Tag Archives: Echelon Asia Summit 2017

Beberapa Inovasi Startup Menarik yang Menggunakan Pemrosesan Pintar

Kecerdasan buatan menjadi salah satu tren teknologi yang saat ini sedang sangat bertumbuh, termasuk di lanskap startup di Asia Tenggara. Pada praktiknya memang banyak peluang yang dapat dijadikan peluang produk berbasis kecerdasan buatan. Dalam sebuah sesi Create Stage Echelon Asia Summit 2017 di Singapura beberapa waktu lalu, secara khusus dikompetisikan startup di bidang deeptech, startup dengan produk berbasis kecerdasan buatan.

Sebagai inspirasi sekaligus menelisik tren ke depan seputar teknologi, DailySocial mencoba menyajikan apa saja startup yang berhasil masuk lolos kualifikasi dalam bidang deeptech dan apa inovasi yang dibuat.

AiChat – Chatbot untuk Bisnis

Dalam vertikal produk berbasis kecerdasan buatan, chatbot menjadi salah satu yang paling populer saat ini. AiChat sendiri secara spesifik mencoba membantu bisnis untuk mengotomatiskan beberapa proses, seperti Customer Services, Marketing, E-Commerce Transaction, hingga Data Analytics.

01 Potensi chatbot dari presentasi tim AiChat DailySocial - Randi Eka

Melalui chatbot modern (saat ini disematkan melalui Facebook Messenger), AiChat berusaha menyelesaikan tiga permasalahan utama yang ada di korporasi. Pertama terkait dengan integrasi kanal komunikasi, selama ini cenderung terfragmentasi sehingga sulit untuk dikelola, terutama dari sisi masukan data.

Kemudian hal tersebut dilanjutkan kepada permasalahan kedua yang ingin dipecahkan, yakni untuk membawa korporasi pada tren insight-driven. Salah satu pembeda yang ingin dihadirkan AiChat ialah dukungan bahasa di negara Asia Tenggara dalam mendesain bot komunikasi.

Saat ini AiChat dipasarkan melalui dua cara, yakni Strategic Partnership dan Licensing dengan jangka waktu per 6 dan 12 bulan.

AiCar – Solusi Efisiensi Sumber Daya Mobil

Dikembangkan oleh Aidentify Inc., AiCar merupakan sebuah terobosan solusi pintar untuk diterapkan pada mobil. Sedikit berbeda, tatkala para pemain di kecerdasan buatan mengembangkan Self-Driving Car atau Connected Car, karena AiCar mencoba mengembangkan solusi Self Diagnostic Technology modern yang membantu pengguna untuk mendapatkan informasi kesehatan mobil secara keseluruhan.

02 AiCar solusi pintar untuk pengelolaan sumber daya mobil DialySocial - Randi Eka

Apa yang dikerjakan AiCar ialah menempelkan sebuah perangkat pintar untuk menjadi mekanik di mobil. Proses kerjanya ialah mendeteksi sinyal yang tidak normal dan memberikan analisis informasi kepada pengguna secara cepat melalui perangkat ponsel dan lainnya.

Flax Scanner – Meringkas Proses Digitalisasi

Startup ini mencoba memadukan dua algoritma pintar untuk layanannya, yakni Image-based Deep Learning dan Language-based Deep Learning. Sehingga memungkinkan proses Scan & OCR (Optical Character Recognition) untuk dokumen kertas. Tidak hanya itu, solusi yang dihadirkan juga mampu melakukan analisis layout, klasifikasi semantik dan koreksi.

03 Flax Scanner hadirkan solusi andal untuk digitalisasi paperworks DailySocial - Randi Eka

CryoWerx – Kotak Makan Pintar

Latar belakang pengembangan solusi ini adalah untuk memaksimalkan penjualan produk makanan, terutama di jam-jam ketika para konsumen sulit untuk melakukan mobilitas ke luar untuk membeli makanan. Kontak makan pintar yang dihadirkan hampir mirip dengan almari es atau pendingin makanan/minuman yang biasa ditemui saat ini. Perbedaannya akses untuk mendapatkan makanan di dalamnya ialah menggunakan proses transaksi melalui aplikasi mobile.

