Tag Archives: Electronic Arts

Pro dan Kontra Game Play-to-Earn dan Keberadaan NFT di Game

Pada Desember 2021, Ubisoft meluncurkan Quartz, platform untuk membeli Digits — playable NFT dari Ubisoft. Dengan begitu, Ubisoft menjadi perusahaan game besar pertama yang mencoba untuk membuat NFT. Namun, keputusan Ubisoft justru disambut dengan protes oleh para gamers.

Ubisoft bukan satu-satunya perusahaan game besar yang tertarik dengan NFT. Di awal tahun 2022, President Square Enix juga mengungkap ketertarikan perusahaan dengan berbagai teknologi baru dalam dunia game, termasuk blockchain dan NFT. Sekali lagi, surat terbuka dari itu disambut dengan protes atau bahkan cemooh dari para gamers. Meskipun begitu, hal ini tidak menghentikan Konami untuk meluncurkan NFT sebagai perayaan dari ulang tahun ke-35 dari seri Castlevania.

Pertanyaannya, apa yang membuat banyak gamers begitu antipati dengan NFT? Dan kenapa perusahaan-perusahaan game tetap tertarik untuk menawarkan NFT walau banyak gamers yang protes?

Serba-Serbi NFT

Sebelum membahas tentang keuntungan dan kerugian dari NFT, mari kita membahas tentang NFT itu sendiri. NFT merupakan singkatan dari Non-Fungible Token (NFT). Secara harfiah, “non-fungible” berarti unik dan tidak bisa digantikan. Sebagai contoh, Bitcoin — atau uang kertas — adalah sesuatu yang “fungible“. Jadi, Anda bisa menukar satu Bitcoin dengan Bitcoin lain dan nilai Bitcoin yang Anda miliki tetap sama. Sama seperti jika Anda menukar uang Rp100 ribu dengan uang Rp100 ribu lainnya. Walau uang yang Anda miliki tidak lagi sama, nilai dari uang itu tidak berubah.

Lain halnya dengan NFT, yang lebih menyerupai collectible atau barang yang diproduksi dalam jumlah terbatas. Misalnya, Anda mengoleksi kartu Yu-Gi-Oh. Kartu 2002 Blue Eyes White Dragon 1st Edition PSA 10 dan 2002 LOB 1st Edition Exodia The Forbidden One PSA 10, keduanya sama-sama kartu Yu-Gi-Oh paling mahal di dunia. Meskipun begitu, keduanya tetaplah kartu yang berbeda, yang punya nilai yang berbeda pula. Contoh lainnya, walau Lamborghini Veneno dan Koenigsegg CCXR Trevita merupakan mobil yang diproduksi dalam jumlah terbatas, keduanya bukanlah mobil yang sama.

Koenigsegg CCXR Trevita. | Sumber: SindoNews

NFT adalah industri yang masih sangat muda. Banyak orang mulai tertarik dengan NFT pada tahun lalu. Meskipun begitu, menurut laporan CNBC, total nilai jual-beli NFT telah mencapai miliaran dollar sejak beberapa tahun lalu. Misalnya, pada 2017, total nilai jual-beli NFT mencapai US$6,2 miliar. Sebagai perbandingan, total penjualan digital art ketika itu hanya mencapai US$1,9 miliar. Data itu diungkap oleh NonFungible, yang melacak data penjualan NFT.

“Saya merasa, karya seni dan barang koleksi kini menjadi komoditas terbesar dari NFT. Karena, barang-barang itu memang memiliki kriteria yang sesuai,” kata Jon McCormack, Professor of Computer Science, Monash University, pada CNBC. “Produk digital bisa ditiru dengan mudah. Memiliki Certificate of Aunthencity menjadi penting, karena ia bisa menjadi bukti bahwa Anda merupakan pemilik yang sah dari sebuah barang digital.”

Dalam satu tahun terakhir, industri NFT juga tumbuh pesat. Menurut analisa dari DappRader — perusahaan yang bertujuan untuk melacak NFT dan aset terdesentralisasi lainnya — pada Q3 2021, volum penjualan NFT naik 38.000%. Meskipun begitu, sebagian ahli khawatir, popularitas NFT yang meroket dengan begitu cepat akan menciptakan gelembung layaknya Dotcom Bubble.

Sebagian ahli khawatir NFT akan menciptakan bubble baru. | Sumber: Flickr

Seiring dengan semakin populernya NFT, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk ikut serta. Tak terkecuali perusahaan game, seperti Ubisoft dan Square Enix. Sayangnya, keputusan perusahaan game untuk membuat NFT menimbulkan reaksi yang terpolarisasi dari para gamers. Sebagian gamers mendukung keputusan perusahaan game untuk membuat NFT, sementara sebagian yang lain menentang.

Melalui artikel ini, saya mencoba untuk melihat sudut pandang dari kedua kubu; baik orang-orang yang pro pada NFT, maupun orang-orang yang menentang keberadaan NFT, khususnya di bidang game.

Pro dari NFT di Game

Dulu, jika Anda ingin memainkan sebuah game, Anda harus membelinya terlebih dulu. Jadi, dengan mengeluarkan uang dalam jumlah tertentu, seseorang akan bisa mendapatkan pengalaman bermain dari game yang dia beli. Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi, muncul model bisnis baru. Salah satunya adalah free-to-play. Sesuai namanya, game free-to-play bisa dimainkan dengan gratis. Hanya saja, game free-to-play biasanya memiliki item yang bisa dibeli oleh pemain, baik item kosmetik maupun item powerup.

Dan jangan salah, model bisnis free-to-play terbukti sangat menguntungkan. Mari kita bandingkan Legend of Zelda: Breath of the Wild dengan Genshin Impact. Ketika Genshin Impact diluncurkan, banyak orang yang menganggap game buatan miHoYo itu sebagai “tiruan” dari Breath of the Wild. Sejauh ini, Breath of the Wild telah terjual sebanyak 24,13 juta unit. Di toko digital resmi Nintendo, game tersebut dihargai US$60. Jadi, total pendapatan dari game tersebut adalah US$1,45 miliar. Sebagai perbandingan, dalam waktu satu tahun, pemasukan dari Genshin Impact diperkirakan mencapai US$3,7 miliar.

