Tag Archives: Endeavor Catalyst

Pendanaan seri D Glints

Rencana Bisnis Glints di Indonesia Usai Dapatkan Pendanaan Seri D 742 Miliar Rupiah

Platform pencarian kerja dan pengembangan karier Glints mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri D senilai $50 juta atau setara 742 miliar Rupiah. DCM Ventures, Lavender Hill Capital, dan investor sebelumnya PERSOL Holdings memimpin putaran investasi ini.

Sejumlah investor juga mendukung pendanaan ini, di antaranya Endeavor Catalyst dan investor sebelumnya termasuk Monk’s Hill Ventures, Fresco Capital dan Binny Bansal, salah satu pendiri Flipkart.

Dana segar akan difokuskan penguatan basis bisnis di Filipina, sekaligus memperkuat tim teknis yang mereka miliki dengan fokus pada pengembangan unit layanan di dalam platform.

“Misi kami adalah memberdayakan 120 juta profesional muda di Asia Tenggara dalam mewujudkan potensi mereka. Kami juga percaya bahwa karier seseorang adalah sebuah perjalanan, dan ekosistem talenta perlu dibangun secara keseluruhan untuk mendukung para profesional berbakat ini dalam hal pengembangan karier dalam hidup, dan bukan hanya pencocokan pekerjaan sekali,” ujar Co-Founder & CEO Glints Oswald Yeo.

Didirikan di Singapura pada tahun 2013, Glints saat ini telah memberdayakan lebih dari 6 juta talenta dan membantu 50 ribu perusahaan. Saat ini mereka telah beroperasi di 6 negara, termasuk Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, dan Taiwan.

Fokus bisnis di Indonesia

Secara terpisah Co-Founder & Country Manager Glints Steve Sutanto mengatakan, di Indonesia basis pertumbuhan pemberi kerja mencapai 4x yoy. Saat ini Glints telah bekerja sama dengan sejumlah perusahaan seperti IKEA, Kawan Lama Group, BCA Digital, dan lainnya. Di sisi talenta aktif di platform, Glints juga melihat peningkatan 2x yoy dengan total 2,3 juta profesional muda terdaftar.

“Kami ingin terus mengembangkan basis pemberi kerja dan talenta di Indonesia. Untuk para profesional, kami terus berinovasi dan menyediakan alat dan sumber daya saat mereka tumbuh dalam karier mereka. Ini termasuk perluasan mentor, kursus peningkatan keterampilan, dan anggota komunitas,” imbuh Steve.

Model bisnis Glints dijalankan melalui sejumlah layanan utama, seperti Recruitment, Managed Talent, JobSearch, ExpertClass dan Community. Perusahaan pengatakan, pendapatan tahunan dan laba kotor tumbuh 2,5x lipat dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu. Sekaligus melanjutkan tren pendapatan tahunan yang tumbuh dengan persentase tiga digit.

Proposisi nilai yang ditawarkan

Tidak dimungkiri, di industri perekrutan Glints dihadapkan sejumlah pesaing, baik dari dalam maupun luar Indonesia. Salah satu tren yang kami amati, model perekrutan juga mulai tersegmentasi. Misalnya untuk talenta teknis (developer, data scientist, designer dll) saat ini ada platform khusus yang menawarkan talent pool terkurasi. Bahkan beberapa dari mereka juga menghadirkan supply melalui rangkaian program seperti bootcamp.

Kendati demikian Steve cukup percaya diri untuk bisa beradu dalam peta persaingan ini. Ia mengatakan, Glints punya proposisi nilai yang kuat — mengklaim sebagai satu-satunya pemain di pasar yang fokus membangun ekosistem talenta secara menyeluruh.

“Kami juga memiliki salah satu talent pool terbesar untuk talenta teknologi di Indonesia. Artinya, fokus kami melampaui pencocokan pekerjaan tradisional dan berupaya mendukung para profesional saat mereka maju dalam karier melalui peningkatan keterampilan dan komunitas. Dan bagi pemberi kerja yang membantu mereka menemukan talenta yang tepat di mana saja,” ujar Steve.

Ia melanjutkan, “Untuk pemberi kerja, kami melihat pergeseran, lebih banyak keterbukaan terhadap kerja jarak jauh. Selain itu, kami melihat minat yang meningkat dari pengusaha di luar Indonesia yang mencari talenta teknologi lokal seperti di Batam.”

Secara keseluruhan, layanan rekrutmen kerja remote lintas negara Glints tumbuh 2x lipat, seiring besarnya minat pengusaha secara global untuk merekrut karyawan berbakat di Asia Tenggara. Faktanya, peluang kerja secara remote di platform Glints juga telah meningkat lebih dari 10x lipat dari tahun ke tahun. Di antaranya, pemberi kerja mencari talenta di luar negara mereka atau peluang kerja cross-border juga meningkat lebih dari 3x dari tahun ke tahun.

Application Information Will Show Up Here
Endeavor Indonesia

Indonesia Menjadi Fokus Utama Endeavor dalam Berinvestasi di Asia Pasifik

Endeavor memiliki Endeavor Catalyst, sebuah modal ventura yang dibentuk secara eksklusif bagi pengusaha dalam jaringan program mereka. Belum lama ini, unit investasi tersebut menutup dana kelolaan keempat senilai $290 juta atau sekitar 4,3 triliun Rupiah — terbesar yang pernah mereka kelola. Dana tersebut dibukukan dari sejumlah institusi dan tokoh ternama, termasuk founder LinkedIn dan Snowflake.

