaGames. “Sebagai prominent digital telecomunication company juga digital games payment channel in the region, kami berusaha hadir di setiap lini aktivitas gaming. Beberapa contohnya seperti menyediakan paket data khusus gamers, memberi akses konversi pulsa menjadi voucher game, mem-publish beberapa judul game, sampai menyajikan esports event dan media. Setiap aktivitas tersebut sebisa mungkin kami lakukan secara terintegrasi sambil berusaha memberikan pengalaman digital dan pengalaman berkomunikasi yang terbaik serta terjangkau bagi masyarakat.”

Rezaly Surya Afhany, Esports Manager di Telkomsel. Sumber: Official Dunia Games
Rezaly Surya Afhany, Esports Manager di Telkomsel. Sumber: Official Dunia Games

Mengakhiri perbincangan saya lalu menanyakan soal keuntungan serta hal yang menjadi tantangan dengan membangun ekosistem tersendiri. “Kalau soal kelebihan membangun ekosistem sendiri, apa yang saya lihat adalah kami jadi bisa membangun pertumbuhan bisnis yang lebih organik dan diharapkan bisa sustain dalam jangka panjang. Selain itu menurut pandangan saya, membangun ekosistem sendiri juga membuat kami jadi lebih tangguh dan lebih mudah adaptasi ketika saat tren game baru ataupun tren bisnis model baru muncul di esports.”

Seperti yang disebut oleh Rezaly tadi, salah satu keuntungan menciptakan branding esports sendiri seperti apa yang dilakukan oleh Telkomsel adalah fleksibilitas. Namun juga seperti yang saya jelaskan tadi, keuntungan tersebut sebenarnya juga diperkuat oleh posisi Telkomsel yang merupakan brand endemik di ekosistem esports.

Hal tersebut mungkin akan beda cerita apabila Anda adalah brand non-endemik yang lini bisnis utamanya tidak memiliki hubungan langsung dengan ekosistem esports (bisnis fashion, food and beverage, atau kosmetik misalnya). Membuat turnamen esports dengan nama sendiri dengan dibantu oleh esports organizer mungkin masih bisa jadi opsi yang baik. Tetapi meniru seperti apa yang dilakukan Telkomsel dengan Dunia Games sepertinya akan membutuhkan modal investasi (uang, waktu, dan tenaga) yang terlalu besar bagi brand non-endemik.

 

Berkolaborasi Dengan Tim Esports

Setelah membuat atau mensponsori sebuah turnamen, menjadi sponsor tim esports juga bisa menjadi salah satu pilihan bagi brand yang ingin melakukan penetrasi ke pasar esports. Mensponsori tim di esports sebenarnya bisa jadi proses yang membingungkan bagi sebuah brand. Salah satu penyebabnya adalah karena banyaknya jumlah tim di ekosistem esports dan banyaknya pilihan game yang dipertandingkan. Ditambah lagi, sudah timnya banyak, tidak semua tim tersebut juga punya roster di semua lini game esports. Beberapa tim mungkin hanya bertanding di esports PUBG Mobile saja tapi tidak bertanding di Mobile Legends. Tapi ada juga contoh paling ideal seperti RRQ dan EVOS yang punya divisi hampir pada setiap lini game esports Indonesia.

Untuk pembahasan ini saya menggunakan Alter Ego sebagai contoh. Tim Alter Ego sendiri bisa dibilang sebagai salah satu tim esports besar di Indonesia. Sejauh pengamatan saya, Alter Ego saat ini sedang cukup kuat di 3 lini game esports yaitu Mobile Legends Bang Bang, PUBG Mobile, dan VALORANT. Untuk itu saya pun mewawancara Indra Hadiyanto selaku COO dari Alter Ego.

Indra Hadiyanto, COO
Indra Hadiyanto, COO

Membuka pembahasan, saya pun menanyakan kesempatan kolaborasi apa yang terbuka dengan tim esports seperti Alter Ego. “Kalau bicara peluang, jawabannya sebenarnya bisa banyak sekali. Bisa sekadar branding, bisa juga konten, bisa juga buat turnamen ataupun kerja sama lainnya yang tak kalah menarik, kolaborasi membuat produk misalnya.” Indra menjelaskan.

Selain bergerak sebagai tim esports, Alter Ego sendiri memang juga memiliki sister company yang bergerak di bidang esports organizer bernama Supreme Leauge. Karenanya jadi tidak heran bila Indra menjelaskan membuat turnamen juga bisa jadi alternatif kolaborasi lainnya. Tetapi tidak semua tim esports punya lini bisnis seperti Alter Ego. Ada juga tim esports yang fokus dan melakukan diversifikasi ke arah talent management. Penasaran dengan bentuk kolaborasi spesifik yang bisa dikerjakan bersama dengan tim esports, saya pun menanyakan apa saja ragam sponsorship yang tersedia di Alter Ego.

Indra pun menjelaskan. “Sponsorship di Alter Ego punya tiga tingkat. Dalam hal penempatan logo di jersey, tiga tingkat tersebut adalah logo dada sebagai yang paling tinggi, dilanjut dengan logo pundak, lalu logo punggung sebagai tingkat yang paling rendah.” Setelahnya Indra pun melanjutkan soal variasi nilai investasi dari masing-masing bentuk sponsorship tersebut.

“Walaupun ada tingkatan posisi logo, namun biayanya tetap tergantung kepada bentuk kolaborasi yang ingin dilakukan brand bersama Alter Ego selama satu tahun ke depan. Jadi semisal ada dua brand yang sama-sama berposisi sebagai logo dada, harga sponsorship-nya bisa jadi beda. Kenapa jadi beda? Karena misalnya ada permintaan lebih dari sponsor terkait, entah itu melakukan gathering community atau pemakaian talent pemain untuk campaign besar.” Tutur Indra menjelaskan lebih lanjut.

Terakhir saya juga menanyakan soal apa yang jadi kelebihan serta tantangan dari kolaborasi-kolaborasi seperti ini. “Tentunya untuk reach ke generasi muda.” Jawab Indra membuka pembahasan. “Menurut pandangan saya esports punya tren pasar sendiri dan punya market yang cukup loyal. Ditambah market esports itu kadang juga latah. Misalnya seorang JessNoLimit pakai keyboard merk tertentu, maka followersnya juga akan ikut beli produk tersebut. Pengaruhnya pun tidak terbatas hanya kepada gaming gadget saja, tapi juga termasuk pada aspek-aspek lain, dari segi fashion misal.” Tutur Indra.

Sumber Gambar - Alter Ego Official Instagram.
Kerja sama Alter Ego dengan BonCabe. Sumber Gambar – Alter Ego Official Instagram.