04 CryoWerx mencoba maksimalkan penjualan makanan dengan kotak makan pintar DailySocial - Randi Eka

Semua proses pemesanan dan sebagainya diproses saat pengguna melakukan transaksi melalui aplikasi. Setelah selesai hingga proses pembayaran dan lain sebagainya, pengguna tersebut dapat mengunjungi ke kotak makan pintar dan melakukan scanning kode khusus yang dibuat melalui aplikasi ke dalam kotak pintar tersebut. Sistem analisis juga disematkan ke dalam sistem penjualan yang dimiliki oleh restoran atau tempat penjualan makanan.

Igloohome – Kunci Pintu Pintar untuk Bisnis Properti

Pada layanan penyewaan properti seperti Airbnb, ada sebuah permasalahan mendasar, namun sering diabaikan, padahal permasalahan tersebut mengikis efisiensi proses transaksi yang ada, yakni proses pengambilan dan pengembalian kunci. Hal ini membuat sebuah inovasi bernama Igloohome muncul, menghadirkan sebuah perangkat engsel pintu pintar yang terintegrasi.

05 Igloohome untuk solusi pintu pintar DailySocial Randi Eka

Cara kerjanya, ketika seseorang telah menyelesaikan transaksi untuk penginapan, maka akan di-generate sebuah kode satu kali pakai untuk masuk ke dalam rumah/kamar tersebut melalui kanal admin. Kemudian pengguna dapat menggunakan kode tersebut untuk membuka pintu. Menyadari kondisi lapangan, kunci pintu yang dibuat tidak menggunakan konektivitas internet, namun menggunakan sistem yang mirip dengan konsep token internet banking.

Untuk mengakselerasi bisnis, Igloohome menjalin kerja sama khusus dengan bisnis seperti Airbnb, HomeAway dan lainnya di Asia Tenggara.

SmartPeep – Video Analisis untuk Keamanan Rumah

Pada umumnya rumah saat ini sudah dilengkapi dengan CCTV untuk memantau kondisi sehari-hari. Namun adanya CCTV umumnya sebatas merekam aktivitas yang terjadi, belum sampai pada proses antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya kejahatan. Untuk menyempurnakan sistem tersebut, SmartPeep dihadirkan.

06 SmartPeep mampu analisis gerak-gerik mencurigakan dari tangkapan CCTV DailySocial - Randi Eka

Cara kerjanya dengan melakukan analisis dari hasil tangkapan video kamera CCTV. Deteksi termasuk pada aktivitas orang di gerbang (melompat), aktivitas orang di sekitar rumah dan juga aktivitas pintu gerbang. Dengan analisis ini, SmartPeep mencoba memberikan notifikasi untuk antisipasi kepada pemilik rumah.

Arah Industri Startup Asia Tenggara di Bidang Finansial, Pendidikan, Kesehatan dan AI (Bagian 2)

Pada artikel sebelumnya (Bagian 1) kami telah membahas tentang bagaimana dua lanskap kategori startup sati ini berkembang di Asia Tenggara, yakni fintech dan AI. Selain dua kategori startup tersebut –masih menyimpulkan dari sesi Future Stage di Echelon Asia Summit di Singapura—ada dua kategori lain yang dinilai tengah dalam fase hot, yakni Edtech dan Healthtech. Di Indonesia pun startup di segmen tersebut sudah bermunculan, bahkan beberapa bertumbangan, baik yang mengerjakan di sektor B2C ataupun B2B.

Menarik, saat ada yang bisa bertahan dengan proses bisnis yang dimiliki dan beberapa lainnya harus gulung tikar –minimal pivot ke proses lain. Kendati terlihat memiliki pangsa pasar yang besar, namun membutuhkan effort lebih untuk menggeser cara-cara yang sudah ada. Tidak hanya di Indonesia, permasalahan tersebut juga tengah menjadi tantangan yang ingin dipecahkan para startup di Asia Tenggara secara umum.