Menurut pemaparan tim Endeavor Indonesia, sejauh ini Endeavor Catalyst telah berinvestasi ke 15 startup di Indonesia — ini menjadi yang terbanyak di Asia Pasifik. Beberapa startup tersebut termasuk Aruna, Bukalapak, BukuKas, eFishery, Investree, HappyFresh, OnlinePajak, dan VIDA. Di seluruh dunia, ada sejumlah 258 startups yang sudah mendapatkan investasi darinya, mulai dari pendanaan tahap awal sampai lanjut.

“Indonesia sendiri menjadi target utama Endeavor Global untuk berinvestasi di Asia Pasifik,” ujar tim Endeavor Indonesia.

Sejak awal dibentuk, Endeavor Catalyst melakukan penyertaan modal berbasis aturan, yaitu hanya terbuka bagi Endeavor Entrepreneurs, dengan besaran maksimal 10% atau $1,5 juta dari total jumlah pendanaan. Karena seluruh founder di jaringannya telah melewati proses seleksi yang ketat di rangkaian programnya, maka tidak lagi perlu melakukan proses uji tuntas sebelum memutuskan untuk menyertakan dana.

Saran untuk founder di masa sulit

Tidak dimungkiri, saat ini banyak startup tengah menghadapi masa sulit. Di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global, mereka memikirkan cara untuk menjaga runway bisnis dengan tetap memacu pertumbuhan. Sejumlah startup akhirnya melakukan efisiensi, termasuk melakukan layoff — beberapa lainnya pivot model bisnis, bahkan sampai menutup bisnis mereka. Fenomena ini tidak hanya dialami startup di Indonesia, namun dari berbagai belahan dunia.

Sebagai sebuah lembaga yang turut membantu startup bertumbuh melalui program akselerasi dan jejaring, Endeavor punya cara sendiri untuk membantu founder menghadapi masa sulit ini. Dikatakan mereka tidak pernah punya saran yang sifatnya “one size fits all”, pendekatannya selalu dipersonalisasi untuk setiap founder.

“Salah satu nilai yang kami junjung di Endeavor adalah ‘network of trust’, yang berarti Endeavor sebagai ruang aman untuk berbagi ketika para pengusaha menghadapi kesulitan atau masalah. Saat masa sulit melanda, maka yang kami lakukan adalah mempertemukan mereka dengan mentor dan peer network yang tepat, baik dari untuk memberikan perspektif, pertimbangan, dan validasi atas permasalahan yang sedang dihadapi. Didukung dengan nilai ‘entrepreneur first‘ yang kami anut, semua masukan diberikan secara obyektif, supaya para founder dapat mengambil langkah yang terbaik bagi diri dan bisnisnya.”

Kendati ekosistem startup tengah diterpa ketidakpastian, namun dikatakan tidak ada perubahan hipotesis atau strategi Endeavor dalam berinvestasi.

“Endeavor fokus pada misi membangun ekonomi yang berkelanjutan, yang bergantung pada high-impact entrepreneurship. Dampak di sini tidak dibatasi pada dampak sosial atau lingkungan, tetapi dampak ekonomi, sehingga kami sering mengukurnya misalnya melalui jumlah lapangan pekerjaan dan pendapatan yang dihasilkan oleh para perusahaan yang dimiliki oleh Endeavor Entrepreneurs.”

Tengah langsungkan ScaleUp Growth Ke-3

Sosialisasi program ScaleUp Growth yang dibawakan tim Endeavor Indonesia dan perwakilan pengusaha di jaringannya / Endeavor
Sosialisasi program ScaleUp Growth yang dibawakan tim Endeavor Indonesia dan perwakilan pengusaha di jaringannya / Endeavor

Endeavor kembali menyelenggarakan “Endeavor ScaleUp Growth Program” untuk yang ketiga kalinya. Program ini merupakan akselerator non-dilutif (tidak melakukan penyertaan modal bagi perusahaan yang terpilih) selama 3 bulan yang dirancang untuk memandu 10 startup terpilih agar dapat menavigasi kompleksitas bisnis menuju skala lanjut.

Endeavor ScaleUp Growth Program Manager Zakia Syifa mengatakan, “Misi Endeavor adalah untuk membuka kekuatan transformasional kewirausahaan dengan cara melakukan seleksi, memberikan dukungan, dan memberikan investasi pada para pendiri top dunia; serta menyediakan wadah untuk berkontribusi kembali ke masyarakat. Seluruh aspek program ini didukung sepenuhnya oleh jaringan pengusaha, mentor, pemimpin bisnis, dan investor Endeavor yang sudah dikurasi sedemikian rupa menyesuaikan kebutuhan dan tantangan perusahaan di fase pertumbuhan.”

Beberapa aktivitas yang ditawarkan oleh ScaleUp Growth Program meliputi sesi mentoring 1-on-1  bersama jaringan lokal maupun global yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap peserta dan usahanya. Selain itu peserta dilibatkan dalam diskusi panel untuk mendapatkan umpan balik atas strategi perkembangan merek dan perspektif baru terhadap tantangan yang sedang dihadapi.

Peserta juga akan memiliki akses ke jaringan investor Endeavor dan seorang Account Manager khusus dari tim Endeavor Indonesia. Selama program, peserta juga akan dipasangkan dengan seorang Endeavor Buddy, yang merupakan high-impact entrepreneur Endeavor sebagai dukungan peer to peer (sesama rekan).

