Tag Archives: Edo Windratno

Startup fintech remitansi Transfez memperkenalkan Jack yang memfokuskan diri sebagai platform manajemen keuangan komprehensif

Jack Resmikan Kehadiran, Usung Kemudahan Manajemen Keuangan Perusahaan

Startup fintech remitansi Transfez memperkenalkan produk baru yang berbeda dari sebelumnya. Bernama “Jack”, layanan ini memfokuskan diri sebagai platform manajemen keuangan komprehensif untuk bantu tim keuangan di perusahaan.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Jack dan Transfez Edo Windratno menjelaskan inisiatif awal Jack dimulai setelah Transfez beroperasi. Ditemukan data bahwa para penggunanya ada yang datang dari kalangan UMKM. Mereka memanfaatkan solusi remitansi untuk bayar tagihan ke vendornya di luar negeri.

“Yang mana saat itu, legacy player masih mewajibkan konsumennya untuk datang [ke kantor cabang] untuk kirim uang. Dari sana kita tahu ada insight untuk B2B yang akhirnya launch Transfez for Business untuk bantu korporasi transfer uang,” ujar Edo.

Berjalannya waktu, ditemukan lagi kondisi bahwa ternyata transfer uang adalah satu dari sebagian kecil masalah finansial yang dihadapi oleh korporat. Terlebih lagi, di Indonesia itu untuk bisnis remitansi di kalangan ritel tergolong receiving countries bukan sending countries, mengingat banyak tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri dan mengirim uang untuk keluarganya di tanah air.

Dengan kata lain, untuk mendorong remitansi dapat bertumbuh lebih eksponensial harus masuk ke segmen B2B.

Transfez sebagai perusahaan pada umumnya juga mengalami isu tersebut. Kemudian divalidasi langsung ke lapangan sampai akhirnya mantap untuk membuat brand baru secara terpisah. Transfez for Business itu sendiri merupakan produk yang usianya baru sembilan bulan lalu dihadirkan oleh perusahaan.

“Jack dan Transfez for Business ini sangat jauh berbeda [dari segi fitur]. Sementara itu, Transfez sudah dikenal sebagai brand remitansi, akhirnya kami gunakan Jack agar lebih fresh.”

Edo pun memastikan bahwa secara brand, Jack dan Transfez merupakan entitas terpisah yang masih dalam satu entitas perusahaan. Hanya saja, fokus kedua brand tersebut berbeda. Transfez fokus pada layanan transfer lintas negara untuk kalangan ritel, sementara Jack bantu konsumer korporasi yang sudah berbadan usaha dengan solusi yang lebih kompleks.

Terkait pencapaian Transfez sejauh ini, disebutkan lini ini sudah cetak untung karena telah memiliki unit economic yang sehat dan mampu mengakuisisi pengguna secara organik. Diklaim pertumbuhan jumlah transaksi naik 6,2 kali lipat per tahunnya. Profil penggunanya berasal dari ekspatriat, pelajar, orang tua, dan pengusaha importir.

Produk Jack

Diterangkan lebih jauh, Jack dikembangkan sebagai respons terhadap berbagai tantangan keuangan yang dihadapi oleh bisnis di Indonesia, seperti akses terbatas pada kartu kredit korporat dan prosedur keuangan yang tidak efisien. Dengan memanfaatkan kekuatan teknologi AI terdepan, Jack merevolusi proses keuangan dan meningkatkan produktivitas hingga sepuluh kali lipat dengan memperhatikan tingkat privasi dan keamanan data.

CEO Jack dan Transfez Edo Windratno / Jack

Jack menyediakan rangkaian solusi keuangan komprehensif, di antaranya Corporate Cards, Reimbursement, Bill Payment, Local Transfer, dan International Transfer. Platform ini membantu bisnis menyelesaikan permasalahan desentralisasi yang didapat dari penggunaan beberapa platform dan vendor berbeda, dengan menawarkan solusi holistik untuk meningkatkan kualitas kontrol finansial berdasarkan dengan data real-time dan tersentralisaasi pada sistem.

Dengan Jack, pemilik bisnis dan tim finansial bisa memiliki kontrol penuh atas pengeluaran perusahaan, meningkatkan akuntabilitas karyawan melalui tracking system secara real-time, mengotomasi pembayaran, memangkas biaya transaksi, dan mengurangi beban kerja tim finance. Dilengkapi dengan alur approval yang mudah melalui aplikasi mobile atau portal, Jack membantu setiap kliennya untuk dapat mengelola keuangan secara fleksibel.

