Tag Archives: ekosistem esports internasiona

Bicara Soal Kemenangan Team Liquid di IEM XIV – Sydney 2019 Bersama Wooswaa

Kalau khalayak Indonesia sedang heboh dengan gelaran Mobile Legends Professional League, perhatian khalayak esports internasional, terutama CS:GO, sedang tertuju ke IEM Sydney 2019 pada akhir pekan kemarin. 5 Mei 2019 lalu adalah puncak dari salah satu helatan kompetisi CS:GO besar dengan titel premiere tersebut.

Babak final kompetisi ini mempertemukan Team Liquid dengan Fnatic. Kedua tim punya sejarahnya masing-masing. Team Liquid salah satunya, yang selama ini dianggap terkena “Big Event Curse”, karena berkali-kali gagal meraih gelar juara di dalam kompetisi besar.

Bertanding dalam seri best-of-5, pertarungan antara Jake “Stewie2k” Yip dan kawan-kawan melawan Ludvig “Brollan” Brolin dan kawan-kawan berlangsung dengan sangat sengit. Pertarungan dibuka dengan map Cache, Fnatic bermain sebagai CT sementara Team Liquid sebagai T-Side.

Sumber: Twitter @IEM
Sumber: Twitter @IEM

Babak-babak awal, pertandingan seakan membuat penonton sudah bisa menebak siapa pemenang dari gelaran ini. Fnatic dengan pertahanan yang agresif berhasil membuat Team Liquid kelimpungan mencari sudut menyerang yang baik. Belum lagi ditambah dengan permainan menawan dari Jesper “JW” Wecksell di ronde ini, yang berkali-kali mendapatkan kill AWP secara over the smoke dan over the wall, yang tentunya semakin menekan mental Team Liquid.

Namun walaupun Fnatic terlihat cukup sangar di awal-awal, Antonius “Wooswaa” Wilson, yang menjadi caster dalam Indonesian Broadcast IEM Sydney dari ESL Indonesia, punya pendapatnya tersendiri soal pertandingan ini. “Sebetulnya pertandingan Fnatic lawan Liquid kemarin sudah cukup expected kalau Liquid yang bakal menang” sebut Wooswa. Salah satu penyebab hal ini menurut Wooswaa adalah soal inkonsistensi performa dari Fnatic.

Selama ini Fnatic, walaupun bisa dibilang sebagai salah satu tim legendaris di kancah CS:GO internasional, namun performa mereka kerap naik turun di beberapa kompetisi. “Mereka suka kehilangan ronde karena kesalahan konyol dan membuat mereka kehilangan ronde-ronde berikutnya di dalam pertadingan tersebut” sebut Wooswaa menjelaskan inkonsistensi performa Fnatic.

Hal tersebut sebenarnya sudah cukup terlihat pada game pertama, namun semakin terlihat lagi pada map-map selanjutnya. Beberapa kali Fnatic sebenarnya mendapat keunggulan di awal-awal, namun permainan mereka menurun ketika Team Liquid mulai bangkit di tengah permainan.

“Permainan di map Mirage adalah salah satu contoh konkrit inkonsistensi Fnatic. Mereka sebenarnya sudah menang di map tersebut. Tapi karena force-buy round dari Team Liquid, ronde yang seharusnya mudah, malah gagal didapatkan oleh Fnatic. Entah berapa kali mereka kalah karena pistol pada map tersebut.” Wooswaa menjelaskan kepada tim Hybrid.

Tetapi selain karena inkonsistensi Fnatic, kemenangan Team Liquid dalam kompetisi ini memang sudah menjadi hal yang sepatutnya menurut Wooswa. “Liquid di atas kertas memang jauh lebih kuat daripada Fnatic. Kenapa? Aim power mereka lebih bagus, map pool mereka juga lebih meyakinkan. Satu hal yang terpenting, mereka jauh lebih konsisten. Juga pastinya mereka nggak akan mati konyol melawan pistol di masa force buy.”

Berikut hasil keseluruhan ronde dari pertandingan antara Team Liquid melawan Fnatic:

  • Cache: Liquid 10-16 Fnatic
  • Overpass: Liquid 16-14 Fnatic
  • Mirage: Liquid 16-8 Fnatic
  • Dust2: Liquid 6-16 Fnatic
  • Inferno: Liquid 16-9 Fnatic
Sumber: Twitter @IEM
Sumber: Twitter @IEM

Walaupun permainan Fnatic inkonsisten, harus diakui Freddy “Krimz” Johannson dan Richard “Xizt” Landstrom adalah dua key player di dalam kompetisi ini kata Wooswa. “Krimz dan Xizt mampu memberikan tontonan menarik di pertandingan ini. Krimz bisa dibilang satu-satunya pemain yang konsisten di Fnatic. Xizt juga mampu memberikan permainan yang luar biasa di pertandingan ini, di luar ekspektasi.”