Target selanjutnya di Indonesia

Sejak hadir di Indonesia pada 2012, program Endeavor telah mendukung 76 pengusaha dari 54 perusahaan. Mereka juga telah memiliki 80 mentor lokal, dari total 3.000 mentor yang ada di seluruh jaringan global. Dari startup yang ada di jaringannya, hingga akhir 2021 telah menciptakan lebih dari 3,4 juta lapangan pekerjaan dengan pendapatan sampai $42 miliar.

Lewat ScaleUp Growth Program, diharapkan tahun ini Endeavor bisa membina 20-25 startup baru dari Indonesia. Ke depannya, setelah lulus dari program ini, mereka ingin melanjutkan dukungan dengan mengirimkan para startup ke seleksi panel lokal dan internasional, sebelum akhirnya dapat terpilih menjadi Endeavor Entrepreneur.

Vida Confirms Series A Funding, Focusing to Ampllify System Security and Technology

Digital signature provider VIDA has confirmed its series A funding. In the release, there was no mention of the company’s fresh funding. However, this news confirms DailySocial.id’s previous reports regarding the funding.

From our sources, VIDA managed to raise fresh funds of $50.5 million or around 691 billion Rupiah. However, his party refused to comment on the nominal funding obtained.

The investors announced were actually less than what we’ve been informed. In an official statement, investors participating are include Alpha JWC Ventures, DST Global Ventures, Breyer Capital, Future Shape, AC Ventures, and Endeavor Catalyst.

Several investors will also hold advisory positions, including Jim Breyer (Breyer Capital) and Tony Fadell (Principal Future Shape LLC, known as the inventor of the iPod and iPhone and Founder & CEO of Nest Labs).

VIDA will use this new capital to deepen its expertise in information security and machine learning. Moreover, continuing the educational process to encourage  public trust in digital interaction and transaction.

“We will use this funding to continue investing in products and talent to provide a seamless verification and authentication experience for all users. In addition, we will continue to encourage acceleration of the company’s vision to deepen our position in various strategic industrial sectors, such as financial services, e-commerce, and also health services,” VIDA’s Founder & Group CEO, Niki Luhur said, yesterday (6/6).

VIDA’s Co-founder CEO Sati Rasuanto also said that this funding marks a new phase for the company’s growth, with the presence of experienced partners in the world-class digital industry. “Not only providing ammunition for VIDA to continue to grow but also strategic direction and support for VIDA’s business can push our position wider in the digital signature industry,” Sati said.

The investor’s representative also provide a statement. One of them is Jim Breyer of Breyer Capital. He said, “VIDA’s founders have demonstrated a solid understanding of the complexities and opportunities of the ever-growing digital signature market, and VIDA has deepened its expertise in artificial intelligence and cybersecurity to be able to produce reliable authentication and verification products. We believe VIDA will continue to disrupt new frontiers in Indonesia and globally, and provide world-class digital signature services and products to the customers.”

Founded in 2018 by Niki Luhur, Sati Rasuanto, and Gajendran Kandasamy, VIDA provides secure digital signature services for businesses and the public. Armed with a full license as an Electronic Certificate Operator (PSrE) under the Ministry of Communication and Informatics and various other global accreditations, VIDA provides world-class services such as certified electronic signatures, and online identity verification services (e-KYC), and other authentication services.

VIDA products have been used by millions of Indonesians through various popular digital services from various industries such as financial services, e-commerce, transportation, telecommunications, and health. Utilizing deep expertise in terms of information security, VIDA plays an important role in assisting business partners in reducing fraud, increasing trust in online transactions, and providing a secure digital environment for users to do business.

In order to make VIDA a world-class cybersecurity company, the management also announced the appointment of Hamilton-Turner as CTO. Turner is an Assistant Professor of Computer Science at Vanderbilt University, USA, with 12 years of experience in cybersecurity, authentication, distributed systems, cryptography, and optimization algorithms.

The development of digital signature industry

VIDA, Privy, TekenAja, and Digisign are currently capturing the huge market potential of digital/electronic signature products. According to Fortune Business Insight, the market size for digital signature services has reached $3 billion by 2021. This year it is expected to increase to $4.05 billion and grow to $35.03 billion by 2029 at a CAGR of 36.1%.

Meanwhile, according to DocuSign’s analysis, the total addressable market in Indonesia is still very wide open. The potential could be as high as $25 trillion. This is due to the use cases are getting wider. Moreover, crucial sectors such as banking have also adopted this service to support its online banking services. In addition, related services have also received attention from regulators, for example, digital signature products penetration in the PSrE at Kominfo and e-KYC’s implementation in the OJK regulatory sandbox.

The innovations carried out by TekenAja, for example, are developing E-Stamp integrated with API and to add up for business transactions process. Both are complementing the existing legal digital signature solutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
VIDA menutup perolehan pendanaan Seri A dari Alpha JWC Ventures, DST Global Ventures, Breyer Capital, Future Shape, AC Ventures, dan Endeavor Catalyst

VIDA Konfirmasi Pendanaan Seri A, Fokus Perkuat Teknologi dan Keamanan Sistem

Startup pengembang layanan tanda tangan digital VIDA mengumumkan perolehan pendanaan seri A. Dalam rilis, tidak disebutkan dana segar yang direngkuh perusahaan. Namun demikian, kabar ini mengonfirmasi pemberitaan DailySocial.id sebelumnya mengenai pendanaan tersebut.