“Kalau soal tantangan, menurut pandangan saya dari sisi Alter Ego sih lebih ke arah mencari cara yang tepat agar pesan yang ingin disampaikan client bisa tersampaikan secara tepat kepada fans kami. Selain itu challenge lainnya juga termasuk bagaimana caranya meningkatkan branding tim Alter Ego supaya bisa menarik lebih banyak fans dengan harapan bisa meningkatkan sales, gimana juga cara membuat konten untuk brand jadi lebih berkualitas dengan sponsorship terkait, dan lain sebagainya. Kurang lebihnya sih itu tantangannya. Memang paling banyak adalah dari sisi bagaimana cara agar brand jadi suka sehingga setuju untuk kontrak jangka panjang.” Indra menjelaskan soal tantangan kolaborasi dengan brand dari sisi Alter Ego.

Ibarat mensponsori tim sepak bola, salah satu kelebihan mensponsori tim esports menurut saya adalah bentuk identifikasi yang kuat kepada brand terkait. Misalnya ketika menjadi sponsor tim yang sering menjadi juara, maka kemungkinan brand produk Anda akan dianggap memiliki ciri-ciri sebagai produk terbaik, berkualitas bagus, dan hanya para juara yang mau menggunakannya.

Namun pada sisi lain, bekerja sama dengan tim esports juga memberikan tantangan lain bagi brand. Salah satu tantangannya mungkin adalah ketidakstabilan iklim kompetisi esports. Dalam sepak bola saja, tim yang sedang bagus-bagusnya bisa anjlok kapanpun tanpa diduga. Dalam esports bisa jadi lebih parah. Tidak hanya anjlok, bahkan bisa jadi bubar, dan roster pemain terkuatnya hilang begitu saja. Untungnya tiga game esports besar di Indonesia (Mobile Legends: Bang-Bang, PUBG Mobile, dan Free Fire) masing-masing sudah punya kompetisi dengan format liga yang membuat tim esports kini jadi bisa lebih stabil posisinya. Namun tetap tidak menutup kemungkinan bagi sebuah tim yang sedang di atas angin bisa tiba-tiba menurun performanya.

 

Kerja Sama Dengan Influencer Esports

Seperti kebanyakan industri entertainment, kerja sama dengan Key Opinion Leader (KOL) juga merupakan salah satu pilihan. Kalau disamakan dengan industri olahraga, kerja sama ini ibarat Nike mensponsori Christiano Ronaldo. Dalam ekosistem esports, pilihan KOL yang sangat beragam mungkin bisa dibilang jadi keuntungan (atau justru tantangan?) bagi brand. Selain dengan pemain, Anda juga bisa melakukan kerja sama dengan shoutcasters, game streamers, ataupun cosplayers yang masih memiliki kedekatan dengan ekosistem gaming/esports.

Dalam pembahasan ini saya mewawancarai Florian “Wolfy” George, sosok shoutcaster ternama di dalam skena esports PUBG Mobile Indonesia. Membuka pembahasan, saya menanyakan soal peluang, ragam jenis, serta tingkatan kerja sama yang bisa dilakukan dengan sosok Key Opinion Leader di esports.

Wofly pun menjelaskan. “Peluang utama tentunya adalah bisa engage dengan follower KOL terkait secara langsung ataupun tidak langsung. Engagement yang dibangun bahkan bisa menjadi ciri khas tersendiri apabila dibangun berbarengan dengan berkembangnya KOL terkait. Lalu kalau bicara tingkat kerja sama, tentunya ada beberapa tingkatan mulai dari yang paling rendah adalah sekadar posting, story, atau konten, hingga yang paling tinggi adalah proyek jangka panjang seperti campaign ataupun menjadi brand ambassador.” Tutur Wolfy.

Memang kalau bicara kerja sama dengan KOL, esports punya metode yang tergolong tidak jauh beda dengan bidang KOL lainnya. Mungkin satu-satunya yang membedakan adalah dari sisi segmentasinya yang fokus kepada anak muda, terutama anak muda yang memilih gaming dan esports sebagai salah satu aktivitas pengisi waktu luang favoritnya.

“Kalau menurut saya, memang kerja sama antara satu brand dengan suatu KOL itu selalu unik. Kenapa begitu? Karena saya merasa setiap brand dan KOL memiliki warnanya masing-masing. Karenanya kalau ditanya apakah bisa bekerja sama dalam bentuk lain selain dari posting, story, ataupun campaign, maka jawabannya iya. Karenanya menurut saya bentuk kerja sama yang efektif antara KOL dengan brand yang satu bisa beda dengan yang lain.” Ucap Wolfy.

Sumber Gambar - Instagram Florian "Wolfy"
Kerja sama antara Wolfy dengan brand audio JBL dalam mempromosikan lini headset gaming terbarunya. Sumber Gambar – Instagram Florian “Wolfy” George.

Menutup pembahasan, saya juga menanyakan pendapat Wolfy soal kelebihan dan kekurangan dari bekerja sama dengan KOL esports. “Kalau bicara kelebihan, gue merasa kehadiran brand mendukung seorang KOL bisa membantu mereka (KOL) untuk meningkatkan kualitas dari ide yang memang digaungkan sejak awal. Sementara itu kalau bicara kekurangan serta tantangannya, salah satunya mungkin adalah dari segi segmentasi pasar. KOL esports cenderung besar di satu game saja. Alhasil akan menjadi tantangan tersendiri bagi brand apabila tujuannya adalah ingin mentarget beberapa game sekaligus.”

Seperti yang saya sebut di awal salah satu kelebihan (yang mungkin juga jadi kekurangan) dari KOL esports adalah spesialisasinya. Karena fokus dan spesifik, KOL esports cenderung lebih dekat dengan komunitas yang dibangunnya ketimbang medium lainnya. Tetapi seperti yang disebut Wolfy, rata-rata KOL fokus atau cenderung besar di salah satu jenis game saja.

Karenanya medium KOL mungkin akan lebih baik dilakukan untuk kerja sama kecil yang fokus dan cocok dengan segmentasi dari KOL terkait. Kalau berdasarkan bayangan saya mungkin seperti ini: Produk audio akan cocok bekerja sama dengan KOL esports PUBG Mobile. Salah satu penyebabnya adalah karena bermain PUBG Mobile butuh kualitas audio yang baik, sehingga tercipta keselarasan dari kolaborasi yang dilakukannya. Alternatif lainnya, apabila ingin menjangkau khalayak gamers secara umum, maka mungkin akan lebih tepat sasaran apabila sebuah brand menggandeng beberapa KOL gaming dengan segmentasi yang berbeda-beda sekaligus agar pesan yang diinginkan bisa menjangkau lebih banyak orang.

