Tag Archives: eSport Indonesia

Apa yang Seharusnya Dilakukan Pemerintah untuk Esports Indonesia?

Tanggal 28 Januari 2019 yang lalu, berbagai instansi pemerintah bekerja sama mengumumkan Piala Presiden Esports 2019. Ada beberapa instansi yang bergandengan tangan menggelar turnamen ini, seperti Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), Kementrian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA), Kantor Staf Presiden (KSP), dan Kementrian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO). Sejumlah instansi tadi mengajak IESPL dan RevivalTV untuk menjalankan turnamen ini.

Tak sedikit yang memuji langkah pemerintah tadi karena menunjukkan dukungan mereka terhadap komunitas dan industri esports Indonesia. Namun demikian, jika kita ingin melihatnya lebih kritis, benarkah turnamen-turnamen seperti itu yang kita butuhkan dari pemerintah?

Piala Presiden 2019 - Juara Regional Surabaya
REVO Esports, juara regional Surabaya | Sumber: Dokumentasi Piala Presiden 2019

Bagi saya pribadi, negara seharusnya mengurusi hal-hal makro seperti infrastruktur digital, kebijakan perdagangan ISP, perpajakan, landasan hukum, ataupun yang lainnya yang menguntungkan semua pihak di ekosistem esports kita. Bukannya menggelar turnamen yang bersifat mikro. Apalagi, sudah banyak event organizer di Indonesia yang memang fokus menggarap esports. Kecuali memang belum ada EO esports sama sekali di Indonesia, mungkin langkah tadi benar-benar bisa diacungi jempol.

Saat pemerintah menggelar event yang sudah biasa jadi proyek swasta, mereka justru menjadi kompetitor dari EO yang tak ditunjuk. Contoh argumentasi ini sangat mudah karena memang kebetulan acara Grand Final Piala Presiden Esports 2019 (30-31 Maret 2019) bertabrakan tanggalnya dengan Grand Final ESL Indonesia Championship dan ESL Clash of Nations.

Aneh tidak sih? Ini saya bertanya ya…

Lalu, apa yang seharusnya pemerintah lakukan untuk esports Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tadi, saya pun mengumpulkan beberapa pendapat dari berbagai pemangku kepentingan di esports Indonesia.

Gisma Priayudha Assyidiq A.K.A Melondoto

Sumber: Melondoto via Instagram
Sumber: Melondoto via Instagram

“Pemerintah bisa men-support dengan cara mengapresiasi apa yang dilakukan oleh para atlet esports, mulai dari kompetisi lokal maupun internasional. Tidak perlu menambah hadiah atau iming-iming A, B, C, D. Biarkan esports berjalan dengan ekosistem yang sekarang sudah sangat baik.” Kata Gisma yang mengawali perjuangannya di esports Indonesia sebagai shoutcaster Dota 2.

“Diundang dong ke Istana Negara, contoh misal BOOM ID. Meski belum meraih kesuksesan di ajang dunia, tapi apresiasi kecil dari pemerintah akan saat berarti. Apresiasi ini tak hanya cuma buat BOOM ID, tapi buat semua pelaku esports.” Lanjutnya.

Menurut Melon, ia juga berharap pemerintah bisa memberikan asosiasi yang benar-benar netral ataupun merumuskan landasan hukum dan perpajakan soal esports. Selain itu, menurut Project Director JD High School League dan Chief Creative Officer untuk MoobaTV Indonesia ini, pemerintah juga bisa membantu mengenalkan esports dan dunia gaming ke arah yang baik. Sebagai pekerjaan atau profesi, misalnya. Pasalnya, hal tersebut dapat menghilangkan keresahan orang tua.

Satu hal yang ia percayai adalah segala sesuatu yang diatur dengan baik, hasilnya pun baik.

“Tolong GBK digratisin untuk event Mobile Legends. Wkwkwkwkw.” Tutupnya sembari bercanda.

