Tag Archives: ecosystem

Kesenjangan Ekosistem Startup Indonesia

Accelerating Asia Menilai Masih Ada Kesenjangan di Ekosistem Startup Indonesia

Lanskap investasi dan ekosistem startup di Indonesia diprediksi terus bertumbuh di tahun mendatang. Namun Co-founder Enterprenuer in Resedince and Program Director Accelerating Asia Craig Dixon menilai kesenjangan masih terjadi pada ekosistem ini.

Sebagai akselerator yang fokus di Asia Tenggara, Dixon melihat ada dua kesenjangan, yakni pendanaan startup tahap awal (seed) dan investor. Dari sisi startup, masalah ini dialami mereka yang belum punya traction dan model bisnis yang scalable. Selain sulitnya mencari pendanaan, startup belum punya pengalaman untuk mengelola investasi.

“[Kalau] investor cari jutaan dolar, mereka tidak tahu cara menggunakannya secara efisien untuk membangun bisnis yang lebih besar. Ini yang kami fokuskan, ketika program selesai, mereka bisa lebih siap [mencari dana] ke VC, dan bisa bergerak lebih independen,” ujar Dixon di sela wawancara media di Jakarta.

Dari sisi investor, Dixon juga menilai Indonesia kekurangan investor yang cerdas. Menurutnya, investor yang berinvestasi di sini cenderung duduk diam dan menunggu hasil. Mereka tidak tahu cara berinvestasi dan lebih berkompetisi secara jumlah deal.

Maka itu, ujar Dixon, Accelerating Asia masuk untuk mengisi kesenjangan yang terjadi di ekosistem ini. Jika kesenjangan pendanaan diatasi lewat program akselerasi, ia juga menjalankan program workshop bagi investor.

“Kami sudah pernah menjalankan dan punya program workshop untuk angel investor. Kami coba edukasi both sides, yaitu startup dan investor. Kegiatan ini bakal bagus [jika] dijalankan di Indonesia,” paparnya.

Di samping itu, Dixon menilai program akselerasi independen yang dijalankannya memberinya keleluasaan dalam mendorong pertumbuhan startup. Menurutnya, program akselerasi yang disponsori pemerintah atau korporasi dinilai melemahkan posisi startup yang valuasinya belum seberapa.

Di Asia Tenggara tidak ada program independen karena kebanyakan disponsori oleh pemerintah atau korporasi yang memutuskan term investasinya. Kebanyakan akselerator kasih pendanaan $10 ribu-$25 ribu ke startup yang valuasinya belum tinggi,” tuturnya.

Penyebaran investasi dan model bisnis yang berbeda

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menelurkan sejumlah unicorn. Dixon menilai pencapaian ini menjadi sinyal baik bagi ekonomi digital di Indonesia. Pasalnya, ada kemungkinan mereka yang bekerja di unicorn sejak awal, keluar dari perusahaan dan membangun startup sendiri. Fenomena ini sudah banyak terjadi di Silicon Valley.

Di tahun-tahun mendatang, Dixon menantikan penyebaran investasi startup di Indonesia tak lagi terbatas pada unicorn atau startup dengan valuasi tinggi saja. Ia menyebutkan sebanyak triliunan dolar AS masuk ke Asia Tenggara, tetapi 80 persen masuk ke unicorn. Tidak meninggalkan sisa bagi startup-startup yang baru tumbuh.

Demikian juga model bisnis, ia berharap Indonesia dapat menelurkan startup dengan model yang berbeda dari yang sudah dijalankan oleh unicorn Indonesia, seperti Gojek dan Tokopedia.

“Di sisi lain, saya ingin lihat lebih banyak startup berkesempatan menghasilkan pendapatan dengan model bisnis berbeda, tidak seperti WeWork dan Uber. Memang uang masuk ke investor dan kelas menengah jadi kaya, tapi di mana nilai kreasi yang sesungguhnya?” Tutupnya.

Program akselerasi angkatan kedua dimulai

Accelerating Asia mengumumkan program akselerasi angkatan keduanya yang akan dimulai pada Januari 2020. Sama seperti program pendahulu, tahapan kedua ini akan fokus pada startup di tahap awal (early stage).

Dixon menyebutkan tidak ada sektor tertentu yang menjadi kriteria utama program ini. Akan tetapi, ia menyebutkan program akselerasi ini akan cenderung ke segmen B2B.

