Tag Archives: Eatsy

Tujuh startup tercatat secara publik tutup di Indonesia sepanjang enam bulan pertama tahun 2020 ini.

Daftar Startup Indonesia yang Kolaps di Paruh Pertama Tahun 2020

Pandemi Covid-19 “sukses” meluluhlantakkan startup yang industrinya bersinggungan langsung dengannya, seperti pariwisata, ritel offline, juga industri pendukung lainnya yang beririsan.

Proses adaptasi harus dilakukan dengan cepat agar untuk bertahan. Mulai dari pengurangan jumlah karyawan, pivot bisnis, dan mengurangi jumlah gerai (bila bisnis ritel) harus ditempuh. Pengurangan karyawan dan pivot bisnis mulai mewarnai sejak awal karantina diumumkan.

Khusus pivot, kebanyakan dari mereka beralih ke segmen yang ramai diminati selama pandemi, seperti menjelma jadi layanan commerce untuk bahan baku sehari-hari, produk kesehatan, atau pesan antar makanan sehari-hari. Sementara untuk pengurangan karyawan, kondisi ini tidak hanya terjadi di startup yang bisnisnya masih skala kecil saja, sekaliber unicorn bahkan tidak luput dari ancaman ini.

Kenyataan terakhir adalah gulung tikar. Ini adalah keputusan paling akhir, sekaligus terberat yang diambil setelah beragam upaya penyelamatan sudah dilakukan, tapi tak kunjung membuahkan hasil.

Sejauh ini, DailySocial mencatat ada tujuh startup yang harus gulung tikar hingga paruh pertama tahun ini. Berikut daftarnya:

1. Eatsy Indonesia

Startup asal Singapura ini baru hadir di Indonesia pada November tahun lalu, namun mereka resmi tutup pada 1 April 2020.

Eatsy memberikan kemudahan untuk antrean dan pemesanan makanan di restoran. Di negara asalnya, sebelum pandemi, solusi ini diklaim berhasil mendongkrak penjualan mitra restoran hingga 1,5 kali lipat. Kesuksesan tersebut membuat mereka percaya diri untuk ekspansi ke Indonesia, pasca mengantongi pendanaan tahap awal dari East Ventures.

Di keterangan resminya, penutupan diambil karena masifnya penyebaran Covid-19. Akibatnya semakin banyak pebisnis kuliner yang menutup usahanya untuk mengurangi penyebaran virus.

2. QRIM Express

Di sektor logistik, umur QRIM Express juga baru seumur jagung. Mereka beroperasi di medio tahun lalu dan resmi tutup pada 1 April 2020.

QRIM Express, yang dulu dikenal dengan Red Carpet Logistics (RCL), adalah perusahaan logistik milik Sumitomo dan Lippo Group. Mereka punya semangat untuk merambah segmen C2C, sebelumnya diklaim kuat di B2B dan B2C.

Mereka ingin bersaing dengan layanan logistik last mile lainnya, seperti JNE, TIKI, GrabExpress, GoSend, Ninja Express, SiCepat, Paxel untuk memenuhi kebutuhan pengiriman konsumen ritel atau pengusaha online.

Berbicara soal aset, diklaim mereka memiliki 54 hub yang tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, dan Sulawesi. Ada 515 kendaraan dan 423 kurir yang tergabung. Pendapatan mereka disebutkan tembus di atas Rp1,3 triliun pada awal tahun lalu.

3. Hooq

Hooq resmi tutup pada 30 April 2020, setelah lima tahun beroperasi. Penutupannya tidak hanya untuk operasional di Indonesia, tapi juga di regional Asia Tenggara.

Pandemi menjadi salah satu faktor pemicu secara tidak langsung di balik tutupnya layanan ini. Mereka dianggap kurang suntikan modal sehingga tidak mampu bersaing dengan para pesaingnya, padahal pemegang saham Hooq adalah konglomerasi media tersohor, seperti SingTel, Warner Media, dan Sony Pictures Television.

Bisnis OTT sendiri membutuhkan perjalanan panjang untuk memberikan laporan keuangan yang hijau. Asia Tenggara adalah lahan perang yang unik buat bisnis OTT karena beragam tantangannya.

4. Stoqo

Kali ini datang dari platform b2b yang mensuplai bahan baku untuk pebisnis kuliner. Stoqo resmi tutup menjelang akhir Mei 2020.

Sebelum pandemi, prospek bisnis ini terbilang cukup cemerlang karena pebisnis tidak perlu repot untuk menyuplai bahan baku sebelum toko dibuka. Sasaran penggunanya adalah pebisnis kuliner, mulai restoran, kafe, catering, warung makanan, dan usaha minuman.