 

Melalui In-Game Sponsorship

Medium terakhir yang saya sebut sebenarnya bisa dibilang sebagai bentuk kerja sama terbaru yang ada di dalam ranah gaming/esports. Bentuk kerja sama tersebut adalah melalui in-game sponsorship. In-game sponsorship yang saya maksud di sini sebenarnya bukan sekadar meletakkan logo brand di dalam elemen permainan pada pertandingan esports. In-game sponsorship yang saya maksud adalah menyertakan brand ke dalam game-nya itu sendiri.

Salah satu contoh yang paling dekat kehadirannya mungkin adalah beberapa kolaborasi yang dilakukan Garena pada game-game yang mereka terbitkan. Garena menjadi contoh karena publisher game tersebut yang memang begitu aktif melakukan berbagai kolaborasi konten untuk game yang mereka terbitkan. Bulan Agustus 2020 lalu saya sempat membuat daftar kolaborasi apa saja yang pernah dilakukan Garena.

Dari artikel tersebut Anda bisa melihat beberapa contohnya seperti kolaborasi game AOV dengan Fruit Tea, Wiro Sableng, ataupun dengan DC Comics. Namun tidak semua kolaborasi yang saya masukan dalam daftar bisa dikatakan berbentuk sponsorship. Walaupun Garena tidak menjelaskan lebih terperinci, namun saya mengamati bahwa kerja sama tersebut sebenarnya lebih cenderung ke arah partnership.

https://twitter.com/QQBert/status/1224947565877059584

Tetapi bukan berarti Garena tidak pernah melakukan kerja sama in-game sponsorship dengan satu brand. Salah satu contoh yang terlihat jelas adalah penampilan maskot makanan cepat saji KFC yaitu Colonel Sanders sebagai skin di dalam Arena of Valor di Taiwan. Mengutip dari Fanbyte.com, dikatakan bahwa kerja sama tersebut merupakan salah satu bentuk kerja sama promosional antar keduanya. Dalam kerja sama tersebut, pemain yang membeli paket makanan spesial dengan harga sekitar US$5 akan mendapatkan sebuah gacha box yang salah satu isinya adalah skin Colonel Sanders untuk karakter Ormarr. Selain dari skin karakter, ada juga beberapa elemen game bertema KFC lainnya yang mungkin didapatkan pemain seperti Recall Effect, Kill Effect, atau Sprinting Trail Effect.

Kerja sama Garena dengan KFC hanya salah satu contoh saja. Seiring dengan perkembangan esports, kita juga bisa melihat beberapa bentuk sponsorship ini melalui kerja sama seperti Bathing Ape (produk fashion streetwear) dengan PUBG Mobile, Tesla dengan PUBG Mobile di Tiongkok, ataupun Louis Vuitton dengan League of Legends yang juga tampil lewat skin Prestige karakter Qiyana.

Sumber: League of Legends Official
Sumber: League of Legends Official

Kolaborasi kerja sama dalam bentuk ini mungkin bisa dibilang sebagai salah satu bentuk yang paling menarik bagi brand. Bagaimana tidak, kapan lagi produk Anda bisa mendapat kesempatan tampil secara langsung di dalam game. Karenanya bentuk kolaborasi ini mungkin akan lebih cocok dilakukan bagi brand-brand yang memang memiliki produk fisik untuk dijual seperti fashion, atau mungkin food and beverage.

Namun, dalam konteks Indonesia, salah satu kekurangan dan juga tantangan dalam melakukan kolaborasi seperti ini adalah minimnya jumlah developer/publisher game yang beroperasi langsung di Indonesia. Selain itu, menurut saya belum tentu juga semua developer game mau melakukan bentuk kolaborasi seperti ini. Bagaimanapun, sponsorship seperti ini bisa dibilang sebagai bentuk “hard-selling“. Karenanya beberapa developer bisa jadi tidak ingin melakukan bentuk kerja sama terkait karena khawatir sponsorship seperti ini akan mengganggu pengalaman bermain para pelanggan setianya.

 

Poin-poin yang saya sebut di atas tentunya hanya sebagian contoh saja, namun merupakan beberapa elemen pokok di dalam ekosistem esports. Elemen terkait yang saya ajak menjadi narasumber juga hanya menjadi sebagian contoh dari berbagai spektrum dari elemen terkait yang ada di esports. Semoga artikel ini dapat membantu Anda selaku brand untuk memahami gambaran kasar dalam melakukan penetrasi pasar ke esports.

Do We Need to Hold an Esports Tournament for Women?

Esports is now becoming increasingly popular. Not only that, but people are also starting to recognize esports as a sport. In fact, esports has been included in various prestigious sporting events, such as the Asian Games 2018 and SEA Games 2019. Rumour says that esports will also be included in the Olympics.

In traditional sports, most competitions are segregated by gender. One of the reasons is because physically, women and men are known to have different abilities. Knowing that when playing esports, the athletes “only” have to stare at the screen and move the mouse or touch the smartphone screen, you might think that there is no significant difference between men’s and women’s performance. However, is that really so?

 

Is Male and Female Performance Different?

When asked if there is a difference between the performance of female and male esports athletes, Shena Septiani, Digital Marketing Manager, Bigetron Esports said, “in my opinion, the difference in mechanics is influenced by hormones. Balanced estrogen and progesterone in women are key to how the brain and emotions work.”

Estrogen is a sex hormone in women that is quite dominant. Indeed, men also have estrogen. It’s just that the level of estrogen in women is higher than men. The function of these hormones in women and men is also different. Same with the progesterone, women and men do have this hormone but in different levels and functions. In women, progesterone affects the menstrual cycle, pregnancy, and embryogenesis.

“These two hormones make it difficult for women to focus at certain times,” says Shena. “However, it could be solved with regular exercise and discipline. The proof is, at Bigetron, there is BTR Alice who is a member of Bigetron Red Aliens, PUBG Mobile division. ”

Bigetron Red Aliens. | Sumber: Facebook PUBG Mobile Indonesia
Bigetron Red Aliens. | via: Facebook PUBG Mobile Indonesia

Unfortunately, not all esports teams mix male and female players. This is due to several things, according to Kresna, Project Manager for Women Star League. One of them is because women might feel more comfortable playing with other women. Likewise, male players feel the same.

“Apart from that, there is also an assumption that the female players are not good at playing games,” said Kresna. “Yes, it’s a burden, it’s troublesome, and so on. That’s what makes men tend to create teams with male players too. “However, according to Kresna, this assumption is not correct. She believes that the existence of a women’s only esports tournament can help to erase this stigma.