Dari informasi yang kami dapat, VIDA berhasil mengumpulkan dana segar $50,5 juta atau sekitar 691 miliar Rupiah. Kendati demikian pihaknya enggan memberikan komentar terkait nominal perolehan pendanaan.

Nama-nama investor yang diumumkan pun lebih sedikit dari informasi yang kami terima. Dalam keterangan resmi, investor yang berpartisipasi dalam putaran ini di antaranya Alpha JWC Ventures, DST Global Ventures, Breyer Capital, Future Shape, AC Ventures, dan Endeavor Catalyst.

Pasca-pendanaan, beberapa investor akan memegang posisi sebagai advisor, di antaranya Jim Breyer (Breyer Capital) dan Tony Fadell (Principal Future Shape LLC, dikenal sebagai penemu iPod dan iPhone dan Founder & CEO Nest Labs).

VIDA akan memanfaatkan dana segar ini untuk memperdalam keahliannya di bidang keamanan informasi dan machine learning. Serta, melanjutkan proses edukasi untuk mendorong peningkatan kepercayaan masyarakat dalam berinteraksi dan bertransaksi secara digital.

“Kami akan menggunakan hasil pendanaan ini untuk terus berinvestasi pada produk dan talenta demi hadirkan pengalaman verifikasi dan autentikasi yang seamless bagi para seluruh pengguna. Tak hanya itu, kami akan terus mendorong akselerasi dari visi perusahaan untuk perdalam posisi kami di berbagai sektor industri strategis, seperti jasa keuangan, e-commerce, dan juga layanan kesehatan,” terang Founder & Group CEO VIDA Niki Luhur, kemarin (6/6).

Co-founder CEO VIDA Sati Rasuanto menambahkan, pendanaan ini menandai fase pertumbuhan baru bagi perusahaan, dengan kehadiran mitra yang berpengalaman di industri digital kelas dunia. “Tidak hanya menyediakan amunisi bagi VIDA terus tumbuh, tetapi juga arahan dan dukungan strategi bagi bisnis VIDA dapat mendorong posisi kami lebih luas di industri identitas digital,” ujar Sati.

Perwakilan dari investor juga turut memberikan pernyataannya. Salah satunya Jim Breyer dari Breyer Capital. Dia bilang, “Para founders di VIDA telah menunjukkan pemahaman yang kuat mengenai kompleksitas serta peluang yang ada dalam pasar identitas digital yang terus tumbuh, dan VIDA telah memperdalam keahlian mereka dalam artificial intelligence dan keamanan siber untuk dapat menghasilkan produk verifikasi dan autentikasi yang meyakinkan. Kami percaya VIDA akan terus mendisrupsi batas-batas baru di Indonesia dan global, serta menyediakan layanan dan produk identitas digital kelas dunia bagi para pelanggan mereka.”

Didirikan pada tahun 2018 oleh Niki Luhur, Sati Rasuanto, dan Gajendran Kandasamy, VIDA menyediakan layanan identitas digital yang aman bagi bisnis dan masyarakat. Berbekal lisensi penuh sebagai Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) berinduk di bawah Kementerian Kominfo serta beragam akreditasi global lainnya, VIDA hadirkan layanan kelas dunia seperti tanda tangan elektronik tersertifikasi, layanan verifikasi identitas online (e-KYC), dan layanan autentikasi lainnya.

Produk VIDA telah digunakan oleh jutaan masyarakat Indonesia melalui berbagai layanan populer digital dari berbagai industri seperti jasa keuangan, e-commerce, transportasi, telekomunikasi dan juga kesehatan. Memanfaatkan keahlian yang mendalam dari sisi keamanan informasi, VIDA berperan penting membantu para partner bisnis dalam mengurangi tindak penipuan (fraud), meningkatkan rasa percaya (trust) dalam transaksi online, hingga menyediakan digital environment yang aman untuk para penggunanya melakukan bisnis.

Dalam rangka menjadikan VIDA sebagai perusahaan yang memiliki keamanan siber kelas dunia, manajemen sekaligus mengumumkan penunjukan Hamilton Turner sebagai CTO. Turner merupakan Asisten Profesor Ilmu Komputer di Universitas Vanderbilt, AS, dengan pengalaman 12 tahun di dunia keamanan siber, autentikasi, sistem terdistribusi, kriptografi, dan algoritma optimasi.

Perkembangan startup layanan tanda tangan digital

VIDA, Privy, TekenAja, hingga Digisign tengah merebutkan potensi pasar yang besar dari produk tanda tangan digital/elektronik. Menurut Fortune Business Insight, ukuran pasar untuk layanan tanda tangan digital telah mencapai $3 miliar pada 2021. Tahun ini diperkirakan akan meningkat menjadi $4,05 miliar dan bertumbuh hingga $35,03 miliar pada 2029 dengan CAGR 36,1%.

Sementara di Indonesia, menurut analisis DocuSign, total addressable market masih terbuka sangat luas. Potensinya bisa mencapai $25 triliun. Hal ini dikarenakan use case penggunaan yang semakin luas. Terlebih sektor krusial seperti perbankan juga sudah mengadopsi untuk mendukung layanan perbankan online-nya. Selain itu, layanan terkait juga sudah mendapatkan perhatian dari regulator, misalnya untuk produk tanda tangan digital masuk ke PSrE di Kominfo dan e-KYC masuk di regulatory sandbox OJK.