Hal ini karena ia, jaringan mentor, dan investor yang tergabung di dalamnya kebanyakan memiliki latar belakang dan pengalaman kerja di bidang B2B. “Ini semacam legacy makanya program yang kami buat juga kebanyakan fokus pada B2B,” ujarnya di sela Media Interview di Jakarta.

Accelerating Asia adalah akselerator independen berbasis di Singapura. Mereka baru saja meluluskan peserta program angkatan pertama yang telah menyelesaikan kegiatan akselerasi selama empat bulan. Dari ke-10 peserta, Datanest adalah satu-satunya dari Indonesia.

Adapun, pendaftaran program akselerasi angkatan kedua telah dibuka sejak pekan ini dan akan ditutup pada November mendatang.

Ekosistem Startup Brazil

Berbincang tentang Ekosistem Startup Brazil dan Rencana “In Loco” Masuk ke Indonesia

Meskipun tidak terlalu sering terdengar keberadaanya, namun saat ini ekosistem startup di Brazil mengalami pertumbuhan yang cukup positif. Sedikitnya hingga akhir tahun 2018 sudah ada 6 startup unicorn asal Brazil dan beberapa layanan fintech yang sudah melakukan IPO.

Kepada DailySocial, Head of Startup Ecosystem In Loco, Felipe Matos, menyebutkan alasan utama mengapa startup asal Brazil tidak terdengar namanya, karena fokus mereka mengembangkan bisnis di negara asal saja. Kawasan yang disasar oleh startup Brazil adalah negara terdekat di Amerika Selatan dan Amerika Latin.

Untuk memperluas bisnis dan mengembangkan produk yang ada, Felipe berniat untuk menjalin kerja sama dengan startup Indonesia. Dengan pengalamannya sebagai CEO dan Head of Ecosystem Startup Farm di Brazil, yang selama ini fokus membantu startup dalam program akselerator, diharapkan pengalaman bisa membantu entrepreneur asal Indonesia.

“Pada dasarnya Brazil dan Indonesia memiliki kesamaan, mulai dari sisi demografi, infrastruktur, regulasi hingga logistik. Karena alasan itulah saya datang ke Indonesia,” kata Felipe.

Menguasai regulasi dan kebijakan pemerintah

Selain pengalamannya sebagai mentor, investor dan pengusaha; Felipe sebelumnya pernah bekerja di pemerintahan, sehingga memiliki pengetahuan yang cukup soal regulasi dan kebijakan pemerintah terkait startup. Terutama dengan pendekatan yang sebaiknya dilakukan oleh entrepreneur, terkait dengan membina hubungan yang baik dengan regulator dan mematuhi semua kebijakan yang ditetapkan pemerintah.

“Idealnya semua startup harus bisa secara kreatif menciptakan produk yang dibutuhkan dan langsung diluncurkan kepada target pengguna. Jika pada akhirnya pemerintah menetapkan peraturan khusus, baru lakukan pendekatan kepada regulator. Namun demikian cara ini tidak berlaku untuk layanan fintech,” kata Felipe.

Selain persoalan regulasi yang harus diprioritaskan oleh startup adalah persoalan talenta, relasi, hingga permodalan agar startup bisa berhasil. Tanpa adanya dukungan tersebut, menurutnya bukan hanya ekosistem yang tidak tercipta, namun juga kesempatan dan potensi startup untuk berkembang.

Meskipun telah memiliki startup unicorn, Indonesia saat ini dinilai masih kurang menarik perhatian investor lokal untuk kemudian menjadi key player dalam pembiayaan dan pendanaan startup lokal. Masih didominasi oleh investor asing, hal tersebut menurut Felipe bisa menjadi pemicu investor lokal untuk mulai berinvestasi. Sementara itu secara global, masuknya investor asing ke startup Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk berinvestasi, dilihat dari geliat startup lokal.

“Kisah sukses seperti Go-Jek, Tokopedia dan startup lainnya yang banyak mendapatkan pendanaan dari investor asing bisa menjadi pembelajaran di tahap awal. Untuk selanjutnya investor lokal mulai bisa menjadi pemain utama untuk mendukung pertumbuhan startup Indonesia,” kata Felipe.

Memperkenalkan startup asal Brazil ke Indonesia

Rencananya jika sesuai dengan jadwal, Felipe berniat untuk menghadirkan startup asal Brazil bernama In Loco ke Indonesia tahun 2019 mendatang. Startup yang memiliki teknologi geo-location ini diklaim bisa membantu startup seperti Go-Jek, Grab, hingga OVO melakukan kegiatan promosi, meningkatkan performa navigasi dengan teknologi yang dimiliki oleh In Loco.

