Tag Archives: Edward Killian

LinkAja memiliki lebih dari 61 juta orang atau tumbuh 65% yoy, sebanyak 73% diantaranya adalah pengguna yang berada di area lapis dua dan tiga

Perluas Ekosistem Bersama Pemegang Saham, LinkAja Berambisi Teruskan Capaian Positif

LinkAja akan terus memainkan perannya sebagai metode pembayaran untuk sektor esensial di Indonesia, dengan memanfaatkan ekosistem yang sudah dan akan dibangun bersama para pemegang sahamnya. Harapannya, perusahaan dapat mempertahankan capaian positif yang berhasil ditorehkan pada tahun lalu.

Dalam keterangan resmi, diungkapkan LinkAja berhasil mendongkrak angka pengguna hingga lebih dari 61 juta orang atau tumbuh 65% yoy, sebanyak 73% di antaranya adalah pengguna yang berada di area lapis dua dan tiga. Capaian ini juga terefleksi pada peningkatan transaksi dan volume hingga lebih dari empat kali.

Revenue LinkAja secara yoy meningkat lebih dari 250%. Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan jumlah merchant lokal menjadi lebih dari 900 ribu atau tumbuh lima kali lipat, dan lebih dari 315 merchant nasional atau tumbuh dua kali lipat.

“Kami sangat berterima kasih terhadap kepercayaan para pengguna dan juta mitra yang percaya terhadap kinerja LinkAja. Pandemi dan berbagai tantangan lainnya tidak akan menyurutkan upaya LinkAja dalam memberikan kemudahan akses keuangan dan ekonomi digital yang merata kepada seluruh masyarakat Indonesia,” kata Direktur Utama LinkAja Haryati Lawidjaja dalam keterangan resmi, kemarin (13/1).

Ia juga menuturkan capaian perusahaan lainnya, di antaranya sebagai alat pembayaran digital terlengkap untuk layanan transportasi publik dan online di 230 moda transportasi, 5500 SPBU Pertamina, lebih dari 32 ribu partner donasi digital, dan lebih dari 5 ribu e-commerce, pembayaran dan pembelian kebutuhan sehari-hari seperti pulsa, token listrik, BPJS, dan layanan keuangan lainnya, yakni transfer ke semua rekening bank dan tarik tunai tanpa kartu.

“LinkAja dapat digunakan di lebih dari 1 juta titik transaksi untuk pengisian dan penarikan saldo, yang meliputi ATM, transfer perbankan, jaringan ritel, hingga layanan keuangan digital.”

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial, Direkur Marketing LinkAja Edward Killian Suwignyo menambahkan, LinkAja juga telah memperluas kehadirannya sebagai metode pembayaran di GrabFood, setelah sebelumnya baru bisa digunakan untuk transportasi saja di Grab. Kehadiran tersebut cukup berpengaruh terhadap eksistensi LinkAja, apalagi kini Grab masuk sebagai jajaran pemegang sahamnya.

“LinkAja juga sudah masuk ke layanan keuangan lain seperti pembayaran asuransi, pengembangan paylater, hingga investasi. Semua ekosistem ini juga bisa diakses lewat Layanan Syariah LinkAja yang tersertifikasi DSN MUI,” katanya.

Terkait strategi LinkAja tahun ini, Edward enggan membeberkan lebih jauh. Ia hanya memastikan bahwa perluasan ekosistem menjadi kunci perusahaan dapat menorehkan kinerja positif pada tahun lalu. Oleh karenanya, fokus tersebut akan dilanjutkan pada tahun ini.

Adapun jajaran pemegang saham di LinkAja ada Himbara, Jasa Marga, Telkomsel, Taspen, KAI, Danareksa, Jiwasraya, dan Grab. “Selain itu, peningkatan user experience di dalam aplikasi LinkAja juga menjadi perhatian utama kami, untuk dapat memberikan customer experience yang terbaik. Harapan kami, LinkAja akan menjadi alat pembayaran utama untuk kebutuhan harian masyarakat Indonesia.”

Persaingan platform e-money

Awal tahun ini menjadi momen yang cukup seru di tengah gencarnya manuver raksasa teknologi di Indonesia, mulai dari Grab, Gojek, Tokopedia, dan Shopee. Semuanya sama-sama memiliki platform e-money yang melekat di dalamnya. Posisi LinkAja cukup menarik karena hadir di seluruh platform besar tersebut, kecuali Shopee, untuk perluas akseptasinya sebagai e-money.