Inovasi yang dilakukan TekenAja misalnya, yang mengembangkan E-Materai yang terintegrasi dengan API dan E-Stamp untuk melengkapi kebutuhan dalam melakukan transaksi bisnis. Keduanya melengkapi solusi tanda tangan digital yang legal yang sudah hadir.

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Seri A VIDA

VIDA Dikabarkan Mendapat Pendanaan 591 Miliar Rupiah, Masuk Kategori Centaur

Startup pengembang layanan tanda tangan digital VIDA dikabarkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $41,2 juta atau setara dengan 591,4 miliar Rupiah. Alpha JWC Ventures, Endeavor Catalyst, Ferro Investments, dan sejumlah lainnya terlibat dalam putaran ini.

Terkait kabar ini, DailySocial.id sudah mencoba meminta keterangan pihak terkait. Namun sampai berita ini diterbitkan, belum ada komentar.

Menurut data yang telah diinputkan ke regulator, total dana investasi keseluruhan yang telah dihimpun VIDA mencapai $51 juta. Membawa valuasi perusahaan sekitar $260 juta, sekaligus mengokohkan mereka masuk ke jajaran centaur.

VIDA didirikan sejak 2018 oleh Niki Luhur, Sati Rasuanto, dan Gajendran Kandasamy. Saat ini mereka memiliki 3 layanan utama, meliputi VIDA Verify (layanan verifikasi identitas), VIDA Sign (layanan tanda tangan elektronik), dan VIDA Pass (sistem autentikasi dan otorisasi). VIDA juga telah menjadi penyelenggara sertifikasi elektronik (PSrE) yang terdaftar di Kemkominfo.

Selain Kominfo, di Indonesia untuk platform seperti yang disediakan VIDA turut bernaung dalam beleid yang dikeluarkan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan — kendati saat ini masih di tahapan regulatory sandbox.

Perkembangan bisnis VIDA

Selain telah mendapatkan perizinan dari regulator di Indonesia, VIDA juga telah melakukan sejumlah aksi strategis untuk mendukung layanannya. Termasuk kemitraan dengan Ditjen Dukcapil hingga mendapatkan sertifikasi ISO 27001 untuk stardardisasi manajemen keamanan informasi.

VIDA juga telah mendapatkan akreditasi internasional, seperti dari WebTrust, menjadi anggota Cloud Signature Consortium, dan terdaftar dalam anggota Adobe Approved Trust List. Dengan kehadirannya di lanskap internasional, VIDA Sign kini sudah dikenali pengguna di 40 negara.

Terbaru, awal tahun ini VIDA mengumumkan kerja sama strategis dengan DocuSign. Kemitraan ini memberikan pilihan bagi pengguna tanda tangan elektronik DocuSign di Indonesia untuk menandatangani dokumen dengan verifikasi identitas online yang aman dan berkekuatan hukum, didukung platform yang dimiliki VIDA.

Kompetisi pasar

Menurut laporan Fortune Business Insight, ukuran pasar untuk layanan tanda tangan digital telah mencapai $3 miliar pada 2021. Tahun ini diperkirakan akan meningkat menjadi $4,05 miliar dan bertumbuh hingga $35,03 miliar pada 2029 dengan CAGR 36,1%. Sementara di Indonesia, menurut DocuSign total addressable market masih terbuka sangat luas. Potensinya bisa mencapai $25 triliun.

Di Indonesia sendiri selain VIDA juga sudah terdapat beberapa pemain lainnya yang sudah terdaftar di regulator, di antaranya Privy, TekanAja, dan Digisign.

Dengan use case yang semakin luas, khususnya di sektor konsumer digital seperti fintech, e-commerce, dan lain-lain, diyakini solusi terkait tanda tangan digital akan bisa diadopsi secara luas. Terlebih Covid-19 membawa tren digitalisasi di berbagai lini industri, yang juga mendorong pemberkasan administrasi turut dilakukan secara digital.

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Seri B Privy

Privy Kantongi Pendanaan Seri B 240 Miliar Rupiah Dipimpin GGV Capital

Startup penyedia layanan tanda tangan digital dan identitas digital Privy mengumumkan pendanaan seri B sebesar $17,5 juta atau sekitar 240 miliar Rupiah. Pendanaan tersebut dipimpin oleh GGV Capital, diikuti Endeavor Catalyst, Buana Sejahtera Group, dan sebagian besar investor sebelumnya yaitu MDI Ventures, Telkomsel Mitra Inovasi, Mandiri Capital, dan Gunung Sewu Group.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk memperluas cakupan infrastruktur TI dan keamanannya. Privy memproyeksikan transaksi harian akan meningkat drastis dari 100.000 per hari menjadi 800.000 per hari hanya dalam dua tahun. Sejak 2017, pelanggan korporasi Privy tumbuh 17,5x, pengguna individu tumbuh 30x lipat, dan jumlah dokumen yang ditandatangani tumbuh 58x.

“Kami sangat berterima kasih atas dukungan tanpa henti dari investor, karyawan, dan klien kami yang ada, kami tidak akan sampai sejauh ini tanpa mereka. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada GGV Capital dan Endeavour karena mempercayai kami, selamat datang di keluarga Privy. Mulai hari ini, kami memiliki mitra baru yang luar biasa untuk membawa Privy ke panggung global,” kata Co-Founder & CEO Privy Marshall Pribadi.