“Yang membedakan kami adalah adanya integrasi antara submission, approval hingga payment-nya. Problem-nya selama ini disintegrasi financial software, ada yang pakai tools a, tools b, kami bisa integrasikan itu semua. Flow-nya dapat diatur dan ketika ada approval, dana bisa langsung di-disburse.”

Edo mencontohkan, untuk kebutuhan reimburse, tim finance dapat onboard para karyawan untuk memfoto tagihan lalu submit ke platform. Setelahnya akan masuk ke proses approval di tim finance. Tak hanya tim finance saja, tapi sistem di Jack dapat dikostumisasi orang terakhir yang dapat approve untuk setiap pengajuan.

“Ketika orang terakhir yang ditunjuk sudah approve untuk reimburse, engine kita bisa tembak untuk mulai transfer. Itu baru untuk reimburse, masih ada banyak pengeluaran lainnya yang akan kita kembangkan dengan fitur-fitur demi memangkas waktu kerja tim finance.”

Diklaim, dalam beberapa bulan setelah peluncuran Jack versi beta melalui platform Transfez for Business, kemampuan Jack telah diakui oleh para klien di berbagai skala bisnis, mulai dari UKM, startup, hingga korporasi, seperti Visinema, Adhimix Precast Indonesia, Impactto, dan Love Bonito.

Jack telah membantu para klien memangkas total waktu kerja tim finance hingga 7,800 jam, serta menghemat biaya transaksi dan operasional hingga 60% atau senilai lebih dari Rp 30 miliar per tahunnya.

Karena solusi Jack ini sektor agnostik, artinya perusahaan dapat menjangkau semua vertikal bisnis yang memiliki 10-250 karyawan. Diharapkan ke depannya semakin banyak klien korporasi yang dapat bergabung. Solusi sejenis juga ditawarkan oleh pemain asal Singapura, Aspire.

Application Information Will Show Up Here

Transfez Secures Seed Funding Led by East Ventures and BEENEXT

After announcing fundraising plan last year, the fintech platform Transfez that offers digital remittance services today (5/19) just finalized its seed round. This round was led by East Ventures and BEENEXT.

“We are very pleased to have two well-known investors supporting Transfez’s mission. Currently, cross-border payments are complex due to different terms and payment channels in each country. As a result, transactions are expensive and time-consuming. Our goal is to simplify the complex process,” Transfez’ CEO, Edo Windratno said.

The company plans to use the fresh money for product development and market penetration. Currently, Transfez serves the B2C sector offering money transfer services to 26 foreign currencies in more than 50 countries. In addition, Transfez will also expand its services to the B2B payment sector in the near future.

Was founded in early 2020, Transfez has processed a total of IDR1.5 trillion ($105 million) transactions. Apart from the Covid-19 pandemic, they also claim to have experienced a 30 times growth of transactions processed in the past year.

Transfez offers international money transfer services cost up to 10 times lower than conventional banks with an all-digital and real-time process. Customers can send and receive their money in minutes because Transfez has liquidity in every country where the company operates.

“We believe that the Transfez team has the ability to serve millions of Indonesians to send and receive money digitally around the world in a more cost-effective, seamless and secure way,” East Ventures’ Partner, Melisa Irene said.

The rise of remmittance players in Indonesia

Since 2015, there are many remittance services provided by foreign to local platforms in Indonesia. One of the main reasons is to cater for the large number of migrant workers abroad in terms of sending money to their families back home.

The Central Bureau of Statistics (BPS) reports that there are around 276,553 migrant workers abroad. Taiwan, Malaysia and Hong Kong are three most favorite harbor for our workers. Meanwhile, the number of Indonesian students studying in other countries is 20,225 people. Both students and the workforce are the foundation of the remittance business, but the market might continue to widen.

Aside from fintech platforms such as Transfree, Xendit, TransferWise, Wallex, Zendmoney, OY!, TrueMoney, RemitPro which try to offer similar services, banking services like BNI have started to actively develop their technology by establishing strategic collaborations with related parties to strengthen remittance services.

Meanwhile, BRI Ventures is involved in funding Nium, a remittance startup from Singapore.

Yusuf Rendy Manilet, an economist from the Center of Reform on Economics (CORE), said that the popularity of remittances this year cannot be separated from its huge potential. The opportunity remains as digital players are yet to reach all layers put remittances as the next most promising fintech service derivation.

