Tag Archives: east ventures

Startup teknologi konstruksi Gravel mengumumkan pendanaan sebesar $14 juta dari sejumlah investor, di antaranya New Enterprise Associates (NEA)

Startup Digitalisasi Konstruksi Gravel Dapat Pendanaan Rp216 Miliar

Startup teknologi konstruksi Gravel mengumumkan pendanaan $14 juta (sekitar Rp216 miliar) dari sejumlah investor, di antaranya New Enterprise Associates, Weili Dai (Co-founder Marvell Technology), Lip-Bu Tan (Executive Chairman Cadence Design System dan Chairman Ketua Walden International), SMDV, East Ventures, bersama dengan investor strategis lainnya.

Dukungan ini memperkuat posisi Gravel untuk memperluas eksistensinya di sektor teknologi konstruksi global. Perusahaan berencana untuk meluncurkan model prediktif yang dirancang untuk memantau perkembangan proyek secara efisien.

Gravel berdiri pada 2019 oleh Georgi Ferdwindra Putra, Fredy Yanto, dan Nicholas Sutardja. Mereka hadir sebagai aplikasi yang menghubungkan pelanggan dengan pekerja konstruksi terampil, mulai dari mitra tukang mencapai puluhan ribu orang (disebut Dulur), membentuk kerja sama yang kuat dengan kontraktor, arsitek, konsultan, pemasok material, serta pemerintah.

Seiring berjalannya waktu, Gravel memperluas layanannya dengan menyediakan jasa konstruksi yang terintegrasi. Teknologi Gravel tak hanya menghubungkan pelanggan dengan tukang berkualitas, namun juga membuka akses untuk mendapatkan peralatan konstruksi, bahan bangunan, dan tim yang ahli, membuat pembangunan, renovasi, perbaikan hunian, perkantoran dan ruang komersial semakin efisien.

Terdapat empat fitur di aplikasi untuk menjawab tuntutan industri akan layanan konstruksi holistik:

  • Gravel Harian untuk cari tukang bangunan, Gravel Borongan untuk proyek dengan kesepakatan anggaran,
  • Gravel Maintenance untuk perbaikan hunian, dan
  • Gravel Material untuk belanja bahan bangunan.
  • Semua fitur ini terhubung dengan SalamChat – aplikasi instant messaging yang dikembangkan Gravel untuk memfasilitasi kelancaran komunikasi dan kolaborasi antar pihak-pihak yang terlibat.

Dalam menjalankan prinsip fairness bagi konsumen (pengguna aplikasi) dan mitra usaha (pekerja konstruksi), Gravel menerapkan sistem penetapan harga yang layak dan standar yang adil bagi kedua belah pihak. Penetapan harga tukang Gravel masih berada di kisaran harga pasar dengan memastikan nilai yang diterima konsumen terukur dan berbanding seimbang dengan kualitas jasa yang diberikan.

Untuk itu, Gravel menyediakan tukang yang memiliki kualitas keterampilan sesuai standar industri konstruksi dan sudah berpengalaman. Setiap tukang yang ingin menjadi mitra harus melewati tahap seleksi keterampilan yang ketat.

Selain nilai yang seimbang dengan harga, konsumen juga mendapatkan transparansi harga dan informasi pekerja melalui aplikasi Gravel. Keahlian dan pengalaman tukang dapat dicek terlebih dulu sebelum melakukan pemesanan. Keterbukaan ini tak hanya membuat konsumen percaya, tapi juga memudahkan mereka karena perlu lagi negosiasi harga yang seringkali alot dan ketidakjelasan kualitas kerja yang sering terjadi saat mencari tukang dengan cara konvensional.

Aplikasi Gravel

Co-Founder & Co-Chief Executive Officer Gravel Georgi Ferdwindra Putra menyampaikan, di dalam ekosistem Gravel pelanggan bisa bertemu arsitek atau studio desain untuk pembuatan konsep dan gambar bangunan, menunjuk kontraktor berlisensi yang sesuai dengan jenis pembangunan dan anggaran mereka.

Kemudian, memperkerjakan tukang yang keterampilannya teruji hingga mendapatkan bahan bangunan dan alat konstruksi berkualitas. Setelah proyek selesai, pelanggan dapat memanfaatkan jasa perbaikan dan perawatan bangunan untuk memastikan kondisinya tetap prima.

“Jadi, pelanggan dan pelaku proyek konstruksi sama-sama berdaya di setiap prosesnya,” terangnya dalam keterangan resmi, Senin (4/12).

Untuk mendukung sektor konstruksi, perusahaan mengoptimalkan smart matching technology yang disebut Personalized Job Feed untuk menyederhanakan proses mempertemukan tukang dengan kebutuhan proyek. Teknologi ini memastikan pelanggan mendapatkan tukang berkualitas tinggi hanya dalam satu setengah menit.

Waktu ini sangat jauh dari proses pencarian tukang secara konvensional yang rata-rata butuh 5-14 hari. Teknologi ini tidak hanya mempercepat proses konstruksi namun secara substansial juga mengurangi biaya. Selain itu, platform data Gravel mempu menghadirkan analisis kegiatan proyek secara real-time yang berguna dalam pengambilan keputusan berbasis data.

Ke depannya, Gravel akan meluncurkan model prediktif berbasis AI yang dirancang untuk memantau perkembangan proyek secara efisien dan meningkatkan akurasi yang lebih tinggi.

Co-Founder dan Chairman Gravel Dr. Nicholas Sutardja menambahkan, “Strategi inovatif kami tidak semata merevolusi industri tetapi juga meningkatkan kehidupan pekerja konstruksi di seluruh Indonesia. Saya bangga dengan pencapaian Gravel karena ini lebih dari sekedar bisnis. Ada misi dengan dampak sosial yang tinggi dimana Indonesia hanyalah permulaan, karena impact-nya dapat menyebar secara global,” ujarnya.

Dalam waktu dua tahun, diklaim Gravel tumbuh hingga 45 kali lipat. Sebanyak lebih dari 6 ribu proyek tersebar di 20 provinsi telah ditangani. Portofolionya mencakup proyek besar, seperti LRT Jabodetabek, Jakarta International Stadium, RS Pelni, Theater IMAX Keong Mas, hingga beragam proyek pembangunan dan renovasi hunian.

Pangsa pasar konstruksi

Kinerja Gravel yang solid menjadi daya tarik bagi para investor yang masuk dalam putaran ini. NEA Partner, Chairman, dan Head of Asia Carmen Chang menyampaikan, Gravel adalah investasi pertamanya di Asia Tenggara. Pihaknya meyakini prospektifnya memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan industri konstruksi Indonesia.

“Kami yakin kekuatan tim Gravel akan membawa dampak bagi Indonesia dan industri konstruksi global. Kami harap dukungan kami dapat mendorong pertumbuhan dan perluasan bisnis Gravel ke depan,” kata Chang.