Andrian Pauline (AP), CEO Rex Regum Qeon

Sumber: Andrian Pauline via Instagram
Sumber: Andrian Pauline via Instagram

Buat yang mengikuti perkembangan industri dan ekosistem esports Indonesia, Anda seharusnya tahu AP (panggilan akrabnya) dan Rex Regum Qeon (RRQ). Buat yang belum terlalu familiar, Anda bisa membaca obrolan kami dengan AP tentang RRQ beberapa waktu yang lalu.

Ia pun mengatakan, “menurut saya, (pemerintah bisa) membuat sebuat roadmap yang jelas untuk esports, mengaktifkan asosiasi, dan membantu atau memfasilitasi player, komunitas, EO, dan semua stakeholder di esports; khususnya di daerah. Karena mereka butuh peran serta pemerintah.”

Lebih lanjut, CEO dari organisasi esports besar yang merupakan bagian dari MidPlaza Holding ini menjelaskan beberapa contoh konkret tentang apa yang ia maksud di kalimat sebelumnya.

Pertama, ia berharap akan adanya jadwal event yang jelas (khususnya untuk event-event besar atau premium) agar tidak lagi bertabrakan tanggalnya. Selain itu, agar komunitas esports sehatdibutuhkan sebuah wadah yang dapat merangkul semua pelaku esports, seperti EO, developer, dan brand, untuk bisa duduk bersama. Event-event di daerah yang skalanya kecil dan menengah juga bisa jadi garapan pemerintah.

Terakhir, ia juga berargumen bahwa ada sebuah kebutuhan atas pelatihan dan pembinaan sehingga kita bisa mencetak para pemain yang bagus dengan perencanaan yang matang.

Reza Afrian Ramadhan, Head of Marketing Mineski Event Team

Reza Afrian Ramadhan. Dokumentasi: Yota Reiji
Reza Afrian Ramadhan. Dokumentasi: Yota Reiji

“Banyak sih… Tapi off-the-record ya hahaha…” Kata Reza sembari bercanda, mengawali perbincangan kami soal ini.

Lebih serius, Reza pun menjawab, “supporting grassroot events. Regenerasi kurang banget. Esports harusnya udah bisa jadi ekstra kulikuler karena udah seperti olahraga beneran yang butuh effort dan latihan.”

Selain itu, Reza juga menambahkan soal kebutuhan infrastruktur internet yang lebih baik. Pasalnya, ia bercerita jika salah satu momok untuk event berskala besar juga ada di internet. “Salah satu hambatan kita sebagai EO juga di internet. Even di kota besar masih aja ada gak stabilnya.” Ujar Reza yang bahkan sudah malang melintang bekerja untuk brand-brand internasional sekalipun.

Ditambah lagi, menurutnya, akses internet di Indonesia yang belum merata menyulitkan talenta-talenta dari kota kecil jadi lebih sulit terlihat. “Terus, dukungan konkret pemerintah untuk para pemain yang bertanding di tingkat international juga belum ada. Padahal mereka bela Indonesia.” Tutupnya.

Yohannes P. Siagian, Kepala Sekolah SMA 1 PSKD & Vice President EVOS Esports

“Kalau seperti itu pertanyaannya, sedikit susah jawabnya. Kalau apa yang SEHARUSNYA mereka lakukan adalah memberikan esports ruang untk berkembang secara alami dan tidak perlu masuk terlalu dalam operasional esports sehari-hari. Seperti anak remaja yang sedang berkembang, esports membutuhkan fasilitas dan support tanpa intervensi yang berlebihan.” Ujar Kepala Sekolah pemegang gelar M.M dari Universitas Indonesia dan M.B.A. dari I.A.E de Grenoble, Universite Piere Mendes, Perancis ini.

Menurutnya, campur tangan pemerintah yang berlebihan justru akan menghambat perkembangan esports.  Meski memang, bukan berarti pemerintah tidak dibutuhkan. Namun bentuk peran tersebut yang perlu dipertimbangkan.

Yohannes pun menjelaskan, “yang paling diperlukan adalah support pembangunan infratrustruktur dan regulasi yang mendukung esports berkembang. Misalnya pengembangan jaringan internet di Indonesia dan pengakuan esports sebagai bidang usaha/kerja yang sah.”