Meanwhile, according to Herry Wijaya, Head of Operations Mineski Global Indonesia, nowadays, most female esports players are more interested in becoming influencers than being professional players. “If I can draw short conclusions without research, I see that female players don’t usually become pro players in the end. Even after winning esports tournaments for women, they usually become influencers,” he said. “I don’t see the ambition to shift the position of a well-known player in a big esports organization, like Rekt from EVOS for example.”

 

How Important Are Women Only Esports Tournaments?

According to Rezaly Surya Afhany, Esports Manager at Telkomsel and Head of Digital Games Product Management, women’s esports tournaments are essential to be held, both by publishers and by third parties. “My personal opinion is that the ecosystem in the game industry will grow organically and be much healthier if you pay attention to the needs of these lady gamers,” Rezaly said when contacted via text message. “One of them is through organizing a special women’s tournament.” He feels that currently, the number of esports tournaments for female gamers is lesser than for men, starting from grassroots to national level competitions.

The Prime Snaky jadi pemenang PINC Ladies 2020. | Sumber: Instagram
The Prime Snaky is the winner of PINC Ladies 2020. | Sumber: Instagram

“Several major publishers in Indonesia have been developing women tournaments for a long time, such as the Princess Cup, the Arena of Valor tournament from Garena or PINC Ladies, the PUBG Mobile tournament from Tencent. Although, the tournament is still presented as part of an entertaining match, “said Rezaly. “In my opinion, slowly but surely, the market is already visible, both from the participating teams or viewership. As long as the tournament exists, these female pro players will try to form a solid team to participate. So, the quality of the matches is no less fierce than men’s esports matches. ”

Regarding ability, Kresna has another view. “In terms of skills, I think female players are not the same as the Mobile Legends Pro League team. Maybe, if the Mobile Legends Developmental League is still 50-50. But, compared to other teams outside those leagues, the ladies in the esports organization, their skills should be at the same level or higher,” he said.

Martin Yanuar, Manager of Belletron, has the same opinion as Kresna. “In our opinion, the skills of male and female players will not be the same. Because female players tend to find it more difficult to train full-time,” he said. “Unless the ladies tournament gives a prize equivalent to a public tournament worth hundreds of millions.”

Indeed, in terms of total prizes, women’s esports tournaments usually offer much smaller rewards than general ones. For example, PINC winners get a prize of IDR 180 million, while PINC Ladies winners only get IDR 10 million.

As part of an esports organization, Shena expressed her hope that in the future, esports tournament organizers will give prizes that are as big as general tournaments. “Although actually, this problem does not only occur in esports, but also in the world of sports,” he said. “Hopefully, in the future, esports tournaments can be more equal to gain more female players.”

Pembagian hadiah turnamen PINC. | Sumber: situs resmi
PINC prizepool | via: official site
Pembagian hadiah turnamen PINC Ladies. | Sumber: situs resmi
PINC Ladies prizepool | via: official site

Regarding the imbalance of tournament prizes between male and female competitions, for Rezaly, as long as the organizers and participants do not mind the total prizes given, then this should not be a problem. “The size of the prize is usually used to attract teams to participate in a tournament,” he said. “If all parties, namely organizers and participants agree to participate, then the size of the women’s tournament prize is no longer relevant as the only thing that must be pursued.”

Meanwhile, Rezaly was asked whether the small total prize pool for women’s esports tournaments is due to the low audience interest. He replied, “it could be that the lack of interest from the participants or the number of views made the organizers. Also, sponsors could be thinking hard before holding women’s tournaments because of low ROI (Return of Investment).”

 

The attraction of Women’s Esports Tournaments

Games and esports are domains that are synonymous with men. So, no wonder that most esports viewers are male. According to a study conducted by Interpret in 2019, 70% of esports viewers are male, while the remaining 30% are female. The good news is that the number of female esports fans continues to increase from year to year.

Jumlah penonton esports perempuan terus naik. | Sumber: Interpret
Source: Interpret

However, Herry said, the fact that most of the esports audience is male actually makes women’s esports tournaments popular. “Because most esports audience is male, viewership should be higher for female competition because there is an attraction from the opposite sex,” said Herry. Rezaly also said something similar. The male audience also likes to watch women’s tournaments, especially if there are players who are their idols.

Meanwhile, Kresna said, women-only tournaments were still able to attract audiences. “But, it is not as much as MPL or MDL, which has been running for a long time,” he said. “Probably because women’s tournaments tend to be newer, and not everyone knows.”

Herry said Mineski did have plans to create a special women’s tournament in the future. It’s just that the project may not be realized soon. The reason is, the current esports tournament schedule is already tight. If a new tournament appears, it is possible, this will actually destroy the balance that has been achieved in the current esports ecosystem in Indonesia.

“There are many things to think about if we want to create a new IP,” said Herry. “There are already many competitions. Messing up with the existing schedule is not good. Thus, we prefer to focus on existing tournaments by improving the quality of those tournaments.”

 

Why do the organizers hold a women’s esports tournament?

The Women Star League was held with two purposes Kresna explained. The first is to build an esports ecosystem for female players so that they can compete and have a career in the competitive gaming world like men. “So that the ladies won’t be underestimated and be able to show that they have the same skills as men,” he said.

“Second, by holding a women’s esports tournament, we want this to be a place where women can express their interests or talents in the world of esports and pursue their dreams,” said Kresna. “We want more female players in the tournament so that the women’s esports ecosystem in Indonesia becomes even more acknowledged.”

Just like Kresna, Rezaly said, the aim of organizers such as Dunia Games (which is under Telkomsel) to hold a women’s esports tournament is to develop the women’s esports ecosystem. This will ultimately make the esports industry even more valuable.

Tim ladies DG Esports. | Sumber: LINE
Ladies team of DG Esports. | Source: Dunia Games

“We believe that the women-only tournament will bring out many accomplished female gamers so that there will be more engagement, viewership, more contents, and more new job vacancies,” said Rezaly. “We want the women’s esports ecosystem to be developed, just like many other sports events, both at the national and global levels. There are actually special competitions for women in traditional sports events.”

However, Rome was not built overnight, just like the women’s esports ecosystem. To develop the women’s esports ecosystem to be equal to the esports scene for men is not easy these days. Herry estimates that the time needed to establish the women’s esports ecosystem will probably take around three years. With conditions, women’s esports tournaments are held regularly. Ideally, there should be two tournaments every year.

“In 2017, there were only two Mobile Legends teams that had a good performance, namely Saint Indo and Elite8 Esports,” he said. “However, now, MPL has eight teams with the same level of performance.” He believes that something similar can also happen to the women’s esports ecosystem.

 

Conclusion

Esports has developed drastically all around the world. Unfortunately, women are still a minority in the industry. Compared to the number of male players, female players are really minuscule. Not only that, women’s esports tournaments also usually offer smaller prizes. Fortunately, various parties are still interested in holding women’s esports tournaments.

The existence of a women’s esports tournament can be an arena for female gamers to show their abilities. Also, if the tournament is held regularly, it is possible that the women’s esports ecosystem development will be balanced like the men’s esports scene.

Feat Image via: Red Arrow Studio. The original article is in Indonesian, translated by @dwikaputra

Indonesia Games Championship 2020 Hadir Kembali dengan Format Online

Menghadapi masa pandemi, tak bisa dipungkiri bahwa esports juga menjadi salah satu industri yang terdampak. Salah satu yang cukup terasa adalah banyaknya turnamen esports, yang seharusnya digelar secara offline, terpaksa ditunda atau dibatalkan. Sudah ada beberapa turnamen offline yang terdampak, Dota 2 The International dan Combo Breaker 2020 jadi dua contoh terdekat.

Namun, untuk pertandingan skala nasional, laga online masih bisa menjadi alternatif. Maka dari itu, Telkomsel melalui Dunia Games tahun ini kembali menggelar turnamen esports. Setelah menghadirkan DG League pada Maret 2020, kini Telkomsel melalui Dunia Games kembali membawa salah satu turnamen esports terbesar di Tanah Air, Indonesia Games Championship.

Morph Team, juara DG League 2020. Sumber: Dokumentasi Resmi
Morph Team, juara DG League 2020. Sumber: Dokumentasi Resmi

Pada edisi ketiga gelaran IGC, Dunia Games berkolaborasi dengan Garena, yang diharapkan dapat diikuti oleh lebih dari 32.000 pegiat mobile games di seluruh Indonesia. Maka dari itu, IGC 2020 akan mempertandingakan empat game yang dibesut oleh Garena, yaitu League of Legends, Free Fire, Call of Duty Mobile, dan Arena of Valor.

Indonesia Games Championship akan diselenggarakan mulai dari Mei hingga September 2020. Memperebutkan total hadiah sebesar Rp1,6 miliar, pendaftaran IGC 2020 sudah dibuka sejak tanggal 6 Mei 2020 kemarin, dan akan terus dibuka hingga bulan Juni 2020 mendatang.

Terkait terselenggaranya IGC 2020, Rachel Goh Direktur Marketing Telkomsel mengatakan. “Kami berharap, IGC 2020 dapat memenuhi kebutuhan akan hiburan bagi para pecinta game di seluruh Indonesia selama masa sulit menghadapi pandemi COVID-19 saat ini. IGC 2020 tidak hanya ditujukan untuk para pemain profesional, namun juga untuk yang gemar mengikuti perkembangan esport secara umum. Kami juga akan terus mempertimbangkan kemungkinan gelaran IGC dapat terus berlangsung di tahun mendatang secara berkala, sehingga memberikan dampak yang lebih besar dalam memajukan serta menguatkan industri esport di Indonesia,” ucap Rachel lewat rilis.

Untuk mendaftar menjadi peserta IGC 2020, Anda dapat pergi ke laman igc.duniagames.co.id. Setelah masa pendaftaran, rangkaian berlanjut kepada pertandingan kualifikasi yang diselenggarakan pada bulan Juli dan Agustus. Kemudian, delapan tim (khusus Free Fire 12 tim) dari masing-masing game yang diperlombakan akan mengikuti babak Grand Final yang diselenggarakan pada September 2020.

https://www.youtube.com/watch?v=F-gK8YROgto

Seluruh gelaran IGC 2020 diselenggarakan secara online. Nantinya pertandingan akan disiarkan di berbagai kanal digital yang dikelola oleh Dunia Games, mulai dari website, Youtube, dan platform aplikasi video on demand MAXstream sebagai salah satu pilihan.

Sebelumnya Telkomsel melalui Dunia Games telah menyelenggarakan IGC pada tahun 2017 dan 2018. Pada dua edisi tersebut, ada lebih dari 22.000 peserta dari seluruh penjuru negeri mengikuti kompetisi dan jutaan penonton di berbagai kanal digital milik Dunia Games yang menyaksikan IGC 2017 dan 2018.

Telkomsel Umumkan DG League 2020 Sebagai Wadah Kompetisi Semua Kalangan

Melihat kesuksesan Dunia Games League tahun lalu dan tahun ini, Telkomsel melalui Dunia Games mengumumkan akan melanjutkan inisiatif esports tersebut untuk tahun depan. Dalam sebuah gelaran konfrensi pers yang diadakan di Telkomsel Smart Office tanggal 12 Desember 2019, salah satu provider telekomunikasi terbesar di Indonesia ini menjelaskan rancangan struktur untuk DG League 2020.

Untuk tahun depan, DG League 2020 membuka kesempatan kompetisi untuk empat kategori kualifikasi, yaitu kualifikasi amatir, kualifikasi kampus, kualifikasi pro, dan kualifikasi online. Masing-masing kategori kualifikasi menyediakan 4 slot tim, kecuali kategori kualifikasi pro yang memiliki 8 slot tim. Nantinya, semua tim yang sudah lolos akan bertanding di babak Grand Final yang akan diselenggarakan sekitar Maret 2020 untuk memperebutkan total hadiah sebesar Rp1,6 miliar.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Aulya Ilman Fadli General Manager Games Division PT Telkomsel mengatakan, “Penyelenggaraan ini menjadi salah satu cara Telkomsel untuk bisa lebih mendekatkan diri kepada kalangan anak muda. Esports menjadi salah satu strategi kami, mengingat ini merupakan salah satu culture yang sedang menjadi tren di kalangan anak muda. Ini juga jadi bentuk keseriusan Telkomsel dalam bisnis game.”

Ini bukanlah percobaan pertama Telkomsel untuk turut berkembang bersama ekosistem esports Indonesia. Seperti dikatakan di awal, DG League juga sudah sempat diadakan pada tahun 2018 lalu. Seperti tahun ini, DG League tahun 2018 lalu juga mewadahi tiga kategori, yaitu amatir, mahasiswa dan profesional.”

DG League sebagai wadah kompetisi semua kalangan

Gelaran DG League merupakan salah satu kompetisi esports yang menjangkau sampai ke berbagai wilayah di Indonesia. Tahun lalu, kompetisi ini diikuti lebih dari 25 ribu tim yang terbagi lebih dari 7500 tim. Untuk tahun ini Telkomsel mencoba lebih ambisius dan menjangkau lebih banyak bagian Indonesia.

Kualifikasi amatir akan diadakan secara serentak di 122 kota yang akan diselenggarakan mulai awal Januari 2020 mendatang, membuka kesempatan untuk 3904 tim. Kualifikasi kampus akan berlangsung di 64 kampus se-Indonesia dengan membuka kesempatan untuk 2048 tim.