Healthtech: Masih banyak tantangan sekaligus jalan untuk menjadi “disruptive”

Salah satu sesi dalam Future Stage membahas seputar “Disruptive Innovation For Better Healthcare”. Dalam diskusi panel ini dihadirkan tiga pemateri yang terdiri dari Nawal Roy (Founder & CEO Holmusk), Julien de Salaberry (Co-founder Galen Growth Asia) dan Gillian Tee (Co-founder & CEO Homage).

Salah satu poin yang awal disinggung dalam diskusi panel tersebut terkait dengan intensitas pendanaan. Jika dibanding dengan yang lain, terlebih fintech, sektor healthtech memang masih jauh. Kategori startup ini lebih minim pendanaan, pun demikian dalam hype-nya di lanskap startup secara umum.

Poin menarik tentang potensi adalah saat ini para pemain di sektor kesehatan tentang mematangkan posisinya, untuk masuk secara mendalam dari unsur teknologi perangkat keras pendukung (dukungan IoT) atau perangkat lunak (khususnya analisis data).

Sesi diskusi panel pembahasan tentang tren startup kesehatan / DailySocial - Randi Eka

Terdapat salah satu pernyataan Nawal Roy yang menjadi sebuah keniscayaan. Saat startup bermain di bidang kesehatan –jika melihat yang ada sekarang—konsentrasi mereka justru belum pada misi kesehatan secara intensif, misalnya startup yang menyerukan penyembuhan diabates, sangat sedikit yang menawarkan solusi langsung terhadap penyelesaian masalah, beberapa startup bahkan hanya memanfaatkan tren untuk pemasaran semata.

Roy turut mengungkapkan bahwa inovasi tetap menjadi fokus, namun para pemula di bidang ini justru lebih suka bergelut di masalah seputar ekonomi (khususnya makro) yang berhubungan dengan kesehatan.

Terkait dengan potensi di waktu sekarang ini, Gillian Tee lebih suka melihat startup hadir sebagai tech-enabler dalam lanskap bisnis kesehatan dan juga pengelolaan data. Tak mudah memang mendapatkan akses ke data kesehatan, namun di sana terdapat banyak hal yang bisa dilakukan. Ia juga menceritakan, bahwa memahami apa yang benar-benar dibutuhkan klien menjadi hal yang sangat krusial.

Untuk itu startup yang ia gawangi, Homade, mencurahkan tahun pertamanya untuk mempelajari apa yang berhasil dan apa yang dibutuhkan. Selain tim teknis non kesehatan, saat ini Homeage memiliki tim operasi klinis dengan spesifikasi masing-masing berpengalaman minimal 11 tahun.

“Di lapangan ini bukan hanya tentang implementasi IoT atau teknologi lain pada permasalahan (kesehatan), tapi benar-benar tentang memahami bagaimana teknologi berdampak menjadi enabler,” ujar Gillian.

Mencoba melihat dari sudut padang investor, Julien Salaberry mengatakan untuk lanskap kesehatan saat ini masih banyak pertanyaan “membingungkan”. Baik terkait dengan solusi teknologi yang digunakan ataupun pada dampak inovasi yang digarap dengan penanganan kesehatan itu sendiri. Misalnya saat membicarakan tentang bioteknologi, pertanyaannya pasti berujung pada bagaimana strategi membawa konsep tersebut ke dalam industri.

Jika melihat dari tren yang ada di Indonesia, healthtech kebanyakan mencoba memfasilitasi –baik untuk paramedis maupun konsumen—dalam bentuk layanan yang menghubungkan atau menjadi asisten virtual. Artinya apa yang dilakukan belum bisa dikatakan benar-benar “mengganggu” industri kesehatan secara umum, karena penopang dalam proses bisnisnya masih di industri yang sudah ada.