Walau harus diakui, Genshin Impact juga menggunakan model bisnis gacha — yang menyerupai judi dan bisa mendorong pemainnya untuk menghabiskan jutaan atau bahkan puluhan juta rupiah. Dan model bisnis ini memang menimbulkan kontroversi sendiri, yang pernah kami bahas di sini. Terlepas dari model bisnis yang kontroversial, keberadaan game seperti Genshin Impact menunjukkan bahwa gamers tidak segan-segan untuk menghabiskan uang demi mendapatkan karakter atau item dalam game. Sayangnya, saat ini, tidak peduli berapa banyak uang yang seseorang habiskan untuk membeli item dalam game, item itu akan hilang ketika server game ditutup.

Golden Pharaoh X-Suit. | Sumber: Facebook

Sebagai contoh, jika seseorang membeli skin X-Suit Firaun Emas di PUBG Mobile — yang dihargai Rp32 jutaskin tersebut akan hilang begitu saja jika PUBG Mobile tutup. Nah, di sinilah salah satu keuntungan NFT dalam game. Jika item dalam game dibuat menjadi NFT, maka pemilik akan tetap bisa menyimpan item tersebut dalam bentuk NFT di wallet mereka walau game sudah tutup. Dalam kasus skin X-Suit Firaun Emas yang saya contohkan, pemilik skin akan tetap memiliki versi NFT dari skin tersebut meski PUBG Mobile telah tutup.

Keuntungan lain yang bisa didapat oleh gamers dengan adanya NFT dalam game adalah munculnya model bisnis play-to-earn. Dengan memainkan game play-to-earn, pemain bisa mendapatkan uang, bahkan tanpa harus menjadi pemain profesional. Bagaimana mekanisme game play-to-earn? Sederhananya, pemain akan mendapatkan aset digital ketika bermain game. Aset digital itu bisa ditukar dengan cryptocurrency, yang nantinya, bisa ditukar dengan mata uang tradisional. Untuk lebih lengkapnya, Anda bisa membaca artikel kami tentang blockchain gaming di sini.

Keuntungan NFT untuk Developer Game

Adanya NFT di game tidak hanya bisa menguntungkan pemain, tapi juga kreator game. Salah satu keuntungan untuk developer game adalah potensi sumber pemasukan baru, yaitu biaya transaksi. Jika pemain bisa memperjual-belikan NFT di sebuah game, developer bisa memungut biaya dari setiap transaksi yang pemain lakukan. Dan hal ini bisa menjadi pemasukan baru untuk sang developer.

Keuntungan lain yang bisa didapat oleh developer adalah pemain punya alasan untuk bermain game. Selama ini, biasanya, orang-orang bermain game sebagai pelepas penat. Namun, dengan adanya model bisnis play-to-earn, ada hal lain yang bisa mendorong orang-orang untuk bermain game, yaitu untuk mendapatkan uang. Hal ini sempat dibahas oleh President Square Enix, Yosuke Matsuda, dalam sebuah surat terbuka.

“Baik dalam game online atau game single-player, pada awalnya, hubungan antara gamers dan kreator game adalah hubungan satu arah: kreator seperti kami menciptakan game yang akan dimainkan oleh konsumen,” kata Matsuda. “Sementara itu, blockchain game — yang baru muncul dan kini sedang tumbuh, –dibangun berdasarkan konsep token economy, yang membuka potensi untuk mendorong pertumbuhan industri game yang mandiri dan berkelanjutan.”

Yosuke Matsuda. | Sumber: VG247

Lebih lanjut Matsuda menjelaskan, salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan industri blockchain game adalah keberagaman, baik dalam cara pemain berinteraksi dengan game maupun alasan pemain bermain game. “Perkembangan token economy akan mendorong momentum dari keberagaman ini,” ujarnya. “Contohnya adalah konsep ‘play to earn‘ yang membuat orang-orang menjadi tertarik untuk bermain game.”

Axie Infinity adalah salah satu contoh game dengan model bisnis play-to-earn. Game itu sangat populer di Filipina. Menurut laporan Niko Partners, per April 2021, Axie Infinity telah diunduh sebanyak 70 ribu kali dan sebanyak 29 ribu downloads berasal dari Filipina. Sementara per Oktober 2021, jumlah pemain Axie Infinity di Filipina naik menjadi sekitar 300 ribu orang. Di bulan yang sama, total volum jual-beli di game itu telah menembus US$25 juta. Setiap harinya, total NFT yang terjual di Axie Inifity melebihi 50 ribu tokens.

Axie Infinity menjadi sangat populer di Filipina sehngga pemerintah pun memutuskan untuk mengeluarkan regulasi tentang cryptocurrency yang didapat pemain dari game tersebut. Hal ini menjadi bukti bahwa keberadaan game play-to-earn memang bisa mendorong orang-orang untuk bermain game demi mendapatkan uang. Pada saat yang sama, model play-to-earn juga menciptakan masalah tersendiri, yang saya akan bahas dalam segmen berikut.

Argumen Kontra tentang NFT di Game

Menyertakan NFT dalam game memang memiliki keuntungan tersendiri. Namun, sebagian gamers tampaknya justru tidak suka jika perusahaan game membuat atau berencana untuk memasukkan NFT ke game mereka. Sebagai contoh, ketika Ubisoft meluncurkan platform Quartz — bersamaan dengan tiga NFT pertama mereka — reaksi gamers terpolarisasi.

Sebagian gamers, khususnya yang percaya dengan masa depan blockchain, menganggap bahwa keputusan Ubisoft akan membawa perubahan besar ke industri game. Karena, Ubisoft menjadi publisher game besar pertama yang memutuskan untuk membuat NFT. Di sisi lain, tidak sedikit gamers yang justru mengecam Ubisoft. Buktinya, video peluncuran Quartz — yang sekarang sudah menjadi menjadi video unlistedmendapatkan 40 ribu dislikes dan hanya 1,6 ribu likes.

Ubisoft Quartz dapat protes dari para gamers.

Salah satu hal yang membuat gamers tidak suka dengan potensi adanya NFT dalam game adalah karena keberadaan NFT membuka peluang bagi developer untuk mendorong pemain mengeluarkan uang. Seperti yang disebutkan oleh Economic Times, ketika bermain game, khususnya game AAA, pemain tidak hanya harus mengeluarkan uang, tapi juga menginvestasikan waktunya.

Tentunya, gamers ingin mendapatkan pengalaman bermain yang memuaskan. Dan pengalaman bermain itu bisa berkurang ketika developer masih mengharuskan pemain untuk membeli NFT. Masalah ini serupa dengan keberadaan microtransactions atau lootbox dalam game premium. Sebagai contoh, Star Wars Battlefront II. Game itu dijual dengan harga Rp479 ribu di Steam. Namun, game tersebut masih dipenuhi dengan lootbox dan microtransactions. Dan hal itu ini menuai kontroversi ketika Electronic Arts meluncurkan game tersebut di 2018.