Sebagai pionir tanda tangan digital di Indonesia dan menjadi satu-satunya yang lolos program Regulatory Sandbox Bank Indonesia (BI), Privy telah bermitra dengan bank-bank besar, seperti BRI, Mandiri, CIMB Niaga, BNI, Danamon, Nobu Bank, dan Panin Bank . Dari jumlah transaksi yang ditangani dan profil pelanggannya, menunjukkan bahwa Privy telah lulus uji kualitas, keandalan, dan keamanan layanan yang paling ketat.

“Kemitraan kami dengan Privy didukung oleh komitmen kami untuk bekerja sama dengan pendiri lokal yang menunjukkan semangat nyata dalam memecahkan tantangan besar di era ini – salah satunya adalah meningkatkan akses masyarakat luas ke berbagai layanan digital,” kata Managing Partner di GGV Capital, VC global Jenny Lee.

Fajrin Rasyid, Direktur Digital Business Telkom dan Presiden Komisaris MDI Ventures mengatakan, “Telkom Group sangat percaya pada Privy sejak awal perjalanannya. Kami berkomitmen untuk memberikan dukungan kami kepada Privy untuk membantu mereka memungkinkan masyarakat Indonesia melakukan tanda tangan digital dengan aman dan nyaman, seperti misi kami untuk mendigitalkan Indonesia.”

Akhir tahun 2019 lalu Privy telah mengantongi investasi tahapan seri A2 dari Telkomsel Mitra Inovasi (TMI). Tidak disebutkan berapa nominal investasi yang digelontorkan, namun bentuk kerja sama dan integrasi nantinya juga akan dihadirkan oleh kedua belah pihak. Sebelumnya PrivyID telah mengantongi pendanaan Pra-Seri A yang dipimpin oleh MDI Ventures dan Mandiri Capital Indonesia pada pertengahan tahun 2017 lalu. Gunung Sewu dan Mahanusa Capital juga terlibat dalam pendanaan ini.

Pertumbuhan bisnis Privy

Sebagai bagian dari strategi ekspansi globalnya, bertepatan dengan ulang tahun ke-lima, Privy juga mengubah nama dari PrivyID menjadi Privy. Tahun ini, Privy juga memperluas bisnis tanda tangan digitalnya ke negara-negara Uni Eropa dengan bermitra dengan Zettabyte, penyedia SaaS pendidikan tinggi.

Hingga saat ini jumlah tanda tangan yang telah ditandatangani melalui layanan Privy juga meningkat pesat menjadi lebih dari 69 juta tanda tangan per Oktober 2021. Perkembangan ini banyak dipengaruhi oleh kebijakan work-from-home yang diterapkan berbagai perusahaan selama masa Covid- 19 pandemi. Pada tahun 2021, Privy juga mendapatkan pengakuan tertinggi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia sebagai Penyedia Sertifikat Elektronik (PSrE) Berinduk, sehingga meningkatkan kepercayaan dari berbagai perusahaan besar di Indonesia.

Menurut data dari Statista, total potensi pasar dari solusi identitas digital secara global diproyeksikan tumbuh dari $23,3 miliar pada 2020 menjadi $49,5 miliar pada 2026. Pertumbuhan pasar yang sangat cepat ini didorong oleh meningkatnya kasus penipuan identitas, pelanggaran data, dan peraturan pemerintah baru.

Privy telah membantu jutaan pengguna untuk membuka rekening tabungan bank, pembukaan rekening sekuritas, pengajuan kartu kredit, polis asuransi, pembelian kendaraan bermotor, penandatanganan invoice, mengajukan pinjaman dari fintech, menandatangani kontrak sewa, dan melakukan banyak pekerjaan serta transaksi lainnya tanpa perlu bepergian dan menandatangani berkas dokumen secara fisik.

Selain Privy, saat ini juga muncul startup dengan layanan serupa, misalnya TekenAja, Verihub, dan Vida.

Application Information Will Show Up Here
Investor Pendanaan Seri B Bukukas

Hedosophia, Saison Capital, dan Sejumlah Investor Terlibat di Pendanaan Seri B BukuKas

Pertengahan Mei 2021 lalu, BukuKas baru mengumumkan pendanaan seri B senilai $50 juta. Sequioa Capital India dikatakan memimpin putaran tersebut diikuti angel investor Gokul Rajaram dan Taavet Hinrikus.

Dari data yang kami dapatkan, sejumlah investor global ternama turut andil dalam putaran tersebut. Pemodal ventura asal London, Hedosophia dikabarkan menjadi pemimpin dalam putaran ini, dengan partisipasi nilai mayoritas dari total pendanaan (est $30 juta).

Selain itu ada juga limited partner yang bergabung dengan total keterlibatan hampir seperlima dari total saham yang diperdagangkan, yakni Gemini Investments. Diketahui LP ini juga masuk sempat berpartisipasi ke pendanaan Kopi Kenangan dan Payfazz.

Adapun daftar investor lainnya yang turut terlibat dan belum disebut dalam pemberitaan sebelumnya meliputi Cormano Trade & Investment, Saison Capital, Dogan Online, Cambium Grove Capital, Alter Global, Delaware, January Capital, Orion Advisor, TS Guardians, dan Endeavor Catalyst.

Dengan pendanaan tersebut, saat ini BukuKas diperkirakan telah mencapai valuasi $195 juta.