Sama seperti pada kategori lainnya, bisa jadi juga ini berkaitan dengan penerimaan calon konsumen yang ditargetkan. Secara kasat mata sangat terlihat, jika bidang kesehatan mungkin banyak konsumen yang memilih tidak untuk “bertaruh”, dalam artian mencoba hal yang baru pun ragu. Karena tingkat risikonya yang tinggi.

Namun apa pun itu, para pemateri dalam panel meyakini bahwa teknologi tetap menjadi jembatan paling penting dalam menggerakkan industri kesehatan, untuk terciptanya solusi inovatif nan efisien, dalam waktu cepat atau lambat.

Edtech: Peta layanan dan arah pertumbuhan yang semakin jelas

Tentang lanskap pendidikan, Founder & CEO Topica Edtech Group Tuan Pham menyampaikan banyak hal dalam presentasinya. Salah satu yang menjadi titik poin, saat ini layanan dan produk berbasis edtech terdiri dari empat karakteristik utama, yakni (1) on-demand learning, (2) immersive experiences (3) direct to empolyers, dan (4) guidance by AI.

Poin pertama didasarkan pada tren pendidikan yang berangsur disampaikan melalui teknologi. Dicontohkan beberapa perguruan tinggi kini mulai mengadakan kuliah online, yang berimplikasi pada kepercayaan publik terhadap efektivitas sistem pembelajaran jarak jauh.

Di Asia Tenggara menurut Pham tren ini juga mulai terjadi, bahkan di Indonesia. Memang, jika menilik beberapa startup seperti Ruangguru atau Kelase misalnya, mereka mampu menyuguhkan proses dan sistem pembelajaran melalui medium teknologi yang akrab dengan pengguna.

Founder & CEO Topica Edtech Group Tuan Pham saat menyampaikan presentasinya / DailySocial - Wiku Baskoro
Founder & CEO Topica Edtech Group Tuan Pham saat menyampaikan presentasinya / DailySocial – Wiku Baskoro

Perkembangan teknologi modern juga berpengaruh di sektor ini, terutama berkaitan dengan bagaimana konten disampaikan. Contohnya tren Virtual Reality atau Augmented Reality yang mulai ramai digarap, tak lain menggunakan unsur edukasi sebagai konten primer yang disajikan.

Sementara itu kanal pembelajaran premium juga tetap menjadi bagian penting terhadap lanskap edtech. Pham mencontohkan bagaimana Udacity dan Pluralsight memiliki segmentasi yang membuat konten di dalamnya eksklusif bagi para pelanggan, didukung dengan keahlian sistem cerdas di dalamnya yang mampu memahami kebutuhan belajar penggunanya.

Diungkapkan juga pasar ini masih tergolong sangat terfragmentasi, kuncinya adalah pada “resolving the culture”. Apa yang dilakukan Topica Edtech Group salah satunya dengan menjalin kerja sama strategis dengan institusi pendidikan resmi. Bahkan menyesuaikan pembelajaran dengan standar yang dituntut oleh negara, dalam hal ini Tropica mempraktikkan di negara Vietnam dan Bangkok.

Edtech harus benar-benar menyesuaikan dengan pangsa pasar, pun demikian ketika startup akan melakukan ekspansi. Setiap negara bahkan kota memiliki diferensiasi yang tinggi. Mulai dari cakupan segmentasi pengguna, tatanan konten, platform sebagai medium hingga strategi distribusi.

Sesi diskusi panel membahas tentang Edtech / DailySocial - Wiku Baskoro
Sesi diskusi panel membahas tentang Edtech / DailySocial – Wiku Baskoro

Ketika berbicara pada strategi monetisasi, Co-Founder & CTO Remind David Kopf menceritakan pengalamannya, bahwa diperlukan momen dan titik awal yang pas ketika mengarahkan platform pendidikan menjadi sesuatu berbayar. Apa yang ia lakukan bersama startupnya dalam bisnis model yang telah dirumuskan, selama tahun ke-1 sampai 3 fokus pada penjelajahan pangsa pasar, kemudian tahun ke-4 fokus pada growth dan baru melakukan monetisasi pada tahun ke-6.