Kualifikasi online menjadi kesempatan terakhir bagi semua tim untuk menuju ke babak Grand Final dengan kesempatan terbuka untuk 1000 tim yang akan diselenggarakan mulai awal Februari 2020. Kualifikasi Pro akan jadi pertandingan tersengit. Mengundang 16 tim profesional, hanya akan ada 8 tim saja yang akan melaju ke babak Grand Final, dengan pertandingan dimulai pertengahan Januari 2020 mendatang.

Kolaborasi Telkomsel dengan Tencent untuk ekosistem esports PUBG Mobile

Kendati tren PUBG Mobile setelah PMCO Global Finals 2019 terbilang sedikit menurun, namun ini tidak menghentikan Tencent untuk terus menggenjot inisiatif esports mereka secara internasional ataupun lokal. Bergandengan dengan Telkomsel lewat DG League 2020 juga bisa dibilang sebagai cara Tencent untuk mengakarkan PUBG Mobile di ekosistem esports Indonesia.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Terkait ini Gaga Li, Head of E-sports PUBG Mobile for Southeast Asia mengatakan. “Kami sangat senang memperluas lingkup kolaborasi kami dengan Telkomsel Dunia Games sebagai salah satu merek paling dikenal di Indonesia. Kerjasama strategis dengan Telkomsel Dunia Games akan menjadi elemen penting dalam upaya kami untuk mendukung ekosistem esports Indonesia khususnya PUBG Mobile.”

Pada saat sesi tanya jawab, Agung Chaniago selaku Esports Manager Tencent Games Indonesia juga mengatakan soal peran DG League dalam struktur esports Tencent untuk PUBG Mobile. Ia mengatakan bahwa DG League akan menjadi benchmark atau patokan, untuk rencana liga lokal PUBG Mobile yang akan diselenggarakan tahun 2020 nanti.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Agung Chaniago. Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Sebelumnya, pada hari terakhir PMCO Global Finals 2019 Fall Split, James Yang Director of PUBG Mobile Esports sudah sempat mengumumkan soal ini. Secara struktur, disebutkan bahwa nantinya liga regional yang disebut Agung akan menjadi jalan bagi tim profesional untuk menuju ke tingkat dunia.

Agung sayangnya belum bisa menjelaskan lebih lanjut terkait soal tanggal ataupun durasi liga PUBG Mobile Indonesia. Ia hanya menyebut bahwa nanti akan ada 24 tim yang terdiri dari 16 tim undangan dan 8 tim berasal dari kualifikasi. “Kami juga akan memantau DG League 2020 ini. Akan ada kesempatan bagi tim yang potensial di DG League untuk ikut serta ke dalam liga regional.” Jawab Agung dalam sesi tanya jawab.

Juarai Dunia Games Golden Ticket, RRQ.Hades Siap Melaju ke Free Fire Indonesia Masters

Sabtu, 28 September 2019, Tennis Indoor Senayan menjadi saksi ketangguhan tim RRQ.Hades di kancah Free Fire. Merupakan babak final ajang Dunia Games Golden Ticket, tim yang dipimpin Richard “Legaeloth” William Manurung berhasil jadi juara, walau cuma satu kali saja mendapatkan Booyah!.

Pertandingan ini terdiri dari 7 ronde, dengan 12 tim yang bertarung dengan sambil menjaga permainan mereka tetap stabil agar dapat menjadi juara. Menariknya, dari 7 ronde tersebut, malah Bigetron Academy dan Star8 Esports yang cukup rajin memenangkan ronde.

Tercatat, Bigetron Academy dan Star8 Esports masing-masing berhasil mendapatkan Booyah! sebanyak dua kali. Bigetron Academy mengamankan Booyah! pada ronde 3 dan ronde 7. Sementara Star8 Esports memenangkan ronde 2 dan juga ronde 4.

Booyah dari Bigetron Academy sayangnya tidak membawa kemenangan kepada tim ini. Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Booyah dari Bigetron Academy sayangnya tidak membawa kemenangan kepada tim ini. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Sementara itu, tim yang menjadi favorit penonton, AURA NESC, malah terbilang cukup ketinggalan di dalam kompetisi ini. Berkali-kali mereka hampir mendapatkan Booyah!, pada ronde 3 salah satunya. Namun sayang ketika itu kesempatan mereka digagalkan oleh Bigetron Academy.

Ditambah lagi, permainan AURA NESC juga cukup inkonsisten di ronde-ronde lainnya. Ronde 7, ronde terakhir, jadi contoh nyata hal tersebut. Ketika itu, AURA NESC masih punya sedikit kesempatan terpaksa tereliminasi dengan cukup dini, karena permainan mereka yang terlalu sembrono. Terjebak di ladang terbuka, mereka harus merelakan nyawa dan terbunuh oleh musuh yang sudah bersiaga.

Sementara tim Booyah! milik tim RRQ.Hades sendiri mereka amankan pada ronde 6. Ketika itu permainan terbilang sedang berjalan dengan cukup pasif karena banyak tim yang cenderung bertahan. Namun, RRQ.Hades memikirkan cara lain, mereka bergerak dari satu area ke area lain untuk mencari musuh-musuhnya. Strategi tersebut ternyata berhasil mereka berhasil mendapatkan banyak kill ditambah dengan bonus sebuah Booyah!

Masuk ronde terakhir, RRQ.Hades sebenarnya cukup berhasil mengulang strategi ini di ronde terakhir. Merekapun berhasil amankan kill yang cukup banyak, walau gagal dapat Booyah! Kegagalan RRQ.Hades di ronde ini terbilang cukup lucu, karena mereka terjebak di antara zona dan juga sebuah pagar pembatas. Ruang gerak mereka jadi terlalu sempit, yang langsung dimanfaatkan oleh tim lain yang melihat keadaan mereka.

RRQ.Hades Dalam DG Golden Ticket dan Menuju Free Fire Indonesia Masters

Kemenangan ini bisa dibilang menjadi awal bagi perjalanan RRQ.Hades. Kemenangan ini sekana memberi beban tambahan pada mereka, karena mereka harus mempersiapkan diri untuk bertanding di liga kasta utama Free Fire, yaitu Free Fire Indonesia Masters (FFIM). Sebelum membahas lebih lanjut soal hal tersebut, simak terlebih dahulu roster tim RRQ.Hades.

DG GT #1
Dari kiri ke kanan, Legaeloth, Fallenz, Lorddd, Yamil. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono
  • Richard “Legaeloth” William Manurung (Captain)
  • Syahadi “FallenZ” Putra
  • Agung “Lorddd” Hotami
  • Laode “Yamil” Purbin Yamil

Lebih lanjut membahas soal kemenangan di DG Golden Ticket dan proyeksi mereka menuju FFIM, kami mewawancara sang kapten, Richard “Legaleoth”.

Walau mereka berada di peringkat pertama, namun beda poin antara RRQ.Hades dengan peringkat 2, Star8 Esports, terbilang cukup tipis. “Memang mereka (Star8 Esports) adalah salah satu lawan yang berat. Mereka pintar menebak zona, punya aim tajam, dan juga sangat baik dalam positioning.” Ujar Richard.

Walau RRQ.Hades tidak selalu berada di peringkat pertama, namun mereka berhasil terus mempertahankan agar tetap di atas. Terkait ini, Richard mengatakan bahwa peran kawan-kawan dan juga coach. “Nggak lupa juga, kita mainnya lepas dan have fun supaya tidak terbebani.” Richard menambahkan.

“Kalau peran coach salah satunya yang cukup terasa adalah ia terus menyemangati kami ketika hasil tidak maksimal. Ia juga terus mengingatkan bahwa ini adalah jalan terakhir kami untuk dapat bertanding di FFIM dan juga mengingatkan soal latihan yang telah kami lakukan demi mempersiapkan hal ini.”. Richard mengatakan.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Setelah dari kompetisi ini, mereka akan bersiap bertanding di Free Fire Indonesia Masters. Terkait ini Richard juga menjawab soal rencananya. “Kita kemungkinan akan tetap mengikuti kompetisi lain. Tujuannya, selain menjadi juara, juga untuk menjaga performa tim kami.”

Terakhir,  menghadapi FFIM, Richard juga menceritakan soal proyeksi yang ia bayangkan. “Kalau bicara lawan-lawan di FFIM, pastinya akan sangat berat. Sebenarnya kami sebelumnya sudah sempat ikut kualifikasi, untuk masuk ke FFIM, tetapi gagal. Tapi nanti di FFIM kita akan berusaha semaksimal mungkin. Kalau kami latihan dengan konsisten, kami yakin akan dapat memenangkan kompetisi tersebut.” Richard  mengatakan kepada redaksi Hybrid.

Kemenangan ini memberikan RRQ.Hades hadiah berupa uang tunai sebesar Rp100 juta, dan juga kesempatan untuk bertanding di Free Fire Indonesia Masters. Mari kita beri dukungan terbaik agar tim RRQ Hades dapat memberikan permainan terbaiknya di Free Fire Indonesia Masters!

 

Telkomsel Gelar Liga Esports untuk Kelas Amatir, Mahasiswa, dan Profesional

Telkomsel nampaknya kian mantab bermain di industri gaming tanah air. Setelah sebelumnya merilis game Shellfire dan teken kontrak kerja sama dengan Singtel untuk garap pasar esports di Asia Tenggara, kemarin (17 Oktober 2018), resmi mengumumkan liga esports mereka sendiri.

Tak tanggung-tanggung ada 3 liga yang akan diusung oleh Telkomsel, lewat Dunia Games, yaitu Dunia Games League, Dunia Games Campus League, dan Dunia Games Pro League. Ketiga liga tersebut juga tergabung dalam rangkaian Indonesia Games Championship (IGC) 2019. Buat yang belum tahu, IGC sendiri merupakan gelaran kompetitif tahunan milik Dunia Games yang berawal dari tahun 2017.

Direktur Marketing Telkomsel Alistair Johnston mengatakan, “Menghadapi perkembangan industri esport di Indonesia, Dunia Games hadir untuk menjadi pendukung utama bagi industri ini melalui ajang Liga esport Dunia Games. Ajang ini kami hadirkan untuk memberikan wadah bagi pelanggan yang mencintai game dan esport serta sebagai salah satu upaya kami untuk membangun ekosistem digital entertainment lifestyle bagi masyarakat Indonesia.”

Dokumentasi: Telkomsel
Dokumentasi: Telkomsel

“Layanan game online akan memerlukan standar jaringan yang sangat bagus dengan kecepatan tinggi dan latensi yang rendah. Untuk itu kami selalu meningkatkan kualitas jaringan broadband 4G LTE untuk memastikan stabilitas layanan data sehingga para gamers dapat menikmati game online dengan nyaman. Hingga saat ini lebih dari 60 juta pengguna Telkomsel dari 90 juta pemain telah aktif yang bermain mobile games secara online di Indonesia,” tambah Alistair.

Baru ada 2 game yang akan dipertandingkan di liga ini. Dunia Games League akan mengusung Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) dari Moonton. Sedangkan untuk Dunia Games Campus League dan Dunia Games Pro League akan mengusung Free Fire rilisan Garena.

Dunia Games League tadi nantinya akan diadakan di 141 kota dan 13 tim terbaik akan diadu lagi di tingkat nasional untuk memperebutkan gelar juara yang rencananya akan digelar pada bulan Maret 2019 di Dunia Games Esports Stadium. Sedangkan registrasi liga ini sudah dibuka sejak awal Oktober 2018 dan akan mulai dipertandingkan mulai akhir Oktober 2018.

Dokumentasi: Telkomsel
Dokumentasi: Telkomsel

Untuk Dunia Games League, turnamen ini hanya untuk para pemain MLBB tingkat amatir. Jadi, mereka-mereka yang terdaftar sebagai tingkat pro di database Telksomel tidak akan diperbolehkan untuk turut bertarung. Bagi Anda yang tertarik untuk cari tahu lebih lanjut soal liga ini, silakan langsung mengunjungi situs resmi Dunia Games League.

Sedangkan Dunia Games Campus League akan berlangsung di 13 kampus se-Indonesia dan 12 tim terbaik akan bertanding kembali di babak grand final. 

Masa pendaftaran untuk liga ini dibuka pada akhir November 2018 dan masa registrasi untuk Dunia Games Pro League akan dimulai pada awal Januari 2019.

Liga ini menarik karena Telkomsel berhasil menggandeng 2 publisher game besar dalam satu wadah, yaitu Moonton dan Garena, yang juga bisa dibilang kompetitor – antara MLBB dan AoV. Namun hal ini juga bukan yang pertama kalinya mereka buat. IGC 2018 kemarin juga Telkomsel bahkan mempertandingkan 3 game MOBA mobile yang sebenarnya saling bersaing, yaitu MLBB, AoV, dan Vainglory.

IGC 2018. Sumber: Dunia Games
IGC 2018. Sumber: Dunia Games

Lalu kenapa Free Fire yang dipilih jadi liga profesionalnya Dunia Games? Kenapa tidak Shellfire? Menurut pihak Telkomsel,  ada kriteria dari jumlah pemain per hari sebelum sebuah game bisa menjadi esports. Sedangkan Shellfire masih belum mencapai angka tersebut.

Dari sisi Garena, AoV memang sudah punya liga profesional (ASL) yang digarap langsung oleh Garena. Sedangkan Free Fire memang sebelumnya belum ada liga profesionalnya.

Telkomsel dan Super Evil Megacorp Siap Gelar Turnamen Vainglory Terbesar di Asia Tenggara

Meski tak jadi yang terpopuler di Indonesia, Vainglory merupakan salah satu penggagas genre MOBA di platform mobile. Sejauh ini, developer yang terdiri atas mantan staf Rockstar, Riot, Blizzard dan Insomniac itu setidaknya sudah menggelar dua kali kejuaraan dunia. Dan rencananya, Super Evil Megacorp sedang menyiapkan ajang global ketiga di akhir tahun nanti.

Namun sebelum event tersebut dimulai, developer tentu saja perlu mengadakan kompetisi regional untuk menyaring tim-tim berpotensi. Dan ada kabar gembira untuk penggemar Vainglory di tanah air. Dalam konferensi pers di tanggal 7 September kemarin, Super Evil Megacorp mengungkap agenda untuk melangsungkan turnamen Vainglory Summer 2017 Southeast Asia Championship sembari mengumumkan Telkomsel sebagai partner terbesarnya.

Dunia Games Telkomsel Vainglory 5

Telkomsel menjelaskan bahwa langkah ini merupakan wujud nyata dari dukungan mereka terhadap ranah eSport serta upaya mewadahi komunitas gamer di Indonesia. Portal berita sekaligus platform penjualan voucher Dunia Games Telkomsel dipilih menjadi tuan rumah dari Summer 2017 Southeast Asia Championship. Dan tak cuma itu saja, Telkomsel memeriahkan momen ini dengan peresmian sponsorship untuk tim Elite8 eSports.

Dunia Games Telkomsel Vainglory 2

 

Mengapa diadakan di Indonesia?

Dalam presentasinya, general manager Super Evil Megacorp Taewon Yun menjelaskan alasan mereka mengadakan Summer 2017 Southeast Asia Championship di Indonesia. Menurut developer, Indonesia ialah salah satu negara ‘paling mobile‘ di Asia, di mana konsumen lebih banyak menikmati video game dari perangkat bergerak. SEMC sendiri memilih untuk fokus di mobile karena bagi mereka, platform ini adalah ‘masa depan industri game‘.

Dunia Games Telkomsel Vainglory 9

Super Evil Megacorp melihat tingginya lonjakan pemain Vainglory di Indonesia, ditambah lagi semakin aktif dan mantapnya komunitas gamer. Dan tak hanya bermain langsung, para pemain di tanah air juga gemar menyaksikan pertandingan-pertandingan eSport.

Dunia Games Telkomsel Vainglory 10

Kabarnya, sebentar lagi jumlah pemain dan penggemar game di perangkat bergerak akan menyentuh angka satu miliar. Saat ini, terdapat 700 sampai 800 unit gaming PC tersebar di seluruh dunia. Jumlahnya memang sangat banyak, tapi tampak kecil jika dikomparasi dengan angka kepemilikan perangkat berlayar sentuh – kira-kira mencapai 3 sampai 4 miliar device.

Dunia Games Telkomsel Vainglory 4

Ada banyak tanda-tanda lain meroketnya kepopularitasan game multiplayer online battle arena di platform mobile. Pertama, tim-tim eSport ternama dunia seperti Cloud 9 hingga Fnatic mulai berkecimpung di sana. Selanjutnya, jumlah penonton pertandingan-pertandingan itu meningkat drastis (naik 10 kali di tahun 2016), kemudian total hadiah turnamen MOBA di mobile juga melambung tinggi. Untuk Vainglory sendiri, developer menghitung ada 12 juta akun teregistrasi, dan game telah dimainkan lebih dari satu miliar kali.

 

Mengenai Vainglory

Meski sudah tersedia semenjak bulan November 2014 (Juli 2015 di Android), kepopularitasan Vainglory di nusantara tampak tersusul oleh judul-judul seperti Mobile Arena, Mobile Legends, atau Arena of Valor. Namun populer belum tentu lebih baik. Taewon Yun menyampaikan, Super Evil Megacorp mendesain permainan ini sedemikian rupa agar sempurna dinikmati di layar sentuh. Game menyuguhkan mode permainan tiga versus tiga dengan 34 pilihan hero. Developer juga berjanji untuk memberikan update secara konsisten tiap empat minggu sekali.

Dunia Games Telkomsel Vainglory 6

Keunggulan lain dari Vainglory adalah penggunaan engine E.V.I.L. buatan developer sendiri. Artinya, SEMC betul-betul memahami seluk beluk teknis engine permainan, menyederhanakan proses update konten serta memudahkan mereka mengoptimalkan game atau menerapkan perubahan ketika dibutuhkan. Vainglory memenangkan banyak penghargaan di tahun 2015, juga sempat dipamerkan dalam presentasi Apple iPhone 6, serta Samsung Unpacked Note 7 dan Note 8.

Dunia Games Telkomsel Vainglory 3

 

Summer 2017 Southeast Asia Championship

Turnamen regional ini merupakan yang paling besar di Asia Tenggara, akan dilaksanakan pada tanggal 9 sampai 10 September 2017 besok, berlokasi di Telkomsel Smart Office Jakarta. Empat tim akan bertanding di sana: Elite8, Impuny, Infamous dan Popeyes. Elite8 merupakan perwakilan dari Indonesia. Mereka ialah pemenang pertandingan di musim semi dan telah mengamankan kursi World Championship 2017.

Dunia Games Telkomsel Vainglory 7

Pemenang dari Summer 2017 Southeast Asia Championship akan mendapatkan tiket ke kejuaraan dunia. Yang menarik adalah, jika Elite8 kembali menjuarainya, maka slot tersebut akan jadi tiket wild card ke Vainglory World Championship 2017 untuk diberikan penyelenggara pada tim pilihan mereka.

Vainglory World Championship 2017 akan dilangsungkan di Singapura pada penghujung tahun 2017 untuk mengadu 12 tim Vainglory terbaik di dunia. Beberapa nama yang sudah terpilih meliputi Cloud 9 (Amerika Serikat), Rox Armada (Korea Selatan), Ace Gaming (Korea Selatan), dan Elite8 (Indonesia). Masih tersisa slot untuk tim Tiongkok, Amerika Selatan, Eropa, dan satu lagi negara Asia Tenggara.

Dunia Games Telkomsel Vainglory 8