Setelah setahun beroperasi, tepatnya pada akhir 2018, mereka berhasil mengantongi pendanaan Seri A dari Monk’s Hill Partners dan Accel Partners. Juga berkesempatan mengikuti rogram akselerasi Alibaba eFounders Fellowship di Hangzhou, Tiongkok.

Ketika karantina diberlakukan, bisnis makanan, terutama restoran, turun drastis. Hal ini berdampak pada bisnis Stoqo yang terus terpukul sehingga keputusan untuk gulung tikar diambil.

5. Airy

Startup ini resmi tutup permanen setelah lima tahun beroperasi pada 31 Mei 2020. Kabar ini cukup disesalkan, namun bisa dianggap keputusan paling rasional yang diambil manajemen.

Sebelum mengambil keputusan tersebut, perusahaan mengklaim telah mengambil berbagai upaya untuk memastikan perusahaan tetap bertahan. Situasi pandemi yang tidak dapat diprediksi akhirnya menggiring pada penutupan Airy.

Startup yang terafiliasi dengan Traveloka ini diklaim memiliki 30 ribu kamar yang tersebar di 100 kota. Layanannya tidak hanya menyewakan kamar budget, tapi juga tiket pesawat, kereta api, dan layanan pemesanan untuk korporat.

6. Wowbid

Wowbid tutup
Wowbid tutup

Wowbid baru beroperasi pada awal tahun lalu, menawarkan konsep marketplace lelang secara live yang dipandu host. Tepat pada 30 Juni 2020, mereka tutup karena penjualan yang anjlok.

Wowbid menjual barang-barang tersier, sementara masyarakat saat ini kebanyakan mengalokasikan dana untuk belanja kebutuhan pokok dan kesehatan. Sebelum pandemi, mereka mengklaim telah memiliki 720 ribu pengguna terdaftar, dengan 180 ribu di antaranya adalah pengguna aktif bulanan. Bahkan mereka sudah mengantongi pendanaan pra-Seri A sebesar $5 juta dari PT Envy.

Sebelum resmi tutup, perusahaan sudah membuat sejumlah pertimbangan, misalnya tutup sementara dan beroperasi lagi setelah pandemi. Ide ini diurungkan, karena untuk masuk ke posisi top five marketplace di Indonesia bisa dibilang susah. Pelanggan Wowbid memiliki irisan dengan pelanggan platform e-commerce lain yang sudah tersohor.

7. Freenternet

Freenternet adalah startup penyedia koneksi internet gratis berbasis mobile wifi. Startup ini baru dirilis pada awal tahun ini, tapi memutuskan untuk tutup per 30 Juni 2020 kemarin.

Konsep yang ditawarkan sebenarnya menarik, karena mereka bertindak sebagai penyedia akses internet (IAP), bukan penyedia layanan internet (ISP). Untuk sumber monetisasi, Freenternet menggunakan iklan.

Dikutip dari Gizmologi, bisa jadi karena pengaruh pandemi, pengeluaran budget iklan perusahaan harus ditekan seefisien mungkin. Hal ini berdampak pada bisnis Freenternet. Dengan basis pengguna yang bisa dikatakan belum banyak, tidak mudah untuk menawarkan iklan ke klien.

Penyebaran Covid-19 menjadi alasan utama penutupan layanan Eatsy Indonesia. Di negara asalnya, Singapura, Eatsy menutup layanan secara sementara

Baru Dibuka November Lalu, Eatsy Indonesia Tutup Layanan

Baru saja  meluncur bulan November 2019 lalu di Indonesia pasca perolehan pendanaan dari East Ventures, startup Singapura yang memosisikan diri sebagai dining mobile app Eatsy mengumumkan penutupan layanan di Indonesia mulai tanggal 1 April 2020 mendatang.

Dalam pernyataan resminya, alasan utama penutupan dilakukan karena makin masifnya penyebaran virus COVID-19 di Indonesia. Akibatnya makin banyak pemilik bisnis kuliner yang menutup restoran dan tempat makan mereka untuk mengantisipasi penyebaran meluas virus tersebut. Anjuran untuk bekerja di rumah juga menjadi alasan penurunan jumlah orang yang berkunjung ke restoran dan memesan makanan.

Country Manager Eatsy Indonesia Geoffrey Wardiman kepada DailySocial enggan bercerita lebih lanjut soal penutupan ini. Di Indonesia sendiri Eatsy sudah memiliki beberapa anggota tim lokal.

Aplikasi Eatsy membantu pengguna memesan antrean dan makanan di restoran. Ketika sampai di restoran, konsumen tidak perlu lagi menunggu lama untuk antre tempat duduk dan memesan hidangan. Startup yang berbasis di Singapura disebut telah memiliki 400 rekanan merchant di Singapura. Solusi yang ditawarkannya diklaim berhasil mendongkrak penjualan hingga 1,5 kali lipat.