Masalahnya, game NFT dengan model play-to-earn memang didesain sedemikian rupa agar gamers mau melakukan jual-beli dari aset digital yang ada. Alhasil, tujuan pemain untuk bermain tak lagi untuk bersenang-senang, tapi untuk mendapatkan uang. Pada akhirnya, hal ini bisa membuat kepuasan bermain game menjadi berkurang.

Tiga “pendiri” Fame Lady Squad. | Sumber: InputMag

Alasan lain mengapa para gamers tidak suka akan keberadaan NFT dalam game adalah karena banyaknya penipuan di ranah NFT. Jenis penipuan yang ada pun beragam, mulai dari giveaways palsu di Twitter untuk mendapatkan banyak retweets dan followers, tautan berbahaya yang disebarkan agar orang-orang mengklik tautan tersebut, sampai metode rug pull.

Secara sederhana, skema penipuan rug pull adalah ketika developer membawa lari uang investor tanpa menyelesaikan proyek yang mereka janjikan. Salah satu contoh model penipuan rug pull adalah Fame Lady Squad, yang mengklaim sebagai proyek NFT untuk pemberdayaan perempuan. Proyek itu diklaim dibuat oleh tiga perempuan, yaitu Cindy, Andrea, dan Kelda.

Ketiga perempuan itu memiliki avatar yang dibuat ke dalam NFT, yang kemudian bisa dibeli. Secara total, Fame Lady Squad berhasil mengumpulkan hampir US$1,5 juta dari investor dan komunitas sebelum mereka melarikan diri. Dan setelah diselidiki, diketahui bahwa Fame Lady Squad bahkan tidak didalangi oleh tiga perempuan, tapi oleh sekelompok pria asal Rusia, seperti yang dilaporkan oleh InputMag.

Pada awalnya, Evil Ape berjanji akan membuat fighting game, Evolved Apes. Dalam game itu, para pemain akan mengadu kera yang mereka miliki dengan satu sama lain. Pemain yang keluar sebagai pemenang akan mendapatkan Ethereum sebagai hadiah. Untuk bisa bermain, pemain harus membeli NFT dari karakter Evolved Apes, yang dijual di marketplace NFT, OpenSea.

Namun, untuk bisa membangun game Evolved Apes, Evil Ape akan memerlukan biaya. Karena itu, mereka menjual NFT dari karakter di Evolved Apes. Uang itu diklaim akan digunakan untuk biaya pengembangan dan marketing game. Namun, Evil Ape justru membawa kabur uang yang terkumpul — senilai US$2,7 juta — tanpa pernah meluncurkan game yang dijanjikan. Kabar baiknya — jika hal ini bisa disebut kabar baik — pemain yang sudah terlanjur membeli NFT masih dapat menyimpan NFT tersebut.

Evolved Apes. | Sumber: PC Gamer

Masalah penipuan terkait NFT diperburuk oleh fakta bahwa belum ada banyak regulasi yang mengatur teknologi tersebut. Faktanya, Evil APe dilaporkan ke kepolisian di Inggris, yang merupakan markas dari kru Evolved Apes. Dan pihak kepolisian menyebutkan bahwa kasus ini mungkin akan sulit untuk diprotes. Karena, orang-orang yang sudah membeli NFT memang mendapatkan NFT yang mereka inginkan. Sementara masalah janji untuk membuat game yang tidak terpenuhi, pihak kepolisian menyebutkan bahwa game itu memang tidak menjadi bagian dari apa yang pemain beli, seperti dikutip dari PC Gamer.

Dampak Buruk NFT ke Seniman dan Lingkungan

Selain gamers, kelompok yang cenderung menentang NFT adalah digital artists dan aktivis lingkungan. Bagi para digital artists, NFT memang sering disebutkan akan bisa menjadi mata pencaharian baru. Hanya saja, keberadaan NFT juga menimbulkan masalah tersendiri, yaitu membuat pencurian seni menjadi semakin marak. Memang, sebelum keberadaan NFT pun, pencurian karya digital adalah hal yang lumrah. Meskipun begitu, setelah NFT menjadi populer, tidak sedikit orang yang mencuri karya digital orang lain untuk menjadikannya sebagai NFT.

Masalah pencurian karya ini begitu marak sehingga salah satu comic artist dari DC Comics, Liam Sharp, memutuskan untuk menutup akun DevianArt miliknya. Melalui Twitter, dia menjelaskan, dia mengambil langkah drastis itu karena ada banyak karyanya yang dijadikan NFT tanpa izinnya. Seolah hal ini tidak cukup buruk, ketika dia melaporkan masalah ini ke pihak DeviantArt, laporannya justru diacuhkan, seperti yang dilaporkan oleh Futurism.

Sementara bagi aktivis lingkungan, alasan mereka menjadi antipati dengan NFT adalah karena ia memberikan dampak buruk pada lingkungan. Seperti yang disebutkan oleh Wired, marketplace besar untuk menjual NFT — seperti MakersPlace, Nifty Gateway, dan SuperRare — menggunakan Ethereum. Sama seperti Bitcoin, proses penambangan Ethereum memerlukan komputer yang bisa memproses kriptografi kompleks. Dan komputer itu biasanya membutuhkan energi besar.

Sebagai ilustasi, energi yang dihabiskan oleh penambang Bitcoin setiap tahunnya diperkirakan mencapai empat sampai lima terawatt-jam, atau sama seperti listrik yang dihabiskan oleh Hong Kong pada 2017. Sementara itu, daya listrik yang dihabiskan oleh penambang Ethereum setiap tahunnya diperkirakan sama seperti penggunaan listrik Libia. Dan semakin besar listrik yang penambang cryptocurrency habiskan, semakin banyak pula polusi yang dihasilkan.

Penutup

Teknologi baru biasanya menciptakan disrupsi di industri yang sudah ada. Namun, masyarakat cenderung enggan untuk mengadopsi teknologi baru. Sebagai contoh, sekarang, orang-orang sudah terbiasa untuk berbelanja melalui platform e-commerce. Tapi, beberapa tahun lalu, platform e-commerce sibuk untuk melakukan edukasi, meyakinkan konsumen bahwa mereka tidak akan tertipu jika mereka berbelanja secara online.