Contoh regulasi yang ia maksud di atas salah satunya adalah soal mempermudah proses pembuatan visa kerja bagi pemain, pelatih, ataupun pekerja asing di esports. Kalau proses ini bisa dipermudah, hal ini dapat menjadi penunjang positif untuk esports Indonesia karena ada pertukaran informasi dan pengetahuan yang sangat bermanfaat.

“Kalau Indonesia pintar mengelola perkembangan esports, maka ia akan menjadi suatu sektor yang sangat menguntungkan bagi Indonesia; tapi harus diberikan kesempatan untuk berkembang secara alami.” Ungkap Yohannes menutup perbincangan kami.

Sumber: ESL
IEM Chicago 2018. Sumber: ESL

Akhirnya, jika boleh saya menyimpulkan pendapat-pendapat narasumber kita kali ini, pemerintah sebenarnya/seharusnya bisa melakukan hal-hal yang tak dapat dijangkau atau sulit dilakukan oleh pelaku industri swasta.

Infrastruktur digital dan aspek pendidikan misalnya. Kedua hal tadi jelas tak mudah dilakukan oleh pelaku industri, tanpa campur tangan pemerintah. Perihal regenerasi dan meratakan tren esports untuk seluruh kalangan dan daerah di Indonesia juga bisa dilakukan, mengingat pelaku industri swasta mungkin akan kesulitan mencari modal ataupun sponsor untuk 2 kebutuhan ini.

Tidak lupa juga, berhubung esports sekarang sudah jadi industri dengan nilai yang cukup besar, dibutuhkan juga sebuah wadah yang mau dan mampu bersikap netral serta aktif mengakomodasi berbagai kepentingan; atau setidaknya menjadi fasilitator agar berbagai pelaku industrinya dapat duduk bersama mencari jalan tengah jika terjadi konflik kepentingan… Bukannya menjadi kompetitor ataupun malah jadi bagian dari konflik kepentingannya.

Apakah Anda setuju dengan pendapat kami dan para narasumber kita kali ini? Akankah harapan-harapan itu tadi hanya akan sekadar jadi teriakan-teriakan di ruang hampa? Entahlah…

Agenda Lyto Memeriahkan Ranah eSport Indonesia Lewat CrossFire Next Generation

CrossFire ialah satu dari sejumlah FPS taktis yang terlahir di tengah-tengah demam Counter-Strike. Digarap oleh tim SmileGate asal Korea Selatan, game free-to-play ini dirilis perdana pada tahun 2007, dihadirkan di wilayah Amerika serta Eropa, dan sempat menjadi permainan online dengan pemasukan terbesar di tahun 2014, meraup keuntungan sebesar US$ 1,3 miliar.

Satu dekade lebih setelah dilepas, CrossFire terus menjadi game online populer di Indonesia. Di tanah air, konten permainan ini terus dikembangkan oleh Lytogame. Dan sejak akhir bulan Maret silam, sang publisher diketahui ingin mempersiapkannya sebagai permainan eSport di platform PC. Versi barunya diberi judul CrossFire Next Generation, menyuguhkan gameplay familier yang dipadu beragam konten baru.

CF 1

Sebelum gerbang dibuka lebar, Lyto telah menggelar uji coba closed beta pada tanggal 9 sampai 12 April. Waktunya memang sangat singkat, tapi acara konferensi pers ‘CrossFire Next Generation eSports’ yang dilangsungkan kemarin juga menandai dimulainya sesi tes beta tertutup kedua, akan dilaksanakan hingga tanggal 23 April. Selanjutnya, para gamer nantinya dipersilakan menikmati permainan via open beta.

CF 2

Di acara ini, tim Lyto mempresentasikan fitur-fitur baru yang dihidangkan CrossFire Next Generation, mengadakan talk show dengan sejumlah gamer profesional tanah air, serta mempersilakan para tamu menjajal game-nya. Jika berkenan berpartisipasi dalam closed beta kedua, Anda akan mendapatkan hadiah berupa item in-game ‘Jin Gu Bang’, bisa dipakai selama 30 hari, diberikan saat open beta digelar.