Segmen ini berpotensi akan tumbuh lebih kencang pada tahun ini. Menengok dari catatan Statistik Bank Indonesia, dari awal tahun hingga Oktober 2020, terjadi 3,8 juta transaksi dengan uang elektronik atau senilai Rp163,4 triliun. Angka tersebut tumbuh melesat dibandingkan pencapaian di 2019 sebesar 5,2 juta transaksi senilai Rp145 triliun.

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Introduces New CFO and Plans for Series B Funding in 2020

The e-money platform LinkAja aims for doubling its business growth by next year. As the CEO, Danu Wicaksana said, the company has now acquired 40 million registered users per November 2019.

“We’ve seen the e-money industry is getting crowded next year. We’ll be more expansive, especially with the current achievement,” he said at the launching of LinkAja Outlook 2020, Tue (2/17).

In order to accelerate expansion, Wicaksana added, the company is to add more talents, from only 80 people in the beginning until now become 400 people on board, 250 of them are engineers.

In terms of service, LinkAja’s Chief Marketing Officer, Edward Kilian said there will be more “use case” development in 2020, including features/services for consumers and merchants. The latest one to be launched is LinkAja Syariah.

“The financial service must be around the wealth, loan, and protection product. Our use case development will be around that too and focused on transportation. For us, building a complete ecosystem is very important,” Kilian said.

LinkAja is to increase the number of cash-in corners which is currently reached 1 million. For the local ecosystem, the company will enter the 35 clusters in micro and ultra micro segment.

Post the commercial as an e-payment product in February, LinkAja is moving faster with the maneuver as a solution platform, not just an option.

Since its debut, LinkAja is targeting “mass and aspirant” market which is defined as the underbanked and unbanked segment looking at e-money as a solution for daily needs.

Some initiative use case as LinkAja’s main target is products related to daily usage, such as transportation, bill payment, and gas shopping.

In terms of product, LinkAja has secured 200 payment transactions for telco products, 400 bill payment transactions, 3,000 transactions for donation and religious building, 250 thousand offline merchants, 380 e-commerce partners, and also an option at 2,500 gas station.

In the transportation line, LinkAja is now available in Gojek, Grab, Bluebird, Commuter Line, Damri, KAI Access, soon to be available in MRT Jakarta.

Based on Fintech Report 2019, Gopay has been the most used digital wallet with 83.3%, followed by Ovo (81.4%), DANA (68.2%), and LinkAja (53%).

The new CFO and fundraising plan

In the Outlook 2020 disclosure, Ikhsan Ramdan as the new Chief Financial Officer has ensured that Series B Funding is to be held next year.

“We’re still in the growth stage, and need funding to expand. Direction from our shareholder is to be open with private partners. It can be through partnership or capital injection,” he added.

Mentioning the strategy to burn money which also been adopted by some leading players, he emphasized on the company’s strategy that is going to be focused on the vision and mission, not the valuation for becoming unicorn,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pengembangan "use case" pembayaran yang diakomodir LinkAja akan mengacu pada solusi kebutuhan sehari-sehari

LinkAja Perkenalkan CFO Baru dan Siapkan Pendanaan Seri B di Tahun 2020

Platform uang elektronik LinkAja akan mengejar pertumbuhan bisnis hingga dua kali lipat tahun depan. Sebagaimana disampaikan CEO Danu Wicaksana, perusahaan kini sudah mengantongi 40 juta pengguna terdaftar per November 2019.

“Kami lihat industri e-money akan semakin marak tahun depan. Kami akan lebih ekspansif, terutama dengan pencapaian saat ini,” ujarnya saat membuka acara LinkAja Outlook 2020, Selasa (17/2).

Untuk mempercepat upaya ekspansi, ungkap Danu, perusahaan bahkan menambah jumlah SDM yang ada, dari 80 orang dari awal didirikan hingga sekarang mencapai 400 orang, dengan 250 di antaranya adalah engineer.

Sementara dari sisi layanan, Chief Marketing Officer LinkAja Edward Kilian menyebutkan akan ada pengembangan use case lebih banyak di 2020, termasuk fitur/layanan untuk consumer dan merchant. Salah satu yang akan diperkenalkan dalam waktu dekat adalah layanan LinkAja Syariah.

”Layanan finansial pasti berkutat pada produk wealth, loan, dan protection. Pengembangan use case kami akan mengikuti itu dan fokus di transportasi. Bagi kami, membangun ekosistem lengkap itu sangat penting,” ucap Edward.