Saya rasa, hal yang sama juga berlaku untuk NFT. Mengingat betapa barunya industri NFT, tidak heran jika banyak orang yang masih sangat was-was, apalagi karena belum banyak atau bahkan belum ada regulasi yang mengatur tentang industri tersebut. Kabar baiknya, industri NFT masih terus berevolusi. Jadi, tidak tertutup kemungkinan, masalah-masalah yang muncul saat ini bisa diselesaikan di masa depan.

Satu hal yang harus diingat, tidak semua teknologi baru akan diadopsi secara massal. Tidak peduli seberapa besar hype dari teknologi baru, terkadang, teknologi itu memang hanya bisa menargetkan pasar niche. Salah satu contohnya adalah teknologi mixed reality. Jadi, walau industri NFT memang tengah menarik perhatian saat ini, tidak ada jaminan bahwa industri itu akan bertahan atau menjadi mainstream di masa depan. Saya rasa, hal ini akan tergantung pada pelaku industri NFT itu sendiri.

Sumber header: Pixabay

GRID Legends Meluncur 25 Februari 2022, Janjikan Opsi Gameplay yang Variatif dan Multiplayer Lintas Platform

Usai diumumkan pertama kali pada bulan Juli lalu, GRID Legends akhirnya punya jadwal rilis pasti. Game kelima dari franchise game balapan GRID itu dijadwalkan hadir pada 25 Februari 2022 di PC, PS5, PS4, Xbox Series X/S, dan Xbox One sekaligus.

Dibandingkan pendahulu-pendahulunya, GRID Legends menawarkan lebih banyak opsi gameplay, termasuk mode Drift yang banyak di-request oleh para penggemar setia seri GRID, demikian pula mode Elimination. Codemasters pun tidak lupa menyelipkan dua mode baru, yakni Electric Boost dan Race Creator. Mode yang terakhir ini mengemas segudang opsi kustomisasi demi menambah variasi permainan.

Tidak kalah penting adalah fitur multiplayer lintas platform, dan Codemasters turut memastikan supaya pemain bisa saling beradu bersama teman-temannya dengan cepat. Cukup tiga klik tombol kalau kata pengembangnya, dan sesi balapan pun bisa langsung dimulai tanpa mengharuskan para pemain mampir ke lobi terlebih dulu.

Tidak tertarik bermain bersama orang lain? Bukan masalah, sebab mode Career dalam GRID Legends dipastikan bakal menyita banyak waktu Anda, apalagi dengan lebih dari 300 event yang tersedia. Juga menarik adalah kehadiran sebuah story mode terpisah berjudul “Driven to Glory”.

Ketimbang menggunakan teknologi motion capture untuk membuat cutscene di story mode ini, Codemasters justru menyelipkan adegan-adegan film yang disyuting bersama aktor asli dengan memanfaatkan teknik produksi virtual ala The Mandalorian. Singkat cerita, kalau Anda suka drama di dunia balap mobil profesional, Anda bakal menikmati mode yang satu ini.

Usai menuntaskan story mode, progresnya otomatis bakal diintegrasikan ke progres di mode Career, dan ini bakal memicu munculnya serangkaian event baru untuk dimainkan. Terkait variasi mobilnya, GRID Legends menjanjikan lebih dari 100 model yang berbeda di awal peluncurannya.

2022 tampaknya bakal jadi tahun yang membahagiakan buat para penggemar game balapan. Selain GRID Legends ini, juga akan ada Gran Turismo 7 yang bakal menyusul hanya seminggu setelahnya. Selagi menunggu keduanya, kita juga bisa menghabiskan banyak waktu di Forza Horizon 5.

EA Ingin Ciptakan “Battlefield Universe” dengan Beberapa Proyek yang Saling Terhubung Satu Sama Lain

Peluncuran Battlefield 2042 baru-baru ini diwarnai oleh banyak problem. Namun hal itu tidak mencegah EA memiliki rencana besar untuknya. Bagaimanapun juga, Battlefield sudah menjadi salah satu franchise andalan EA semenjak mereka mengakuisisi DICE di tahun 2006.

Berdasarkan laporan dari GameSpot, EA tengah sibuk menyiapkan rencana untuk menciptakan sebuah “Battlefield universe“. Rencana spesifiknya seperti apa masih belum diketahui, tapi yang pasti bakal melibatkan lebih dari satu proyek dari berbagai studio sekaligus, dan yang semuanya saling terhubung satu sama lain.

Guna mengeksekusi wacana tersebut, EA pun menunjuk Vince Zampella, co-founder sekaligus CEO Respawn Entertainment (studio yang membuat Titanfall dan Apex Legends), untuk mengawasi pengembangan franchise Battlefield secara umum. Ripple Effect, studio yang bertanggung jawab atas mode Portal di Battlefield 2042, kabarnya juga bakal mengerjakan sebuah “experience baru” di universe Battlefield 2042.

Tidak cukup sampai di situ saja, EA juga tengah menyiapkan sebuah studio baru di kota Seattle yang akan dikepalai oleh Marcus Lehto, co-creator franchise Halo sekaligus pencipta karakter Master Chief. Lehto bergabung dengan EA pada bulan Oktober lalu setelah sempat menjalankan studionya sendiri, V1 Interactive, selama sekitar lima tahun.

Studio baru yang belum bernama ini kabarnya bakal berkolaborasi dengan DICE dan Ripple Effect untuk memperluas narasi dan pengembangan karakter di seri Battlefield. Apakah ini berarti ke depannya Battlefield 2042 bakal kedatangan single-player campaign? Mungkin saja, tapi tidak menutup kemungkinan juga Lehto dan timnya bakal mengerjakan game Battlefield baru.

Asumsinya, sosok seberpengalaman Lehto tidak mungkin cuma dipercaya mengembangkan konten pelengkap semata. Byron Beede, eks veteran Activision yang belum lama ini direkrut oleh EA, mengatakan bahwa apa yang dikerjakan studio baru di bawah kepemimpinan Lehto itu bakal menjadi fondasi atas semua hal yang berhubungan dengan narasi di universe Battlefield.

Dalam kesempatan yang sama, general manager DICE, Oskar Gabrielson, memutuskan untuk hengkang, dan posisinya kini digantikan oleh mantan studio director Ubisoft Annecy, Rebecka Coutaz. Sepintas ini mungkin terdengar sebagai buntut dari banyaknya permasalahan yang dialami Battlefield 2042, tapi kalau memang demikian, semestinya bakal ada jeda sebelum EA menunjuk penggantinya.