Hingga April 2021, BukuKas telah berhasil merangkul 6,3 juta pemilik toko dan pelaku usaha kecil, yang mana hampir separuhnya atau sebanyak 3 juta pengguna di antaranya adalah pengguna aktif bulanan. BukuKas mencatatkan akumulasi nilai transaksi sebesar hampir $25,9 juta miliar, atau setara 2,2% dari PDB Indonesia.

BukuKas menargetkan pada 2022 mendatang, perusahaan dapat menumbuhkan jumlah pengguna hingga 20 juta UMKM.

Sementara itu rival utamanya BukuWarung pada awal Juni 2021 ini juga baru mengumumkan penutupan pendanaan seri A yang dipimpin oleh Valar Ventures dan Goodwater Capital. Putaran ini menghasilkan nilai investasi $60 juta, membawa valuasi perusahaan di kisaran $190 juta.

Baik BukuKas dan BukuWarung sama-sama menyuguhkan aplikasi untuk membantu pelaku UMKM melakukan pencatatan transaksi harian. Misi jangka panjangnya untuk menghadirkan layanan fintech komprehensif bagi UMKM di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

BukuKas Secures Series A Funding Worth of 142 Billion Rupiah Led by Sequoia Capital India

A startup developing a financial record keeping app for SMEs, BukuKas, today (12/1) announced Series A funding of $10 million or the equivalent of 142 billion Rupiah. This round was led by Sequoia Capital India with the participation of previous investors, including Saison Capital, January Capital, Founderbank Capital, Cambium Grove, Endeavor Catalyst, and Amrish Rau.

Founded in 2019, BukuKas has successfully raised $22 million or the equivalent of 313 billion Rupiah from investors – including through seed and pre-series A rounds. The additional capital will be focused on accelerating merchant acquisitions and building up the technical/product team at the Jakarta office. and Bangalore.

As of November 2020, BukuKas users has reached 3.5 million with 1.8 million active monthly users. However, BukuKas has quite some competitors in market share. The closest one is BukuWarung, with a business model similar to that of millions of users. In addition, there are several local startups that have also launched SME financial records applications, including Credibook, Moodah, Teman Bisnis, Akuntansiku, etc.

“To date, we see this funding round as a strong belief in a huge market opportunity, as well as team and execution capabilities. Even though we have grown rapidly this year, we are just getting started. This round is an important step for us to continue working towards our mission to empowering 60 million small traders and retailers in Indonesia so that they go digital,” BukuKas’ Co-Founder & CEO Krishnan Menon said.

In a previous interview with DailySocial, he said that his business is positioned as an SME digitization software company that will develop into a fintech player. “Sellers have realized that go-digital is very important to their business. Sellers save 2-4 hours a day, 20% in costs, and minimize manual calculation errors. We also allow merchants to recover debts 3x faster because the process is automated.”

Regarding its business model, he also explained, “We currently have an interesting initial experiment on monetization, but it’s still too early. It can be done in many ways, some of which are obvious like SaaS, financial solutions, and there are some interesting thoughts but we are yet to share.”

In its release, BukuKas also announced the acquisition of the Catatan Keuangan Harian app. This company act has actually been going on since last September 2020; expected of strengthening their leadership in related segments.

Statistik pengguna BukuKas dengan matriks DAU / LinkedIn, Krishnan Menon
BukuKas user statistic with DAU metrics / LinkedIn, Khrisnan Menon

“Although the application features can be replicated as they develop, maintaining extreme levels of simplicity in products while adding substantial value will be a challenge. Eventually, companies that are able to make this happen on a large scale will take the lead,” said Krishnan.

With its unique characteristics, the Indonesian market does need a special touch. BukuKas team believes in this, which is represented in feature adjustments. For example, to be able to reach users in small cities, they present an offline mode with automatic synchronization when the user is successfully connected to the internet network.

Furthermore, BukuKas’ Co-Founder & COO Lorenzo Peracchione said, in the near future there will be several new features including digital payment integration. “Merchants will be able to collect money from their customers using various payment options in an easy way. Payments will be automatically added to the BukuKas application, which further automates the bookkeeping process and reduces the inconvenient process for our users.”

BukuKas also recently released an innovative inventory management module in its application. This feature allows small sellers to track the movement of their stock without creating complex frameworks that characterize today’s inventory management solutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

BukuKas Dapat Pendanaan Seri A 142 Miliar Rupiah Dipimpin Sequoia Capital India

BukuKas, startup pengembang aplikasi pencatatan finansial untuk UMKM hari ini (12/1) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $10 juta atau setara 142 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Sequoia Capital India dengan partisipasi investor sebelumnya, yakni Saison Capital, January Capital, Founderbank Capital, Cambium Grove, Endeavor Catalyst, dan Amrish Rau.

Sejak didirikan pada tahun 2019, BukuKas telah berhasil mengumpulkan dana $22 juta atau setara 313 miliar Rupiah dari investor — termasuk melalui putaran seed dan pre-series A. Modal tambahan akan difokuskan untuk mempercepat akuisisi merchant, dan memperkuat tim teknis/produk di kantor Jakarta dan Bangalore.

Per November 2020, BukuKas telah memiliki 3,5 juta pengguna aplikasi dengan 1,8 juta pengguna bulanan aktif. Namun demikian, BukuKas tidak bermain sendiri di pangsa pasar ini. Kompetitor terdekatnya adalah BukuWarung, dengan model bisnis yang mirip dengan jutaan pengguna. Selain itu ada beberapa startup lokal yang juga luncurkan aplikasi catatan keuangan UMKM, di antaranya Credibook, Moodah, Teman Bisnis, Akuntansiku, dll.