Principal SMDV Edward Judokusumo menambahkan, di tengah gencarnya Indonesia mengejar pemerataan pembangunan di penjuru nusantara, teknologi Gravel muncul sebagai pendorong yang dapat mendukung pertumbuhan pembangunan nasional. Gravel juga akan menjadi kolabolator kunci dalam mendukung pertumbuhan ekosistem Sinar Mas.

“Gravel menerapkan praktik konstruksi modern dan berkelanjutan yang dapat merespon bisnis Sinar Mas yang terus tumbuh. Kolaborasi ini tidak hanya sejalan dengan nilai-nilai Sinar Mas, tetapi juga sebagai katalisator untuk kemajuan di Sinar Mas di berbagai sektor.”

Saat ini, Gravel tengah menjalani proses diskusi dengan beberapa perusahaan terkemuka terkait potensi proyek konstruksi, termasuk Sinarmas Land, developer properti besar di balik proyek BSD City, Kota Deltamas, dan Grand Wisata. Kerja sama ini akan mencakup pembangunan di kawasan perumahan, ruang komersial, perhotelan, pusat konvensi, dan kawasan industri.

Terkait visi ekspansi global, Gravel meyakini bahwa solusi teknologi yang dimiliki mampu diimplementasikan lebih luas lagi secara global. Untuk itu, kini Gravel tengah memperkuat kesiapannya untuk masuki ranah teknologi konstruksi internasional.

Secara konsisten, Gravel menyambut kerja sama dari beragam proyek, mulai skala kecil hingga besar, seperti pembangunan fasilitas umum, jaringan restoran, area perbelanjaan, dan siap mengambil peran penting dalam proyek pembangunan Ibu Kota Nasional (IKN).

Application Information Will Show Up Here
Fr8Labs

Startup Logistik Fr8Labs Tutup Pendanaan Awal 23 Miliar Rupiah

Startup logistik berbasis di Indonesia dan Singapura, Fr8Labs, menutup putaran pendanaan awal sebesar $1,5 juta (sekitar 23 miliar Rupiah) dari East Ventures, FEBE Ventures, Kaya Founders, Mulia Sky Capital, Seedstars International Ventures, Venturra, dan sejumlah angel investor.

Fr8Labs adalah penyedia jasa freight forwarding (pengangkutan barang/muatan) berbasis AI dengan cakupan di Asia Tenggara. Pendanaan ini akan digunakan untuk mendukung pengembangan produk dan ekspansi pasar Fr8Labs.

“Dukungan ini memungkinkan kami meningkatkan solusi teknologi logistik sehingga dapat memberikan nilai tambah di sepanjang rantai nilai. Solusi kami dirancang khusus dan inovatif agar pelaku bisnis menjadi lebih efisien dan kompetitif. Kami sangat antusias untuk merevolusi cara para freight forwarder beroperasi,” ujar Co-Founder & CEO Fr8Labs Glenn Lai.

Fr8Labs didirikan pada awal 2022 oleh Glenn Lai (eks COO Bizzy Indonesia) dan Felix Lu. Dengan latar belakang keluarga di freight forwarder, Lai menyadari adanya kesenjangan antara perkembangan industri kargo di Asia dengan di AS yang relatif telah terdigitalisasi.

Pasar logistik Asia Tenggara bernilai $389 miliar pada 2022 dengan CAGR 11.8% dalam 5 tahun ke depan berdasarkan studi OECD. Saat ini, Fr8Labs sudah beroperasi dengan pelanggan berbayar di Singapura, Malaysia, Indonesia, Taiwan, dan Australia.

“Penerapan teknologi sangat penting dalam industri logistik karena dapat meningkatkan efisiensi biaya dan produktivitas. Pelaku industri juga masih menghadapi tantangan mengembangkan logistik digital. Solusi teknologi inovatif Fr8Labs hadir untuk mengatasi tantangan yang dihadapi freight forwarder di Asia Tenggara,” kata Managing Partner East Ventures Roderick Purwana.

Digitalisasi jasa muatan

Disampaikan dalam keterangan resminya, freight forwarder punya peran penting dalam memfasilitasi perdagangan global. Menurut laporan DHL, perdagangan intra-Asia menyumbang terbesar dengan 30% dari total volume perdagangan TEU (unit ekuivalen dua puluh kaki) di dunia, dan dua kali lipat ukuran pasar AS. Namun, jasa ini masih beroperasi secara tradisional dan terfragmentasi,.

Adapun, kebanyakan pelaku freight forwarder internasional berskala besar telah terhubung secara digital demi meningkatkan efisiensi hingga ketahanan, yang disebut sebagai faktor penting menghadapi tantangan dan peluang abad ke-21.

Namun, situasi ini berbeda dengan pasar Asia yang didominasi oleh bisnis skala kecil dan menengah (UKM) di mana terdapat kesenjangan teknologi. Selain itu, proses backend secara offline mengakibatkan terjadinya banyak redudansi dan pengeluaran biaya yang dapat dihindari, misalnya denda demurrage. 

Fr8Labs mengembangkan berbagai solusi untuk freight forwarder di Asia, termasuk sistem operasional (OS) berbasis cloud dan bot asisten sebagai co-pilot AI. Solusi ini memungkinkan mereka mendigitalisasi industri kargo dengan menyederhanakan operasi.

Platform Fr8Labs juga memungkinkan pengiriman dan alur kerja secara otomatis, menghasilkan berbagai dokumen lengkap dalam satu langkah, dan mengurangi kesalahan manusia yang dapat menyebabkan keterlambatan seperti kesalahan dalam pengajuan ke pabean.

Fr8Labs akan memperluas pengalaman layanan dengan menawarkan beberapa produk pendukung yang relevan, seperti WMS, perdagangan FX, pembiayaan, asuransi kargo, visibilitas dan manajemen tarif, dan marketplace. Seluruhnya terintegrasi dalam satu platform agar dapat menawarkan pengalaman terpadu dalam satu interface.

Investor Healthtech Indonesia

Ini Dia Startup dan Investor di Ekosistem Healthtech Indonesia

Sektor kesehatan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari disparitas pemenuhan dokter, sebaran fasilitas kesehatan yang kurang merata, hingga inovasi di bidang medis yang masih relatif lambat — sehingga menciptakan gap yang cukup kentara di banyak wilayah.

Misalnya terkait dokter spesialis, menurut Dirjen Tenaga Kesehatan Kemenkes rasionya masih sangat kecil, pemerintah menargetkan bisa mencapai target rasio 0,28: 1.000 sehingga saat ini masih dibutuhkan 30 ribu dokter spesialis.