Battlefield 2042 boleh memberikan impresi awal yang buruk, akan tetapi statusnya sebagai sebuah live service game berarti EA dapat terus menyempurnakannya seiring berjalannya waktu. Dan ternyata rencana mereka bukan sebatas membenahi saja, melainkan juga mengembangkan franchise-nya lebih luas lagi.

Sumber: GameSpot.

Developer Genshin Impact Punya Game Baru, Ubisoft Perkenalkan Ghost Recon Frontline

Minggu lalu, ada beberapa berita menarik di dunia game. Salah satunya, Electronic Arts mengungkap bahwa mereka tengah mempertimbangkan untuk mengganti nama dari seri game sepak bola mereka, FIFA. Selain itu, Ubisoft juga memperkenalkan Ghost Recon Frontline. Game yang bisa dimainkan oleh lebih dari 100 orang itu mengusung genre FPS PvP dan bisa dimainkan dengan gratis. Sementara itu, developer Genshin Impact, miHoYo, baru saja membuka pendaftaran closed beta dari game baru mereka, Honkai: Star Rail.

Tapjoy: Mobile Jadi Platform Favorit Gamers Milenial

Perusahaan riset mobile Tapjoy baru saja merilis laporan tentang kebiasaan bermain game dari para milenial. Menurut laporan tersebut, mobile merupakan platform pilihan bagi para gamers milenial. Buktinya, sekitar 82% milenial bermain game di smartphone mereka. Sebagai perbandingan, hanya 37% gamers milenial yang bermain di konsol serta handheld dan 27% milenial yang bermain game di PC.

Dari laporan tersebut, juga diketahui bahwa 70% gamers milenial memainkan mobile game setiap hari. Tanggapan mereka akan iklan mobile game juga cukup positif, khususnya iklan yang menawarkan hadiah dalam game. Menurut Lauren Baca, Senior Director of Marketing, Tapjoy, alasan mengapa gamers milenial senang bermain game di mobile adalah karena milenial merupakan salah satu generasi pertama yang bisa menikmati kemudahan yang ditawarkan oleh mobile internet, menurut laporan VentureBeat.

Developer miHoYo Buka Pendaftaran Closed Beta untuk Game Baru

Minggu lalu, miHoYo, developer Genshin Impact mengumumkan bahwa pendaftaran untuk closed beta dari game baru mereka — Honkai: Star Rail — telah dibuka. Star Rail akan mengambil setting dunia seperti Honkai Impact 3rd. Dalam Honkai Impact 3rd, dunia sudah diambang kehancuran. Para Valkyries — sebutan untuk para perempuan yang punya kekuatan super — harus melawan sebuah kekuatan yang tidak hanya bisa menciptakan monster, tapi menyebabkan bencana alam. Star Rail akan bisa dimainkan di PC dan mobile.

Dari video trailer-nya, Star Rail terlihat menggabungkan elemen action game dengan tactical game. Namun, berdasarkan screenshot di situs resminya, para pemain akan bisa memainkan hingga empat karakter pada saat bersamaan, mengimplikasikan bahwa Star Rail merupakan turn-based RPG. Sementara dari segi visual dan art style, Star Rail tampaknya lebih menyerupai Genshin Impact daripada Honkai, menurut laporan Kotaku.

Universal Studios Jepang Kerja Sama dengan The Pokémon Company

Universal Studios Jepang bekerja sama The Pokemon Company untuk membuat wahana bertema Pokemon, serupa Super Nintendo World. Saat ini, keduanya memiliki beberapa proyek untuk membuat “hiburan bertema Pokemon yang inovatif”. Rencananya, wahana pertama hasil kerja sama Universal Studios Jepang dan The Pokemon Company sudah terpasang di taman hiburan di Osaka pada akhir 2022.

“Kami bangga karena bisa menjalin kerja sama dalam jangka panjang dengan The Pokemon Company untuk membuat wahana bertema Pokemon di Universal Studios Jepang, baik untuk para fans Pokemon maupun para pengunjung taman bermain kami,” kata CEO dan presiden Universal Studios Jepang, J.L. Bonnier, seperti dikutip dari Games Industry.

Ghost Recon Frontline Sudah Bisa Dicoba oleh Masyarakat Umum

Minggu lalu, Ubisoft memperkenalkan game baru mereka, Ghost Recon Frontline. Game FPS itu akan mengadu lebih dari 100 pemain, seperti kebanyakan game battle royale. Mode utama dari Ghost Recon Frontline adalah Expedition. Dalam mode itu, 102 orang pemain akan dibagi ke dalam kelompok berisi 3 orang.

Ghost Recon Frontline jadi mobile game PVP yang bisa dimainkan secara gratis.

Untuk menang, setiap tim harus mengumpulkan tiga informasi. Setelah itu, mereka bisa pergi ke drop zone untuk memanggil helikopter dan pergi dari medan perang. Hanya saja, ketika sebuah tim berhasil memanggil helikopter, pemain lain akan mendapatkan peringatan. Jadi, mereka akan bisa pergi ke drop zone dan menyerang tim yang memanggil helikopter.

Ghost Recon Frontline sudah bisa dicoba oleh masyarakat umum pada bulan ini. Namun, masih belum diketahui kapan Ubisoft meluncurkan game tersebut, lapor IGN.

EA Pertimbangkan untuk Ganti Nama Franchise FIFA

Electronic Arts mengungkap bahwa mereka sedang mempertimbangkan untuk mengubah nama dari franchise game sepak bola mereka, FIFA. Namun, meski mereka memutuskan untuk mengganti nama FIFA, mereka akan tetap menjalin kerja sama dan membeli lisensi agar bisa menampilkan atlet, tim, dan liga sepak bola yang sebenarnya.

EA pertama kali bekerja sama dengan FIFA pada 1993, ditandai dengan peluncuran game FIFA International Soccer. Sejak saat itu, EA selalu merilis setidaknya satu game FIFA baru setiap tahunnya. Saat ini, tidak diketahui kenapa EA ingin mengubah nama franchise game sepak bola mereka. Menurut laporan IGN, ada kemungkinan, EA tidak lagi ingin menggunakan nama FIFA karena muncul berbagai berita kontroversial terkait organisasi sepak bola tersebut. Salah satunya adalah keterlibatan FIFA dalam skandal korupsi.

Tak Hanya di Mobile, Iklan di Game akan Masuk ke PC dan Konsol?

Semakin mahalnya biaya pengembangan video game memang membuat para pengembang dan penerbit terus memutar otak untuk mendapatkan pendapatan. Salah satunya tentu berasal dari sponsor dan iklan.

Gamer mobile pastinya sudah sangat terbiasa dengan sistem iklan dalam game yang mengharuskan mereka menonton iklan 15-30 detik untuk mendapatkan item gratis atau bahkan sekedar melanjutkan level.

Sistem tersebut kelihatannya akan segera diimplementasikan pada game PC dan konsol oleh Electronic Arts (EA) dan juga pengembang game Paladin, Hi-Rez Studios. Kedua perusahaan ini akan menjadi yang pertama bekerja sama dengan platform periklanan baru bernama PlayerWON.

Meski begitu, EA melakukan konfirmasi kepada PC Gamer bahwa informasi tersebut tidak benar. EA mengatakan bahwa mereka tidak akan meletakkan iklan ke dalam game-game mereka, dan tidak ada kesepakatan apapun untuk hal tersebut.

“Menyusul laporan tidak benar mengenai kami yang disebut akan memperkenalkan iklan bergaya TV di dalam game kami, kami ingin mengklarifikasi bahwa kami tidak punya tujuan itu sekarang ataupun tidak ada perjanjian perihal terkait yang telah ditandatangani.” Ungkap juru bicara EA.

Image credit: Hi-Rez Studios

Dilansir dari Axios, PlayerWon merupakan sebuah platform periklanan yang dimiliki oleh perusahaan periklanan TV di Amerika bernama Simulmedia. Prakteknya, platform ini dapat menampilkan video iklan di dalam game PC maupun konsol.

Pihak Simulmedia bahkan juga berkomentar tentang cepatnya pertumbuan dari game free-to-play pada platform PC dan konsol. Mereka bahkan mengklaim bahwa lebih dari 90% pemain tidak pernah mengeluarkan uang untuk game-game tersebut.

Untuk membuktikan bahwa apa yang yang PlayerWON tawarkan ini masuk akal, mereka telah mencoba menggunakan sistem iklan tersebut di dalam game Smite milik Hi-Rez.

Hadiah yang didapat oleh para pemain juga bervariasi mulai dari sejumlah mata-uang game tersebut hingga skin/kostum untuk karakter dalam game mereka.

Penampakan iklan dalam game Smite (image credit :Reddit)

Hasilnya, dikatakan bahwa 22% pemain lebih tertarik untuk memainkan game yang memiliki iklan di dalamnya jika mereka menerima keuntungan karena melakukannya. Dan 11% dari total pemain yang tertarik tadi disebut memiliki kemungkinan lebih besar untuk menghabiskan uangnya di dalam game.

Simulmedia bahkan menemukan fakta bahwa para gamer disebut rela untuk menonton hingga 10 iklan per hari demi mendapatkan hadiah.

Ke depannya, Simulmedia menargetkan untuk dapat mengimplementasikan platform PlayerWON milik mereka tersebut ke dalam lebih banyak game untuk mengembangkan pasar “iklan dalam game” tersebut.

Simulmedia berencana untuk menggandeng 12 game lain hingga akhir tahun ini. Meskipun tidak disebutkan secara jelas, namun Simulmedia sempat menyinggung judul-judul seperti Fortnite, Apex Legends, Call of Duty Warzone, dan juga Roblox.

EA akan Segera Buka Masa CBT Apex Legends Mobile di Indonesia

Beberapa waktu yang lalu Electronic Arts (EA) selaku publisher game dari Apex Legends mengumumkan sedang mengembangkan versi mobile-nya. Setelah beberapa bulan dikembangkan, Apex Legends Mobile sudah memasuki masa closed beta test.

Dalam masa CBT ini, Apex Legends Mobile sudah dapat dimainkan. Namun belum semua orang bisa memainkan game bergenre battle royale ini. Pasalnya, Apex Legends Mobile masih dalam tahap pengembangan dan akan ada banyak pembaharuan lagi.

Sebelumnya, Respawn Entertainment sebagai sang developer mengumumkan bahwa masa CBT game Apex Legends Mobile hanya dapat dimainkan untuk pemain dari negara India dan Filipina saja. Kini mereka berencana menambakan 5 negara baru lagi untuk menikmati tes beta tertutup ini. Kelima negara yang terpilih adalah Indonesia, Peru, Kolombia, Mesir, dan Lebanon.

Respawn Entertainment sendiri tidak menyebutkan tanggal pasti dimulainnya masa CBT ini. Namun mereka mengungkapkan akan dilakukan dalam beberapa minggu ke depan.

Terpilihnya Indonesia untuk mengikuti CBT game Apex Legends Mobile ini tentu saja mendapatkan respon positif dari penggemarnya.

Di sisi lain, Apex Legends versi console dan PC sudah memiliki lebih dari 100 juta pemain di seluruh dunia di ulang tahunnya yang kedua. Pengumuman jumlah pemain tersebut diumumkan pada pertengahan bulan April 2021 lalu.

Apakah dengan munculnya versi mobile dari Apex Legends dapat membantu EA meraup lebih banyak pemain? Jika kita berkaca dari Call of Duty yang muncul versi mobile-nya terlebih dahulu, Call of Duty: Mobile (CODM) memang langsung mendapatkan jumlah pemain yang masif meski belum lama dirilis.

Pada Oktober 2020, Activision Blizzard mengumumkan jika CODM berhasil mendapatkan 300 juta download di tahun pertamanya. Menurut ActivePlayer.IO, perkiraan pemain CODM saat artikel ini ditulis sudah mencapai 210 juta pemain aktif. Padahal Call of Duty: Warzone baru bisa mendapatkan 100 juta pemain dalam waktu 1 tahun.

Game Dodgeball Terbaru EA, Knockout City Berhasil Tembus 5 Juta Pemain

Terus bereksperimen tentu adalah kunci sukses bagi para penerbit dan pengembang video game saat ini. Mencari celah dari konsep yang populer dengan sentuhan dan warna baru bisa menjadi salah satu solusinya. Itulah yang terjadi pada game dodgeball – brawl’em up milik EA yaitu Knockout City.

Game eksperimental terbaru EA ini langsung populer karena saat dirilis EA langsung memberikan uji gratis (free trial) dari game-nya selama 10 hari. Tidak tanggung-tanggung, kini sudah tercatat bahwa sudah lebih dari 5 juta pemain yang memainkan game yang beru saja dirilis pada 21 Mei 2021 lalu.

Pencapaian tersebut ditulis dalam unggahan blog resminya. EA berterima kasih kepada semua pemain yang telah melebihi ekspektasi mereka. Mereka juga menjelaskan bahwa ada ratusan “Crew” yang telah dibentuk, setengah miliar serangan KO dilancarkan, dan jutaan jam dari gameplay telah disaksikan. Bahkan EA juga mengatakan bahwa ribuan persahabatan tercipta di dalam game ini.

Meskipun terlihat menakjubkan, banyak fans yang skeptis dengan kesuksesan game Knockout City ini. Terlebih faktor uji gratis 10 hari dan crossplay seakan menjadi 2 alasan utama mengapa game ini bisa mendulang banyak sekali pemain. Banyak yang khawatir bahwa angka pemain menakjubkan ini akan segera turun drastis ketika uji gratis dari game-nya selesai.

Namun kenyataannya EA malah memberikan kelonggaran karena para pemain Knockout City kini bisa memainkan game-nya tetap gratis hingga mereka berhasil mencapai Rank 25. Setelahnya, baru muncul pilihan untuk membeli game-nya secara penuh seharga Rp282.000.

Image Credit: EA

Untuk sekarang, Knockout City masih menikmati kejayaannya. Terlebih bagi untuk sebuah game bertema olahraga yang dikemas kasual dan fun. Dan mungkin saja ke depannya EA dan pengembang Velan Studios mampu membuat game ini memiliki umur yang panjang lewat update konten atau bahkan masuk ke ranah kompetitif esport.

Di Steam, game ini mendapatkan review “Very Positive” dari 2.443 review dan juga nilai 80 di Metacritic dengan mayoritas memuji bahwa game ini merupakan game yang ringan, mudah, dan menyenangkan untuk memainkan. Beberapa pemain juga mengatakan bahwa mereka menyukai aspek kostumisasi masif yang disediakan di dalam game ini.

Anda bisa menjajal langsung game ini dengan mengunduhnya lewat Steam, Epic Games Store, Origin, PlayStation 4, PlayStation 5, Xbox One, Xbox Series X, Xbox Series S, dan bahkan Nintendo Switch.

Pendapatan EA dari Platform Mobile Mencapai Rp11 Triliun di 2021

Keberadaan platform mobile kelihatannya akan semakin diperhitungkan oleh publisher serta pengembang game di seluruh dunia. Bagaimana tidak, platform ini memang menjanjikan audiens pemain yang lebih luas dan tentunya potensi keuntungan yang lebih besar.

Dalam laporan resminya, Electronic Arts atau yang lebih dikenal dengan EA mencatat telah berhasil mendulang keuntungan hingga $781 juta atau sekitar Rp11 triliun pada tahun fiskal 2021 ini. Padahal angka fantastis tersebut adalah penurunan sebanyak 7 persen dari tahun fiskal 2020.

“EA memberikan pertumbuhan yang kuat pada perempat tahun ini lewat live services dan performa yang menakjubkan dari Apex Legends. Apex tumbuh secara konsisten sepanjang tahun lalu, didorong oleh tim pengembang dan konten-konten yang mereka berikan.” Ungkap COO EA dan CFO Blake Jorgensen.

Apex Legends - Wattson
Image credit: EA

“Ke depannya, momentum yang telah dimiliki oleh live services kami akan memberikan pondasi yang kuat untuk mengejar tahun fiskal 2022. Dikombinasikan dengan kehadiran Battlefield baru dan juga akusisi yang baru-baru ini dilakukan, kami mengharapkan pertumbuhan yang signifikan.” Lanjut Jorgensen.

Untuk mengejar target tahun depan tersebut, EA berencana untuk memperluas franchise-franchise andalan mereka ke lebih banyak platform. Hal ini sendiri sudah mulai dilakukan oleh EA yang telah meluncurkan versi mobile dari Apex Legends.

Salah satu game mobile lain dari EA yang kelihatannya patut ditunggu nantinya adalah Battlefield Mobile yang akan melakukan soft-launch tahun ini. Dan, kemungkinan besar, EA akan memperlihatkan lebih banyak tentang game ini pada gelaran EA Play Live pada Juli mendatang.

image credit: EA

Dengan akusisi atas Glu Mobile pada April lalu, kemungkinan besar EA akan membuat lebih banyak game mobile ke depannya. Akusisi Metalhead Software juga akan memberikan EA kesempatan untuk memperluas game mobile bergenre sport, karena perusahaan ini sendiri memiliki target untuk menumbuhkan pasar sports mobile sebesar 50% pada tahun ini.

EA juga mengatakan bahwa selama tahun fiskal 2022 ini mereka akan terus melanjutkan transfromasi untuk membuat platform mobile dapat tumbuh menjadi pusat pertumbuhan bisnis mereka. Terlebih lagi EA juga telah mengatur ulang tim EA Mobile mereka untuk dapat memaksimalkan live services game mobile mereka seperti Star Wars: Galaxy of Heroes, The Sims, dan juga Real Racing.

 

 

Battlefield Mobile akan Adakan Soft Launch Tahun ini

Franchise Battlefield mungkin menjadi perhatian utama dari EA untuk tahun ini. Bagaimana tidak, mereka menarik beberapa studio untuk fokus dalam pengembangan Battlefield 2021 yang dirumorkan akan menjadi soft-reboot bagi franchise-nya.

Namun ternyata EA juga memiliki proyek Battlefield lain, yaitu Battlefield Mobile yang diumumkan untuk dirilis pada 2022 mendatang. Meskipun begitu, kelihatannya EA punya target baru yaitu pada musim panas 2021 ini sebagai soft launch dari game tersebut.

Dikutip dari Venturebeat, Chief Studio Officer – Laura Miele mengonfirmasi soft launch dari Battlefield Mobile ini pada live stream GamesBeat Summit 2021.

Ia pun secara gamblang menyatakan bahwa mereka sangat bersemangat untuk membawa soft launch pada akhir musim panas ini. Hal tersebut dilakukan agar lebih banyak pemain yang dapat dijangkau dan merasakan ‘Battlefield experience’.

Ada satu hal yang menarik perhatian adalah Laura juga sempat menyebut tentang ‘komponen premium dari game’. Yang kelihatannya akan mengindikasikan bahwa Battlefield Mobile ini juga akan memiliki komponen premium sama seperti game-game mobile lain pada umumnya.