Lalu siapa pemain kunci Team Liquid dalam pertandingan final ini? Wooswaa menjawab, dia adalah Nichollas “nitr0” Cannella. “Menurut gue key player Team Liquid adalah Nitro sebagai In-Game Leader. Performanya di Overpass nggak ada obat, dia bahkan bisa carry timnya ketika sedang bermain dengan buruk. Kalau saja Nitro nggak step up di map tersebut, saya cukup yakin keadaannya tidak akan sama, Fnatic yang malah jadi juara.”

Team Liquid akhirnya berhasil memecahkan kutukan rentetan kegagalan kemenangan mereka. Sebagai juara, mereka berhasil mendapatkan hadiah sebesar US$100.000 (Sekitar Rp1,4 miliar).

Porsche Kerjasama dengan iRacing, Gelar Kompetisi Esports Supercup

Salah satu produsen mobil mewah asal Jerman, Porsche, mengungkap kompetisi esports terbarunya, Porsche Esports Supercup. Kompetisi ini merupakan sebuah ajang adu balap para pembalap simulasi dari berbagai belahan dunia. Demi melancarkan turnamen ini, Porsche bekerjasama dengan game racing simulator berbasis langganan, iRacing.

Porsche Esports Supercup akan diselenggarakan pada 13 April 2019 mendatang di Barber Motorsport Park, Alabama, Amerika Serikat. Para pembalap yang bertanding adalah mereka yang sudah tersaring melalui kualifikasi global yang diselenggarakan secara online oleh iRacing.

Sumber: Esports Insider
Sumber: Esports Insider

Baik pada gelaran kualifikasi ataupun dalam kompetisi utama Porsche Esports Supercup nanti, para pembalap saling berkompetisi dengan menggunakan mobil Porsche 911 GT3. Mobil ini sudah dirancang sedemikian rupa di dalam game iRacing, agar memiliki mekanik cara kerja yang mirip dengan Porsche 911 GT3 di dunia nyata. Mobil Porsche 911 GT3 yang digunakan sendiri memiliki format yang sama seperti dengan GT3 Cup Challenge, sebuah kompetisi balapan yang diselenggarakan di berbagai belahan dunia.

Salah satu kunci alasan kenapa Porsche mau turut terjun ke dalam dunia esports Simracing, adalah karena kemiripan kondisi antara balapan di dunia nyata dengan balapan sim racing. Mengutip Esports Insider, Fritz Enzingner, Head of Porsche Motorsport, lalu memberikan komentar lebih lanjutnya.

“Penambahan esports sim racing ke dalam kompetisi one-make cup kami, bisa dibilang sebagai usaha untuk melebarkan sayap kami dalam dunia kompetisi motorsport. Kehadiran kompetisi ini akan menjadi kesempatan para pembalap simulator untuk bergabung dengan keluarga besar Porsche Motorsport secara internasional”. Jawab Fritz kepada Esports Insider.

Porsche Esports Supercup bisa dibilang sebagai kompetisi balapan virtual dengan format one-make pertama di dunia. Istilah one-make cup atau one-make racing sendiri merupakan sebuah format balapan. Dalam kompetisi one-make cup, para pembalap diberikan satu jenis kendaraan yang identik atau sangat mirip antara pembalap satu dengan yang lain.

Terdapat 40 spot yang akan diperebutkan oleh pembalap simulator dari berbagai belahan dunia. Nantinya pada gelaran final, para pembalap simulator akan beradu kemampuan berkendara mereka di dalam sirkuit yang punya sejara tersendiri, Autodromo Nazionale Monza di italia.

Sumber: Porsche Newsroom
Sumber: Porsche Newsroom

Para pembalap simulator akan adu kemampuan balap untuk memperebutkan total hadiah sebesar US$100.000 atau sekitar Rp1,4 milyar. Nantinya, juara Esports Supercup akan diundang sebagai tamu terhormat di dalam acara tahunan Porsche Night of Champions gala.

Kehadiran esports memang bisa dibilang memberikan cara baru bagi para brand di berbagai untuk memasarkan produk mereka. Tetapi menarik melihat bagaimana Porsche ingin menguatkan brand mereka kepada komunitas gaming yang lebih spesifik, yaitu kepada komunitas pembalap simulator atau sim racers. Akankah dengan ini, sim racing akan menjadi masa depan bagi kompetisi motorsport?