Prosesnya pun harus disiasati dengan baik. Beberapa layanan tidak bisa dijual langsung, misalnya penyaji konten. Ketika tidak dapat dielaborasikan dengan institusi resmi seperti sekolah, maka model bisnisnya harus dijalankan setelah memiliki traksi yang kuat. Misal edX, dengan konten premium yang mereka miliki, monetisasi dilakukan dengan cara menjual sertifikat premium untuk setiap capaian belajar.

Kesimpulannya, edtech masih menyimpan sejuta potensial, perlakukannya yang harus menyesuaikan kultur pendidikan di cakupan wilayah pasarnya. Tidak semua strategi dapat berjalan baik, bahkan cenderung harus diberi perlakuan berbeda.

Arah Industri Startup Asia Tenggara di Bidang Finansial, Pendidikan, Kesehatan dan AI (Bagian 1)

Sebagai wilayah regional yang sangat berkembang dalam startup digital, Asia Tenggara kini dikatakan tengah dalam proses penguatan ekosistem di masing-masing lini kategori. Yang paling menjadi sorotan dewasa ini ada di sektor finansial (fintech), di sektor edukasi (edtech), di sektor kesehatan (healthtech) dan inovasi terkait dengan kecerdasan buatan (AI – Artificial Intelligence).

Pada pagelaran Echelon Asia Summit 2017 di Singapura di tanggal 28-29 Juni 2017, beberapa pakar dan pelaku bisnis mendiskusikan tentang tren dan tantangan startup yang bergerak pada empat bidang tersebut.

Fintech: Tren platform pembayaran belum usai, dan berpacu pada kepercayaan pengguna

Salah satu indikasi pertumbuhan di sektor ini adalah tren investasi yang tidak terbendung. Startup fintech sendiri juga berkembang signifikan di Indonesia, dari pemain early-stage hingga yang mendapat dukungan besar dari korporasi. Dalam diskusi panel yang digelar dalam Echelon, dihadirkan tiga pemateri yang terdiri dari Veiverne Yuen (Co-Founder & Managing Director Tryb Capital), Valenzia Jihsuan Yap (Founder & CEO PolicyPal) dan Anson Zeall (Co-founder & CEO Coinpip).

Tema yang disajikan ialah langkah fintech ke depan setelah berkutat pada platform berbasis pembayaran. Namun Anson Zeall, dalam perkembangan platform pembayaran pun di pasar Asia Tenggara belum usai. Inovasi masih akan terus berlanjut, seiring dengan pasar yang mulai teredukasi dan berpindah menjadi cashless society. Di beberapa negara disebutkan bahwa dominasi pembayaran masih menggunakan uang tunai, lebih parah lagi non-bankable society juga masih banyak ditemui.

Sesi Fintech dalam Future Stage / DailySocial - Wiku Baskoro
Sesi Fintech dalam Future Stage / DailySocial – Wiku Baskoro

Dari perjalanan startup fintech yang ada saat ini –termasuk di Indonesia—terdapat dua tendensi besar pada visi mereka, yakni menjadi institusi keuangan dan mengembangkan teknologi yang bisa disalurkan di masyarakat dan industri. Menurut pemateri justru kedua hal ini yang akan menentukan fintech ke depan dan akan menjadi seperti apa.

“Sebagian besar layanan keuangan, setidaknya 85% tidak dibuat di sektor konsumer (B2C), melainkan di sektor bisnis (B2B),” Veiverne Yuen.

Di lain sisi kepercayaan masih menjadi perjuangan industri untuk berkomunikasi dengan calon penggunanya. Dari pengalamannya bersama PolicyPal, Valenzia Jihsuan mengatakan, “Ini tentang membangun kepercayaan dan berada di sana setiap kali mereka membutuhkan bantuan.”

Untuk mendukungnya, keterlibatan regulator sangat dibutuhkan. Salah satu yang telah dipraktikkan adalah mendapatkan akreditasi dari Monetary Authority of Singapore (MAS) –OJK setempat, sebagai bagian dari validasi keabsahan yang dapat ditunjukkan kepada konsumen.