CF 3

Sesi talk show bertema ‘Indonesia Pro-Gamer Life’ yang diisi oleh diskusi bersama Monica ‘Nixia’ Carolina dari NXA Ladies, Richard Permana dari NXL, M. Ikhsan ‘Lemon’ dari RRQ dan Yudi ‘KurN’ Kurniawan dari XCN Gaming memang tidak sepenuhnya membahas CrossFire. Di sana, para gamer pro menceritakan keseharian serta hal apa yang mendorong mereka tertarik buat menekuni bidang gaming.

CF 4

Tapi meski fokus pada permainan berbeda – misalnya Nixia yang disibukkan oleh PUBG dan Overwatch serta Richard yang tak bisa lepas dari CS:GO – para gamer pro menunjukkan antusiasme mereka untuk mencoba CrossFire Next Generation.

 

Hands-on

Permainan anyar ini menjanjikan interface yang lebih ramah buat pengguna serta menghidangkan lebih banyak mode, peta, senjata dan pilihan karakter. Di website, Lyto menyampaikan bahwa mereka telah menyesuaikan game agar dapat mudah dipelajari pemula namun juga mampu memuaskan para pemain veteran. Versi barunya tetap menyajikan mode-mode permainan familier, terbagi dalam kategori PvP, PvE dan mode spesial.

CF 8

Sejujurnya, saya kurang familier dengan CrossFire. Saya memang pernah menjajalnya satu dua kali bertahun-tahun silam, namun saya sudah tidak lagi ingat seperti apa kontennya. Bagi saya pribadi, pilihan-pilihan karakter berbeda yang Lyto tunjukkan di website CrossFire Next Generation mengingatkan sedikit pada tokoh-tokoh operator di Rainbow Six Siege.

CF 9

Dari pengalaman hands-on kemarin, para karakter sepertinya hanya disajikan sebagai opsi kosmetik dan tidak memengaruhi gameplay (saya perlu mencobanya lebih jauh lagi). Menurut saya, hal yang membuat perbedaan besar adalah setup/pilihan senjata sebelum match di mulai. Karena persiapan yang buruk, saya hampir selalu menjadi korban bulan-bulanan lawan bersenjata senapan penembak jitu.

Sejumlah mode di CrossFire Next Generation sangat mirip Counter-Strike, misalnya Elimination yang mengadu faksi Global Risk dengan Black List dalam pertandingan deathmatch; serta Search & Destroy di mana satu tim ditugaskan untuk menanam bom dan tim lain berusaha menggagalkannya. Saya sendiri hanya sempat mencoba mode kooperatif versus robot dan monster, serta free for all.

Sisi grafis CrossFire memang tidak secantik shooter sekelas Overwatch atau Fortnite, tapi sebagai kompensasinya, game menyajikan visual penuh warna. Buat pemain awam seperti saya, bagian menu CrossFire Next Generation sedikit membingungkan karena dipenuhi tombol dan sub-menu. Tanpa bantuan Nixia, mungkin saya akan menghabiskan waktu lama untuk bisa masuk ke pertandingan.

 

Rencana selanjutnya

Setelah CrossFire Next Generation memasuki sesi open beta di tanggal 25 April nanti, Lytogame punya rencana buat menggelar kompetisi di sepanjang tahun ini dengan hadiah senilai ‘ratusan juta rupiah’. Tim terbaik kabarnya akan diberi kesempatan untuk mewakilkan Indonesia di ajang eSport CrossFire Stars 2018.

CF 7

Namun sebelum momen itu tiba, Lyto akan melangsungkan program roadshow bertajuk Crossfire Next Generation City Warnet Esports 2018 di 16 kota (yang sudah dikonfirmasi meliputi Jakarta, Tangerang, Bekasi, Depok, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Denpasar), tepatnya di tanggal 26 Mei sampai 3 Juni. Event ini dilakukan Lytogame secara kolaboratif bersama para pengelola iCafe tersertifikasi Nvidia serta game center TNC.

CF 5