One of the factors driving the large potential for remittances is the number of Indonesian workers and students abroad. Moreover, Yusuf said, Indonesia will experience a demographic bonus. The growth of the productive age will pick up – something he considers reassuring investors of the prospects for the remittance business.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Awal Transfez

Transfez Kantongi Pendanaan Tahap Awal Dipimpin East Ventures dan BEENEXT

Setelah tahun lalu sempat mengutarakan rencana penggalangan dana, platform fintech yang menawarkan layanan remitansi digital Transfez hari ini (19/5) mengumumkan baru menyelesaikan putaran tahap awal mereka. East Ventures dan BEENEXT terlibat memimpin pendanaan ini.

“Kami sangat senang memiliki dua investor ternama yang mendukung misi Transfez. Saat ini, pembayaran lintas negara rumit karena adanya persyaratan dan jalur pembayaran yang berbeda-beda di setiap negara. Akibatnya, transaksi menjadi mahal dan memakan waktu. Tujuan kami adalah menyederhanakan proses yang rumit tersebut,” kata CEO Transfez Edo Windratno.

Dana segar ini akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk pengembangan produk dan penetrasi pasar. Saat ini, Transfez melayani sektor B2C yang menawarkan layanan pengiriman uang ke 26 valuta asing di lebih dari 50 negara. Selain itu, Transfez juga akan memperluas layanannya ke sektor pembayaran B2B dalam waktu dekat.

Diluncurkan pada awal tahun 2020 lalu, saat ini Transfez telah memproses total transaksi senilai Rp 1,5 triliun ($105 juta). Terlepas dari pandemi Covid-19, mereka juga mengklaim telah mengalami pertumbuhan sebesar 30x lipat dalam jumlah transaksi yang diproses dalam satu tahun terakhir.

Transfez menawarkan layanan transfer uang internasional berbiaya hingga 10x lebih rendah dibanding bank konvensional dengan proses yang serba digital serta real-time. Pelanggan dapat mengirim dan menerima uang mereka dalam hitungan menit karena Transfez memiliki likuiditas di setiap negara tempat perusahaan beroperasi.

“Kami percaya bahwa tim Transfez memiliki kemampuan untuk melayani jutaan orang Indonesia untuk mengirim dan menerima uang secara digital di seluruh dunia dengan cara yang lebih hemat biaya, lancar, dan aman,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Maraknya pemain remitansi di Indonesia

Sejak tahun 2015 lalu layanan remitansi sudah banyak dihadirkan oleh platform asing hingga lokal di Indonesia. Salah satu alasan utama adalah, untuk meng-cater banyaknya pekerja migran dan TKI di luar negeri dalam hal pengiriman uang kepada keluarga di tanah air.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah TKI di luar negeri berjumlah 276.553 orang. Taiwan, Malaysia, dan Hong Kong merupakan tiga tujuan favorit bagi pekerja kita. Sedangkan jumlah pelajar Indonesia yang menimba ilmu di negara lain 20.225 orang. Baik pelajar maupun tenaga kerja merupakan fondasi bisnis remitansi, namun pasar mereka berpotensi terus melebar.

Bukan hanya platform fintech seperti Transfree, Xendit, TransferWise, Wallex, Zendmoney, OY!, TrueMoney, RemitPro yang mencoba untuk menawarkan layanan serupa, layanan perbankan seperti BNI juga mulai aktif mengembangkan teknologi mereka dengan menjalin kolaborasi strategis dengan pihak terkait untuk memperkuat layanan remitansi.

Sementara BRI Ventures terlibat dalam pendanaan Nium, startup remitansi asal Singapura.

Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai, popularitas remitansi di tahun ini tak lepas dari potensinya yang memang besar. Potensi besar yang relatif belum lama terjamah oleh pemain digital menempatkan remitansi sebagai derivasi layanan fintech berikutnya yang paling menjanjikan.

Salah satu faktor pendorong besarnya potensi remitansi adalah jumlah tenaga kerja dan pelajar Indonesia di luar negeri. Terlebih, menurut Yusuf, Indonesia akan mengalami bonus demografi. Pertumbuhan kelompok usia produktif masih akan meningkat — sesuatu yang ia anggap meyakinkan para investor akan prospek bisnis remitansi.

Application Information Will Show Up Here
Wabah Covid-19 tak menghalangi pemain remitansi tetap bersinar. Kabar pendanaan, perluasan layanan, serta kehadiran pemain baru jadi indikator positif.