LinkAja akan meningkatkan jumlah titik cash-in dari saat ini yang mencapai 1 juta titik. Untuk ekosistem lokal, perusahaan akan masuk ke 35 kluster di segmen mikro dan ultra mikro.

Pasca komersial sebagai produk pembayaran elektronik pada Februari lalu, LinkAja bergegas memulai manuver untuk menjadikan platform-nya sebagai solusi bukan sebatas opsi.

Sejak awal, LinkAja membidik pasar “mass and aspirant” yang didefinisikan sebagai segmen underbanked dan unbanked yang melihat e-money sebagai solusi untuk kebutuhan sehari-hari.

Sejumlah inisiatif use case yang menjadi sasaran utama LinkAja adalah produk yang penggunaannya berkaitan dalam kehidupan sehari-sehari, seperti transportasi, pembayaran tagihan, dan pembelian bensin.

Per November 2019, pertumbuhan Gross Transaction Value (GTV) atau nilai transaksi yang berputar mencapai 4,8 kali per bulan dibandingkan pada awal beroperasi di Februari 2019. Kemudian, pengguna aktif bulanan tumbuh mencapai 5,1 kali dan transaksi bulanan berkisar 4,7 kali dibanding Februari 2019.

Dari kategori produk, LinkAja telah mengantongi 200 transaksi pembayaran produk telekomunikasi, 400 transaksi pembayaran tagihan, 3.000 transaksi untuk donasi dan rumah ibadah, 250 ribu merchant offline, 380 mitra e-commerce, dan tersedia sebagai opsi pembayaran di 2.500 SPBU.

Dari lini tranportasi, saat ini LinkAja sudah bisa dipakai di Gojek, Grab, Bluebird, Commuter Line, Damri, KAI Access, dan menyusul segera di MRT Jakarta.

Berdasarkan Fintech Report 2019, saat ini GoPay menjadi digital wallet paling banyak dipakai sebesar 83,3 persen, diikuti OVO (81,4%), DANA (68,2%), dan LinkAja (53%).

CFO baru dan rencana penggalangan dana

Pada paparan Outlook 2020, Ikhsan Ramdan yang didapuk sebagai Chief Financial Officer memastikan rencana penggalangan pendanaan Seri B yang akan dilakukan tahun depan.

“Kami masih tahap pertumbuhan, butuh modal untuk ekspansi. Arahan dari shareholder kami adalah membuka diri ke pihak swasta. Caranya bisa partnership atau injeksi capital,” ungkapnya.

Disinggung soal strategi bakar uang yang banyak dilakukan oleh pemain dominan, ia menegaskan bahwa strategi yang akan dijalankan perusahaan akan tetap mengacu pada visi dan misi perusahaan, yakni meningkatkan inklusi finansial.

Sementara Edward justru menilai bahwa LinkAja sebagai produk pembayaran memiliki posisi yang menguntungkan karena lebih netral. Ia mencontohkan bahwa LinkAja tersedia juga sebagai opsi pembayaran Gojek.

Kami bisa masuk lintas use case. Jadi kami tidak perlu bakar uang lebih banyak di posisi kami saat ini. Goal kami adalah bagaimana mencapai visi-misi perusahaan, bukan valuasi untuk menjadi unicorn,” tambahnya.

Elevenia Siap Berkompetisi Melalui Dukungan Salim Group

Tahun 2017 penuh tantangan bagi bisnis e-commerce, hingga beberapa bisnis akhirnya gulung tikar. Namun demikian platform e-commerce Elevenia justru tengah mempersiapkan diri untuk menyambut tahun depan yang lebih menantang bersama konglomerasi Salim Group sebagai pendukungnya untuk meningkatkan daya saing tanpa terjebak perang harga yang mendominasi ruang e-commerce.

Dalam beberapa tahun terakhir, Elevenia terus berjuang dalam mengikuti kompetisi perkembangan industri e-commerce hingga membawa dua perusahaan telekomunikasi besar di baliknya, yakni XL Axiata dan SK PLanet Global memutuskan menghentikan bisnis yang sudah mereka jalani bertahun-tahun dengan menjual saham Elevenia sepenuhnya pada bulan Agustus.

Sementara bagi Elevenia, profil serta rekam jejak dari kepemilikan barunya adalah alasan yang cukup untuk merasa optimis di masa depan.

Sinergi dengan Salim Grup

“Berada dalam grup besar [Salim], tentu akan memberi banyak keunggulan kompetitif bagi Elevenia dalam jangka panjang,” ungkap Chief and Sales Marketing Elevenia Edward Killian Suwignyo dalam wawancara kepada DailySocial.