Bagi sebagian besar penggunanya, fintech menjadi cara baru dalam banyak aktivitas transaksi. Uang adalah hal yang sensitif, dalam artian orang baru akan mau meletakkan uang yang ia miliki manakala meyakininya bahwa ia akan mendapati keberhasilan dalam transaksi. Terkait dengan kepercayaan tadi, para panelis menilai bahwa menjadi sebuah hal penting yang harus menjadi fundamental dalam fintech, baik untuk jangka pendek dan jangka panjang.

Blockchain turut disinggung dalam panel, dengan keuntungan yang diberikan antara lain berupa portabilitas, akuntabilitas dan potensinya di luar fintech. Salah satu penerapan terbaik saat ini –sebagai bagian dari membiasakan proses di dalamnya—validitas data dapat disuguhkan sebagai bagian terpenting dalam blockchain. Sementara ini blockchain sangat bagus untuk memantau dan memvalidasi transaksi yang berjalan di atasnya.

Namun jika berbicara secara teknis, contohnya pada fintech untuk layanan asuransi seperti yang disuguhkan PolicyPal, tidak mudah menerapkan blockchain ke dalamnya. Tantangannya adalah pada perlindungan data yang menjadi bagian krusial dalam proses bisnis. Namun tidak menutup kemungkinan jika ke depan justru inovasi yang ada akan turut mendorong blockhain sebagai bagian penting dalam fintech di Asia Tenggara.

Artificial Intelligence: Hype sangat besar dan gagasan mayoritas yang masih sangat konseptual

Dalam sesi “Hype or Hope and Is there an AI bubble?” terdapat Annabelle Kwok (CEO SmartCow), William Klipgen (Managing Partner Cocoon Capital) dan Jarrold Ong (Co-founder & ‎CTO SWAT).

Berkaitan dengan pertanyaan apakah AI hanya sekedar hype semata, masing-masing panelis memiliki argumen yang berbeda. Annabelle misalnya, saat ini ia melihat hype yang begitu luar biasa terhadap AI, namun demikian bukan berarti banyak harapan yang pasti akan tercapai dengannya.

Berseberangan, Jarrold Ong dan William Klipgen, memiliki pendapat berbeda. Bahwa AI bukan hanya sekedar hype semata. Kendati demikian memang masih banyak tantangan yang masih harus dibuat lebih gamblang. Seperti kata William, masih banyak ditemui investor yang sulit memahami seberapa dalam AI tertanam pada sebuah teknologi. AI di sini jelas memberikan nilai, tapi tantangan dari sisi investor ialah menentukan seberapa besar hype yang ada dan berapa nilainya.

“Singapura (dan Asia Tenggara pada umumnya) memiliki sedikit inovasi dan lebih banyak aplikasi teknologi, inovasi AI lebih banyak terjadi di Silicon Valley,” Klipgen.

Sesi Artificial Intelligence dalam Future Stage / DailySocial - Wiku Baksoro
Sesi Artificial Intelligence dalam Future Stage / DailySocial – Wiku Baksoro

Dalam praktik implementasinya, Jarrold Ong menerangkan bahwa untuk beberapa produk tidak perlu dipaksakan menggunakan AI. Dalam artian, dalam sistem secara keseluruhan AI hanya perlu diterapkan pada apa yang benar-benar dibutuhkan. Karena pada dasarnya saat AI berelaborasi pada suatu layanan, maka kapabilitas data akan diuji di sana.

Pertanyaan terbesarnya, ketika berbicara tentang AI maka startup akan berkompetisi langsung dengan pemain besar seperti Google atau Microsoft, dengan investasi yang sangat besar di divisi tersebut. Menurut Klipgen, metrik untuk mengukur kecerdasan produk perusahaan bisa menjadi proposisi bisnis potensial. Aplikasi yang dibawa ke industri memiliki sifat yang sangat kustom, dengan menunjukkan bahwa memiliki strategi pemecahan pada masalah yang signifikan.