Pandemi Tidak Halangi Sinar Bisnis Remitansi di Indonesia

Wabah Covid-19 menjadi alasan utama banyak sektor ekonomi melesu di seluruh dunia. Momen-momen seperti ini selalu memunculkan suatu sektor atau pemain industri yang justru bersinar. Bisnis remitansi adalah salah satunya. Pandemi ternyata tidak menghalangi sinar potensi pasar pengiriman uang khususnya di Indonesia.

Selama masa pandemi ini, kami mencatat ada sejumlah sinyal positif dari pasar yang menunjukkan performa bisnis remitansi tetap kinclong. Kemunculan pemain baru, kabar pendanaan, hingga ekspansi pasar menjadi catatan-catatan menggembirakan dari bisnis ini.

Mendulang momen di kala pandemi

Kami berbicara dengan dua pemain lokal remitansi untuk melihat catatan positif vertikal ini, Transfez dan Topremit. Transfez, yang awal tahun ini telah menjangkau 37 negara, kini jejaknya sudah ada di 47 negara di 5 benua berbeda. Hal ini menunjukkan komitmen mereka menjangkau total 80 negara tahun ini tidak goyah.

Di aspek kecepatan pun, Transfez berhasil meningkatkan kualitas layanannya. Beberapa negara tujuan populer, seperti Singapura, bahkan hanya butuh beberapa detik untuk memperoleh kiriman uang dari pengguna di Indonesia. Negara lain yang punya kecepatan serupa adalah Inggris, Australia, Hong Kong, Filipina, Vietnam, India, Nigeria, Meksiko, hingga Ghana.

“Penambahan negara jangkauan serta peningkatan kecepatan pengiriman tersebut berkontribusi terhadap penambahan jumlah pengguna Transfez. Sejak pandemi COVID-19 di bulan Maret 2020, jumlah pengguna Transfez telah meningkat lebih dari 400%,” terang Head of Marketing & Communication Transfez Diandra Bernadin.

Performa baik juga dialami Topremit. Startup asal Medan ini memperluas jangkauan pasarnya selama pandemi menjadi 55 negara tujuan. Korea Selatan, Turki, dan negara-negara Eropa menjadi tambahan tujuan baru bagi pengguna mereka.

Kecepatan memang jadi faktor penting kualitas layanan remitansi. Topremit mengamini aspek tersebut. Hal ini terlihat dari durasi pengiriman uang dari pengguna di Indonesia ke Korea Selatan, Singapura, dan Inggris Raya yang hanya membutuhkan hitungan menit.

“Kemarin di akhir 2019, kami berhasil memproses lebih dari 280 miliar Rupiah dengan 16.000 user yang mendaftar dan dalam 6 bulan terakhir ini. Transaksi [saat ini] sudah mencapai lebih dari Rp612 miliar dengan 35.000 user,” tukas CEO & Co-Founder Topremit Hermanto Wie.

Faktor pendorong pertumbuhan

Cerahnya perkembangan bisnis remitansi tidak hanya terjadi di Transfez dan Topremit. Beberapa kabar positif datang dari pemain lain. Misalnya pendanaan yang berhasil diperoleh Wallex Technologies awal bulan ini. Wallex, yang mengantongi izin transfer dana dari Bank Indonesia sejak 2018, sukses menggaet pendanaan Seri A dari BAce Capital, SMDV, dan Skystar Capital.

Suntikan dana juga diperoleh Nium, pemain remitansi asal Singapura yang beroperasi di Indonesia. BRI Ventures dan VISA menjadi dua nama yang berpartisipasi memberi pendanaan kepada Nium. Hingga kuartal pertama 2020, Nium dilaporkan sudah mengantongi nilai transaksi sebesar $2 miliar.

Pemain baru yang ikut menjajaki peruntungan bisnis remitansi adalah OY! Indonesia. OY! Indonesia, yang notabene adalah platform wallet aggregator, meluncurkan layanan remitansi pada awal Maret. Saat ini layanan anyar mereka sudah menjangkau Singapura, Malaysia, India, Korea Selatan, dan Tiongkok.

Transfez menjelaskan, situasi pandemi yang menuntut segala hal serba praktis dan beraktivitas dari rumah saja justru mempertebal posisi pemain remitansi digital seperti mereka. Selama ini pasar remitansi Indonesia didominasi bank dan pemain konvensional yang memerlukan kehadiran fisik di kantor cabang atau agen terdekat untuk mengirim uang.

“Bagi kami, krisis menyimpan kesempatan. Dan ini adalah waktu dan kesempatan yang tepat bagi kami untuk memperkenalkan Transfez secara luas,” jelas Edo Windratno, CEO & Co-Founder Transfez.

Sementara Hermanto menjelaskan, kondisi wabah memang mewajibkan pemain remitansi untuk lebih cepat dan lebih luas memberikan layanannya. Situasi karantina wilayah di banyak negara banyak membuat pengguna jasa remitansi berpaling ke platform online seperti mereka.

“Selama pandemi ini, banyak sekali orang yang ingin mengirimkan uang kepada keluarga tercinta di luar negeri karena situasi yang prihatin saat ini. User dan transaksi kami justru meningkat karena tidak nyaman bagi mereka untuk keluar rumah dan melakukan transaksi offline seperti sebelumnya,” imbuh Hermanto.

Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai, popularitas remitansi di tahun ini tak lepas dari potensinya yang memang besar. Potensi besar yang relatif belum lama terjamah oleh pemain digital menempatkan remitansi sebagai derivasi layanan fintech berikutnya yang paling menjanjikan.

Salah satu faktor pendorong besarnya potensi remitansi adalah jumlah tenaga kerja dan pelajar Indonesia di luar negeri. Terlebih, menurut Yusuf, Indonesia akan mengalami bonus demografi. Pertumbuhan kelompok usia produktif masih akan meningkat — sesuatu yang ia anggap meyakinkan para investor akan prospek bisnis remitansi.

“Dengan fakta itu menurut saya jadi dorongan bagi para pemberi dana untuk menyuntikkan dana ke pemain remitansi,” jelas Yusuf.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah TKI di luar negeri berjumlah 276.553 orang. Taiwan, Malaysia, dan Hong Kong merupakan tiga tujuan favorit bagi pekerja kita. Sedangkan jumlah pelajar Indonesia yang menimba ilmu di negara lain 20.225 orang. Baik pelajar maupun tenaga kerja merupakan pondasi bisnis remitansi, namun pasar mereka berpotensi terus melebar.

Meskipun demikian, pemain remitansi lokal masih punya pekerjaan rumah besar, yakni memfasilitasi pengiriman uang dari luar negeri ke dalam negeri. Sesuatu yang belum bisa dilakukan pemain lokal hingga saat ini. Seperti yang dicatat World Bank (2018), uang remitansi yang masuk ke Indonesia mencapai $11 miliar atau sekitar Rp150 triliun, sedangkan remitansi keluar berkisar US$5 miliar atau Rp68,5 triliun.

Transfez Introduced as a Local Online Remittance Startup

The remittance business is still lucrative to this day. Especially startups that touch this niche are still a handful. A brand new startup named Transfez appeared trying to reap a fortune in the remittance business.

Transfez CEO Edo Windratno said that the initiative to establish a startup appeared in 2018. The experience of sending money in conventional remittance services that takes time and high costs is the reason Windratno makes similar services more efficient. In December 2019 Windratno and his team finally released the Transfez application on Android and iOS.

“Our goal is to make cross-region transfer in this country as easy as a domestic transfer,” Windratno said when being interviewed at his office.

Even though it has been only a month, Transfez developed quickly. The remittance services now reach 37 countries across Asia and Europe. This service is claimed to have sent money of up to 220 billion with users mostly come from students and importers. However, Transfez is currently available to send money from Indonesia abroad.

As a reference, TransferWise is the most popular global remittance startup that currently supports sending funds to Indonesia, including various local e-money platforms.

Mechanism

Fast and cheap are the two things that Edo highlighted from Transfez. The average time required for Transfez to transfer funds is around one day. However, for some destinations, such as South Korea and India, they only need 5 minutes. While the cheap factor is due to transaction costs they charge starts from Rp 50,000 to Rp 100,000.

In each destination, Transfez holds at least one financial or banking institution as partners. The Transfez system requires users to send to their account first. Next, their partners will send money with an equivalent value of the nominal transferred.

“We eliminate various parties involvement which applies in conventional remittances, therefore, we can compete in terms of speed and price,” he added.

Transfez gains income from every transaction that occurs. The inclome also comes from margin exchange as well as the remittance business in general.

Target

Transfez has obtained a license from Bank Indonesia (BI), and its ambition is to expand to 80 destination countries this year. They are targeting some areas, such as the United States, South America, and Africa. In terms of features, they are determined to facilitate sending money from abroad to Indonesia.

Eventually, Transfez has passed the bootstrap phase, which indicates they’re moving towards a funding round. Nevertheless, they are yet to reveal more about this. “There is [plan], but can not be revealed,” Windratno said.

Opportunities in the remittance market are currently wide open in Indonesia. The World Bank (2018) noted that the amount of remittances to Indonesia has reached US$ 11 billion or around Rp150 trillion. While the amount of remittances out was around US$ 5 billion or Rp68.5 trillion. With a relatively small number of players, the opportunity to reap profits in this business is wide open for Transfez.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Kecepatan pengiriman dan biaya transaksi yang rendah jadi kekuatan utama layanan remitansi online Transfez.

Transfez Hadir Sebagai Startup Remitansi Online Lokal

Bisnis remitansi masih menggiurkan hingga saat ini. Terlebih startup yang menyentuh ceruk ini masih segelintir. Startup anyar bernama Transfez muncul mencoba memetik peruntungan di bisnis remitansi ini.

CEO Transfez Edo Windratno becerita inisiatif mendirikan startup ini muncul pada 2018. Pengalaman mengirim uang di jasa remitansi konvensional yang memakan waktu dan biaya transaksi yang besar jadi alasan Edo membuat layanan serupa yang lebih efisien. Di bulan Desember 2019 akhirnya Edo dan tim merilis aplikasi Transfez di Android dan iOS.

Goal kita membuat transfer dana lintas negara ini semudah transfer domestik,” ucap Edo saat ditemui di kantornya.

Meski baru berumur sebulan lebih, Transfez bergerak cepat. Layanan remitansi mereka sudah bisa menjangkau 37 negara yang tersebar di Asia dan Eropa. Layanan ini diklaim sudah mengirimkan uang hingga Rp220 miliar dengan pengguna paling banyak dipakai dari pelajar dan importir. Meski begitu, Transfez saat ini baru bisa digunakan untuk mengirim uang dari Indonesia ke luar negeri.

Sebagai referensi, TransferWise adalah startup remitansi global paling populer saat ini yang telah mendukung pengiriman dana ke Indonesia, termasuk ke berbagai platform e-money lokal.

Cara kerja

Cepat dan murah merupakan dua hal paling dibanggakan oleh Edo dari Transfez. Rata-rata waktu yang dibutuhkan Transfez untuk tranfer dana sekitar satu hari. Namun untuk beberapa negara tujuan, seperti Korea Selatan dan India, mereka hanya butuh 5 menit. Sementara faktor murahnya karena biaya transaksi yang mereka kenakan berkisar Rp50.000-Rp100.000.

Di setiap negara tujuan, Transfez memegang setidaknya satu institusi keuangan atau perbankan sebagai mitra kerja. Sistem Transfez mengharuskan pengguna mengirim ke rekening mereka dahulu. Setelahnya mitra mereka akan mengirimkan uang dengan nilai setara dari nominal yang ditransfer.

“Kita mengeliminasi keterlibatan berbagai pihak yang mana berlaku di remitansi konvensional makanya kita bisa bersaing dari segi kecepatan dan harga,” imbuh Edo.

Transfez memperoleh pendapatan dari setiap transaksi yang terjadi. Mereka pun juga mendapat pendapatan dari margin exchange sebagaimana bisnis remitansi pada umumnya.

Target

Transfez yang telah mengantongi izin dari Bank Indonesia (BI) berambisi memperluas negara tujuannya menjadi 80 negara di tahun ini. Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Afrika, merupakan kawasan yang jadi bidikan mereka. Dari segi fitur, mereka bertekad dapat memfasilitasi pengiriman uang dari luar negeri ke Indonesia.

Terakhir, Transfez yang sudah melewati fase bootstrap ini mengindikasikan sedang bergerak menuju putaran pendanaan. Kendati begitu mereka masih sungkan bercerita lebih banyak mengenai hal ini. “Ada, tapi belum bisa diceritakan,” pungkas Edo.

Peluang di pasar remitansi memang masih terbuka lebar di Indonesia. World Bank (2018) mencatat uang remitansi yang masuk ke Indonesia mencapai US$11 miliar atau sekitar Rp150 triliun. Sementara remitansi yang terjadi keluar berkisar US$5 miliar atau Rp68,5 triliun. Dengan jumlah pemain yang terbilang masih sedikit, peluang meraup untung di bisnis ini terbuka lebar bagi Transfez.

Application Information Will Show Up Here