Mengenai soft launch Battlefield Mobile ini sendiri bukan berarti game-nya akan diluncurkan lebih awal. Namun lebih ke arah uji coba ke kalangan terbatas yang biasanya akan ada dalam bentuk beta test. Sayangnya, Laura tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai soft launch ini.

Namun mengingat akhir musim panas jatuh pada sekitar Agustus-September mendatang, maka besar kemungkinan bahwa EA akan segera memberikan detail lebih lanjut mengenai Battlefield Mobile ini ke depannya.

EA Bakal Buat Battlefield untuk Mobile, Jeff Kaplan Mundur dari Blizzard

Bandai Namco memperkenalkan Tamagotchi Pix pada minggu lalu. Selain itu, EA juga mengungkap rencana mereka untuk mengembangkan versi mobile dari Battlefield. Kabar buruk datang dari Blizzard Entertainment. Director Overwatch, Jeff Kaplan, memutuskan untuk mengundurkan diri.

EA dan Industrial Toys Bakal Buat Battlefield untuk Mobile

Electronic Arts mengumumkan bahwa mereka akan meluncurkan game Battlefield untuk mobile pada 2022. Proses pengembangan game itu akan ditangani oleh studio DICE milik EA bersama dengan Industrial Toys, diakuisisi oleh EA pada 2018. Alasan EA tertarik untuk meluncurkan versi mobile dari Battlefield adalah karena mereka tergiur dengan kesuksesan yang diraih oleh Call of Duty: Mobile. Game buatan Activision itu telah diunduh sebanyak 300 juta kali, lapor VentureBeat.

Keputusan EA untuk membuat mobile game dari Battlefield menunjukkan bahwa platform mobile kini punya peran yang semakin besar bagi publisher game AAA. Sementara untuk EA, keputusan itu menunjukkan keseriusan mereka dalam membuat mobile game. Pada Februari 2021, EA telah membeli Glu Mobile seharga US$2,4 miliar. Beberapa mobile game buatan Glu Mobile adalah Kim Kardashian Hollywood, Dine Dash Adventures, dan Disney Sorcerer’s Arena.

Bandai Namco Perkenalkan Tamagotchi Pix

Minggu lalu, Bandai America meluncurkan Tamagotchi Pix. Pada dasarnya, Pix punya fungsi yang sama seperti Tamagotchi yang diluncurkan pada tahun 1990-an. Keduanya memungkinkan Anda untuk membesarkan dan mengurus binatang peliharaan virtual. Hanya saja, Pix sudah dilengkapi kamera, memungkinkan Anda untuk mengambil foto bersama binatang peliharaan Anda. Selain itu, Pix juga punya layar warna.

Tamagotchi Pix sudah dilengkapi dengan kamera.

Tamagotchi Pix juga dilengkapi dengan explore mode. Mode itu memungkinkan peliharaan dari teman-teman Anda muncul di Tamagotchi Anda. Anda bahkan bisa membuat jadwal temu dan menghubungkan Tamagotchi Anda dengan milik teman melalui Tama Code. Tamagotchi Pix akan mulai dijual pada Juli 2021 seharga US$60, menurut laporan CNN.

Director Overwatch, Jeff Kaplan, Keluar dari Blizzard Entertainment

Director Overwatch, Jeff Kaplan, mengumumkan bahwa dia akan meninggalkan Blizzard Entertainment. Posisi director untuk Overwatch 2 akan diisi oleh Aaron Keller. Sayangnya, Kaplan tidak memberikan penjelasan kenapa dia memutuskan untuk keluar dari Blizzard setelah bekerja di perusahaan itu selama 19 tahun. Dia juga tidak mengungkap rencananya di masa depan.

“Suatu kebanggaan bagi saya karena mendapatkan kesempatan untuk membuat dunia dan karakter bagi audiens dengan antusiasme tinggi,” kata Kaplan, seperti dikutip dari VentureBeat. “Saya ingin menunjukkan apresiasi saya pada semua orang di Blizzard yang telah mendukung game-game saya, tim pengembangan game, dan juga pada para pemain. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih pada developer game yang telah menemani saya dalam membuat game.”

Organisasi Esports Australia, ORDER Dapat Investasi Rp59,7 Miliar

Organisasi esports asal Australia, ORDER, baru saja mendapatkan investasi sebesar AU$5,3 juta (sekitar Rp59,7 miliar). Kucuran dana ini didapatkan dari Jason Peterson, Managing Director, CPS Capital dan Gemelli Group Chairman, Harry Karelis. Dengan investasi ini, Karelis juga akan mendapatkan kursi direktur di dewan direksi ORDER. Menurut rilis, investasi kali ini merupakan investasi privat terbesar untuk organisasi esports asal Australia dan Selandia Baru.

Gerard Murphy (kiri) dan Harry Karelis (kanan). | Sumber: Esports Insider

“Kami berhasil mendapatkan investasi senilai AU$5,3 juta. Investasi itu berasal dari para investor yang melihat kesempatan di sektor ini, seperti Jason dan Harry,” kata Gerard Murphy, Chairman, ORDER, menurut laporan Esports Insider. “Mereka tidak hanya menyediakan dana, tapi juga mau berbagi pengalaman tentang cara menumbuhkan bisnis yang masih muda. Dana ini memungkinkan kami untuk masuk ke industri konten dan lifestyle serta terus melanjutkan usaha kami untuk mencari talenta terbaik.”

Esports Fashion Week Bakal Digelar Pada Q3 2021

Esports Fashion Group, perusahaan yang didirikan oleh Warren Fish, Owen Fish, Ali Rezvan, dan Alex Bienert, mengumumkan bahwa mereka akan menggelar acara pertama mereka pada Q3 2021. Acara yang dinamai Esports Fashion Week itu dibuat sebagai wadah para pelaku esports untuk memamerkan koleksi pakaian terbaru mereka. Para pendiri Esports Fashion Group sendiri punya pengalaman di berbagai sektor dan pernah memegang berbagai jabatan di perusahaan-perusahaan besar, seperti Microsoft, Nintendo, dan Verizon.

“Ketika saya ditawarkan kesempatan besar ini, saya tidak bisa menolak,” kata Warren Fish, Co-founder dari Esports Fashion Group, seperti dikutip dari Esports Insider. “Visi grup ini jelas dan saya yakin, mereka akan sukses. Kami telah bekerja keras untuk mengembangkan Esports Fashion Group hingga saat ini. Saya percaya, konsep ini akan menjadi masa depan dari fashion esports.”