“Kami melihat putaran pendanaan ini sebagai kepercayaan yang kuat pada peluang pasar yang besar, serta kemampuan tim dan eksekusi sejauh ini. Meskipun kami telah berkembang pesat tahun ini, kami baru saja memulai. Putaran ini merupakan langkah penting bagi kami untuk terus bekerja menuju misi untuk memberdayakan 60 juta pedagang kecil dan pengecer di Indonesia agar mereka beralih ke digital,” kata Co-Founder & CEO BukuKas Krishnan Menon.

Dalam wawancara sebelumnya dengan DailySocial, ia menyampaikan bahwa bisnisnya diposisikan sebagai perusahaan perangkat lunak digitalisasi UMKM yang akan berkembang menjadi pemain fintech. “Para pedagang telah menyadari bahwa go-digital sangat penting bagi bisnis mereka. Pedagang menghemat waktu 2-4 jam sehari, 20% biaya, dan meminimalisir kesalahan perhitungan manual. Kami juga memungkinkan pedagang untuk memulihkan kasbon 3x lebih cepat karena prosesnya otomatis.”

Kemudian terkait model bisnis ia juga menjelaskan, “Saat ini kami memiliki eksperimen awal yang menarik tentang monetisasi, tapi masih terlalu dini. Itu bisa dilakukan dengan banyak cara, beberapa yang sudah jelas seperti SaaS, solusi finansial, dan ada beberapa yang menarik lainnya tapi belum bisa kami bagian saat ini.”

Dalam rilisnya, BukuKas juga mengumumkan akuisisinya terhadap aplikasi Catatan Keuangan Harian. Aksi perusahaan ini sebenarnya sudah dilakukan sejak bulan September 2020 lalu; dengan harapan bisa memperkuat kepemimpinan mereka di segmen terkait.

Statistik pengguna BukuKas dengan matriks DAU / LinkedIn, Krishnan Menon
Statistik pengguna BukuKas dengan matriks DAU / LinkedIn, Krishnan Menon

“Meskipun fitur aplikasi dapat ditiru seiring perkembangan, mempertahankan tingkat kesederhanaan yang ekstrem dalam produk sambil menambahkan nilai substansial akan menjadi sebuah tantangan. Pada akhirnya perusahaan yang mampu mewujudkan hal ini dalam skala besar yang akan memimpin,” kata Krishnan.

Dengan karakteristik unik, pasar Indonesia memang perlu sentuhan khusus. Hal tersebut yang juga dipercayai tim BukuKas, direpresentasikan dalam penyesuaian fitur. Misalnya, untuk dapat menjangkau pengguna di kota-kota kecil, mereka menghadirkan fitur mode offline dengan sinkronisasi otomatis ketika pengguna berhasil terkoneksi ke jaringan internet.

Lebih lanjut Co-Founder & COO BukuKas Lorenzo Peracchione menyampaikan, dalam waktu dekat akan ada beberapa fitur baru termasuk integrasi pembayaran digital. “Pedagang akan dapat mengumpulkan uang dari pelanggan mereka menggunakan berbagai opsi pembayaran dengan cara yang mudah. Pembayaran akan secara otomatis ditambahkan di aplikasi BukuKas, yang selanjutnya mengotomatiskan proses pembukuan dan mengurangi proses yang kurang nyaman bagi pengguna kami.”

BukuKas juga baru saja mengeluarkan modul manajemen inventaris yang inovatif dalam aplikasinya. Fitur ini memungkinkan pedagang kecil melacak pergerakan stok mereka tanpa menimbulkan kerangka kerja rumit yang menjadi ciri solusi manajemen inventaris saat ini.

Application Information Will Show Up Here
OnlinePajak secures 379 billion series B funding led by Warburg Pincus supported by the Global Innovation Fund (GIF) and Endeavor Catalyst

OnlinePajak Secures Series B Funding, Worth of 379 Billion Rupiah

OnlinePajak just announced Series B funding worth of $25 million (around 379.6 billion Rupiah). It was led by Warburg Pincus supported by Global Innovation Fund (GIF) and Endeavor Catalyst. The previous investors, Alpha JWC Ventures, Sequoia India, and Primedge have also participated in this round.

Charles Guinot, OnlinePajak‘s Founder & CEO, said that this funding was a validation of the current business model. Funding will be used for tax compliance revolution with blockchain and artificial intelligence-based technology.

“We plan to accelerate our ability expansion to always help taxpayers. We will transform the easy business in this country by helping companies to prove their productivity, and to support the Directorate General of Taxes to manage state’s taxation,” he added.

Founded in 2015, OnlinePajak displays a web-based integrated app to be used by taxpayers to calculate, deposit, and tax report. It’s intended for personal or institutional use. Previously, OnlinePajak has received Series A funding at the end of 2017 led by Alpha JWC Ventures.

“We believe OnlinePajak has a great potential to grow, not only in helping Indonesia’s business industry to have the more efficient operation but also having an important role for realizing the vision of Indonesian government to expand state tax base,” Warburg Pincus’ Head of Southeast Asia, Jeffrey Perlman, said.

OnlinePajak became the first tax startup which already implemented blockchain technology. Since the launching in 2015, OnlinePajak has been trusted by more than 900,000 users.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian