Tag Archives: entertainment platform

Survei DailySocial dan Populix mencari sejumlah aplikasi hiburan populer selama pandemi. Meski konsumsi meningkat, industri hiburan sendiri sedang berjuang

Menengok Sederet Aplikasi Hiburan Terpopuler Selama Pandemi

Sebagai bagian terakhir rangkaian survei DailySocial dan Populix, kami mengangkat kategori aplikasi hiburan yang paling banyak diakses pengguna smartphone selama pandemi. Dijabarkan lebih jauh, aplikasi hiburan yang kami tanyakan kepada para responden adalah aplikasi media sosial, streaming video, game, dan streaming musik.

Masih menggunakan sampel yang sama, sebelumnya kami menanyakan aktivitas online apa saja yang paling banyak digunakan selama pandemi. Responden meresponsnya dengan jawaban tertinggi adalah aplikasi produktivitas (68%), aplikasi hiburan (66%), dan belanja online (52%).

Dilihat secara berurutan, pilihan responden tergolong naluriah. Di tengah rutinitas baru harus menggunakan berbagai aplikasi produktivitas saat bekerja, mengakses aplikasi hiburan tentunya menjadi obat untuk mengurangi kepenatan.

Pertanyaan pertama yang kami tanyakan adalah kegiatan apa yang sering digunakan untuk mendapatkan hiburan? Mereka memilih aplikasi media sosial (79%), aplikasi streaming video (67%), aplikasi game (63%), aplikasi streaming musik (44%), lainnya (3%).

Ditelusuri lebih jauh untuk aplikasi media sosial, pilihan tertinggi responden jatuh pada Instagram (88%), lalu disusul Facebook (76%), Twitter (42%), TikTok (25%), dan lainnya (4%). Responden yang memilih Instagram, menyebutkan mereka mengakses aplikasi tersebut setiap harinya paling banyak 1 s/d 3 jam (39%) dan 3 s/d 5 jam (24%).

Untuk Facebook, mayoritas responden mengaksesnya selama 1 s/d 3 jam (39%) dan kurang dari 1 jam (29%). Detil lainnya kami cantumkan ke dalam infografis.

Pertanyaan kedua, kami menanyakan perihal aplikasi streaming video yang digunakan responden. Kebanyakan dari mereka memilih YouTube (94%) untuk menikmati konten video. Pilihan berikutnya adalah Netflix (42%), Viu (36%), iflix (32%), Hooq (28%), Vidio (25%), GoPlay (14%). Lalu, Genflix (11%), HBO Go (11%), KlikFilm (9%), Amazon Prime Video (8%), Catchplay (8%), lainnya (2%).

Kami juga menanyakan berapa waktu yang dihabiskan saat mengakses aplikasi tersebut. Mayoritas responden mengaku 1 s/d 3 jam (41%) dan kurang dari 1 jam (23%). Dalam mengakses aplikasi, responden mengatakan bahwa mereka mengakses versi gratis (60%), baru disusul bayar mandiri (37%), dan premium benefit dari provider internet (33%).

Alasan mereka memilih aplikasi tersebut yang paling utama adalah kemudahan akses (87%), kelengkapan konten (81%), promo yang diberikan (54%), biaya berlangganan (48%), dan memilih platform lokal (27%). Perangkat yang paling banyak dipakai saat mengaksesnya adalah smartphone (97%), computer/laptop (51%), tablet (18%), dan smart TV (24%).

Pertanyaan ketiga adalah durasi yang dihabiskan saat bermain aplikasi game. Responden paling banyak memilih 1 s/d 3 jam (44%) dan kurang dari 1 jam (31%).

Pertanyaan terakhir adalah aplikasi streaming musik yang paling banyak digunakan responden adalah Spotify (71%), Joox (61%), LangitMusik (27%), SoundCloud (25%), Apple Music (14%), Deezer (13%), Resso (12%), dan lainnya (2%). Durasi terbanyak yang dihabiskan responden adalah 1 s/d 3 jam (35%), dan kurang dari 1 jam (30%).

Temuan lainnya

Turut mendukung hasil survei di atas, rangkuman GDP Venture bertajuk “The Impact of Covid-19 Pandemic” menunjukkan aplikasi game mengalami banyak peningkatan baik dari segi jumlah unduhan dan total konsumsinya.

Mengutip dari berbagai sumber, seperti Agate dan Statista, secara global jumlah unduhan aplikasi game meningkat hingga 39% menjadi 4 miliar unduhan pada Februari 2020. Di Asia saja, kenaikannya mencapai 46% menjadi 1,6 miliar di bulan yang sama. Kenaikan tersebut diprediksi terus meningkat, seiring pandemi yang belum menunjukkan tanda perlambatan.

Pencapaian tersebut mendongkrak permintaan iklan di aplikasi game naik 100% untuk kuartal pertama tahun ini. Jam tertinggi akses aplikasi game terjadi pada jam 5 sore hingga jam 8 malam. Angka ini merepresentasikan selesainya jam kerja kebanyakan orang.

Dari sumber yang berbeda, untuk melihat kenaikan konsumsi di aplikasi media sosial, tercatat TikTok menjadi juara dengan kenaikan engagement sampai 27% sepanjang isolasi berlangsung. Kenaikan impresi juga terjadi untuk Instagram sebesar 22%, sementara angka pengguna aktif di Twitter dan Facebook naik 15%. Penurunan justru terjadi di LinkedIn sebesar 26% untuk pencariannya.

Khusus untuk aplikasi streaming video, laporan dari Brandwatch menyatakan, pilihan platform yang dinikmati adalah Netflix (untuk responden yang tinggal di kawasan urban) dan YouTube untuk jawaban paling populer di kalangan responden.

AppAnnie melihat konsumsi video streaming di Indonesia (dalam per jam) secara year to date hingga Maret 2020 mengalami kenaikan 15%.

Moengage Covid Report mencatat platform OTT yang mengalami berkah kenaikan pengguna dikuasai Netflix, iQiyi, V-Live, dan Viu. Kenaikan Netflix di Asia Tenggara didukung pengguna di Indonesia (+16% dalam 30 hari terakhir) dan Malaysia (+35%).

Sementara laporan lainnya, “Southeast Asia Online Video Consumer Insights and Analytics: A Definitive Study by Media Partners Asia”, menyebutkan Vidio paling menikmati “berkah” dibandingkan platform OTT lokal lainnya selama pandemi dan anjuran kerja dari rumah diberlakukan.

Laporan ini mencatat Vidio mengalami kenaikan konsumsi 225% setiap minggunya dalam kurun waktu 20 Januari sampai 11 April 2020. Kenaikan ini menempatkan Vidio sebagai platform OTT berkonsep freemium terdepan di Indonesia.

Kontradiktif

Bisnis aplikasi hiburan, yang terdiri dari berbagai kategori, ini bisa dikatakan sebagai salah satu sektor yang tumbuh hijau di tengah pandemi, seperti yang dilaporkan oleh BCG Henderson Institute. Kebalikannya, industri hiburan yang berbasis offline justru jadi sektor yang paling menderita, seperti industri film, musik, dan event.

Karena tidak ada acara yang dibuat, terpaksa banyak tenaga kerja di industri ini ada yang “dirumahkan” sembari putar otak agar tetap bertahan. Sebenarnya ada solusi untuk menyelamatkan mereka, yakni migrasi ke platform online. Akan tetapi, pengalaman yang dirasakan penonton tentu tidak akan sama ketika mereka datang ke acara konser tersebut, misalnya.

Isu lainnya adalah, belum meratanya infrastruktur internet. Lancarnya koneksi adalah privilege buat orang-orang yang tinggal di perkotaan.

Meski tumbuh subur, pemain aplikasi juga ada yang melakukan layoff bahkan gulung tikar, seperti yang dialami iflix dan Hooq. Faktor pemicunya bukan dari pandemi, melainkan keputusan internal yang dipengaruhi persaingan pasar streaming video yang ketat.


Disclosure: Artikel ini didukung oleh platform market research Populix.

Jamiphy Aims to be a “Tiktok for Musician”, Focusing on the Indonesian Market

The high penetration of entertainment platforms, such as Smule and Tiktok, has captured the local creator’s attention creating content and encouraged Jamiphy to focus on the Indonesian market. Officially, Jamiphy has been launched in Indonesia in early March 2020.

The platform from San Fransisco, United States is targeting the Indonesian market because many of its followers on social media come from Indonesia.

Jamiphy is one of the participants of the W20 batch Y Combinator acceleration program with Newman’s and two other Indonesian startups.

Jamiphy’s CEO, Owen Carey told DailySocial, “Jamiphy is made specifically for musicians and music lovers. Everyone knows and many are using TikTok, except for musicians. We have made the platform easier for musicians to make great videos, and for users to find and find the music they like. ”

The way that Jamiphy works not much different from other content creator platforms. For the monetization strategy, Jamiphy applies advertising.

“Although not many machine learning technologies have focused on audio and music yet, with the deep learning structure in general especially and the increasing use of mobile phones, the application of artificial intelligence technology has become very useful. In the future there will be more technology that we will present,” Owen said.

The use of AI technology, Owen said, is also to maximize the video recording process by content creators. Jamiphy is said to have applied deep learning technology for the past 3 years.

Part of the Y Combinator program

A platform for musician and music lovers
A platform for musician and music lovers

Jamiphy is one of the startups who participate in the Y Combinator demo day program in March 2020. After obtaining seed funding, the company is targeting to have 100 thousand active users in Indonesia and then expand to India and the United States.

Without local team and a clear view of the Indonesian market directly, through interactions on Instagram and Facebook, Owen claims to know more about the tastes and trends of Indonesian musicians.

Next, Jamiphy has plans to recruit local talents to strengthen its platform in Indonesia. To date, Jamiphy is said to have around 3000 active users and is experiencing a 50% growth every week.

“Although we have quite big competitors, with the current technology, they should at least be able to update and change their feature set or create new applications,” Owen said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Berasal dari Amerika Serikat, Jamiphy mengikuti program akselerasi Y Combinator batch W20

Ingin Jadi “Tiktok untuk Musisi”, Jamiphy Fokus ke Pasar Indonesia

Tingginya popularitas platform hiburan, seperti Smule dan TikTok, menarik perhatian kreator lokal menciptakan konten menarik mendorong Jamiphy memfokuskan layanannya di sini. Secara resmi Jamiphy meluncur di Indonesia awal bulan Maret 2020.

Platform yang berasal dari San Francisco, Amerika Serikat, ini sengaja menyasar pasar Indonesia, karena mengklaim pengikut terbanyaknya di media sosial justru berasal dari sini.

Jamiphy merupakan salah satu peserta program akselerasi Y Combinator batch W20 bersama Newman’s dan dua startup Indonesia lainnya.

Kepada DailySocial, CEO Jamiphy Owen Carey menyebutkan, “Jamiphy dibuat khusus untuk musisi dan pecinta musik. Semua orang saat ini telah mengenal dan banyak yang menyukai TikTok, kecuali untuk musisi. Kami telah membuat platform lebih mudah bagi musisi untuk membuat video yang luar biasa, dan bagi pengguna untuk mencari dan menemukan musik yang mereka sukai.”

Cara kerja yang diterapkan Jamiphy tidak jauh berbeda dengan platform kreator konten lainnya. Untuk strategi monetisasi, Jamiphy memberlakukan pemasangan iklan.

“Meskipun saat ini kebanyakan teknologi machine learning belum banyak yang fokus kepada audio dan musik, namun dengan struktur deep learning secara umum terutama dan penggunaan ponsel yang makin meningkat, penerapan teknologi artificial intelligence menjadi sangat bermanfaat. Ke depannya akan lebih banyak teknologi yang bakal kami hadirkan,” kata Owen.

Pemanfaatan teknologi AI tersebut,  menurut Owen, termasuk untuk memaksimalkan proses merekam video oleh kreator konten. Jamiphy disebut telah menerapkan teknologi deep learning selama 3 tahun terakhir.

Peserta program Y Combinator

Platform khusus untuk musisi dan pecinta musik
Platform khusus untuk musisi dan pecinta musik

Jamiphy merupakan salah satu startup yang mengikuti demo day program Y Combinator bulan Maret tahun 2020 ini. Pasca perolehan pendanaan awal di program ini, perusahaan menargetkan memiliki 100 ribu pengguna aktif di Indonesia dan kemudian melakukan ekspansi ke India dan Amerika Serikat.

Meskipun belum memiliki tim lokal dan belum pernah secara langsung melihat pasar Indonesia, melalui interaksi yang dilakukan di Instagram dan Facebook, Owen mengklaim telah mengenal lebih jauh selera dan tren musisi di sini.

Ke depannya Jamiphy memiliki rencana untuk merekrut talenta lokal untuk memperkuat platformnya di Indonesia. Saat ini Jamiphy disebut memiliki sekitar 3000 pengguna aktif dan mengalami pertumbuhan 50% setiap minggunya.

“Meskipun kami memiliki kompetitor yang cukup besar, namun dengan teknologi yang kami miliki paling tidak mereka harus bisa memperbarui dan mengubah set fitur mereka atau membuat aplikasi baru,” kata Owen.

Application Information Will Show Up Here

Goers Hadirkan Panduan Informasi Tujuan Wisata

Pasca mendapatkan investasi Pra-Seri A dari Mahaka Media bulan Agustus 2016 lalu, Goers yang merupakan Startup jebolan Indonesia Next Apps 2.0 terus melakukan pembaruan dan inovasi di aplikasinya. Salah satunya adalah yang menyasar sektor pariwisata.

Sebagai aplikasi yang menampilkan beragam kegiatan, acara, kuliner dan informasi terkini, Goers berencana menghadirkan inovasi baru yang diharapkan bisa memudahkan wisatawan asing dan lokal mencari rekomendasi tempat wisata.

“Konsepnya tidak akan jauh berbeda dengan yang saat ini kami jalani. Kami akan menyajikan informasi mengenai kegiatan, aktivitas, acara, dan tempat-tempat bepergian yang sedang tren di Indonesia seperti restoran, museum, dan lain-lain, untuk dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun internasional.,” kata Co-Founder dan COO Goers Niki Tsuraya Yaumi Kepada DailySocial.

Di dalam fitur tersebut nantinya juga akan disematkan menu City Attraction yang berisi informasi mengenai tempat yang bisa dikunjungi oleh para wisatawan. Tujuannya adalah agar para wisatawan dapat menemukan informasi mengenai acara-acara dan kegiatan-kegiatan lokal di lokasi wisata, serta merasakan pengalaman baru dengan mendatanginya.

Keseriusan Goers untuk mulai merambah sektor pariwisata di Indonesia dikukuhkan dengan nota kesepahaman yang dijalin antara Goers dan Menteri Pariwisata Arief Yahya baru-baru ini.

“Saat ini kami telah menjalin kesepahaman dengan Kementerian Pariwisata untuk Goers bisa mempromosikan destinasi-destinasi wisata di Indonesia,” kata Niki.

Tahun ini Goers berencana melakukan ekspansi ke tiga kota tujuan wisata di Indonesia.

Menyajikan informasi film di bioskop dan pembelian tiket

Tim Goers dan jajaran manajemen

Layanan lain yang bakal dihadirkan Goers adalah platform lengkap untuk jadwal film di bioskop terkini. Layanan tersebut juga nantinya dilengkapi dengan kesempatan melakukan pembelian tiket. Belum ada informasi kapan fitur ini bakal diluncurkan.

“Kami sadar bahwa salah satu kegiatan yang paling sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk mengisi waktu luang mereka adalah bepergian untuk menonton film layar lebar. Kami ingin menjadi solusi untuk mempermudah semua orang mendapatkan informasi serta pembelian tiket untuk menonton film layar lebar,” kata Niki.

Application Information Will Show Up Here

Zeemi Ganti Model Bisnis, Tutup Layanan Live Streaming Berbasis User Generated Content

Platform live sharing berbasis video Zeemi mengibarkan bendera putih di sektor ritel. Jika kita mengakses situs Zeemi sekarang, akan muncul pop up yang berisi pengumuman tentang “penutupan” fitur live streaming, termasuk akses melalui aplikasi. Meskipun demikian, pihak Zeemi seperti dikonfirmasi DailySocial menegaskan tidak sepenuhnya berhenti beroperasi.

Zeemi yang beroperasi sejak tahun 2014 merupakan salah satu pemain lokal di kancah platform hiburan berbasis streaming video. Ia menghadapi persaingan ketat dari para pemain regional, termasuk Cliponyu, Bigo, dan Nonolive yang makin ke sini semakin banyak menampilkan konten negatif. Dengan bermodalkan pendanaan awal sebesar $1 juta (atau sekitar 13 miliar Rupiah) dari 500 Startups dan DeNA yang diperoleh setahun yang lalu, Zeemi tampaknya tak mampu bersaing.

Dalam konfirmasinya yang singkat kepada DailySocial, Pendiri dan CEO Zeemi Tom Damek menyebutkan pihaknya mengubah model bisnis dan tetap beroperasi, meskipun tidak menyebutkan detil akan berubah ke mana. Belum ada informasi juga apakah ada karyawan yang dilepas (layoff) terkait perubahan ini.

Seperti disebutkan di pengumumannya, Zeemi berangsur-angsur mengurangi kemampuan pengguna untuk melakukan live streaming. Aplikasi Android-nya pun sudah tidak lagi terdaftar di Google Play. Zeemi mengisyaratkan akan menggunakan teknologi live video streaming yang dimiliki untuk membidik pasar korporasi dan pengembang.

Kita tunggu kiprah Zeemi selanjutnya.