Penurunan bisnis kuliner saat pandemik COVID-19

Aplikasi Eatsy
Aplikasi Eatsy

Makin masifnya penyebaran virus COVID-19 secara langsung berimbas kepada bisnis kuliner di Indonesia. Menurut riset yang dilakukan Moka, daerah Jabodetabek mengalami penurunan pendapatan harian yang cukup signifikan untuk industri F&B, walau tidak setajam Bali dan Surabaya.

Anjuran dari pemerintah untuk tidak keluar dari rumah guna memperlambat laju penyebaran COVID-19, membuat masyarakat tinggal lebih banyak di rumah. Perubahan perilaku ini menyebabkan peningkatan pembelian makanan yang dibawa pulang (take-away food). Meningkat sebesar 7% di bulan Januari hingga Februari 2020.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, pihak manajemen Gojek telah meluncurkan Gojek Partner Support Fund yang bertujuan membantu mitra pengemudi dan merchant restoran tetap bisa berakivitas.

Application Information Will Show Up Here

A Singapore Based Startup Eatsy to Arrive in Jakarta, Promoting a Queue Booking App in Restaurants

Eatsy, a Singapore based startup stated itself as a “dining mobile app” announced to arrive soon in Jakarta. The firm was getting seed round from East Venture in January 2019 worth of $550 thousand.

The Eatsy app is to help users in booking queues and food in the restaurant. Therefore, when customers arrived, they don’t have to wait longer to queue for seating and ordering food.

“Using Eatsy, not only saving time but customers can also order their food peacefully. The restaurant, particularly those with small space but high demand, can cut the queue service and manage the order well,” Eatsy‘s Founder & CEO, Shaun Heng said.

To date, their team has reached hundreds of restaurants in Indonesia to join their system. They also have partnered up with Ovo for the payment system.

Meanwhile, to indulge restaurant merchants with the best experience, Eatsy also take Moka (also one of East Venture’s portfolio) for the point of sales service. The collaboration allows all orders to be integrated into a system. Meanwhile, Moka’s merchants will automatically be registered into the Eatsy app, including their menus.

In Singapore, Eatsy currently has partnered up with 400 merchants, the solution is said to increase sales by 1.5 times up.

“We’re glad to deliver Eatsy in Jakarta, furthermore, we aim to expand to the other first-tier cities in Southeast Asia,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Aplikasi Eatsy Pesan Antrean Restoran

Startup Asal Singapura Eatsy Siap Hadir di Jakarta, Tawarkan Aplikasi Pemesanan Antrean di Restoran

Eatsy, startup asal Singapura yang memosisikan diri sebagai “dining mobile app” mengumumkan kesiapan untuk segera beroperasi di Jakarta. Startup ini sebelumnya didukung East Ventures dalam seed round pada Januari 2019 lalu, dengan nilai $550 ribu.

Aplikasi Eatsy membantu pengguna untuk memesan antrean dan makanan di restoran. Sehingga saat sampai, tidak perlu lagi menunggu lama untuk antre tempat duduk dan memesan hidangan.

“Dengan Eatsy, pelanggan tidak hanya menghemat waktu, mereka juga bebas memilih makanan dengan tenang. Restoran, terutama yang hanya memiliki tempat kecil dan yang sedang diminati, dapat mengurangi antrean dan mengatur alur pemesanan dengan baik,” terang Founder & CEO Eatsy Shaun Heng.

Pihak Eatsy sejauh ini sudah menjaring ratusan restoran di Indonesia untuk bergabung dalam sistem mereka. Mereka juga menjajaki kerja sama dengan Ovo untuk sistem pembayarannya.

Sementara untuk memanjakan para merchant restoran dengan pengalaman terbaik, Eatsy juga menggandeng Moka (yang juga merupakan portofolio East Ventures) untuk layanan point of sales. Kolaborasi tersebut juga memungkinkan seluruh pesanan terintegrasi ke dalam sistem. Sementara itu merchant Moka juga akan otomatis terdaftar dalam aplikasi Eatsy, lengkap dengan informasi menu yang mereka miliki.

Saat ini di Singapura Eatsy sudah memiliki 400 rekanan merchant, solusi yang ditawarkan diklaim berhasil mendongkrak penjualan hingga 1,5 kali lipat.

“Kami sangat senang dapat menghadirkan Eatsy di Jakarta, dan ke depannya kami berharap Eatsy juga dapat hadir di kota-kota besar lainnya di Asia Tenggara,” tutup Shaun.

Application Information Will Show Up Here