Terlepas dari upaya yang dilakukan di hulu, kini pendekatan berbasis teknologi mulai digencarkan untuk bisa memicu adopsi layanan kesehatan yang lebih baik ke semua kalangan masyarakat, termasuk melalui aplikasi digital. Bahkan untuk menciptakan iklim inovasi yang lebih kondusif, Kemenkes telah membangun unit khusus (DTO/Digital Transformation Office) dan roadmap yang cukup jelas mengenai inovasi layanan kesehatan di Indonesia.

DTO mendorong hadirnya regulasi yang lebih bersahabat untuk ekosistem healthtech di Indonesia, implikasinya inovasi-inovasi teknologi kesehatan kini menjadi lebih mudah diuji, diaplikasikan, dan dikomersialisasikan. Di samping itu ada misi untuk menata ulang pencatatan dan digitalisasi data untuk kepentingan jangka panjang.

Tentu ini menjadi peluang besar untuk para inventor healthtech di Indonesia yang diproyeksikan mencapai $1,7 miliar pada 2023 dan akan tumbuh dengan CAGR 10,35% sampai 2028 mendatang senilai $2,9 miliar.

Pemain healthtech terbesar

Startup healthtech sudah mulai bermunculan sejak era perkembangan awal startup. Dimulai dari portal informasi kesehatan, layanan telemedis, e-pharmacy, layanan kesehatan O2O, hingga kini menuju ke inovasi babak selanjutnya: biotech.

Didasarkan pada data pendanaan yang diumumkan publik, tiga startup saat ini diproyeksikan telah menjadi centaur (sejauh ini belum ada unicorn lokal dari vertikal healhtech).

Startup Pendanaan Estimasi Valuasi (Venture Cap)
Halodoc · Seri D: $100 juta (Astra Digital, Openspace, Novo Holdings, dll).

· Seri C: $80 juta (Astra, Temasek, Telkomsel MItra Inovasi, Novo Holdings, Bangkok Bank dll).

· Seri B: $65 juta (UOB Venture, Singtel Innov8, KIP, Melinda Gates Foundation, Prudential, Allianz X, dll).

· Seri A: $13 juta (Clermont Group, Go-Jek, Blibli, NSI Ventures).

· Seed: Undisclosed.

± $600 juta
Alodokter · Venture Round: Undisclosed (Marubeni Corp, MDI Ventures, Samsung Ventures).

· Seri C+: Undisclosed (MDI Ventures, Sequis, Golden Gate Ventures, Heritas, Hera Capital).

· Seri C: $33 juta (Sequis Life, Philips, Heritas Capital, Hera Capital, Dayli Partners dll).

· Seri B: Undisclosed (Softbank, Golden Gate Ventures dll)

· Seri A: $2,5 juta (Golden Gate Venture, angel investor)

· Seed: Undisclosed (Fenox, 500 Startups, Golden Gate Ventures)

± $130 juta
Good Doctor Indonesia · Seri A: $10 juta (MDI Ventures, Grab, Softbank)

· Seed: Undisclosed (Grab, Ping An)

mendekati $100 juta

Investor di vertikal healthtech

Dalam satu tahun terakhir, sektor healthtech dan turunannya memiliki momentum pertumbuhan yang sangat pesat. Ini mendorong para investor untuk mempertajam hipotesis mereka untuk turut andil di dalam vertikal industri ini. Tidak tanggung-tanggung, sejumlah pemodal ventura juga telah mengalokasikan dana kelolaan khusus yang difokuskan untuk  berinvestasi ke startup healthtech.

Berikut ini daftar investor aktif di Indonesia yang memiliki fokus mendanai startup di bidang teknologi kesehatan:

Healthcare Fund dari East Ventures

Bulan lalu pemodal ventura yang dinakhodai Willson Cuaca ini baru mengumumkan inisiatif Healthcare Fund senilai $30 juta. Dana ini akan disalurkan ke startup healthtech dan turunannya di kawasan ini. Sejauh ini mereka juga sudah banyak berinvestasi ke startup healthtech (dan turunannya). Disampaikan sekurangnya ada 30 startup di Indonesia dan wilayah regional.

Di vertikal bisnis ini, East Ventures juga tampak lebih serius memperdalam keterlibatannya di area genomik – terutama di lini biotech dan deeptech. Berikut ini sejumlah daftar investasi terbarunya:

Startup Solusi Tahap Investasi
Moosa Genetics Pengembangan teknologi genetik untuk meningkatkan sektor peternakan Seed
Mesh Bio Layanan manajemen penyakit kronis dan analisis prediktif Seed
Etana Startup biofarmasi yang menghadirkan bahan baku obat biologis untuk kanker dan penyakit kronis lainnya Seed
AMILI Pengembang solusi pengobatan mikrobioma usus pertama di Asia Tenggara Seed
Aevice Health Alat monitoring kesehatan untuk solusi pernapasan kronis Seed

Dana Kelolaan CVC BUMN

MDI Ventures dan Bio Farma telah membentuk dana kelolaan bertajuk “Bio Health Fund” dengan komitmen investasi awal $20 juta. Mereka akan menginvestasikan dana tersebut ke startup tahap awal dan berkembang yang fokus di bidang biotech dan inovasi layanan kesehatan di Indonesia. CVC BUMN lainnya, yakni Mandiri Capital Indonesia, juga mengatakan bahwa mereka merilis thematic fund dengan salah satu fokusnya di bidang biotech.

MCI sendiri memang sedang fokus memperdalam hipotesis impact investment mereka melalui sejumlah co-investment, salah satunya bersama UNDP. Mereka mengeksplorasi startup yang berpotensi mendisrupsi sektor riil berdampak dengan inovasi teknologi.

MDI sendiri saat ini adalah investor dari sejumlah startup healthtech seperti Alodokter, Good Doctor, SwipeRx, CXAGroup, Pixa, dan Heals. Melalui unit lainnya, Telkomsel Mitra Inovasi yang juga merupakan anak perusahaan Telkom Group, mereka juga berinvestasi ke Halodoc dan Zi.Care.

Daftar VC yang berinvestasi ke healthtech

Kendati tidak memiliki dana kelolaan khusus, selain pemodal ventura yang sudah disebutkan namanya di atas, sejumlah pemodal ventura juga memiliki ketertarikan untuk berinvestasi ke startup healthtech lokal dalam dua tahun terakhir. Berikut daftar selengkapnya:

  1. AC Ventures
  2. Astra Digital
  3. GK-Plug and Play
  4. Golden Gate Ventures
  5. Iterative
  6. Jungle Ventures
  7. Kenangan Fund (Kopital Ventures)
  8. Openspace Ventures
  9. Skystar Capital
  10. Softbank
  11. Teja Ventures
  12. Venturra
  13. Wavemaker Partners

Selain itu sejumlah angel investor juga mulai turut andil dalam berinvestasi ke startup healthtech, terutama dalam putaran pre-seed atau seed.

Co-Founder Compawnion: Tania Suganda, Stephani Herman, and Valerie Amintohir / Compawnion

East Ventures Suntik Pendanaan ke Compawnion, Pengembang Layanan Kesehatan dan Nutrisi Hewan

East Ventures menyuntik pendanaan awal ke Compawnion, startup kesehatan dan nutrisi hewan peliharaan dengan nominal yang dirahasiakan. Dana segar akan dialokasikan untuk meningkatkan distribusi, penelitian, pengembangan, hingga memperluas portofolio produk.

“Seiring dengan perkembangan industri hewan peliharaan, dedikasi Compawnion terhadap kualitas, inovasi, dan kesejahteraan hewan peliharaan tidak tertandingi. Kami percaya Stephanie, Tania, dan Valerie akan membuat terobosan dan menetapkan standar baru pada industri makanan dan kesehatan hewan,” ucap Principal East Ventures Wesley Tay.

Compawnion didirikan pada 2020 oleh Stephani Herman (CEO), Tania Suganda (CMO), dan Valerie Amintohir (CPO) yang juga pemegang sertifikasi Advanced Canine Nutritionist pertama dari Indonesia. Ketiganya mengantongi pengalaman karier di bidang nutrisi anjing, trade marketing, strategi bisnis, dan branding.

“Dengan dukungan dari East Ventures, kami siap untuk memanfaatkan peluang besar pada pasar makanan hewan peliharaan yang berkembang secara pesat di Indonesia. Kami berkomitmen untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada ‘pawrents’ dengan menyediakan makanan yang sehat dan segar untuk hewan peliharaan mereka,” kata Co-Founder & CEO Compawnion Stephani Herman.

Para pendiri menyadari pasar makanan hewan peliharaan di Indonesia meningkatnya sejalan dengan populernya tren humanisasi hewan peliharaan. Pandemi Covid-19 juga ikut memicu peningkatan hewan peliharaan di mana banyak orang yang mencari pendamping peliharaannya selama pembatasan sosial.

Karena hal tersebut, permintaan terhadap produk hewan peliharaan, seperti makanan anjing yang sehat dan segar, ikut naik. Tren ini juga turut mengubah pasar makanannya karena para pemilik kini semakin memerhatikan kesejahteraan peliharaannya.

Compawnion mengawali perjalanannya dengan merilis produk makanan beku untuk anjing dengan brand Pawmeals. Makanan ini telah didistribusikan ke 13 kota di seluruh Indonesia, dan klaimnya telah mencapai pertumbuhan keuntungan lebih dari 10x lipat.

Menyusul kesuksesan Pawmeals, Compawnion kembali merilis brand baru UGO bagi pelanggan yang ingin mencari pilihan makanan anjing harian yang cepat dan sehat. UGO disebut sebagai salah satu pionir makanan anjing yang segar, bebas pengawet, dan tahan lama.

Adapun, Compawnion berkomitmen untuk menciptakan ekosistem hewan peliharaan yang komprehensif. Untuk itu, Compawnion akan memperluas portofolio produknya ke makanan anjing pada 2024. Saat ini, tim Compawnion tengah melakukan penelitian pasar secara mendalam dan melakukan pengembangan produk secara dinamis.

“Kami berkomitmen untuk memberikan standar baru dalam nutrisi hewan peliharaan, karena kami percaya hewan peliharaan kita pantas mendapatkan yang terbaik. Kami menciptakan diet segar yang sehat untuk hewan peliharaan, untuk mempromosikan kehidupan yang lebih sehat dan lebih bahagia bagi mereka.” Tutup Chief Product Officer Valerie Amintohir.

Mengutip survei dari Rakuten Insight Center terhadap 10.442 responden, sebanyak 67% memiliki hewan peliharaan, diikuti 23% tidak memiliki, dan 10% pernah memiliki. Survei ini juga mengungkap 42% pemilik hewan peliharaan menghabiskan pengeluaran lebih dari Rp100 ribu per bulan, lalu 38% menghabiskan Rp100-300 ribu per bulan, dan 14% menghabiskan Rp300-500 ribu per bulan.

Dari total pengeluaran tersebut, sebanyak 88% dialokasikan untuk makanan hewan peliharaan hingga camilan, sekitar 43% untuk barang yang berhubungan dengan kandang, dan 41% untuk produk perawatan dan kebersihan.

Startup tahap awal Indonesia masih mendapat kepercayaan investor / Pexels

Mencari Pendanaan Tahap Awal? Ini Daftar VC Teraktif Sepanjang Tahun 2023

Pendanaan ekuitas untuk startup Indonesia mulai menunjukkan tanda pemulihan dibandingkan tahun sebelumnya (meskipun belum sepenuhnya). Menurut laporan Indonesia’s Startup Handbook yang dihimpun DSInnovate, pada Q3 2023, pendanaan startup — yang dipublikasi— mencapai 38 transaksi yang bernilai $501,6 juta. Nilai investasi ini lebih baik dari dua kuartal sebelumnya, yakni sebesar $376,7 juta pada Q1 dan $330,2 juta pada Q2. Peningkatan ini memberikan indikator positif, terutama mengingat penurunan tajam yang terjadi pada paruh pertama tahun ini.

Investasi tahap awal masih mendominasi keseluruhan pendanaan startup Indonesia. Hal ini mengindikasikan investor mempertahankan kepercayaan yang signifikan terhadap prospek generasi founder baru, bahkan dalam menghadapi tantangan terkini.

East Ventures menjadi investor tahap awal yang paling aktif berinvestasi di Asia Tenggara. Sepanjang 10 bulan ini, VC tersebut telah berinvestasi ke 29 startup, mayoritas di Indonesia, yang telah menerima kucuran dana. Pendanaan tahap awal terbesar diberikan untuk MAKA Motors.

Dalam wawancara sebelumnya, Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menuturkan pihaknya tidak akan berhenti berinvestasi mau bagaimanapun cuaca yang sedang terjadi. Menurutnya, valuasi startup saat ini sedang murah, tapi pekerjaan founder sekarang lebih “berat.”

“Tapi bukan cuma itu, sekarang level knowledge founder jauh lebih tinggi karena ekosistem sudah mulai mature. Banyak [founder] sudah kerja di mana-mana. Jadi [kondisinya] masih bagus, dari sisi kita tetap aktif [berinvestasi],” kata Willson.

Program Day Zero Antler menjaring Founder baru

Partner Antler Indonesia Agung Bezharie di kesempatan terpisah mengatakan dengan kondisi sekarang, semakin mudah terlihat kualitas founder startup. Mana yang bagus mana yang tidak. “Banyak founder yang bagus dan tidak oportunis. Sangat passionate menyelesaikan problem,” kata dia.

Founder yang ia maksud adalah para peserta yang mendaftarkan diri atau direkrut langsung tim Antler untuk membangun startup baru. Kebanyakan para calon founder ini punya satu benang merah, pernah berkarier profesional di sejumlah perusahaan, baik enterprise maupun startup, dan tertarik untuk terjun sebagai founder startup.

“Bahkan di cohort sekarang [ke-5] rata-rata founder di sini sudah bekerja selama 13 tahun.”

Sebanyak 60-70 orang per cohort bergabung di program Antler Residency selama 10 minggu untuk membangun startup baru. Konsepnya sedikit berbeda dengan kebanyakan program akselerator karena mereka yang mendaftar bisa sendiri tanpa tim. Ada yang mendaftar sendiri ke situs Antler atau di-scout tim Antler.

Antler Indonesia

Selama residensi berlangsung, para partisipan bisa mengikuti sesi bootcamp intensif, berdiskusi dengan tim dan sesama entrepreneur lain untuk mendapatkan peer learning, pertukaran ide, serta umpan balik yang konstruktif. Adanya sesi kolaboratif ini mendorong peserta untuk menajamkan konsep dan strategi bisnis mereka.

Residensi ini juga menawarkan sesi one-on-one dengan tim mentor berpengalaman di Antler, sehingga membantu founder untuk mengatasi tantangan, mendapatkan panduan spesifik, serta konsultasi dengan ahli untuk menyempurnakan strategi bisnis mereka.

Dalam masa residensi selama lima minggu pertama, para founder juga bisa secara aktif mencari co-founder potensial yang selaras dengan visi, misi perusahaan, serta memiliki keterampilan yang dibutuhkan. Dirancang sebagai platform kolaboratif, residensi Antler juga membuka akses jaringan yang lebih luas, sehingga menjadi platform ideal bagi founder pemula untuk menemukan co-founder mitranya.

Dalam dua kali dalam seminggu, mereka akan melakukan presentasi pitching ide ke tim Antler untuk mendapatkan feedback. Apakah konsepnya menarik atau tidak untuk dilanjutkan, yang argumentasinya didukung dengan data pelengkap dari pihak ketiga. Jika tidak, mereka perlu rombak ulang, bahkan ganti calon co-founder sampai benar-benar seluruhnya dinilai bakal sukses.

Antler juga memiliki database global, sehingga partisipan bisa belajar dari sesama founder di berbagai sektor dan negara yang telah sukses meluncurkan bisnis mereka. Pendekatan komprehensif ini dirancang agar partisipan bisa lebih siap dalam mewujudkan konsep startup mereka menjadi operasional bisnis yang sukses dan menjanjikan.

“Antler mau akselerasi proses belajar [bangun startup]. Ini bukan sesuatu yang bisa dipelajari di sekolah karena harus ada proses trial and error dan dilakukan sendiri. Dalam 4-5 minggu dapat pivot berkali-kali, akan diberitahu mana bagian yang perlu diperhatikan jadi tidak perlu menghabiskan waktu hingga tahunan.”

Untuk membuktikan komitmen partisipasi dari para peserta, Antler mewajibkan mereka hadir secara fisik selama program berlangsung. Tidak ada unsur paksaan untuk mengundurkan diri dari perusahaan apabila peserta masih bekerja sebagai karyawan.

“Ada yang ambil unpaid leave, ada yang bersedia untuk resign. Kami memang mewajibkan mereka untuk ketemu in-person selama 4-5 minggu pertama untuk melihat attendance-nya.”

Dalam setahunnya, Antler mengadakan tiga kali cohort untuk mengorbitkan startup-startup baru. Sejak pertama kali hadir di Indonesia pada pertengahan 2022, sekarang Antler sudah mengadakan Antler Residency yang ke-5. Cohort ini masih berlangsung dan rencananya akan selesai pada akhir tahun ini.

Tidak semua startup yang menjalankan program ini bisa mengikuti demo day di hari terakhirnya. Juga tidak semua startup pasti mendapatkan investasi tahap awal dari Antler. Namun investasi yang dikucurkan Antler per startup-nya mulai dari $125 ribu (hampir Rp2 triliun).

“Bukan berarti tidak di-invest itu startupnya tidak bagus. Tapi memang kita ada beberapa preferensi [dalam berinvestasi]. Kita bisa menghubungkan mereka ke investor di luar kami untuk peluang investasi.”

Sepanjang tahun ini, setidaknya Antler telah berinvestasi ke 19 startup. Beberapa di antaranya adalah MatchMade, Kora, dan Eten Technologies. Secara total, Antler telah memberikan investasi untuk 44 startup. Portfolio Antler
mencakup CareNow, Healthpro, BASE, Brick, Matchmade, TruClimate, dan Kora.

Untuk mendukung perjalanan portofolionya, Antler membuat dana kelolaan baru yang dikhususkan untuk pendanaan tahap lanjutan, dinamai Antler Elevate, dengan dana kelolaan sebesar $285 juta.

“Biasanya kita selalu follow-on, nominalnya tidak bisa banyak, jadi dibuat fund khusus. Kita mau jadi teman startup dari perjalanan mereka dari awal sampai akhir,” tutup Agung.

Moosa Genetics Biotech Indonesia

Startup Biotech Lokal Moosa Genetics Dapat Pendanaan Pra-Awal dari East Ventures dan Angel Investor

Startup genomik hewan Moosa Genetics mendapat pendanaan pra-awal dari East Ventures dengan nominal yang dirahasiakan setelah sebelumnya mengandalkan bootstrapping. Sejumlah angel investor ikut berpartisipasi pada pendanaan ini.

Moosa Genetics didirikan pada 2016 Dr. Ivan R Sini, PhD (Chairman), didukung Dr. Deddy F. Kurniawan, DVM (co-CEO), Jeremia Michael Sutandy (Co-CEO dan Managing Director), Prof. Arief Boediono, PhD (Chief Scientific Officer), dan Ir. Sigit Prastowo, PhD (Chief Geneticist Officer).

Misinya adalah merumuskan ulang dan menetapkan standar baru kualitas terbaik dalam industri peternakan Indonesia. Moosa akan memanfaatkan investasi tersebut untuk membangun laboratorium, tim, pemasaran, dan kemitraan daging wagyu demi memenuhi permintaan pelanggan.

“Melalui teknologi reproduksi dan molekuler hewan modern, memungkinkan kami untuk memproduksi kualitas daging lebih baik dengan harga lebih rendah, sehingga bisa memberikan manfaat besar bagi industri dan konsumen. Kami harap dapat menghadirkan lebih banyak antusiasme di bidang ini di masa depan,” ujar Dr. Ivan yang juga Ketua Umum Asosiasi Genomik Indonesia dalam keteranganr resminya.

“Pendekatan inovatif Moosa Genetics terhadap peternakan sapi melalui bioteknologi memiliki potensi mendorong revolusi industri peternakan, mengatasi tantangan dan tuntutan penting di bidang peternakan, sekaligus memastikan produksi pangan berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan pangan dalam negeri,” kata Avina Sugiarto, Partner di East Ventures.

Di sepanjang tahun ini, East Ventures terus mengucurkan investasi ke sektor kesehatan, terutama genomik dan bioteknologi. Beberapa portofolio terbarunya adalah Mesh Bio dan AMILI.

Dalam laporan berjudul “Genomics: Leapfrogging into the Indonesian healthcare future“, genomik dan bioteknologi berpotensi untuk mentransformasi ekosistem perawatan kesehatan di Indonesia. Ada empat pilar utama yang dibutuhkan untuk mendorong implementasinya secara optimal, yakni infrastruktur, investasi, sumber daya manusia, serta regulasi.

Terfragmentasi

Lebih lanjut, Moosa menilai selama ini industri peternakan sapi di Indonesia terfragmentasi. Sebanyak 80% didominasi oleh peternak skala kecil, di mana mayoritas berlokasi di Pulau Jawa. Adapun, Jawa Timur menyumbang 30% dari populasi sapi di Indonesia.

Di samping itu, peternak seringkali mengandalkan tabungan untuk biaya pemeliharaan sapi dibandingkan untuk pasar komersialisasi. Hal ini menghambat potensi pasokan daging dalam negeri secara signifikan. Sebagian besar peternak tidak memiliki keterampilan memadai untuk menangani sistem produksi, demikian juga mengembangkan bisnisnya karena keterbatasan biaya dan akses pinjaman.

Kondisi di atas membuat produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 40% permintaan daging sapi Indonesia, dan menyebabkan ketergantungan Indonesia pada impor daging sapi, khususnya dari Australia.

Moosa Genetics mengembangkan inovasi bioteknologi, memanfaatkan teknologi transfer embrio dan teknik seleksi gen inovatif, seperti CRISPR (modifikasi DNA secara selektif). Inovasi dinilai dapat meningkatkan kualitas daging dan mengurangi biaya. Perusahaan juga berupaya meningkatkan jenis sapi lokal dengan nama “Sapi Merah Putih” untuk mencapai standar unggul.

Pihaknya meyakini tidak ada solusi tunggal untuk memperbaiki genetik yang dapat menentukan versi ideal sapi lokal untuk Indonesia. “Untuk mengatasi tantangan tersebut, Moosa Genetics menekankan pentingnya kolaborasi antara pemangku kepentingan industri, penyedia platform, dan peneliti yang berdedikasi untuk menilai dan mengukur peningkatan terhadap standar peternakan sapi saat ini secara komprehensif.” Tutup Dr. Ivan.

Healthcare Fund East Ventures

East Ventures Galang Dana Kelolaan Rp472 Miliar Khusus Startup Healthcare

East Ventures mengumumkan sedang menggalang dana kelolaan baru sebesar $30 juta (sekitar Rp472 miliar) khusus diinvestasikan ke startup healthcare. “Healthcare Fund” ini sedang berlangsung proses penggalangan dananya dan diharapkan dapat segera rampung.

Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menjelaskan, dana kelolaan ini didedikasikan khusus mendanai startup healthcare dan vertikal turunannya untuk tahapan awal. Pihaknya sudah mendapat sejumlah komitmen dari LP dengan identitas dirahasiakan.

“Dari sisi industri healthcare sekarang ini, persis dengan apa yang EV lakukan pas baru mulai. Belum ada orang. Jadi yang kita lakukan, invest, create value, invest lagi, mudah-mudahan ekosistem healthcare bisa bagus,” ujarnya kepada sejumlah media di Jakarta, (18/10).

Hanya saja, Willson belum bisa memperkirakan ticket size dana yang akan diinvestasikan ke tiap startup. Dia beralasan, pihaknya masih meraba-raba karena industri ini sedikit berbeda, banyak regulasi sehingga tidak bisa buat produk yang langsung bisa dipakai.

“Jadi pengembangan produknya lebih lama, risikonya pasti lebih lama jadi fund-nya harus khusus enggak bisa digabung. Semua investasi di startup itu yang paling berat [risikonya] adalah product-market-fit. Kita enggak tahu [produk] yang dikerjakan ini bisa diterima pasar atau tidak karena semua berawal dari hipotesa.”

Ini adalah fund tematik kedua yang dibuat oleh East Ventures. Pekan lalu, VC tersebut umumkan dana kelolaan “East Ventures South Korea fund in partnership with SV Investment” dengan target dana sebesar $100 juta.

“Karena infrastruktur [digital] di Indonesia itu sudah bagus, East Ventures siap untuk ekspansi [bangun ekosistem lainnya]. Kita inginnya ekosistem healthcare di Indonesia itu bisa accessible, cost effective dan penangkalannya efektif.”

Sebelum dana ini dibentuk, East Ventures telah aktif berinvestasi pada startup dan perusahaan healthcare di Asia Tenggara. Dalam portofolionya terdapat 30 startup healthcare, beberapa di antaranya Mesh Bio, AMILI, Aevice Health, Etana, NalaGenetics, dan Nusantics, yang keduanya bergerak di genomik.

Bersamaan dengan pengumuman ini, East Ventures turut memberikan donasi kepada Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi), sebuah inisiatif Kementerian Kesehatan RI untuk memberikan layanan pengobatan presisi bagi Masyarakat pada Agustus 2022, memberikan kebutuhan sequencing berupa reagen dan bahan habis pakai yang bernilai lebih dari Rp1 miliar.

Menurut Willson, pihaknya berkontribusi pada upaya pemerintah dalam memetakan penyakit baru yang bisa terdeteksi lebih dini lewat database sampel orang Indonesia. “Negara yang bisa melakukan ini bisa lebih presisi melakukan preventing penyakit daripada saat sakit baru diobati. Kalau kita bisa melakukan ini, akan jadi leapfrog yang sangat besar.”

Dalam pengumpulan sampel genomik ini akan melibatkan tim Nalagenetics yang didukung dengan perangkat dari Kementerian Kesehatan.

Pada Februari 2023, East Ventures meluncurkan white paper “Genomics: Leapfrogging into the Indonesian healthcare future”. White paper ini merupakan hasil kerja sama East Ventures dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, di mana memberikan pemahaman komprehensif tentang peran genomik yang berpotensi untuk meningkatkan sistem layanan kesehatan di Indonesia.

AMODA Proptech

AMODA Raih Pendanaan Awal Dipimpin East Ventures dan Living Lab Ventures

Startup properti dan konstruksi AMODA memperoleh pendanaan awal dengan nominal yang dirahasiakan, dipimpin oleh East Ventures dan Living Lab Ventures. Sebelumnya, AMODA mendapat pendanaan pra-awal pada Juli 2022 yang juga dipimpin East Ventures.

“Putaran pendanaan awal ini mendorong kami untuk merevolusi lanskap properti dan konstruksi di Indonesia. Kami yakin dapat menciptakan ruang bangunan yang inovatif, mudah beradaptasi, dan ramah lingkungan dalam memberdayakan dunia usaha dan individu,” tutur Co-Founder & CEO AMODA Robin Yovianto dalam keterangan resminya.

AMODA didirikan pada Oktober 2021 oleh Robin Yovianto dan Agusti Salman Farizi (Co-Founder dan Presiden) dengan visi untuk merevolusi industri properti dan konstruksi di Indonesia.

Sejak berdiri, perusahaan mengklaim telah mengantongi pertumbuhan pendapatan 4x lipat dari tahun ke tahun. AMODA telah memperluas cakupan operasinya dengan total portofolio lebih dari 200 aset konstruksi, 50 mitra kontraktor nasional, dan menjalin hubungan dengan lebih dari 30 pemilik tanah.

“Investasi ini mencerminkan keyakinan kami terhadap visi mereka untuk mentransformasi dan mendefinisikan kembali sektor properti dan konstruksi di Indonesia. Kami telah menyaksikan pertumbuhan AMODA yang luar biasa, dan kami yakin solusi inovatif AMODA akan meningkatkan kualitas efisiensi, efektifitas, dan keberlanjutan pada sektor konstruksi,” ujar Partner East Ventures Melisa Irene.

Solusi AMODA juga disebut telah memperkuat kemitraan jangka panjang dengan lebih dari 60 perusahaan. Adapun, pendanaan ini akan dialokasikan untuk meningkatkan kapabilitas produk, teknologi, dan operasional.

Tantangan

AMODA mengungkap bahwa industri properti dan konstruksi dihadapkan pada metode konvensional yang menyebabkan rendahnya produktivitas dibandingkan sektor lain. Kurangnya transparansi dan perkiraan pada proses konstruksi mengakibatkan inefisiensi di kebanyakan proyek. Terbuangnya sumber daya dan jejak karbon dalam jumlah besar juga menjadi salah satu tantangannya.

AMODA mengembangkan inovasi yang dapat mentransformasi dan mengatasi isu pada proses konstruksi tradisional. Perusahaan menyediakan dasbor untuk memungkinkan klien melacak pekerjaan secara menyeluruh, baik dari aspek harga, konstruksi, dan penyewaan. Selain itu, AMODA juga kini menggunakan material yang dapat berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon dan proses konstruksi ramah lingkungan.

Solusinya juga memungkinkan klien  memiliki kebebasan dan bereksperimen untuk mengubah lokasi, terutama pada tahap awal merintis usaha atau bisnis mereka. Strategi ini diyakini dapat memberikan dampak signifikan bagi klien dalam memitigasi risiko.

Investasi East Ventures di proptech

Sebagai pemodal ventura yang memiliki mandat sektor agostik, East Ventures memiliki keleluasaan untuk berinvestasi ke berbagai vertikal industri. Di proptech sendiri, keseriusan East Ventures semakin tampak ketika pada 2022 lalu turut terlibat mendirikan Urban Gateway Fund bersama Sinar Mas Land, Redbadge Pacific, dan Prasetia Dwidharma. Fokusnya berinvestasi ke startup tahap awal yang bergerak pada pengembangan tata kota.

Selain AMODA, East Ventures juga sempat berinvestasi ke Tanaku, startup yang membangun platform teknologi untuk memfasilitasi pembelian dan transaksi properti secara online. Kemudian juga memberikan pendanaan awal ke Kabina, pengembang platform penyederhanaan proses konstruksi dengan memanfaatkan modularistas, pra-fabrikasi, dan bahan utama kayu. Ringkas juga sempat mendapatkan sokongan modal dari East Ventures untuk menghadirkan layanan digital guna memfasilitasi kredit hunian (KPR).

Andrew Wu (Co-Founder dan Chief Executive Officer) dan Arsen Batagov (Co-Founder dan Chief Technology Officer) / Mesh Bio

East Ventures Tambah Portofolio Startup Genomik, Kucurkan Investasi ke Mesh Bio

East Ventures mengumumkan kucuran investasi ke Mesh Bio, startup deep tech di bidang kesehatan berbasis di Singapura. Tidak disebutkan nilai investasi yang diberikan. Pendanaan ini akan dialokasikan untuk terus mengembangkan teknologi digital twin atau kembaran digital dalam manajemen penyakit kronis dan memperluas layanan Mesh Bio di pasar Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Mesh Bio didirikan sejak tahun 2018 oleh Andrew Wu (CEO) dan Arsen Batagov (CTO). Visinya untuk memberikan solusi digital mutakhir untuk mengatasi tantangan dalam manajemen pasien dan meningkatnya penyakit kronis di wilayah Asia Tenggara. Sebelumnya tahun 2023 lalu Mesh Bio juga mendapatkan pendanaan awal $1,8 juta yang dipimpin Elev8.vc dan Seeds Capital.

Isu yang ingin diselesaikan

Penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit kronis, seperti kardiovaskular dan diabetes, memberikan beban yang besar dan terus bertambah terhadap kesehatan dan pembangunan di kawasan Asia Tenggara. Di kawasan ini, menurut WHO, 62% dari seluruh kematian disebabkan oleh PTM, yang jumlahnya mencapai 9 juta jiwa.

Meningkatnya penyakit kronis menyebabkan manajemen pasien menjadi rumit, ditambah dengan kurangnya dokter, khususnya dokter spesialis, sehingga dokter umum yang kurang memiliki pelatihan spesialis di bidang endokrinologi terpaksa menangani kasus pasien penyakit kronis.

“Mengingat meningkatnya populasi lansia di seluruh dunia, Mesh Bio secara konsisten memprioritaskan pengembangan solusi inovatif untuk mengurangi hambatan perawatan kesehatan yang terkait dengan penyakit kronis. Kami senang menerima dukungan dari East Ventures, dan kami yakin bahwa pendanaan ini akan menjadi landasan yang kuat dalam mendukung visi kami dalam memecahkan masalah peningkatan beban dari penyakit kronis di Asia Tenggara,” jelas Co-Founder & CEO Mesh Bio Andrew Wu.

Telah kembangkan platform analisis prediktif

Salah satu produk yang telah dimiliki Mesh Bio adalah DARA, yakni sebuah platform yang menyediakan data pasien multidimensi secara real-time, yang mencakup riwayat kesehatan, tes laboratorium, dan gambar medis. DARA memberikan laporan visual pasien sehingga dapat membantu para dokter dalam memberikan konseling kepada pasien dan memungkinkan pasien memahami laporan laboratorium dan penyakit yang mereka derita.

Berdasarkan data tersebut, DARA menyediakan analisis prediktif untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko penyakit kronis sehingga mereka bisa mendapatkan diagnosis dan pengobatan lebih dini. Selain itu, platform tersebut juga memungkinkan para dokter untuk mendapatkan dan memanfaatkan pengetahuan dari komunitas praktisi kesehatan global yang sesuai dengan praktik dan pedoman klinis terbaik, serta penilaian pasien secara holistik.

“Pendekatan inovatif dan teknologi mutakhir Mesh Bio berpotensi menjadi salah satu fondasi untuk menyediakan sistem layanan kesehatan yang lebih baik di kawasan Asia Tenggara. Kami percaya bahwa analisis prediksi dan layanan kesehatan preventif dapat memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, dan kami yakin Mesh Bio akan memimpin revolusi ini dengan mesin digital twin mereka,” ucap Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Investasi East Ventures di startup kesehatan

Tidak hanya startup healthtech yang fokus di layanan telekonsultasi dan distribusi obat, East Ventures memilih menjajaki lebih dalam industri kesehatan sampai ke tingkat yang lebih dalam. Di dua tahun terakhir, pemodal ventura paling aktif di Indonesia tersebut menunjukkan komitmennya untuk memperluas hipotesis investasi ke startup genomik dan biotech.

Sekurangnya ada 4 startup di bidang tersebut yang telah diinvestasi tahun ini oleh East Ventures, berikut daftarnya:

Startup Solusi Tahap Investasi
Mesh Bio Layanan manajemen penyakit kronis dan analisis prediktif Seed
Etana Startup biofarmasi yang menghadirkan bahan baku obat biologis untuk kanker dan penyakit kronis lainnya Seed
AMILI Pengembang solusi pengobatan mikrobioma usus pertama di Asia Tenggara Seed
Aevice Health Alat monitoring kesehatan untuk solusi pernapasan kronis Seed

Sebelumnya mereka juga berinvestasi ke startup biotech lokal seperti Nalagenetic dan Nustantics.

East Ventures dan SV Investment, perusahaan VC dan PE berbasis di Korea, membentuk dana kelolaan baru dengan menargetkan dana $100 juta

East Ventures dan SV Investment Berkolaborasi Bentuk Dana Kelolaan Senilai Rp1,5 Triliun

East Ventures bersama dengan SV Investment, perusahaan VC/PE berbasis di Seoul, membentuk dana kelolaan baru dengan menargetkan dana sebesar $100 juta (sekitar Rp1,5 triliun). Dana kelolaan ini diberi nama “East Ventures South Korea Fund in Partnership with SV Investment”.

Dana dibuat untuk membuka koridor investasi antara ekosistem usaha di Asia Tenggara dan Korea, meliputi investasi dana, transfer pengetahuan, dan berbagi jaringan. Dana tersebut akan diinvestasikan pada startup dan perusahaan yang menjanjikan di beberapa sektor seperti biotech & healthcare, mobilitas masa depan, teknologi ramah lingkungan, media dan konten, dan lainnya.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana menjelaskan, penggalangan dana kelolaan ini menunjukkan sinergi yang kuat antara keahlian mendalam East Ventures dalam ekosistem startup di Asia Tenggara dan pengalaman SV Invesment di pasar Korea Selatan.

“Bersama-sama, kami ingin mewujudkan potensi besar dari dibentuknya koridor Indonesia-Korea Selatan ini untuk membina dan mempercepat pertumbuhan startup di kedua kawasan. Kemitraan strategis ini merupakan bukti komitmen kami untuk mendorong lebih banyak inovasi dan membentuk Asia Tenggara yang sehat dan produktif [..],” ujarnya, Jumat (6/10).

Dana kelolaan ini akan dikelola secara kolaboratif oleh kedua VC, yang bertujuan untuk memfasilitasi para startup dan perusahaan teknologi Korea dalam menarik modal asing, mempromosikan IPO perusahaan di luar negeri, dan bertukar keahlian dan pengetahuan yang berharga antarekosistem.

Selain itu, kerja sama strategis ini diharapkan dapat memberikan peluang bagi para investor untuk berinvestasi di perusahaan teknologi Asia Tenggara yang bisa bertumbuh dan berevolusi dari layanan berbasis platform konsumen ke layanan intensif teknologi.

Managing Partner SV Investment David Junghun Bang mengatakan, pihaknya melihat potensi besar di Asia Tenggara dan meyakini Indonesia bakal memimpin pertumbuhan sebagai negara dengan perekonomian terbesar di kawasan tersebut.

“Oleh karena itu, kami senang dapat berkolaborasi dengan East Ventures, perusahaan modal ventura terkemuka di Indonesia dan Asia Tenggara. [..] Saya yakin bahwa pengalaman investasi SV Investment yang telah terbukti di industri teknologi serta portofolio dan jaringan East Ventures yang luas, akan membawa perubahan positif pada ekosistem ventura di Korea dan Asia Tenggara,” imbunya.

SV Investment memiliki beberapa kantor cabang di luar negeri, di antaranya Singapura, Boston (Amerika Serikat), Shanghai, dan Shenzhen di Tiongkok. SV Investment merupakan salah satu perusahaan pemodal ventura independen Korea paling aktif di Asia Tenggara. Di Indonesia, SV Investment merupakan salah satu investor dari FinAccel (Kredivo) dan MAKA Motors.

Dana kelolaan East Ventures

Sebelumnya, East Ventures mengelola dana kelolaan yang mereka bentuk sendiri. Ada tiga kelolaan, yakni Growth Plus sebesar $250 juta (lebih dari 3,7 triliun Rupiah) yang diumumkan pada Maret 2023. Dana tersebut secara khusus akan menargetkan pada pendanaan tahap lanjutan dalam ekosistem East Ventures yang menunjukkan potensi kuat.

Kemudian, dua dana kelolaan sebelumnya, yakni Seed dan Growth disebutkan telah menerima pengembalian yang baik dan telah diperpanjang hingga $585 juta. Ini membuat total dana yang telah dihimpun East Ventures sejak tahun lalu menjadi $835 juta.

Dipaparkan, perusahaan portofolio East Ventures telah menunjukkan daya tarik yang menjanjikan. Sebanyak 60% dari portofolio berada dalam pertumbuhan EBITDA positif atau jalur yang sangat jelas menuju EBITDA positif, dan lebih dari 40% dari mereka memiliki runway setelah 2025.

“Perusahaan akan terus berinvestasi di perusahaan tahap awal dan tahap pertumbuhan melalui dana Seed and Growth, sementara dana Growth Plus akan memberi perusahaan portofolio East Ventures sumber daya untuk meningkatkan dan mencapai potensi penuh mereka,” tutup perusahaan.

East Ventures merupakan salah satu VC paling aktif berinvestasi di Indonesia. Dalam paparan sebelumnya, disampaikan hingga kuartal I 2023, sebanyak 20 startup yang telah didanai. Sebesar $6,7 miliar masuk ke dalam kategori investasi lanjutan (follow-on funding).

East Ventures juga sudah mengantongi $86 miliar annualized GMV dengan $1 miliar Asset Under Management (AUM). Tercatat sebanyak 90% portofolio mereka telah memiliki margin yang positif.