Akuisisi oleh Salim Group bukanlah hal yang mengejutkan, karena konglomerat terkemuka dari Indonesia tersebut dikenal dengan kepemilikan banyak bisnis di beragam sektor dan sedang mencoba menggali peluang dalam bisnis digital.

Salah satu bagian dari strategi untuk masuk dalam dunia bisnis digital. Salim Group belum lama ini melakukan akuisisi terhadap Ina Perdana, sebuah bank lokal, agar perusahaan bisa menghubungkan layanan lainnya melalui pembayaran digital dan perbankan digital. Salim Group juga belum lama ini bermitra dengan Lotte, perusahaan ritel Korea, untuk bisnis e-commerce di Indonesia.

Elevenia ingin memanfaatkan visi baru yang dimiliki Salim Group. Menurut Edward, Elevenia telah merancang strategi di tahun 2018 yang mencakup pendidikan, pelatihan dan peningkatan bagi penjual dan talenta pendukungnya. Namun, Edward mengungkapkan prioritas utama Elevenia untuk bermitra dengan perusahaan-perusahaan yang bernaung di bawah Salim Grup, demi meningkatkan perkembangan bisnis.

“Saat ini yang terpenting adalah bersinergi dengan perusahaan lain di bawah naungan Salim Group untuk membangun fitur dan layanan yang inovatif, berbeda dan relevan bagi pengguna,” paparnya.

Edward menambahkan mengenai akuisisi, Salim Grup telah menyuntikkan sentuhan dan “motivasi baru” pada Elevenia. Di antara keterlibatan pemilik baru dalam Elevenia adalah dukungan Indomobil, salah satu anak perusahaan Salim Group. Elevania juga telah bermitra dengan produk Indofood untuk mendapatkan tawaran promosi.

Dengan dukungan dari Salim Grup, Elevenia berharap bisa menghadapi persaingan e-commerce yang lebih ketat daripada tahun lalu saat mereka tertinggal dari beberapa kompetitor seperti Tokopedia dan Shopee yang semakin memperkuat posisi mereka dalam pasar setelah menerima dana yang signifikan dari investor.

Kompetisi lebih ketat

Tokopedia pada awal tahun telah mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $1,1 miliar dari raksasa internet Alibaba, sementara Shopee Singapura menerima $500 juta, yang sebagian besar dialokasikan untuk Shopee Indonesia. Investasi ini telah memberi kesempatan bagi platform-platform tersebut untuk lebih agresif dalam usaha menarik pelanggan.

Kepada DailySocial di bulan November, Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini menegaskan bahwa keputusan mereka untuk menjual Elevenia didasari oleh persaingan yang semakin ketat dalam industri e-commerce di negara ini. “Begitu investor datang dengan sejumlah besar uang, kesempatan untuk bersaing semakin kecil,” kata Dian.

Dengan uang berpihak kepada mereka, salah satu strategi yang digunakan pemain utama adalah memberikan diskon besar-besaran kepada pelanggan. Promo akhir tahun adalah refleksi terbaik dalam perang harga antar e-commerce di Indonesia dengan situs-situs seperti Zalora yang menawarkan diskon lebih dari 50 persen untuk produk-produk tertentu sementara Lazada dan Shopee yang menawarkan diskon masing-masing hingga 85 persen dan 90 persen.

Edward mengungkapkan harapan Elevenia untuk bisa lebih kompetitif di tahun ini, tanpa ada rencana untuk terjun mengikuti tren dan bergabung dalam perang harga e-commerce karena platformnya bertujuan untuk menerapkan strategi yang lebih “sehat” dan “jangka panjang”.

Fokus Elevenia di 2018 adalah untuk membangun keunggulan yang kompetitif dan bersifat jangka panjang, bukan sekedar melawan perang harga. Elevenia berkomitmen masih akan berkompetisi dengan cara yang lebih sehat dengan menawarkan promosi-promosi menarik, dengan fokus utama tetap mengembangkan fitur dan layanan baru yang inovatif, berbeda, dan relevan dengan kebutuhan pembeli dan penjual online di Indonesia.


Artikel asli dari Bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Elevenia Eyes Competitive Edge through Salim Subsidiary Support

Following a bumpy 2017 which led to owners pulling out of its business, e-commerce platform Elevenia is bracing for an exciting year ahead with the backing of new conglomerate owner, Salim Group, by improving its competitiveness without getting dragged in to the price war that is dominating the e-commerce space.

In the last couple of years, Elevenia has struggled to keep pace with the growing competition the e-commerce industry, which has led to its two owners Indonesian telco XL Axiata and South Korean SK Planet Global to exit the business after years by selling their entire stake of the platform in August.

While this was a big blow for the e-commerce firm, the profile and track record of its new ownership is more than enough reason to be optimistic about the future.

Synergy with Salim Group

“Being in a big group [Salim], of course we will do many things that will give competitive superiority for Elevenia in the long term,” says Elevenia Chief and Sales Marketing Edward Killian Suwignyo in an interview with DailySocial.

The takeover by Salim Group did not come as a surprise as it has been known that the prominent Indonesian conglomerate, which controls numerous businesses in diversified sectors, have been trying to delve into digital business opportunities.

As part of its strategy to venture into the digital business, the group recently acquired Ina Perdana, a local bank, to allow the company to link its other services through digital payments and digital banking. The group has also recently partnered with Korean retailer Lotte for a separate ecommerce business in Indonesia.

Salim’s new vision is something Elevenia will be trying to benefit from. According to Edward, Elevenia has outlined its strategy for the 2018 which includes website improvement, training and education for sellers and talent development. However, he said that the main priority for Elevenia partner with its new sister companies under Salim, which would reinforce its development as a business.

“What is most important is to synergize with the other companies under Salim Group to build features and services that are innovative, different and relevant for the users,” he said.

Edward added that since its takeover, Salim Group has injected a “new motivation” and touch to Elevenia. Among the involvement of the new owner in Elevenia’s activities is the support of Indomobil, one of Salim’s subsidiaries, which provided Elevenia with a Renault Kwid as a grand prize in one of its activities. Elevenia has also teamed up with an Indofood product for a promotional offer.

With the backing of Salim Group, Elevenia is hopeful it would be able to deal better with the intense e-commerce competition than it did last year when it fell behind some of its rivals like Tokopedia and Shopee who have been able to reinforce their position in the market after receiving notable funding from investors.

Stiffer competition

Tokopedia announced earlier this year that it has raised a $ 1.1 billion investment from Chinese internet giant Alibaba, while Singapore’s Shopee received $550 million investment, most of earmarked for Shopee operation in Indonesia. These investments have enabled these platforms to be more aggressive in their efforts to attract customers.

Speaking to DailySocial in November, XL Axiata President Director Dian Siswarini made it clear that the decision to sell Elevenia was due to the increasingly tough competition in the rapidly growing e-commerce industry in the country. “Once big investors came with their big money, the opportunity to compete became smaller,” Dian said.

With money on their side, one of the strategies employed by the leading players is giving considerable discounts to customers. The promotions at the end of the year best reflects the price war between Indonesian e-commerce with sites like Zalora offering over 50 percent discounts for selected products while Lazada and Shopee offering up to 85 percent and 90 percent discounts, respectively.

Edward said that while Elevenia expects to be more competitive this year, it does not plan to be jumping in the bandwagon and join in the e-commerce price war as the platform is aiming to employ a “healthier” and more “long term” strategy.

“Our focus in 2018 is to build a competitive advantage that is long term in nature, not merely fighting a discount war. We will still compete in a healthier way by offering interesting promotions, but our main focus is to develop new features and services that are innovative, different and relevant to the needs of online buyers and sellers in Indonesia,” he said.

Application Information Will Show Up Here

OLX Indonesia Umumkan Fitur “Titip Jual” dan Peningkatan Jumlah Pengguna

Pasca tampilan baru di aplikasi mobile, OLX Indonesia mengklaim telah mengalami jumlah peningkatan pengguna sebesar 15%. Sesuai dengan rencana awal,   mulai banyak pengguna baru dari kalangan pengguna perempuan dan millennial.

Hingga kini terdapat 23 juta pengguna aktif OLX, naik sekitar 10% dibandingkan rata-rata tahun 2016. Peningkatan ini diklaim didominasi pengguna yang mengakses OLX melalui aplikasi Android yang mencapai 1,1 juta pengguna setiap hari.

“Keputusan yang kami buat untuk mengubah tampilan OLX memberikan dampak positif pada kenaikan jumlah pengguna OLX. Apalagi, di antara pengguna baru tersebut, kami melihat adanya kenaikan jumlah pengguna perempuan dan anak muda, seperti yang kami inginkan,” kata COO OLX Indonesia, Doan Lingga.

Setelah ditinggalkan Daniel Tumiwa selaku CEO pada bulan Mei 2017 lalu, hingga kini OLX Indonesia belum memiliki CEO baru. Posisi CEO OLX Indonesia sementara ini masih dipegang Robin Voogd yang juga menjabat sebagai CEO OLX Asia.

Kepada media, CMO OLX Indonesia Edward Kilian Suwigyo mengungkapkan saat ini OLX Indonesia masih mencari orang yang sesuai untuk menggantikan Daniel Tumiwa sebagai CEO. Menurutnya bukan hal yang tidak mudah untuk menemukan sosok pemimpin yang layak untuk menempati posisi CEO tersebut.

Transaksi meningkat selama bulan Ramadan

Selama bulan Ramadan, tim OLX Indonesia mencatat terdapat beberapa peningkatan permintaan dan penjualan terhadap produk busana hingga mobil. Sementara kategori elektronik dan gadget baru akan terlihat peningkatannya pada H-15 Lebaran.

Transaksi selama Ramadan ini, diprediksi akan melambat pada hari kelima jelang Lebaran. Data OLX mencatat bahwa khusus kategori lowongan dan jasa, transaksi akan kembali meningkat dengan cepat lima hari setelah Lebaran. Hal ini terjadi karena banyak orang yang mencari pekerjaan di sektor informal, seperti sopir, pembantu rumah tangga, atau pegawai toko.

Fitur “Titip Jual” OLX Indonesia

Dalam waktu dekat OLX Indonesia akan meluncurkan fitur Titip Jual untuk pengguna yang tidak memiliki waktu banyak berjualan secara online. Dengan fitur ini nantinya pengguna bisa mempromosikan produk dan menjual melalui agen resmi OLX Indonesia. Rencananya fitur ini akan dikenakan biaya sebesar Rp 100 ribu untuk ongkos agen dan komisi 5 persen dari total penjualan atau minimal Rp25.000 (value service).

Sementara pengguna yang ingin memanfaatkan layanan menyeluruh, OLX juga akan menghadirkan Full Service yang dilengkapi dengan logistik. Nantinya barang yang telah diambil akan disimpankan partner OLX, yakni Raja Jual. Biaya komisi layanan Titip Jual Full Service adalah 10 persen atau minimal Rp 250 ribu.

Application Information Will Show Up Here

Ubah Tampilan Aplikasi, OLX Indonesia Targetkan Tembus 2 Juta Pengunjung Harian

Hari ini (7/2), OLX Indonesia meresmikan perubahan tampilan aplikasi mobile yang diusung dengan tema “The All New OLX”. Diharapkan lewat peluncuran ini, jumlah pengunjung aktif harian bisa tembus di angka 2 juta orang dari pencapaian di tahun lalu sebesar 1 juta orang.

[Baca juga: Di Balik Perubahan Tampilan Aplikasi Mobile OLX Indonesia]

OLX Indonesia membuat sejumlah fitur baru seperti pencarian iklan berdasarkan lokasi dan chat. Tampilannya pun lebih mengedepankan foto (visual), tujuannya untuk menarik impulsive shopper, yang tak lain adalah segmen baru target pengguna OLX.

Tampilan baru ini menonjolkan konsep empat pilar utama, yaitu hyper local, hyper simple, C2C, dan trust. Konsep tersebut merupakan hasil pengamatannya terhadap masyarakat mobile.

Tujuan akhirnya adalah OLX ingin menggandeng sebanyak-banyaknya pengguna baru dengan merambah pengguna millennials dan perempuan, tanpa meninggalkan pengguna lama, yakni kaum laki-laki.

Sementara ini, OLX Indonesia masih melakukan transisi untuk perubahan di versi situsnya (desktop dan mobile). Untuk kedua platform tersebut masih menggunakan tampilan lama tanpa fitur baru seperti di aplikasi mobile, tujuannya agar pengguna lama tetap dapat menggunakan platform OLX dengan nyaman.

CEO OLX Indonesia Daniel Tumiwa menjelaskan peluncuran ini menjadi pertanda bahwa platform OLX kini semakin relevan dengan perkembangan zaman. Belakangan, model iklan baris mulai tidak dipahami oleh masyarakat mobile, terutama generasi millennials. Banyaknya jenis layanan e-commerce tidak dipahami masyarakat.

Mereka hanya mengetahui istilah e-commerce atau online shop. Padahal, fungsi platform, jenis barang, dan tipe penjual, di setiap e-commerce berbeda satu sama lain. Masyarakat pun menyukai segala sesuatu bersifat visual, dinamis, simpel, dan praktis. Hal ini membuat iklan baris online saat ini, tidak menarik bagi mereka.

“Bisnis OLX terus tumbuh, namun mulai tidak relevan dengan kondisi pasar, yaitu masyarakat mobile, terutama kalangan perempuan dan millennials. Mereka adalah orang-orang yang tertarik pada visual, treasure hunter, dan impulsive shopper. Kami menyebut ini sebagai gaya hidup nggak suka, nggak ingin, tetapi beli,” terang Daniel, Selasa (7/2).

Dia berharap, dengan menargetkan 2 juta pengunjung harian dapat memberi dampak bagi bisnis perusahaan sekaligus meningkatnya nilai transaksi di OLX Indonesia. Untuk seluruh lini pertumbuhan OLX diharapkan dapat naik hingga 100%.

Kinerja OLX Indonesia

Sepanjang tahun lalu, OLX Indonesia mengklaim secara market share untuk segmen pasar barang bekas di Indonesia sebesar 67%. Sementara sisanya 33% dikuasai oleh platform lainnya seperti Blackberry Messenger (BBM), WhatsApp, dan lainnya. Hasil ini didapat lewat kerja sama perusahaan dengan Millward Brown, perusahaan agensi riset global.

Jumlah pengunjung OLX tiap bulannya mencapai 20,1 juta orang. Dari angka tersebut, sekitar 900 ribu adalah penjual aktif, secara persentase naik 35% dari tahun sebelumnya sebesar 720 ribu orang.

Adapun jumlah pengguna aktif harian dari aplikasi mobile OLX sebanyak 1 juta orang, naik 61% dari sebelumnya 620 ribu orang. Lokasinya kebanyakan berada di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Dari segi pemasangan iklan, jumlahnya mencapai 170 ribu iklan baru secara harian, naik 40% dari sebelumnya 120 ribu iklan.

Rata-rata nilai transaksi perbulannya di OLX mencapai Rp31 triliun, naik 163% dari sebelumnya Rp12 triliun. Tingginya nilai transaksi ini memperlihatkan bahwa nilai barang yang dijual di OLX makin tinggi.

Salah satu contohnya, untuk kategori mobil harga termahal yang dijual adalah Ferrari 458 keluaran 2011 dengan harga Rp 4,7 miliar. Sementara, untuk kategori motor harga termahalnya adalah BMW GS 1200 keluaran 2011 dengan harga Rp 322 juta. Dalam kategori properti, harga rata-ratanya adalah Rp 505 juta.

Berdasarkan kategori, elektronik & gadget, rumah tangga, properti, dan kebutuhan pribadi menempati posisi teratas. Yang menariknya adalah pertumbuhan jumlah iklan dari kategori kebutuhan pribadi yang drastis daripada pencapaian di 2015.

CMO OLX Indonesia Edward Kilian menjelaskan untuk produk fesyen jumlah iklan yang laku mencapai 43 ribu iklan senilai Rp 729 miliar, iklan sepatu yang laku sebanyak 9 ribu senilai Rp 2,8 miliar. Iklan jam tangan yang laku mencapai 8 ribu senilai Rp 6 miliar dan tas & dompet sebanyak 2.600 iklan yang laku senilai Rp 650 juta.

“Pertumbuhan yang cepat dari kategori kebutuhan pribadi memperlihatkan bahwa pengguna OLX kini tidak hanya didominasi oleh kaum laki-laki saja, tetapi juga ada dari perempuan. Ini menjadi pertanda bahwa kami perlu rangkul pengguna baru tanpa meninggalkan pengguna lama yakni laki-laki,” pungkas Edward.

Application Information Will Show Up Here

OLX Indonesia Ungkap Perilaku Konsumen Indonesia Saat Pra dan Pasca Lebaran

OLX Indonesia memaparkan seputar tren perilaku konsumen Indonesia sepanjang bulan Ramadan dan Lebaran, tepatnya terjadi pada Juni dan Juli 2016. Dari hasil temuan OLX, ditemukan ketimpangan supply dibandingkan demand setelah Lebaran berakhir pada Juli. Sementara saat Ramadan, lebih tinggi demand ketimbang supply.

Hal ini mengindikasikan saat Lebaran berakhir, banyak orang yang kehabisan uang karena pulang kampung sehingga menjual barang-barangnya. Sayangnya dari sisi demand tidak ada pembeli karena uangnya sudah habis dipakai saat Lebaran berlangsung.

Daniel Tumiwa, CEO OLX Indonesia, menjelaskan tren ini menjadi indikator kecil konsumen masyarakat Indonesia. Konsep bisnis C2C memberikan gambaran jelas melemahnya daya beli masyarakat terjadi secara merata di seluruh industri ritel, baik online maupun offline, setelah Lebaran berakhir. Kendati demikian, pihaknya memprediksikan lemahnya daya beli ini tidak akan berlangsung lama. Mengingat, pada akhir tahun ada momen tahun baru dan berbagai kebijakan yang pro industri dari pemerintah.

Dia menerangkan, Ramadan tahun ini OLX terjadi kenaikan belanja sebesar 20% secara year-on-year (yoy), baik dari segi transaksi maupun listing barang. Lebih rinci dia menjelaskan, sebanyak 1,6 juta produk telah terjual dengan nilai transaksi sebesar 37 triliun Rupiah dari sebelumnya 26 triliun Rupiah. Dari segi penjual terdapat 850 ribu orang dan 20 juta pengguna. Berarti ada perbandingan 1 penjual bisa melayani 20 pembeli pada saat itu.

“Dari hasil survei, sebanyak 69% orang mengatakan mereka akan menjual barang-barangnya setelah Lebaran untuk menutupi biaya hidup ke depannya. Hal ini bisa dijadikan indikator kecil mengenai perekonomian di Indonesia bahwa penjual yang melakukan listing barangnya 10% rebound lebih cepat dari biasanya,” ujarnya, Jumat (28/8).

Lebih detil dijelaskan, saat Ramadan kategori barang bekas untuk elektronik dan gadget, mobil, motor, dan kebutuhan pribadi menjadi top seller di OLX. Edward Killian, CMO OLX Indonesia, menjelaskan untuk motor bekas ada 270 ribu unit yang laku terjual, dengan harga jual rerata 13 juta Rupiah, meningkat dari sebelumnya 11 juta Rupiah.

Dari hasil temuan, lanjutnya, usia motor rata-rata baru mencapai dua tahun. Usia ini terbilang sangat muda, namun momen Ramadan membuat mereka akhirnya memilih untuk menjual barangnya untuk kebutuhan pulang kampung. Top brand-nya adalah Honda, Yamaha, Suzuki, dan Kawasaki.

Produk mobil bekas mencatatkan ada 260 ribu unit yang laku terjual, pencapaian ini naik 10%. Harga jualnya secara rerata sebesar 160 juta Rupiah dibandingkan harga sebelumnya 120 juta Rupiah. Merek mobil yang paling laku adalah Toyota, Honda, Daihatsu, dan Suzuki.

Terakhir, untuk kategori Gadget (smartphone) sebanyak 490 ribu unit smartphone telah laku terjual dengan rata-rata harga jual 1,3 juta Rupiah. Merek yang paling laku adalah Samsung, Apple, Blackberry, dan Xiaomi.

Pergeseran tren ke mobile

Tidak hanya memaparkan data penjualannya, OLX Indonesia juga mengungkapkan jumlah pengguna OLX sampai Juli sebesar 20 juta orang. Pengguna yang mengakses OLX lewat mobile mencapai 90%, sementara sisanya memakai perangkat desktop. Lebih lanjut diungkapkan bahwa untuk pengguna OLX melalui perangkat mobile, sekitar 60% mengaksesnya lewat aplikasi mobile, sementara sisanya lewat web browser.

Lebih rinci lagi ternyata dari 90% pengguna aplikasi mobile mengakses menggunakan platform Android sementara sisanya dari iOS. Daniel menjelaskan pergeseran tren konsumen ke arah mobile ini dinilai justru sangat menguntungkan OLX. Pasalnya, untuk segmen mobile, khususnya smartphone, banyak penambahan fitur yang bisa diberikan guna meningkatkan experience konsumen.

Dari segi pengguna, OLX juga mengklaim terus mengalami pertumbuhan dengan kisaran 35%-40% per tahunnya.

“Bergesernya tren pemakai mobile di OLX menguntungkan kami karena banyak fitur yang bisa disematkan. Kini kami sudah capai 20 juta pengguna dengan 1 juta pengguna aktif harian. Target kami adalah secepatnya mengejar 70 juta pengguna di seluruh Indonesia,” terang Daniel.

LX Indonesia saat ini menambahkan sejumlah fitur baru, misalnya mengisi ulang saldo OLX lewat pulsa, notifikasi chat, dan fitur proteksi laporkan iklan.

Application Information Will Show Up Here