Startup yang sudah hadir sejak 5 tahun lalu di Brazil tersebut saat ini sudah memiliki sejumlah klien yang besar dan dalam waktu dekat akan mengumumkan pendanaan Seri B.

“Berbeda dengan Google Maps dan teknologi navigasi GPS lainnya, In Loco mampu menentukan titik di dalam ruangan dengan memanfaatkan daya baterai yang sangat minim. Kami juga memiliki platform pemasaran yang bisa dimanfaatkan semua bisnis,” kata Felipe.

Nokia Lumia Developer Day: 173 Apps, 8 Winners

Nokia Lumia Developer Day event from 4th – 5th February 2012 have been completed. The event attended by more than 800 participants from various regions of Indonesia.

This event was held by Nokia and Microsoft to welcome the official presence of Nokia Lumia 800 and 710. It was an event for the ecosystem development in Windows Phone platform (the application).

Yesterday event was quite interesting; especially for coding business – beyond the material – it started at 7 pm until morning. I don’t know for sure if the amount of contestants in the last 24 hours is the same with those who have followed the seminar from morning until afternoon, but there was no significant change in terms of number. Almost all seats are filled and the participants follow this coding event for more than 15 hours until the next morning.

According to the organizers, there are about 173 applications at the coding closing session and the applications submission. From these 173 applications, only 21 were selected. At the end, 8 applications (chosen by Narenda Wicaksono, Coach Co-ordinator and Irving Hutagalung) were qualified as the winner and got one Lumia phone 800 each.

Continue reading Nokia Lumia Developer Day: 173 Apps, 8 Winners

An Interview with Irving Hutagalung About Windows Phone Marketplace, The Application Availability and The Developer Day Event

In between the Nokia Lumia Developer Day, DailySocial has the opportunity to meet Irving Hutagalung (an Marketing Manager-Developer and Platform Group Microsoft Indonesia) and talked about various things, including marketplace for Indonesia’s customers as well as the preparation for Windows Phone platform application availability, the purchase of application and some other things related to the ecosystem for Windows Phone.

Nokia Lumia Developer Day was held on 4th – 5th February 2012. The event was attended by more than 800 participants from various cities such as Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Depok, Cirebon, Madura, Bogor, Cianjur, Sumedang Yogyakarta and other cities. It also obtained MURI record for the category of biggest number of Windows Phone application – the Nokia Lumia – developed simultaneously. The show is filled with technical education about Windows Phone application development and how to market it.

Continue reading An Interview with Irving Hutagalung About Windows Phone Marketplace, The Application Availability and The Developer Day Event

Ecosystem is Key in Mobile Industry and Nokia has the Right Pieces to Play

I spent most of Thursday with product managers and PR agents for Nokia Indonesia as the company locally launched its flagship qwerty+touchscreen phone, the Asha 303. The phone, which I think is going to be a pretty strong contender in a mobile market like Indonesia, carries the S40 operating system but offers capabilities popularly sought from more expensive smartphones. We discussed on a lot of points regarding Nokia’s position in the country as well as among competitors.

Yes, Nokia has fallen on hard times, the once mighty creator of the smartphone product category is down in the dumps. Sales dwindled, market share took a nosedive, profits flew the coop, its shares are no longer traded on many of the world’s largest stock markets.

In my hand was my N9 which was just brought back from a coma. We spoke about Nokia’s music strategy and the mobile market in Indonesia. I had been using Nokia Music in my N9 and figured I could give them some of my thoughts about the service directly.

Continue reading Ecosystem is Key in Mobile Industry and Nokia has the Right Pieces to Play

Application Synergy with Facebook Timeline Helps Technology Startup Ecosystem to Grow

Mark Zuckerberg on his keynote announces an innovation from Facebook on F8 2011. F8 is an annual developers’ conference event. If you are interested to watch the keynote video, you may access the F8 page. There are two interesting things for customers and developers. The first one is the Timeline appearance. The second synergy is the Facebook status and update with application connected through API.

The first innovation is the Timeline. With Timeline, your Facebook profile will be like open book. Stories, photos, video, will be shown away to the bottom. You will not find difficulties to see the important moment from your friend because all of it is shown on her profile. For some people, it will be the first issue dealing with privacy. Therefore, this is the time for you to think twice before you approve every friend request because they all will get access to see anything shown on your profile.

Continue reading Application Synergy with Facebook Timeline Helps Technology Startup Ecosystem to Grow